Anda di halaman 1dari 57

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Aparatur Sipil Negara (ASN) merupakan


unsur utama penyelenggaraan pemerintahan,
keberhasilan tugas pemerintahan tergantung pada
kualitas ASN itu sendiri. Setiap ASN diharapkan
memiliki kompetensi sesuai dengan jabatan yang
diduduki sehingga dapat melaksanakan tugas dan
fungsinya dengan baik.
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
merupakan instansi pemerintah yang
mengemban tugas dan fungsi di bidang hukum
dan hak asasi manusia mempunyai peran yang
sangat strategis dalam mewujudkan Indonesia
yang sejahtera, demokratis, dan berkeadilan. Oleh
karena itu, Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia senantiasa harus selalu meningkatkan
kualitas baik output maupun outcome dari
pelaksanaan tugas dan fungsinya.
Sehubungan dengan hal tersebut,
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia perlu
didukung dengan ASN yang profesional, kompeten,
memiliki kinerja dan integritas tinggi, serta bebas
dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014
tentang Aparatur Sipil Negara, dalam Pasal 70 ayat
(1) mengamanatkan bahwa setiap ASN memiliki
hak dan kesempatan untuk mengembangkan
Kompetensi. Lebih lanjut dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang
Manajemen Pegawai Negeri Sipil dinyatakan
pengembangan kompetensi bagi setiap PNS
dilakukan paling sedikit 20 (dua puluh) jam
pelajaran dalam 1 (satu) tahun.
Untuk memenuhi ketentuan mengenai
pengembangan kompetensi ASN, Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia menetapkan
strategi Pengembangan Kompetensi ASN di
lingkungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia yang disebut dengan Kementerian Hukum
dan Hak Asasi Manusia Corporate University yang
merupakan bagian dari pencapaian kinerja
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Melalui Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia Corporate University, Kementerian Hukum
dan Hak Asasi Manusia mengembangkan bentuk
dan jenis pengembangan kompetensi dengan
metode yang lebih variatif, efisien, dan inovatif yang
salah satu bentuknya adalah sosialisasi.
Sosialisasi merupakan Kegiatan ilmiah untuk
memasyarakatkan sesuatu pengetahuan dan/atau
kebijakan agar menjadi lebih dikenal, dipahami,
dihayati oleh PNS. Selama ini Kementerian Hukum
dan Hak Asasi Manusia sudah melakukan
pengembangan kompetensi ASN melalui
sosialisasi, namun belum ada pedoman dan
standar yang jelas mengenai sosialisasi, sehingga
pengembangan kompetensi melalui sosialisasi
belum dilaksanakan secara terencana berdasarkan
peta kebutuhan pengembangan kompetensi dan
belum terdokumentasi serta terintegrasi dalam data
pengembangan kompetensi ASN yang telah
dilaksanakan setiap tahunnya.
Oleh karena itu, untuk dapat
menyelenggarakan sosialisasi efektif, berhasil guna
dan berdaya guna, terencana, serta terintegrasi
dengan strategi pengembangan kompetensi ASN
dalam kerangka Kementerian Hukum dan Hak
Asasi Manusia Corporate University perlu disusun
Pedoman Penyelenggaraan Sosialisasi.

B. TUJUAN
Tujuan dilakukannya sosialisasi adalah
untuk meningkatan pengetahuan pada suatu
pengetahuan dan/atau kebijakan sesuai tuntutan
bidang kerja.

C. KOMPETENSI YANG AKAN DICAPAI


Kompetensi yang akan dicapai dengan
sosialisasi adalah bertambahnya pengetahuan
dan/atau kebijakan sehingga dapat digunakan
dalam pelaksanaan tugas.
BAB II
TEKNIS PELAKSANAAN SOSIALISASI

A. AGENDA PEMBELAJARAN
Agenda pembelajaran sosialisasi meliputi:

1. Agenda Wawasan
Agenda wawasan bertujuan untuk
meningkatkan atau memberikan
pengetahuan dan/atau kebijakan kepada
para peserta.

2. Agenda Teknis
Agenda teknis bertujuan untuk
meningkatkan atau memberikan
pengetahuan dan/atau kebijakan kepada
peserta agar peserta mempunyai gambaran
terkait kompetensi teknis bidang
pekerjaannya.
B. TAHAPAN PELAKSANAAN SOSIALISASI
Pada saat pelaksanaan, penyelenggara akan
mempersiapkan susunan acara sebagai berikut:
1. Pembukaan
2. Penyampaian materi pokok
3. Demonstrasi/simulasi
4. Evaluasi
5. Penutup
BAB III
PESERTA

Mekanisme penentuan peserta sosialisasi


dapat dijelaskan sebagai berikut:

A. PERSYARATAN
Peserta adalah ASN di lingkungan Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia berdasarkan
pertimbangan:
- Kebutuhan organisasi;
- Untuk pengembangan karir.

B. PENCALONAN DAN PENETAPAN


Pencalonan dan Penetapan dilakukan oleh
atasan langsung.

C. PENUGASAN
Penugasan untuk mengikuti sosialisasi dapat
dilakukan oleh Kepala Satuan Kerja masing-
masing.
D. JUMLAH
Untuk efektifitas penyelenggaraan sosialiasasi,
dalam satu kegiatan disarankan tidak lebih dari
30 (tiga puluh) orang peserta.
BAB IV
NARASUMBER SOSIALISASI

A. NARASUMBER
Narasumber untuk kegiatan sosialisasi adalah
setiap pegawai ASN atau tenaga
profesional/pakar yang dapat menyampaikan
materi, pengetahuan atau kebijakan terkait
dengan substansi pekerjaannya.

B. PERSYARATAN NARASUMBER
Untuk dapat menjadi Narasumber dalam sebuah
kegiatan sosialisasi, pemateri wajib menguasai
pengetahuan dan/atau kebijakan yang akan
disosialisasikan.
BAB V
FASILITAS SOSIALISASI

Dalam kegiatan pengembangan


kompetensi dibutuhkan dukungan sarana dan
prasarana yang baik dan memadai untuk
tercapainya hasil pembelajaran yang maksimal.
Untuk itu dalam kegiatan Sosialisasi sarana dan
prasarana yang harus disediakan meliputi:

A. PRASARANA
1. Ruangan Sosialisasi
2. Jaringan internet

B. SARANA
1. Laptop
2. In focus
3. Microphone
BAB VI
PERENCANAAN, PEMBINAAN DAN
PEMBIAYAAN

Keberhasilan suatu model


pengembangan kompetensi berdasarkan
kesiapan penyelenggara dalam mengelola
kegiatan dari awal hingga akhir pelaksanaan,
diantara lain adalah dalam proses perencanaan,
pembinaan, dan pembiayaan yang dibutuhkan.
Dalam pelaksanaan sosialisasi, ketiga hal
tersebut ditentukan sebagai berikut:

A. PERENCANAAN
Tahap awal dari perencanaan sosialisasi
adalah penugasan dari Kepala Satuan Kerja
kepada pegawai yang membutuhkan
pengembangan kompetensi berupa sosialisasi.
Setelah mendapat penugasan, tahapan
selanjutnya adalah perencanaan
penyelenggaraan sosialisasi yaitu meliputi
penentuan Narasumber, penentuan jadwal
kegiatan, tempat pelaksanaan, dan hal teknis
lainnya.

B. PEMBINAAN
Setelah pelaksanaan sosialisasi diharapkan
peserta dapat memperoleh pengetahuan baru
yang dapat diaplikasikan untuk meningkatkan
kinerja. Atasan langsung membina peserta
sosialisasi tersebut agar memahami hasil
sosialisasi.

C. PEMBIAYAAN
Pembiayaan kegiatan sosialisasi
dibebankan kepada Satuan Kerja yang
menyelenggarakan sosialisasi.
BAB VII
PENYELENGGARAAN SOSIALISASI

Dalam hal penyelenggaraan sosialisasi


diatur beberapa hal sebagai berikut:

A. PELAKSANA
Instansi atau Lembaga yang dapat
menyelenggarakan Sosialisasi adalah:
1. BPSDM Hukum dan HAM
2. Satuan Kerja Kementerian Hukum dan HAM
3. Instansi/Lembaga lainnya

B. WAKTU
Waktu penyelenggaraan disesuaikan
dengan kebutuhan pengembangan kompetensi.

C. PELAKSANAAN
Bentuk pelaksanaan sosialisasi dapat
dilakukan secara tatap muka ataupun secara
online (teleconference, web binar).
BAB VIII
EVALUASI

Dalam rangka memastikan apakah


suatu pengembangan kompetensi berjalan
dengan baik dari segi peserta, Narasumber, dan
penyelenggaraan diperlukan proses evaluasi.
Dalam bab ini akan dibahas evaluasi yang
dilakukan untuk model pengembangan
sosialisasi sebagai berikut:

1. EVALUASI PESERTA
Evaluasi peserta dilakukan dengan dengan
instrument evaluasi berupa kuisioner dalam
jaringan (online) yang disesuaikan dengan
substansi/materi yang disampaikan pada saat
sosialisasi.

2. EVALUASI NARASUMBER
Evaluasi Narasumber dilakukan oleh peserta
dengan instrument evaluasi berupa kuisioner
dalam jaringan (online) yang telah disediakan
oleh masing-masing pelaksana kegiatan
sosialisasi.

3. EVALUASI PENYELENGGARAAN
Evaluasi penyelenggaraan dilakukan oleh
peserta dan narasumber dengan instrument
evaluasi berupa kuisioner dalam jaringan
(online) yang telah disediakan oleh
penyelenggara kegiatan sosialisasi.
BAB IX
KREDENSIAL

Setelah selesai mengikuti proses


pengembangan kompetensi, berupa sosialisasi,
berikut diatur beberapa ketentuan terkait tanda
keikutsertaan peserta dalam pengembangan
kompetensi serta berapa jam yang telah didapat
yaitu:

1. Peserta wajib melaporkan bahwa dirinya


telah selesai mengikuti Sosialisasi
melalui CBHRIS;
2. Dalam sistem CBHRIS peserta akan
mendapatkan nomor sertifikat yang
dikeluarkan oleh BPSDM Hukum dan
HAM;
3. Peserta kemudian mencetak sertifikat
secara mandiri;
4. Konversi jam pelajaran untuk sosialisasi
yang termuat di Sertifikat adalah sebagai
berikut:
a) Tingkat Nasional
1 (satu) hari setara dengan 4
(empat) jam pelajaran.
b) Tingkat Internasional
1 (satu) hari setara dengan 6 (enam)
jam pelajaran.
BAB X
PENUTUP

Pengembangan kompetensi dapat dilakukan


melalui bentuk klasikal dan non klasikal, di mana
dengan model pembelajaran klasikal dapat
dilakukan dengan sosialisasi. Diharapkan dengan
model pengembangan ini, seluruh pegawai
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
memperoleh tambahan wawasan dan kepastian
untuk mengikuti pengembangan kompetensi yang
dapat meningkatkan kinerja organisasi.

Plt. Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya


Manusia Hukum dan Hak Asasi Manusia

Min Usihen
NIP 196903091994032001
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Aparatur Sipil Negara (ASN) merupakan


unsur utama penyelenggaraan pemerintahan,
keberhasilan tugas pemerintahan tergantung
pada kualitas ASN itu sendiri. Setiap ASN
diharapkan memiliki kompetensi sesuai dengan
jabatan yang diduduki sehingga dapat
melaksanakan tugas dan fungsinya dengan baik.
Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia merupakan instansi pemerintah
yang mengemban tugas dan fungsi di bidang
hukum dan hak asasi manusia mempunyai
peran yang sangat strategis dalam mewujudkan
Indonesia yang sejahtera, demokratis, dan
berkeadilan. Oleh karena itu, Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia senantiasa
harus selalu meningkatkan kualitas baik output
maupun outcome dari pelaksanaan tugas dan
fungsinya.
Sehubungan dengan hal tersebut,
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
perlu didukung dengan ASN yang profesional,
kompeten, memiliki kinerja dan integritas tinggi,
serta bebas dari praktik korupsi, kolusi, dan
nepotisme.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014
tentang Aparatur Sipil Negara, dalam Pasal 70
ayat (1) mengamanatkan bahwa setiap ASN
memiliki hak dan kesempatan untuk
mengembangkan Kompetensi. Lebih lanjut
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun
2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil
dinyatakan pengembangan kompetensi bagi
setiap PNS dilakukan paling sedikit 20 (dua
puluh) jam pelajaran dalam 1 (satu) tahun.
Untuk memenuhi ketentuan mengenai
pengembangan kompetensi ASN, Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia menetapkan
strategi Pengembangan Kompetensi ASN di
lingkungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia yang disebut dengan Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia Corporate
University yang merupakan bagian dari
pencapaian kinerja Kementerian Hukum dan
Hak Asasi Manusia.
Melalui Kementerian Hukum dan Hak
Asasi Manusia Corporate University,
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
mengembangkan bentuk dan jenis
pengembangan kompetensi dengan metode
yang lebih variatif, efisien, dan inovatif yang
salah satu bentuknya adalah coaching.
Coaching merupakan pembimbingan
peningkatan kinerja melalui pembekalan
kemampuan memecahkan permasalahan
dengan mengoptimalkan potensi diri. Selama ini
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
sudah melakukan pengembangan kompetensi
ASN melalui coaching, namun belum ada
pedoman dan standar yang jelas mengenai
coaching, sehingga pengembangan kompetensi
melalui coaching belum dilaksanakan secara
terencana berdasarkan peta kebutuhan
pengembangan kompetensi dan belum
terdokumentasi serta terintegrasi dalam data
pengembangan kompetensi ASN yang telah
dilaksanakan setiap tahunnya.
Oleh karena itu, untuk dapat
menyelenggarakan coaching yang efektif,
berhasil guna dan berdaya guna, terencana,
serta terintegrasi dengan strategi
pengembangan kompetensi ASN dalam
kerangka Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia Corporate University perlu disusun
Pedoman Penyelenggaraan Coaching.

B. TUJUAN
Tujuan dilakukannya coaching adalah untuk
meningkatkan pengetahuan dan/atau
keterampilan baru yang dapat menghasilkan
motivasi/ide baru dalam penyelesaian pekerjaan
atau pencapaian pengembangan karier.
C. KINERJA YANG AKAN DICAPAI
Kinerja yang akan dicapai melalui coaching
adalah dapat menghasilkan motivasi/ide baru
dalam penyelesaian pekerjaan/pencapaian
pengembangan karir.
BAB II
TEKNIS PELAKSANAAN COACHING

A. AGENDA PEMBELAJARAN
Agenda pembelajaran coaching sebagai
berikut:
1. Menggambarkan masalah dan harapan-
harapan.
2. Mendapatan persetujuan terhadap masalah.
3. Mengembangakan atau mencari solusi
secara bersama-sama.
4. Menyetujui sebuah action plan
5. Memantau pelaksanaan action plan sampai
permasalahan teratasi atau terpenuhinya
harapan.

B. TAHAPAN PELAKSANAAN COACHING


Tahapan pelaksanaan coaching dapat
dilakukan dengan teknik Receive,
Acknowledge, Summarise, dan Ask (RASA),
yaitu:
1. Receive (Terima)
Dengarkan, simak dan tangkap kata-kata
kunci yang mewakili esensi cerita
coachee.
2. Acknowledge (Hargai)
Hargai coachee dengan bahasa tubuh
bahwa coach menghargai coachee, seperti
adanya kontak mata dan sesekali
mengangguk.
3. Summarise (Ringkas)
Menyampaikan kembali apa yang didengar
dari coachee dalam bahasa yang lebih
singkat dengan maksud memperjelas
pemahaman coach.
4. Ask (Tanya)
Gali lebih dalam dengan mengajukan
pertanyaan bersifat terbuka, diawali dengan
“Apa”, “Seberapa” bukan “Mengapa”,
“Apakah?”
BAB III
PESERTA

Mekanisme penentuan peserta coaching dapat


dijelaskan sebagai berikut:

A. PERSYARATAN
Peserta adalah ASN di lingkungan Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia berdasarkan
pertimbangan:
- memiliki kesenjangan kinerja karena
motivasi kurang atau kejenuhan;
- untuk pengembangan karir.

B. PENETAPAN DAN PENUGASAN


Penetapan dan penugasan peserta coaching
dilakukan oleh atasan langsung berdasarkan
Surat Tugas dari Pimpinan Satuan Kerja.
BAB IV
COACH

A. PENGERTIAN COACH
Coach adalah atasan, rekan kerja sejawat, atau
tenaga profesional yang mampu
memaksimalkan potensi personal dan
profesional dalam diri coachee.

B. PERSYARATAN COACH
Untuk dapat ditunjuk sebagai coach, seseorang
harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Memiliki sertifikat.
2. Dapat menjaga kerahasiaan.
3. Sabar.
BAB V
FASILITAS COACHING

Dalam kegiatan pengembangan


kompetensi dibutuhkan dukungan sarana dan
prasarana yang baik dan memadai untuk
tercapainya hasil pembelajaran yang maksimal.
Untuk itu dalam kegiatan coaching sarana dan
prasarana yang harus disediakan meliputi:

A. PRASARANA
Ruangan yang nyaman

B. SARANA
1. Meja
2. Kursi
3. Coaching diary
BAB VI
PERENCANAAN DAN PEMBINAAN

Keberhasilan suatu model


pengembangan kompetensi berdasarkan
kesiapan penyelenggara dalam mengelola
kegiatan dari awal hingga akhir pelaksanaan,
diantara lain adalah dalam proses perencanaan
dan pembinaan yang dibutuhkan. Dalam
pelaksanaan coaching, kedua hal tersebut
ditentukan sebagai berikut:

A. PERENCANAAN
Tahap awal dari perencanaan coaching adalah
penugasan dari Kepala Satuan Kerja kepada
pegawai yang kompetensinya tinggi tapi
berkinerja rendah. Setelah mendapat
penugasan, tahapan selanjutnya adalah
perencanaan pelaksanaan yang dilakukan oleh
masing-masing Satuan Kerja Kementerian
Hukum dan HAM selaku Penyelenggara
coaching yaitu meliputi penentuan coachee,
penentuan jadwal kegiatan, tempat pelaksanaan,
dan hal teknis lainnya.

B. PEMBINAAN
Setelah pelaksanaan coaching diharapkan
kinerja coachee dapat meningkat. Atasan
langsung ditugasi membina coachee di level
bawahnya untuk memastikan bahwa coaching
berdampak terhadap kinerja sehari-hari.
BAB VII
PENYELENGGARAAN COACHING

Dalam hal penyelenggaraan coaching


diatur beberapa hal sebagai berikut:

A. PELAKSANA
Instansi atau Lembaga yang dapat
menyelenggarakan coaching adalah:
1. BPSDM Hukum dan HAM sebagai
penjamin mutu
2. Atasan langsung
3. Kepala Satuan Kerja
4. Pihak ketiga yang ditunjuk

B. WAKTU
Jadwal pelaksanaan disesuaikan dengan
kebutuhan coach dan coachee.
C. PELAKSANAAN
Coaching dapat dilakukan secara tatap
muka 1 (satu) orang atau berkelompok
apabila agendanya sama.
BAB VIII
EVALUASI

Dalam rangka memastikan apakah suatu


pengembangan kompetensi berjalan dengan
baik dari segi peserta dan Narasumber
diperlukan proses evaluasi. Dalam bab ini akan
dibahas evaluasi yang dilakukan untuk model
pengembangan coaching sebagai berikut:

A. EVALUASI COACHEE
Coach menyusun laporan perkembangan
Coachee, kemajuan motivasi yang
bersangkutan, dan peningkatan kinerjanya.

B. EVALUASI COACH
Coachee menilai Coach untuk mengukur tingkat
kepuasan dengan instrumen evaluasi dalam
bentuk kuisioner dalam jaringan (online).
BAB IX
KREDENSIAL

Setelah selesai mengikuti proses


pengembangan kompetensi, berupa coaching,
berikut diatur beberapa ketentuan terkait tanda
keikutsertaan peserta dalam pengembangan
kompetensi serta berapa jam yang telah didapat
yaitu:

1. Peserta wajib melaporkan bahwa dirinya


telah selesai mengikuti coaching melalui
CBHRIS;
2. Dalam sistem CBHRIS peserta akan
mendapatkan nomor sertifikat yang
dikeluarkan oleh BPSDM Hukum dan
HAM;
3. Peserta kemudian mencetak sertifikat
secara mandiri;
4. Konversi jam pelajaran untuk coaching
yang termuat di Sertifikat adalah sebagai
berikut:
a) Tingkat Nasional
1) 1 (satu) kali coaching setara
dengan 2 (dua) jam pelajaran;
2) Maksimal dihitung 2 (dua) kali
dalam 1 (satu) bulan.

b) Tingkat Internasional
1) 1 (satu) kali coaching setara
dengan 4 (empat) JP;
2) Maksimal dihitung 2 (dua) kali
dalam 1 (satu) bulan
BAB X
PENUTUP

Pengembangan kompetensi dapat


dilakukan melalui bentuk klasikal dan non klasikal,
di mana dengan model pembelajaran non klasikal
dapat dilakukan dengan jalur coaching.
Diharapkan dengan model pembelajaran strategi
CorpU, seluruh pegawai Kementerian Hukum dan
Hak Asasi Manusia memperoleh kepastian
pengembangan kompetensi yang dapat
meningkatkan kinerja organisasi.

Plt. Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya


Manusia Hukum dan Hak Asasi Manusia

Min Usihen
NIP 196903091994032001
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Aparatur Sipil Negara (ASN) merupakan
unsur utama penyelenggaraan pemerintahan,
keberhasilan tugas pemerintahan tergantung pada
kualitas ASN itu sendiri. Setiap ASN diharapkan
memiliki kompetensi sesuai dengan jabatan yang
diduduki sehingga dapat melaksanakan tugas dan
fungsinya dengan baik.
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
merupakan instansi pemerintah yang
mengemban tugas dan fungsi di bidang hukum
dan hak asasi manusia mempunyai peran yang
sangat strategis dalam mewujudkan Indonesia
yang sejahtera, demokratis, dan berkeadilan.
Oleh karena itu, Kementerian Hukum dan Hak
Asasi Manusia senantiasa harus selalu
meningkatkan kualitas baik output maupun
outcome dari pelaksanaan tugas dan fungsinya.
Sehubungan dengan hal tersebut,
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia perlu
didukung dengan ASN yang profesional,
kompeten, memiliki kinerja dan integritas tinggi,
serta bebas dari praktik korupsi, kolusi, dan
nepotisme.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014
tentang Aparatur Sipil Negara, dalam Pasal 70 ayat
(1) mengamanatkan bahwa setiap ASN memiliki
hak dan kesempatan untuk mengembangkan
Kompetensi. Lebih lanjut dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang
Manajemen Pegawai Negeri Sipil dinyatakan
pengembangan kompetensi bagi setiap PNS
dilakukan paling sedikit 20 (dua puluh) jam
pelajaran dalam 1 (satu) tahun.
Untuk memenuhi ketentuan mengenai
pengembangan kompetensi ASN, Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia menetapkan
strategi Pengembangan Kompetensi ASN di
lingkungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia yang disebut dengan Kementerian Hukum
dan Hak Asasi Manusia Corporate University yang
merupakan bagian dari pencapaian kinerja
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Melalui Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia Corporate University, Kementerian Hukum
dan Hak Asasi Manusia mengembangkan bentuk
dan jenis pengembangan kompetensi dengan
metode yang lebih variatif, efisien, dan inovatif yang
salah satu bentuknya adalah mentoring.
Mentoring merupakan pembimbingan
peningkatan kinerja melalui transfer pengetahuan,
pengalaman dan keterampilan dari orang yang
lebih berpengalaman pada bidang yang sama.
Selama ini Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia sudah melakukan pengembangan
kompetensi ASN melalui mentoring, namun belum
ada pedoman dan standar yang jelas mengenai
mentoring, sehingga pengembangan kompetensi
melalui mentoring belum dilaksanakan secara
terencana berdasarkan peta kebutuhan
pengembangan kompetensi dan belum
terdokumentasi serta terintegrasi dalam data
pengembangan kompetensi ASN yang telah
dilaksanakan setiap tahunnya.
Oleh karena itu, untuk dapat
menyelenggarakan mentoring yang efektif, berhasil
guna dan berdaya guna, terencana, serta
terintegrasi dengan strategi pengembangan
kompetensi ASN dalam kerangka Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia Corporate
University perlu disusun Pedoman
Penyelenggaraan mentoring.

B. TUJUAN
Tujuan dilakukannya mentoring adalah untuk
meningkatkan pengetahuan dan/atau
keterampilan baru yang dapat menghasilkan
pengetahuan teknis dan rujukan pengalaman
baru dalam penyelesain pekerjaan.
C. KINERJA YANG AKAN DICAPAI
Kinerja yang akan dicapai melalui mentoring
adalah kinerja yang tinggi sesuai dengan
peningkatan keterampilan/keahlian dan
pengalaman.
BAB II
TEKNIS PELAKSANAAN MENTORING

A. AGENDA PEMBELAJARAN
Agenda pembelajaran mentoring meliputi:
1. Diaries yang ditulis oleh mentor dan mentee.
2. Membuat ringkasan sesi terdahulu di awal sesi
saat ini, dan ringkasan sesi saat ini di akhir sesi.
3. Berkoordinasi dengan pimpinan lain jika
dibutuhkan.
4. Berkomunikasi dengan bagian Sumber Daya
Manusia dan stakeholder mentor.

B. TAHAPAN PELAKSANAAN MENTORING


1) Tahap Pra Mentoring
a) Penjadwalan pertemuan
b) Penentuan hak dan kewajiban
c) Kerahasiaan
2) Tahapan Persuasi
a) Penetapan tujuan mentoring
b) Memahami pegawai dan perannya dalam
organisasi
3) Tahapan Kolaborasi
a) Masalah umum
b) Masalah khusus
c) Roadmap proses diskusi
4) Tahapan konfirmasi
a) Membimbing dengan arahan
b) Evaluasi
5) Tahap Pelaporan
Melaporkan kepada BPSDM Hukum dan HAM
melalui CBHRIS
BAB III
PESERTA

A. PERSYARATAN
Peserta adalah ASN di lingkungan Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia berdasarkan
pertimbangan:
- memiliki kesenjangan kinerja; dan/atau
- untuk pengembangan karir.

B. PENETAPAN DAN PENUGASAN


Penetapan dan penugasan peserta mentoring
dilakukan oleh atasan langsung berdasarkan
Surat Tugas dari Pimpinan Satuan Kerja.
BAB IV
MENTOR

A. PENGERTIAN
Mentor adalah pejabat yang diberi kewenangan
untuk melaksanakan mentoring kepada pegawai
yang berada di bawahnya.
Mentee adalah pegawai yang yang memperoleh
pengembangan kompetensi dengan jalur mentoring.

B. PERSYARATAN MENTOR
Untuk dapat menjadi mentor, seseorang harus
memiliki kualifikasi sebagai berikut:
1. Atasan langsung.
2. Dapat dipercaya (menjaga kerahasiaan).
3. Active listening.
4. Kemampuan menyemangati.
5. Kemampuan mengidentifikasi tujuan dan
keadaan saat ini.
6. Menginspirasi.
7. Mengembangkan kemampuan mentee.
8. Mengelola resiko.
9. Motivator yang baik.
10. Berorientasi pada mentee.
11. Kemampuan berinstropeksi.
12. Fasilitasi.
BAB V
FASILITAS MENTORING

Dalam kegiatan pengembangan


kompetensi dibutuhkan dukungan sarana dan
prasarana yang baik dan memadai untuk
tercapainya hasil pembelajaran yang maksimal.
Untuk itu dalam kegiatan Mentoring, sarana dan
prasarana yang harus disediakan meliputi:

A. PRASARANA
Ruangan yang nyaman

B. SARANA
1. Meja
2. Kursi
BAB VI
PERENCANAAN DAN PEMBINAAN

Keberhasilan suatu model


pengembangan kompetensi berdasarkan
kesiapan penyelenggara dalam mengelola
kegiatan dari awal hingga akhir pelaksanaan,
diantara lain adalah dalam proses perencanaan
dan pembinaan yang dibutuhkan. Dalam
pelaksanaan mentoring, kedua hal tersebut
ditentukan sebagai berikut:

A. PERENCANAAN
Tahap awal dari perencanaan mentoring adalah
penugasan dari Kepala Satuan Kerja kepada
pegawai yang kompetensinya tinggi tapi kurang
pengalaman sehingga tidak optimal dalam
bekerja. Setelah mendapat penugasan, tahapan
selanjutnya adalah perencanaan pelaksanaan
yang dilakukan oleh masing-masing Satuan
Kerja Kementerian Hukum dan HAM selaku
Penyelenggara mentoring yaitu meliputi
penentuan Narasumber, penentuan jadwal
kegiatan, tempat pelaksanaan, dan hal teknis
lainnya.

B. PEMBINAAN
Setelah pelaksanaan mentoring diharapkan
kinerja mentee dapat meningkat. Atasan
langsung ditugasi membina mentee di level
bawahnya untuk memastikan bahwa mentoring
berdampak terhadap kinerja sehari-hari.
BAB VII
PENYELENGGARAAN MENTORING

Dalam hal penyelenggaraan mentoring


diatur beberapa hal sebagai berikut:

A. PELAKSANA
Instansi atau lembaga yang dapat melaksanakan
mentoring adalah:
1. BPSDM Hukum dan HAM sebagai penjamin
mutu
2. Atasan langsung
3. Kepala Satuan Kerja

B. WAKTU
Jadwal pelaksanaan disesuaikan dengan
kebutuhan mentor dan mentee.

C. PELAKSANAAN
Mentoring dilaksanakan secara tatap muka
antara mentor dan mentee.
BAB VIII
EVALUASI

Dalam rangka memastikan apakah


suatu pengembangan kompetensi berjalan
dengan baik dari segi peserta dan Narasumber
diperlukan proses evaluasi. Dalam bab ini akan
dibahas evaluasi yang dilakukan untuk model
pengembangan mentoring sebagai berikut:

A. EVALUASI MENTEE
Evaluasi mentee dilakukan dengan pemantauan
kinerja oleh mentor.

B. EVALUASI Mentor
Evaluasi mentor dilakukan oleh pimpinan mentor
untuk mengukur keberhasilan kinerja masing-
masing bagian/bidang/Satuan Kerja di
lingkungan Kementerian Hukum dan HAM.
BAB IX
KREDENSIAL

Setelah selesai mengikuti proses


pengembangan kompetensi, berupa mentoring,
berikut diatur beberapa ketentuan terkait tanda
keikutsertaan peserta dalam pengembangan
kompetensi serta berapa jam yang telah didapat
yaitu:

1. Peserta wajib melaporkan bahwa dirinya


telah selesai mengikuti mentoring
melalui CBHRIS;
2. Dalam sistem CBHRIS peserta akan
mendapatkan nomor sertifikat yang
dikeluarkan oleh BPSDM Hukum dan
HAM;
3. Peserta kemudian mencetak sertifikat
secara mandiri;
4. Konversi jam pelajaran untuk mentoring
yang termuat di Sertifikat adalah sebagai
berikut:
a) Tingkat Nasional
1) 1 (satu) kali Mentoring setara
dengan 2 (dua) jam
pelajaran;
2) Maksimal dihitung 2 (dua)
kali dalam 1 (satu) bulan.

b) Tingkat Internasional
1) 1 (satu) kali Mentoring setara
dengan 4 (empat) jam
pelajaran;
2) Maksimal dihitung 2 (dua)
kali dalam 1 (satu) bulan.
BAB X
PENUTUP

Pengembangan kompetensi dapat dilakukan


melalui bentuk klasikal dan non klasikal, di mana
dengan model pembelajaran non klasikal dapat
dilakukan dengan mentoring. Diharapkan dengan
model pengembangan ini, seluruh pegawai
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
memperoleh tambahan wawasan dan
memperoleh kepastian untuk mengikuti
pengembangan kompetensi yang dapat
meningkatkan kinerja organisasi.

Plt. Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya


Manusia Hukum dan Hak Asasi Manusia

Min Usihen
NIP 196903091994032001

Anda mungkin juga menyukai