Anda di halaman 1dari 67

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Kabupaten Buol.

1. Kondisi Fisiografis Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini berada di Kabupaten Buol. Secara geografis

wilayah Kabupaten Buol terletak di ujung utara Provinsi Sulawesi

Tengah dengan letak astronomisnya antara 0,35°-1,20° Lintang

Utara dan 120,12°-122,09° Bujur Timur. Ibu Kota Kabupaten Buol

terletak di Kecamatan Biau yang berjarak sekitar 493 Km dari Kota

Palu, Ibu Kota Provinsi Sulawesi Tengah. Kabupaten Buol memiliki

wilayah dengan luas 4.043,57 km2. Seluruh kawasan di daerah ini

dikelilingi oleh beberapa kabupaten dan mempunyai batas-batas

sebagai berikut:

Sebelah Utara : Berbatasan dengan Laut Sulawesi


Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kabupaten Gorontalo Utara
Provinsi Gorontalo
Sebelah Selatan : Kabupaten Parigi Moutong dan Provinsi
Gorontalo
Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kabupaten ToliToli

Secara administrasi, Kabupaten Buol memiliki luas wilayah

mencapai 4.043,57 km2, terbagi atas 11 kecamatan serta 115

desa/kelurahan.

56
Pembagian wilayah administrasi Kabupaten Buol dapat dilihat

pada Tabel 4.1 berikut :

Tabel 4.1
Deskripsi administrasi dan luas wilayah Kabupaten Buol

Jumlah Luas Presentasi


No Nama Kecamatan
Desa/Kelurahan (km2) (%)
1. Lakea 7 208,55 5,16
2. Biau 7 217,80 5,39
3. Karamat 7 153,10 3,79
4. Momunu 16 400,40 9,90
5. Tiloan 9 1.437,70 35,56
6. Bokat 15 196,10 4,85
7. Bukal 14 355,52 8,79
8. Bunobogu 10 327,15 8,09
9. Gadung 11 160,38 3,97
10.Paleleh 12 386,19 9,55
11.Paleleh Barat 7 200,68 4,96
Jumlah 115 4 043,57 100
Sumber: BPS Kab. Buol Tahun 2022

Berdasarkan Tabel 4.1 di atas dapat dilihat bahwa kecamatan

menurut jumlah desa/kelurahan terbanyak adalah Kecamatan Momunu

sebanyak 16 desa/kelurahan, sedangkan kecamatan dengan jumlah

desa/kelurahan paling sedikit adalah Kecamatan Lakea, Biau, Karamat

dan Paleleh Barat sebanyak 7 desa/kelurahan. Kecamatan dengan

wilayah terluas adalah Kecamatan Tiloan dengan luas wilayahnya

mencapai 1.437,70 km2 atau 35,56 % dari luas secara keseluruhan

wilayah Kabupaten Buol. Sedangkan yang terkecil adalah adalah

Kecamatan Karamat dengan luas wilayah 153,10 km2 atau 3,79 % dari

luas secara keseluruhan wilayah Kabupaten Buol. Untuk lebih jelasnya

dapat dilihat pada gambar berikut ini.

57
Gambar 4.1
Peta Administrasi Kabupaten Buol

Sumber: Hasil Analisis Penelitian Tahun 2023

58
2. Karakteristik Daerah Penelitian
Karateristik fisik suatu wilayah penelitian merupakan gambaran

kondisi fisiografis suatu wilayah yang mempengaruhi kegiatan sosial

ekonomi, termasuk pemanfaatan dan pengembangan wilayah

tersebut. Karakteristik fisik akan diuraikan dalam sub bab ini meliputi

kondisi geologi, hidrologi, topografi, iklim/curah hujan, jenis tanah

serta keadaan demografi Kabupaten Buol.

a. Kondisi geologi

Kondisi geologi digambarkan oleh satuan batuan dan struktur

geologi yang membentuk daerah tersebut. Berdasarkan proses

geologi, pengelompokan umum morfologi laut dan daratan wilayah

Kabupaten Buol, dibagi dalam:

1) Lereng/Tebing Depresi, menghubungkan daerah depresi yang

dalam dengan daerah paparan yang relatif dangkal. Pada

beberapa bagian laut, lereng yang terbentuk berupa tebing

curam karena proses subduksi, Lereng depresi kedalamannya

berkisar antara 100-200 meter.

2) Daerah Paparan, Paparan adalah lautan dangkal yang

menghubungkan dua daratan besar. Terdapat kedalaman kurang

dari 200 meter dengan lebar dari pantai yang relatif bervariasi

ditemui pada sepanjang dasar laut.

59
3) Dataran, terdiri dari:

a) Dataran kipas alluvial yang melereng landai, umumnya

merupakan lahan datar pesisir yang tersebar pada sebagian

besar wilayah terutama di wilayah Kecamatan Tiloan yang

berakhir di wilayah Kecamatan Biau.

b) Dataran Lumpur antara pasang surut, tersebar pada luasan

yang sempit pada semua kecamatan yang ada. Secara

umum, sebagian dari satuan morfologi ini merupakan

permukiman yang sudah lama dibuka.

4) Perbukitan, terdiri dari:

a) Punggung bukit sedimen asimetrik takter orientasi. Bentukan

sepert ini dijumpai dalam luasan yang sempit pada daerah

perbukitan pesisir bagian selatan sepanjang wilayah

Kabupaten Buol.

b) Perbukitan karst (kapur) di atas batu gamping coral.

Bentukan bukit karst seperti ini dapat ditemui di wilayah

Kecamatan Lakea.

c) Deretan perbukitan di atas batuan beku, dijumpai di bagian

barat dan timur Kabupaten Buol seperti pada Kecamatan

Lakea, Kecamatan Tiloan dan Kecamatan Paleleh.

60
5) Pegunungan, terdiri dari:

a) Punggung bukit sedimentasi metrik tertoreh melebar,

sebarannya dijumpai disebagian wilayah kecamatan yang

ada.

b) Punggung gunung metamorfik terorientasi terjal, dijumpai

pada hampir semua wilayah kecamatan di bagian selatan

Kabupaten Buol. Satuan ini merupakan bagian terbesar

morfologi yang terdapat di wilayah Kabupaten Buol.

Ketinggiannya berkisar 800-2.500 mdpl (G. Malino). Wilayah-

wilayah pegunungan yang termasuk dalam satuan ini

meliputi deretan Pegunungan Malino, G. Bangkalang dan G.

Tetembu serta G. Tentolomatinan di Pegunungan Paleleh.

(BAPPEDA Kab. Buol,2018).

b. Hidrologi

Seacar umum air mengalir dari tempat tinggi ke tempat yang

lebih rendah, Keadaan hidrologi di Kabupaten Buol pada

umumnya sama dengan kabupaten lain di Provinsi Sulawesi

Tengah. Terdapat 38 sungai, dimana 15 sungai memiliki panjang

lebih dari 20 kilometer dan 18 sungai kurang dari 20 kilometer.

Sungai-sungai tersebut tersebar di seluruh wilayah kecamatan

yang ada di Kabupaten Buol. Beberapa sungai telah dimanfaatkan

sebagai sumber irigasi baik teknis maupun non teknis. Potensi

61
sumberdaya air di Kabupaten Buol meliputi Wilayah Sungai Buol,

Lantikadigo, Lonu, Bunobogu, Bulagidun, Bodi, Timbulon sudah

saatnya dikelola dengan baik, karena kebutuhan air yang terus

meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan

bertambahnya jumlah sektor yang harus dilayani (industri,

pariwisata, perkotaan, pertanian, perikanan, perkebunan,

kesehatan, dan lain-lain). Ketersediaan air jumlahnya relatif tetap,

bahkan cenderung semakin berkurang karena menurunnya

kondisi dan daya dukung lingkungan, yang pada akhirnya dapat

menyebabkan ketidakseimbangan antara kebutuhan dan

ketersediaan air.

c. Topografi

Luas wilayah Kabupaten Buol berada pada topografi dengan

ketinggian 0-1000 m dpl (di atas permukaan laut) dengan rincian

sebagai berikut : 553,97 km2 (13,70 persen) antara 1-100 m dpl,

1.629,96 km2 (40,31 persen) antara 100-500 m dpl, 1.572,14 km2

(38,88 persen) antara 500-1.000 m dpl, dan 287,5 km2 (7,11

persen) berada pada ketinggian >1.000 m dpl.

Kemiringan tanah terbagi atas 4 (empat) kelompok yaitu, datar,

bergelombang, curam dan sangat curam dengan rincian sebagai

berikut : 429,43 km2 (10,62 persen) antara 0-2 derajat (datar),

866,54 km2 (21,43 persen) memiliki kemiringan 2-15 derajat

62
(bergelombang), 1.066,29 km2 (26,375 persen) memiliki

kemiringan 16-40 derajat (curam) dan 1.666,76 km2 (41,22

persen) memiliki kemiringan diatas 40 derajat (sangat curam).

Kemiringan Lereng wilayah Kabupaten Buol mencakup 7

(tujuh) kelas, dimana wilayah bergunung dengan kelerengan 40

persen mendominasi wilayah tersebut dengan luas 95.210,84 Ha

(25,03 persen), kemudian wilayah berbukit dengan kelerengan

(25–40 persen) seluas 90.646,11 Ha (23,83 persen). Wilayah

berbukit dengan kelerengan (15-40 persen) seluas 156.508,61 Ha

(41,14 persen), wilayah bergelombang dengan kelerengan (8-15

persen) seluas 33.567,60 Ha (8,82 persen), wilayah berombak

dengan kemiringan (3-8 persen) seluas 39.389,11 Ha (10,35

persen), sedangkan wilayah datar dan agak datar (0-8 persen)

seluas 55.766,17 Ha (14,66 persen). Hampir setengah (48,85

persen) dari luas Kabupaten Buol memiliki kemiringan > 25

persen. Peta Kelas Lereng Kabupaten Buol disajikan pada

d. Iklim/curah hujan

Data curah hujan yang digunakan adalah data 5 tahun

terakhir, yaitu dari tahun 2016-2020. Data curah hujan Kabupaten

Buol periode 2016-2020 dapat dilihat pada Tabel 4.2 sebagai

berikut:

63
Tabel 4.2
Data curah hujan Kabupaten Buol tahun 2016-2020

Curah Hujan (mm/bulan) Jumlah


No Bulan Rata-rata
2016 2017 2018 2019 2020 (mm/bulan)
1. Januari 337 1149 1091 1037 830 4444 779
2. Februari 727 860 949 682 867 4085 688
3. Maret 727 1226 1105 758 1150 4966 868,2
4. April 589 1066 559 1199 538 3951 632,6
5. Mei 410 741 732 658 542 3083 432,6
6. Juni 519 673 378 809 669 3048 502,8
7. Juli 442 457 552 369 630 2450 359,8
8. Agustus 247 457 252 352 250 1558 222
9. September 514 435 669 385 515 2518 338
10. Oktober 700 425 652 578 505 2860 433,6
11. November 901 1193 783 306 628 3811 605,2
12. Desember 1492 1424 886 662 1229 5693 1046,8
Jumlah 7605 10106 8608 7795 8353 42467 2027
Sumber: Data curah hujan BMKG, 2016-2020

Berdasarkan Tabel 4.2 di atas dapat dilihat bahwa rata-rata

curah hujan pertahun di Kabupaten Buol selama kurun waktu 5

tahun terakhir sebesar 2027 mm/tahun. Rata-rata curah hujan

terbesar adalah 1046,8 mm yang terjadi pada bulan Desember,

sedangkan curah hujan terkecil sebesar 222 mm terjadi pada

bulan Agustus.

64
Gambar 4.2
Peta curah hujan

65
Sumber: Hasil Analisis Peneliti Tahun 2023

66
e. Jenis tanah

Jenis penyebaran di wilayah Kabupaten Buol Provinsi

Sulawesi Tengah jenis tanah yangmada berdasarkan sistem soil

taksonomi (Soil Survei Staff USDA, 1999),ditemukan tiga order

utama tanah diantaranya adalah Entisols, Inceptisols, dan

Mollisols. Entisols menempati wilayah pesisir dengan variasi sifat-

sifat kimia tanah yang cukup beragam, sedangkan Inceptisols dan

Mollisols penyebarannya sempit dengan variasi sifat-sifat tanah

yang relatif kecil.

Selanjutnya berdasarkan klasifikasi tanah LPT Bogor, jenis

tanah yang terdapat di wilayah DAS Kabupaten Buol Provinsi

Sulawesi Tengah didominasi jenis Podsolik Merah Kuning, Litosol,

Rendzina, Mediteran Merah Kuning, dan Aluvial. Jenis tanah

lainnya adalah Latosol, Hidromorf, dan Organosol.

f. Keadaan demografi

Status demografi daerah penilitian merupakan rasio penduduk

daerah penilitian. kondisi demografi yang dibahas meliputi

pesebaran penduduk, dan kondisi sosial/ekonomi.

67
g. Persebaran penduduk

Data sebaran jumlah penduduk Kabupaten Buol dapat dilihat

pada Tabel 4.4 sebagai berikut.

Tabel 4.3
Sebaran jumlah penduduk di Kabupaten Buol

Jumlah Penduduk Presentasi


No. Nama Kecamatan
(Jiwa) (%)
1 Lakea 11.161 8
2 Biau 29.709 20
3 Karamat 9.84 7
4 Momunu 15.868 11
5 Tiloan 9.449 6
6 Bokat 15.239 10
7 Bukal 14.922 10
8 Bunobogu 9.851 7
9 Gadung 11.983 8
10 Paleleh 12.452 8
11 Paleleh Barat 6.154 4
Jumlah 146.628 100
Sumber: BPS Kabupaten Buol,Tahun 2022

Dari Tabel 4.4 diatas, kita dapat melihat bahwa Kabupaten

Buol memiliki jumlah penduduk tertinggi berada di Kecamatan

Biau dengan jumlah penduduk berkisar 29,709 jiwa (20%)

Kecamatan yang memiliki jumlah penduduk terendah adalah

Kecamatan Paleleh Barat dengan jumlah penduduk 6.154 jiwa

(4%).

h. Komposisi Penduduk Kabupaten Buol

Komposisi penduduk adalah Kelompok berdasarkan ciri-ciri

tertentu, seperti ciri-ciri biologis, sosial/ekonomi dan geografis.

Tabel 4.5 dibawa ini menunjukan data komposisi penduduk

Kabupaten Buol.

68
Tabel 4.4
Komposisi penduduk Kabupaten Buol

Jenis Kelamin Jumlah Rasio Kelamin


No Kecamatan
Perempuan Laki- Laki (Jiwa) (Sex Rasio)
1 Lakea 5.434 5.727 11.161 105,39
2 Biau 14.549 15.160 29.709 104,20
3 Karamat 4.786 5.054 9.84 105,60
4 Momunu 7.721 8.147 15.868 105,52
5 Tiloan 4.550 4.899 9.449 107,67
6 Bokat 7.484 7.755 15.239 103,62
7 Bukal 7.181 7.741 14.922 107,80
8 Bunobogu 4.810 5.041 9.851 104,80
9 Gadung 5.860 6.123 11.983 104,49
10 Paleleh 6.115 6.337 12.452 103,63
11 Paleleh Barat 2.913 3.241 6.154 111,26
Jumlah 71.403 75.225 146.628 105,35
Sumber: BPS Kabupaten Buol Tahun 2022

Dari Tabel 4.5 dapat diketahui bahwa Kabupaten Buol

memiliki sex ratio penduduk sebesar 105,35. Artinya, untuk setiap

100 penduduk laki-laki. di Kabupaten Buol ada 95 penduduk

perempuan

i. Kepadatan penduduk

Kepadatan penduduk adalah perbandingan jumlah penduduk

dengan luas wilayah Kabupaten Buol tahun 2021 secara detail

dapat dilihat pada Tabel 4.6 di bawah ini.

Tabel 4.5
Kepadatan penduduk di Kabupaten Buol

Jumlah Kepadatan Penduduk


No Kecamatan Luas (Km2) Penduduk (Jiwa) per (jiwa/Km2)
1 Lakea 208,55 11.161 53,52
2 Biau 217,80 29.709 136,40
3 Karamat 153,10 9.840 64,27

69
4 Momunu 400,40 15.868 39,63
5 Tiloan 1.437,70 9.449 6,57
6 Bokat 196,10 15.239 77,71
7 Bukal 355,52 14.922 41,97
8 Bunobogu 327,15 9.851 30,11
9 Gadung 160,38 11.983 74,72
10 Paleleh 386,19 12.452 32,24
11 Paleleh Barat 200,68 6.154 30,67
Jumlah 4.043,57 146.628 36,26
Sumber: BPS Kabupaten Buol Tahun 2022

Dari Tabel 4.6 kita dapat melihat bahwa Kabupaten Buol

memiliki kepadatan penduduk sebesar 36,26 jiwa/Km².

Kecamatan Biau memiliki kepadatan penduduk tertinggi di wilayah

Kabupaten Buol bagian Kecamatan Biau yaitu sebesar 136,40

jiwa/Km². Sedangkan Kecamatan Tiloan adalah kecamatan yang

memiliki kepadatan terendah dengan kepadatan 6,57 jiwa/Km2.

j. Kondisi sosial/ekonomi

Kegiatan ekonomi yang selalu berpusat di kota, menyebabkan

terjadinya urbanisasi/migrasi yang semakin meningkat dari tahun

ke tahun, Karena situasi sosial ini, wilayah perkotaan menjadi

semakin padat penduduk. Semakin banyak jumlah penduduk yang

tinggal di daerah tersebut, maka akan semakin keragaman

sampah dan timbulan sampah.

Pertumbuhan ekonomi daerah dapat dijadikan sebagai acuan

data perkembangan perekonomian suatu daerah. Pertumbuhan

ekonomi dapat mempengaruhi tidak hanya pendapatan, tetapi

pada akhirnya juga akan berpengaruh pada pendapatan daerah.

70
Ekonomi dapat memberikan efek bagi tumbuhnya investasi di

Kabupaten Buol, yang dapat memberikan efek berantai bagi

peningkatan kesejahteraan rakyat, pemulihan dan penguatan

struktur ekonomi dan peningkatan pendapatan daerah, yang

berimplikasi langsung pada kebutuhan dan peningkatan keuangan

daerah dalam menunjang pelaksanaan otonomi daerah.

B. Hasil Penelitian.

1) Daya Tampung dan Umur Pakai TPA Sampah Kabupaten Buol

Pertumbuhan pendudu setiap tahun di Kabupaten Buol

mempengaruhi peningkatan volume sampah yang dihasilkan.

Peningkatan tersebut membuat lahan TPA semakin sempit selain

dari vaktor peningkatan timbulan sampah, vaktor lain juga yang

mempengaruhi adalah kurangnya jumlah sampah yang yang diolah

karena terkendala dengan alat dan jumlah pekerja. Berikut adalah

hasil analisis ketersediaan volume tampungan TPA Kabupaten Buol.

Tabel 4.6
Ketersediaan Volume Tampungan TPA Kabupaten Buol
Rencana
Dalam Dalam Perhitungan Dalam Dalam
Ketersediaan Tinggi
Satuan Satuan Daya Satuan Satuan
Tampung TPA Timbunan
Ha m2 Tampung TPA m3 Ton
(m)
Luas Total Lahan Daya Tampung 15
5 50.000 150.000 132.300
TPA Lahan TPA
Daya Tampung
Luas Lahan yang Lahan TPA 45.000 39.690
1,5 15.000
Sudah Terpakai yang Sudah
Terpakai
Luas Lahan TPA 3,5 35.000 Daya Tampung 105. 92.610
Tersedia Lahan TPA

71
Tersisa 000
Sumber : Hasil Analisa Peneliti Tahun 2023

Berdasarakan Tabel diatas, dapat dilihat bahwa ketersediaan

luas total lahan TPA di Kabupaten Buol awalnya seluas 5 Ha namun

hingga pengoprasian saat ini lahan TPA di Kabupaten Buol sudah

terpakai hingga 1,5 Ha atau dalam satuan ton sekitar 39.690 Ton

sampah, sehingga luas lahan sisa yeng tersedia 3,5 Ha setelah

dianalisis menggunakan perhitungan matematis sederhana dengan

rencana tinggi timbunan yaitu 3 meter menghasilkan luas sisa lahan

TPA yang tersedia hanya dapat menampung sekitar 92.610 Ton.

Kemudian analisis dilanjutkan dengan proyeksi penduduk yang akan

dikonversi kedalam estimasi timbualan sampah per tahun di

Kabupaten Buol sebagaimana yang tertera pada tabel 4.7 berikut;

Tabel 4.7
Proyeksi Penduduk Kabupaten Buol Periode 5 Tahun
Jumlah
Tahu Laju Tahun Penduduk
Jumlah Penduduk (Jiwa)
n Pertubuhan Proyeksi Proyeksi
(Jiwa)
2017 135.593 2026 158.667
2018 141.796 2031 171.694
2019 151.179 0,016 2036 185.790
2020 145.254 2041 201.044
2021 146.628 2046 217.550
2051 235.412
2056 254.740
2061 275.655
2066 298.287
2071 322.777
Sumber : Hasil Analisa Peneliti Tahun 2023

72
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa jumlah penduduk

yang kemudian diestimasikan dengan laju pertumbuhan setelah

dianalisis menghasilkan 0,016 sehingga menghasilkan proyeksi

penduduk di Kabupaten Buol dalam periode per 5 tahunan

menghasilkan pada tahun 2046 estimasi penduduk sebanyak

217.550 Jiwa dan hingga tahun 2071 mencapai 322.777 Jiwa. Hasil

analisis ini selanjutnya akan dilajutkan dengan estimasi timbulan

sampah di Kabupaten Buol sebagaimana yang tertera pada tabel 4.8

berikut;

Tabel 4.8
Estimasi Timbulan Sampah per Tahun
Tahun Jumlah Penduduk Estimasi Timbulan
Timbulan Sampah
Proyeksi Proyeksi (Jiwa) Sampah (Ton/Tahun)
2026 158.667 186.924,17
2031 171.694 202.271,17
Timbulan Sampah
2036 185.790 218.878,21
Perhari (Ton/Jiwa/Hari)
2041 201.044 236.848,73
=
2046 217.550 0,00117 Ton/Jiwa/Hari 256.294,68
2051 235.412 277.337,19
2056 254.740 300.107,36
2061 275.655 324.747,03
2066 298.287 351.409,68
2071 322.777 Timbulan Sampah 380.261,41
2076 349.278 (Ton/Jiwa/Tahun) 411.481,94
=
2081 377.954 445.265,78
1,178 Ton/Jiwa/Tahun
2086 408.985 481.823,36
2091 442.564 521.382,42
Sumber : Hasil Analisa Peneliti Tahun 2023

Berdasarakan tabel diatas dapat diihat bahwa estimasi timbulan

sampah menggunakan standarisasi timbulan sampah pertahun yaitu

1,178 Ton/Jiwa/Tahun sehingga hingga pada tahun 2046, estimasi

73
timbulan sampah dikabupaten Buol diperkirakan akan berada pada

angka 256.294 Ton kemudian pada tahun 2091 mencapai

521.382,42 Ton. Berdasarkan hasil estimasi timbulan sampah ini

maka akan dibandingkan dengan daya tampung sisa lahan TPA di

Kabupaten Buol sebagaimana yang tertera dalam tabel 4.9 berikut;

Tabel 4.9
Perbandingan Daya Tampung TPA Kabupaten Buol
Daya
Lahan Proyeksi Timbulan Sampah
Tampung
TPA yang
Lahan Proyeksi Keterangan
Tersedia
Tersedia Tahun Timbulan Sampah
(Ha)
(Ton) (Ton)
2026 186.924,17 Sudah Tidak Dapat Menampung
2031 202.271,17 Sudah Tidak Dapat Menampung
2036 218.878,21 Sudah Tidak Dapat Menampung
2041 236.848,73 Sudah Tidak Dapat Menampung
2046 256.294,68 Sudah Tidak Dapat Menampung
2051 277.337,19 Sudah Tidak Dapat Menampung
2056 300.107,36 Sudah Tidak Dapat Menampung
3,5 92.610
2061 324.747,03 Sudah Tidak Dapat Menampung
2066 351.409,68 Sudah Tidak Dapat Menampung
2071 380.261,41 Sudah Tidak Dapat Menampung
2076 411.481,94 Sudah Tidak Dapat Menampung
2081 445.265,78 Sudah Tidak Dapat Menampung
2086 481.823,36 Sudah Tidak Dapat Menampung
2091 521.382,42 Sudah Tidak Dapat Menampung
Sumber : Hasil Analisa Peneliti Tahun 2023

Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bawa daya tampung sisa

lahan TPA sampah di Kabupaten Buol hanya pada angka sekitar

92.610 Ton hingga lahan terpakai seutuhnya. Namun berdasarkan

estimasi timbulan sampah di kabupaten Buol sudah melebihi

ambang batas daya tampung TPA pada tahun 2024.

74
2) Analisis tahap regional

Analisis regional adalah analisis yang digunakan untuk

menentukan zona layak atau zona tidak layak yang dapat dijadikan

Lokasi TPA sampah Kabupaten Buol bersarkan SNI SNI 03-324-

1994 sebagai berikut;

a. Kondisi geologis

Secara regional, wilayah Kabupaten Buol terletak pada

Mandala Geologi Sulawesi Barat. Stratigrafi batuan wilayah ini

disusun berdasarkan umur dari tua ke muda sebagai berikut: (1)

Formasi Tinombo, litologi penyusun formasi berupa lava basal,

basal spilitan, lava andesit, breksi gunung api, batu pasir hijau,

batu gamping merah, batu gamping kelabu, batuan

termetamorfosa lemah, batuan ini terdapat di bagian selatan

dengan arah memanjang relatif timur-barat pada wilayah batas

dengan kabupaten lain; (2) Batuan Vulkanik, merupakan batuan

gunung api, yang tersebar di banyak tempat namun tidak meluas,

antara lain di Desa Momunu bagian barat dan selatan, sebelah

barat Kelurahan Leok dan sebelah selatan Desa Bokat yang

berbatasan dengan Provinsi Gorontalo, sebaran batuan ini juga

meluas kearah barat (Tolitoli) dan selatan (Parigi Moutong); (3)

75
Diorit Bone, merupakan batuan beku menengah, penyebaran

relatif sempit setempatsetempat, penyebaran terluas kurang dari

600 Ha; (4) Diorit Baliohuto, tergolong kedalam jenis batuan beku

dalam yang bersifat menengah sampai asam dan hanya terdapat

disekitar Gunung Tentolomatika sebalah selatan Desa Lokodoka;

(5) Formasi Dolokapa, terdiri dari batu pasir Wake, batu Lanau,

batu lumpur, konglomerat, tufa, tufa lapili, aglomerat, breksi

vulkanik dan lava yang bersifat andesit serta basal, penyebaran

relatif luas memanjang dari sebelah selatan Desa Momunu kearah

timur laut sampai mencapai wilayah Kecamatan Paleleh; (6)

Breksi Wobudu, merupakan batu vulkanik, penyebarannya

dibagian selatan Desa Bunobogu dan wilayah yang luas

sepanjang pegunungan Paleleh kearah timur laut, yaitu Gunung

Tentolomatika dan Gunung Bendolo; (7) Molase Celebes Sarasin

dan Sarasin (Formasi Lokodidi), terdiri dari konglomerat, batu

lanal dan batu lempung, batu gamping koral, tufa, serpih hitam

dan napal, formasi ini merupakan penyusun utama wilayah

Kecamatan Bokat dan Momunu; (8) Batuan Vulkanik, dengan

komposisi aglomerat, tufa dan lava, penyebarannya setempat

yaitu di Desa Busak Kecamatan Karamat; (9) Batu Gamping

Terumbu, penyusun utama satuan batuan ini adalah batu

Gamping Koral, penyebaran terluas terdapat dipesisir utara

76
Kabupaten Buol; (10) Aluvium, terdiri dari material pasir, lempung,

lanau, lumpur, kerikil dan karakal, endapan terluas terdapat di

dataran kota Buol yang melebar kearah Kelurahan Leok, Desa

Lamadong, Bokat dan Momunu, terutama dataran banjir sungai

Momunu. Struktur geologi bagian timur wilayah Kabupaten Buol

relatif lebih terpengaruh secara tektonik dibanding bagian barat.

Dibagian timur sesarsesar vertical dengan 2 arah utama yaitu

tenggara-barat laut dan timur lautbarat daya, juga terdapat sesar-

sesar dekstral di pegunungan Paleleh dan Gunung Tentolomatika.

Pada bagian barat struktur relatif tidak dominan, hanya terdapat 2

struktur utama, yaitu sesar sungkup di sebelah barat Desa

Momunu dan sesar vertikal di sebelah barat Kelurahan Leok.

77
Gambar 4.3
Peta rawan bencana geologi

Sumber: Hasil Analisis Peneliti Tahun 2023

78
b. Kondisi hidrologi

Informasi hirologi diperlukan untuk mengidentifikasi

keberadaan muka air tanah, mendekteksi permebilitas tanah,

lokasi sungai atau waduk atau air permukaan dan sumber air

minum yang digunakan oleh penduduk setempat. Kedalaman

muka air tanah relatif berbeda pada titik dan lokasi tertentu, hal ini

dapat dipengaruhi oleh kondisi geologi (elevasi, kemiringan lereng

dan morfologi, litologi dan struktur geologi).

Kedalaman muka air tanah, nilai permeabilitas tanah dan letak

sungai di lokasi penelitian. Kedalaman air tanah merupakan salah

satu faktor yang paling penting untuk dipertimbangkan karena

terkait dengan resiko terkontaminasi air tanah dari lindi TPA.

Daerah dengan nilai kedalaman muka air tanah yang tinggi (lebih

dari 3 meter), dianggap atau memungkinkan untuk dijadikan lokasi

TPA. Berdasarkan data yang diterbitkan oleh Dinas Pekerjaan

Umum dan Perumahan Rakyat (PURR) Kabupaten Buol, nilai

kedalaman muka air tanah di Kabupaten Buol sekitar 3-5 meter,

meliputi seluruh wilayah Kabupaten Buol.

79
Gambar 4.4
Peta kedalaman muka air tanah

Sumber: Hasil Analisis Peneliti Tahun 2023

80
c. Kondisi Tanah

Tanah-tanah di wilayah Kabupaten Buol terbentuk dari bahan

induk yang bervariasi, antara lain batu gamping, estuarim marine,

napal, batu karang, andesit, endapan, kipas aluvial, tuft, batu

pasir, batu kapur, aluvium muda, endapan sungai, campuran

endapan muara dan endapan laut. Dengan demikian tingkat

perkembangan tanah yang ada di lapangan juga agak bervariasi.

Pada daerah yang dilalui oleh jalur aliran sungai, tanah yang

terbentuk mempunyai tingkat perkembangan sedang (muda). Hal

itu erat kaitannya dengan proses pengendapan bahan tanah yang

terus berlangsung secara berkala. Sedangkan pada daerah yang

jauh dari sungai, terutama diperbukitan atau didataran berombak,

tingkat perkembangan daerah itu agak lanjut, hal itu disebabkan

oleh proses erosi dan tingkat pengolahan tanah terus

berlangsung. Berdasarkan data FAO/UNESCO/Soil Survey Staff

(1968), penyebaran jenis di wilayah Kabupaten Buol Provinsi

Sulawesi Tengah jenis tanah yang ada berdasarkan sistem soil

taksonomi (Soil Survei Staff USDA, 1999),ditemukan tiga order

utama tanah diantaranya adalah Entisols, Inceptisols, dan

Mollisols. Entisols menempati wilayah pesisir dengan variasi sifat-

sifat kimia tanah yang cukup beragam, sedangkan Inceptisols dan

Mollisols penyebarannya sempit dengan variasi sifat-sifat tanah

81
yang relatif kecil. Selanjutnya berdasarkan klasifikasi tanah LPT

Bogor, jenis tanah yang terdapat di wilayah DAS Kabupaten Buol

Provinsi Sulawesi Tengah didominasi jenis Podsolik Merah

Kuning, Litosol, Rendzina, Mediteran Merah Kuning, dan Aluvial.

Jenis tanah lainnya adalah Latosol, Hidromorf, dan Organosol

(Sumber: Peta Lahan Kritis Kabupaten Buol, BPDAS Palu

Poso,Tahun 2009).

82
Gambar 4.5
Peta jenis tanah

Sumber: Hasil Analisis Peneliti Tahun 2023

83
Jarak ke sumber air minum minimal lebih dari 100 meter ke

hilir aliran dapat dinilai melalui dari peta sungai di Kabupaten Buol

yang diambil dari PUPR Kabupaten Buol kemudian dilakukan

proses buffering jarak 100 meter dari sungai. Zona yang berjarak

lebih dari 100 meter dari sungai berpotensi menjadi tempat

pembuangan akhir sampah.

Dibawa ini adalah Peta Buffering Jarak Sungai untuk Lokasi

TPA di Kabupaten Buol.

84
Gambar 4.6
Peta sungai

Sumber: Hasil Analisis Peneliti Tahun 2023

85
d. Topografi

Daerah Kabupaten Buol memiliki kelerengan bervariasi mulai

dari 2% hingga lebih dari 40%, hal ini sesuai dengan jenis

bentukan asal satuan vulkanik. Satuan geomorfologi ini antara lain

adalah dataran alluvial, podsolik merah kuning dan latosol.

Dilihat dari topografi tiap wilayah, maka Kabupaten Buol

bagian selatan memiliki topografi yang tajam yaitu berkisar antara

15-40% dan bahkan sebagian >40%. Daerah-daerah yang

mempunyai topografi datar sampai landai di Kabupaten Buol

dapat ditemui dibagian utara atau pada Kecamatan Biau dan

Kecamatan Bokat Tiloan sebagian Kecamatan Tiloan, Karamat,

Bunobogu dan beberapa kelurahan yang mempunyai topografi

datar karena segaian besar daerah tersebut merupakan daerah

pesisir.

Tabel 4.10
Tinggi Wilayah di Atas Permukaan Laut (DPL)
menurut Kecamatan di Kabupaten Buol
No. Kecamatan Tinggi (mdpl)
1 Lakea 1.375
2 Biau 525
3 Karamat 457
4 Momunu 875
5 Tiloan 2.000
6 Bokat 775
7 Bukal 800
8 Bunobogu 1.300
9 Gadung 1.900
10 Paleleh 1.550
11 Paleleh Barat 1.300

86
Sumber : Data Dalam Angka Kabupaten Buol, Tahun 2022

Sementara luasan lahan berdasarkan klas kemiringan lereng

dapat dilihat pada table berikut.

Tabel 4.11
Luas Lahan berdasarkan Klas Kemiringan Lereng
di Kabupaten Buol Tahun 2017
No Klas Morfologi Luas Luas
Kemiringan (Ha) (%)
(%)
1 <1% Datar 7.349,05 1,93
2 1-3% Agak Datar 48.417,12 12,73
3 3-8% Berombak 39.389,11 10,35
4 8-15% Bergelombang 33.567,60 8,82
5 15-25% Berbukit 65.862,50 17,31
6 25-40% Berbukit 90.646,11 23,83
7 >40% Bergunung 95.210,84 25,03
Total 380.442,33 100,00
Sumber: RPJMD Kabupaten Buol Tahun 2018

87
Gambar 4.7
Peta topografi

Sumber: Hasil Analisis Peneliti Tahun 2023

88
Gambar 4.8
Peta Kemiringan lereng

Sumber: Hasil Analisis Peneliti Tahun 2023

89
e. Daerah lindung/cagar alam dan daerah banjir

Pemilihan lokasi pembuangan sampah perkotaan tidak

bersaing dengan pemukiman lahan lainnya. Selain itu, lokasinya

tidak boleh berada di dalam kawasan lindung, cagar budaya, dan

daerah resapan air. Saat memutuskan di mana lokasi tempat

pembuangan akhir untuk limbah, Harus memperhatikan pola tata

ruang wilayah daerah, agar tidak berdampak buruk bagi

lingkungan atau manusia.

Menurut SNI 03-324-1994 “tentang tata cara pemilihan lokasi

TPA sampah”, lokasi TPA tidak boleh berada di kawasan

lindung/cagar alam dan banjir. Peta Rencana Tata Ruang Wilayah

(RTRW) diterbitkan oleh Badan Perencanaan Pembangunan

Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Buol yang telah di digitasi menjadi

Peta Kawasan Lindung dan Daerah Banjir Kabupaten Buol. Di

bawa ini adalah Peta Daerah Lindung dan Daerah Banjir, Peta

Kesesuaian Bukan Lindung/Cagar Alam serta Daerah Banjir untuk

Lokasi TPA di Kabupaten Buol.

90
Gambar 4.9
Peta kawasan lindung/Budidaya

Sumber: Hasil Analisis Peneliti Tahun 2023

91
Gambar 4.10
Peta Rawan banjir

Sumber: Hasil Analisis Peneliti Tahun 2023

92
3) Hasil overlay tahap regional

Lokasi TPA sampah harus memenuhi persyaratan teknis,

ekonomi dan berwawasan lingkungan. Tahapan analisis regional

merupakan tahapan untuk mendapatkan informasi lokasi sesuai dan

tidak sesuai untuk TPA. Analisis kelayakan lokasi TPA dimulai

dengan analisis geologi, kondisi hidrologi, kemiringan lereng, jarak

ke lapangan terbang, daerah lindung/cagar alam dan daerah banjir.

Parameter – parameter yang digunakan dalam analisis regional ini

sesuai dengan SNI nomor 19-3241-1994 yang di keluarkan oleh

Badan Standarisasi Nasional.

Hasil overlay dari kesembilan parameter tersebut adalah, daerah

bencana geologi, kedalaman muka air tanah, permeabilitas tanah,

sumber air minum, dan kemiringan lereng, dan wilayah lindung/cagar

alam dan banjir menghasilkan peta zona daerah layak dan tidak

layak untuk TPA. Setiap tahapan overlay maka akan terjadi

pengurangan daerah yang layak untuk dijadikan TPA.

Berikut ini Peta Lokasi Layak di overlay dengan peta

administratif kecamatan dan desa di Kabupaten Buol untuk

mendapatkan lokasi yang sesuai dari calon lokasi TPA. Dibawah ini

Peta Tataguna Lahan dan Peta Lokasi Layak untuk TPA di

Kabupaten Buol.

93
Gambar 4.11
Peta tata guna lahan

Sumber: Hasil Analisis Peneliti Tahun 2023

94
Gambar 4.12
Peta lokasi layak hasil overlay tahap regional

Sumber: Hasil Analisis Peneliti Tahun 2023

95
1. Lokasi layak 1

Lokasi layak 1 terletak di wilayah administrasi Desa

Panimbul di Kecamatan Momunu, merupakan kawasan aman

dari bencana longsor, Kedalaman muka air tanah daerah ini

melebihi 3 meter dan memiliki jenis tanah Jarak dari sumber air

minum lebih besar dari 100meter dihilir aliran. Daerah ini

memiliki kemiringan lereng 0-2%. Kawasan ini juga bukan

merupakan kawasan lindung/cagar alam dan tahan banjir

salam kurun waktu 25 tahunan.

2. Lokasi layak 2

Lokasi layak 2 berada di wilayah administrasi Desa Maniala

di Kecamatan Tiloan, yang aman dari bencana longsor,

Kedalaman muka air tanah daerah ini lebih dari 3 meter dan

mempunyai Jenis Tanah Podsolik Merah Kuning. Jarak dari

sumber air minum lebih besar dari 100 meter ke hilir. kawasan

ini memiliki kemiringan lereng 5-15%. kawasan ini juga bukan

merupakan kawasan lindung/cagar alam dan aman dari

bencana banjir kurun waktu 25 tahun.

3. Lokasi layak 3

Lokasi layak 3 terletak di wilayah administrasi Desa Bokat

di Kecamatan Bokat, yang aman dari bencana longsor.

Kedalaman muka air tanah di daerah ini lebih dari 3 meter dan

96
mempunyai Jenis Tanah Aluvial. Jarak dari sumber air minum

lebih besar dari 100 meter ke hilir. Daerah ini memiliki

kemiringan lereng 15-40%. kawasan ini juga bukan merupakan

kawasan lindung/cagar alam dan aman dari bencana banjir

kurun wkatu 25 tahunan.

4. Lokasi layak 4

Lokasi layak 4 terletak di wilayah administrasi Kelurahan

Leok 1 di Kecamatan Biau, yang aman dari bencana longsor.

Kedalaman muka air tanah di daerah ini lebih dari 3 meter dan

mempunyai jenis tanah podsolik merah kuning. Jarak dari

sumber air minum lebih besar dari 100 meter ke hilir. Daerah ini

memiliki kemiringan lereng 15-40%. kawasan ini juga bukan

merupakan kawasan lindung/cagar alam dan aman dari

bencana banjir periode 25 tahunan.

5. Lokasi layak 5

Lokasi layak 5 tepat berada di wilayah administrasi Desa

Pajeko di Kecamatan Momunu, yang aman dari bencana

longsor. Kedalaman muka air tanah di daerah ini lebih dari 3

meter dan mempunyai jenis tanah podsolikmerah kuning. Jarak

dari sumber air minum lebih besar dari 100 meter ke hilir.

Kawasan ini memiliki kemiringan lereng 5-15%. Kawasan ini

97
juga bukan merupakan kawasan lindung/cagar alam dan aman

dari bencana banjir dalam kurun waktu 25 tahunan.

6. Lokasi layak 6

Lokasi layak 6 terletak di wilayah administrasi Desa

Bunobogu di Kecamatan Bunobogu, yang tidak di lewati oleh

jalur holocent fault dan aman dari bencana longsor. Kedalaman

muka air tanah daerah ini lebih dari 3 meter dan mempunyai

jenis tanah di daerah latosol. Jarak dari sumber air minum lebih

dari 100meter ke hilir. Daerah ini memiliki kemiringan lereng 15-

25%. Kawasan ini juga bukan merupakan daerah lindung/cagar

alam dan aman dari bencana banjir dalam kurun waktu 25

tahunan.

4) Analisis Tahap Penyisih

Analisis tahap penyisih adalah analisis yang digunakan untuk

menentukan lokasi yang layak yaitu terdiri dari kriteria regional

ditambah dengan kriteria berikut:

1. Umum

a) Batas administrasi

Peta Lokasi layak Terpilih untuk Lokasi TPA diatas di

overlay dengan peta administrasi Kabupaten Buol, maka lokasi-

lokasi yang terpilih tersebut berada di wilayah administrasi

Kecamatan Biau, Kecamatan Momunu, Kecamatan Bokat,

98
Kecamatan Tiloan, Kecamatan Bunobogu dan Kecamatan

Bokat.

b) Pemilik hak atas tanah

Data yang dikkategorikan pada peta penguasaan tanah

adalah kelompok bidang tanah berskala kecil atau bidang tanah

berskala besar, diantaranya:

1. Tanah Milik (TM) adalah tanah bersama atau tanah

bersertifikat baik yang sudah terdaftar maupun belum

terdaftar.

2. Hak milik bersifat turun-temurun, dan merupakan hak terkuat

dan lengkap yang dapat dimiliki oleh masyarakat atas tanah.

3. Hak guna bangunan adalah hak untuk mendirikan dan

memiliki suatu bangunan di atas tanah yang bukan miliknya

sendiri, dengan jangkan waktu paling lama 30 tahun.

4. Hak Pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau

memungut hasil atas tanah yang dikuasai langsung oleh

pemerintah atau tanah milik pribadi.

5. Tanah desa adalah tanah milik desa yang berupa

bengkok/lengkung, kuburan, jalan desa, danau, tanah pasar

99
desa, lapangan dan tanah yang dikelolah oleh pemerintah

desa.

6. Tanah milik negara adalah tanah yang belum pernah ada

hak atas tanahnya.

7. Tanah kehutanan adalah tanah yang memiliki oleh

pemerintah daerah dan desa yang mempunyai fungsi

sebagai hutan.

Penguasaan lahan pada lokasi terpilih atau lokasi yang

sesuai dapat dilihat pada Tabel 4.12 dibawah ini.

Tabel 4.12
Penguasaan lahan pada lokasi layak

No. Lokasi layak Penggunaan lahan


Tanah milik
1. Lokasi layak 1 Tanah desa
Tanah kehutanan
Tanah milik
2. Lokasi layak 2 Tanah desa
Tanah kehutanan
Tanah milik
3. Lokasi layak 3 Tanah desa
Tanah kehutanan
Tanah milik
4. Lokasi layak 4 Tanah desa
Tanah kehutanan
Tanah milik
5. Lokasi layak 5 Tanah desa
Tanah kehutanan
Tanah milik
6. Lokasi layak 6 Tanah desa
Tanah kehutanan
Sumber: Hasil survey tahun 2022

Dari Tabel 4.9 di atas dapat dilihat bahwa pemilik hak atas

tanah pada semua lokasi layak TPA sampah layak yang terpilih

lebih dari satu pemilik hak atau status kepemilikan tanah.

100
c) Kapasitas lahan

Ditinjau dari daya tampung lokasi yang digunakan untuk

TPA, standar SNI untuk sektor persampahan

mengharuskannya beroperasi minimal 5 tahun. Perhitungan

kebutuhan luas TPA didasarkan pada volume sampah harian,

kompresi sampah, dan tinggi timbunan yang direncanakan.

Rumus untuk menghitung kebutuhan luas lahan pertahun

adalah:

V
L=
T

Di mana:

L = luas lahan yang dibutuhkan setiap tahun (m2)

V = Jumlah sampah padat terkporesi dan luas tanah

penutup (m3), volume tanah penutup = 20% dari

material yang ditimbun

T = Timbulan sampah berdasarkan tinggi tumpukan

(m)

Data timbulan sampah Kabupaten Buol adalah 40,45

m3/hari. dengan demikian sampah yang akan dibuang ke TPA

di Kabupaten Buol sebesar 40,45 m3/hari. Jumlah sampah

setelah pemadatan adalah 31,68 m³ dengan persentasi yaitu

pemadatan 22%.

101
Tinggi timbunan untuk TPA dengan model sanitary landfill

adalah tinggi timbunan sampah maksimal adalah 3 meter, hal

ini karena melebihi ketinggian maksimum dapat mempengaruhi

stabilitas dan kepadatan timbunan. Perhitungan luas lahan

yang dibutuhkan per tahun untuk lokasi TPA adalah sebagai

berikut.

Diketahui volume sampah Kabupaten Buol per hari adalah

= 40,45 m3/hari

Volume sampah Kabupaten Buol per tahun adalah

= 40,45 m3/hari x 365 hari

= 14764,25 m3

Persentase pemadatan sampah sebesar 22%, maka

volume sampah per tahun yang telah dipadatkan sebesar

11811,4 m3 Volume tanah penutup per tahun = 20% x

11811,4 m3

= 2362,28 m3

Maka luas lahan yang dibutuhkan dalam 1 tahun adalah

V
L=
T

(11811 , 4 +2362 ,28 m 3)


L=
3m

14137 ,68 m 3
¿
3m

¿ 4712 , 56 m2

102
Jadi luas lahan yang dibutuhkan per tahun untuk lokasi TPA di

Kabupaten Buol adalah 4712,56 m2 atau 0,4 ha.

Dari persamaan di atas dapat diketahui besaran luas lahan

yang dibutuhkan pertahun untuk lokasi TPA adalah 0,4

ha/tahun. Oleh karena itu, untuk menentukan masa layanan

TPA pada lokasi yang sesuai, hal ini dapat dihitung dengan

luas yang dibutuhkan untuk lokasi tersebut. Masa layanan

lokasi-lokasi layak yang terpilih ditunjukan pada tabel 4.13 di

bawah ini.

Tabel 4.13

Luas Luas Tinggi Kapasitas Kapasitas Batas


No Lokasi Lahan Lahan Tumpukan Layanan Pelayanan Pelayanan
(Ha) (m2) (m) (m3) (Ton) (Tahun)
1 Lokasi Layak 1 394.72 3.947.200 11.841.600 10.444.291,2 383

2 Lokasi Layak 2 603.06 6.030.600 18.091.800 15.956.967,6 408

3 Lokasi Layak 3 103.88 1.038.800 3.116.400 2.748.664,8 298


3
4 Lokasi Layak 4 17.19 171.900 515.700 454.847,4 183

5 Lokasi Layak 5 34.56 345.600 1.036.800 914.457,6 228

6 Lokasi Layak 6 16.41 164.100 492.300 434.208,6 118


Masa layan lokasi layak terpilih
Sumber : Hasil Analisis peneliti tahun 2023

Dari Tabel 4.13 diatas dapat disimpulkan bahwa hampir

semua lokasi memiliki masa layan yang lebih dari 10 tahun.

d) Jumlah pemilik tanah

Jika kepemilikan tanah untuk tiap lokasi dipilih berdasarkan

data pemilik hak atas tanah, dan lahan pada lokasi terpilih

103
dikelola oleh pemerintah daera, desa dan milik pribadi. karena

Jumlah pemilik tanah adalah individu, parameter ini adalah

jumlah pemilik tanah.

Menurut Dinas terkait kelurahan masing-masing lokasi

layak bahwa tanah dengan luas lebih dari 10 ha itu rata-rata

dimiliki oleh 10 keluarga atau lebih. Untuk 1 keluarga yang

memiliki 1 ha di wilayah Kabupaten Buol presentase nya sangat

rendah. Dari sini dapat disimpulkan bahwa pemilik tanah di

setiap lokasi layak dimiliki oleh lebih dari 10 keluarga, terkecuali

pada lokasi layak 2, lokasi layak 4 dan juga lokasi layak 5.

e) Partipasi masyarakat

Penguatan peran masyarakat dalam penyediaan pelayanan

publik merupakan syarat otonomi daerah. Masyarakat yang

awalnya hanya berperan sebagai pelanggan kini mulai

mengambil berperan penting. Ketertiban masyarakat sendiri

untuk semua lokasi yang sesuai terpilih berdasarkan informasi

otoritas kelurahan di setiap, bahwa apabila negosiasi

kemungkinan besar akan terjadi jika lokasi tersebut benar-

benar dijadikan loaksi TPA.

2. Lingkungan fisik

a) Tanah (di atas permukaan air)

104
Parameter ini sudah dianalisis ditinggkat regional.

Berdasarkan analisis tahap regional diatas, semua lokasi

memenuhi syarat yang dipilih adalah 10-6 cm/dtk. Oleh karena

nilai kelulusan untuk lokasi yang dipilih ini memiliki nilai 10-9

cm/det - 10-6 cm/dtk.

b) Air tanah

Dalam analisis tahap regional untuk kedalaman air tanah,

Kedalam air tanah di semua lokasi yang memungkinkan

melebihi >3 meter. Sehingga untuk parameter air tanah semua

lokasi layak memiliki kelulusan < 10-6 cm/dtk.

c) Sistem aliran air tanah

Sistem aliran air tanah dibagi menjadi 3 daerah yaitu

Recharge area (daerah imbuhan), Discharge area (daerah

lepasan), dan daerah transisi. Recharge area (daerah imbuhan)

adalah daerah resapan air adalah cekungan air tanah dimana

air tanah yang dihasilkan secara alami dapat ditambahkan ke

dalam cekungan air tanah. Discharge area (daerah lepasan)

adalah daerah keluaran air tanah yang terjadi secara alami di

dalam cekungan air tanah, Transition area (daerah transisi)

105
adalah daerah pemilihan dari daerah resapan dan daerah

pelepasan.

d) Bahaya banjir

Berdasarkan analisis tahap regional, semua kemungkinan

lokasi yang terpilih berada di wilayah yang tidak menunjukan

potensi resiko banjir.

e) Tanah penutup

Salah satu perbedaan antar sanitary landfill dan open

dumping adalah penggunaan material penutup untuk

memisahkan sampah dari lingkungan eksternal pada setiap

akhir hari kerja. TPA sanitary landfill 20% material yang akan

ditimbun. Oleh karena itu jika di hitung jumlah sampah per hari

dapat diketahui bahwa jumlah material yang akan ditimbulkan

adalah 11811,4 m3/tahun. Oleh karena itu kebutuhan tanah

penutup selama satu tahun adalah 2362,28 m3/tahun (20%

meterial yang ditimbun).

Kebutuhan tanah penutup dapat diperoleh selama

pembentukan lokasi pada tanah yang dapat ditimbun kembali

dengan tanah. Lahan yang dapat digunakan memiliki luas 30%

dari luas lahan tempat yang sesuai. Luas lahan utilitas dapat

dilihat pada tabel 4.14 berikut ini

Tebel 4.14
Luas lahan utilitas pada lokasi layak

106
No. Lokasi layak Luas lahan (Ha) Tanah Penutup (Ha)
1. Lokasi layak 1 394.72 118,41
2. Lokasi layak 2 603.06 180,91
3. Lokasi layak 3 103.88 31,16
4. Lokasi layak 4 17.19 5,15
5. Lokasi layak 5 34.56 10,36
6. Lokasi layak 6 16.41 4,92
Sumber : Hasil Analisis

Dari tabel 4.1 diatas menunjukan 118,41 Ha Tanah di

alokasikan dari luas total untuk kemungkinan lokasi 1. Lokasi

layak 2 akan dialokasikan luas total 180,91 Ha. Lokasi layak 3

memiliki area yang dapat digunakan seluas 31,16 Ha dari luas

total. Lokasi layak 4 di alokasikan 5,15 Ha area yang dapat

digunakan dari total luas area. Lokasi layak 5 memiliki total

area yang dapat digunakan seluas 10,36 Ha dari luas total.

Area yang dapat digunakan lokasi layak 6 adalah 4,92 Ha dari

luas total.

Sistem galian untuk mendapatkan tanah penutup dengan

menggunakan rumus volume kubus, volume tanah yang

dibutuhkan adalah 3977,478 m3/tahun dan tinggi tanah

penutup 3 meter, Oleh karena itu dapat diketahui bahwa luas

tanah adalah 13258,26 m2. Jadi tanah penutup dapat digali

dengan layanan 1 tahun pada properti dengan luas 13258,26

m2 atau 1,3 ha. Dengan asumsi bahwa tanah penutup hanya

107
didapat dari lahan utilitas, tabel 4.15 menunjukan kecukupan

tanah penutup untuk masa layan TPA. 2362,28 m3/tahun

Tabel 4.15
Kebutuhan tanah penutup selama masa layanan lokasi layak

Kebutuhan
Masa
Luas lahan Tanah penutup 1
No. Lokasi layak layanan
(ha) tahun x masa
(Tahun)
layanan
1. Lokasi layak 1 394.72 483 1.140.981,24
2. Lokasi layak 2 603.06 513 1.211.849,64
3. Lokasi layak 3 103.88 398 940.187,44
4. Lokasi layak 4 17.19 283 668.525,24
5. Lokasi layak 5 34.56 328 774.287,84
6. Lokasi layak 6 16.41 278 656.713,84
Sumber : Hasil Analisis

Perbandingan lahan utilitas yang tersedia dengan

kebutuhan lahan untuk memenuhi kebutuhan tanah penutup

masing-masing lokasi layak dapat dilihat pada tabel 4.16 di

bawah ini.

Tabel 4.16
Perbandingan lahan utilitas dengan tanah penutup

Masa layanan Kebutuhan


No. Lokasi layak (Tahun) Tanah penutup (m3/tahun)
1. Lokasi layak 1 483 1.140.981,24
2. Lokasi layak 2 513 1.211.849,64
3. Lokasi layak 3 398 940.187,44
4. Lokasi layak 4 283 668.525,24
5. Lokasi layak 5 328 774.287,84
6. Lokasi layak 6 278 656.713,84
(Sumber : Hasil Analisis)
Dari tabel 4.16 diatas, kita dapat menyimpulkan bahwa

semua kebutuhan akan tanah penutup pada semua lokasi layak

108
yang terpilih dapat dipenuhi. Dengan asumsi bahwa tanah

penutup berasal dari tanah produktif selama masa layannya.

f) Intensitas hujan

Peta lokasi yang dicakup oleh TPA ditimpah dengan data

curah hujan yang berasal dari CHRS BMKG, sehingga akan

tampil curah hujan di masing-masing lokasi TPAyang layak,

sehingga dapat diketahui. Curah hujan pada lokasi layak

ditunjukan pada tabel 4.17 dibawah ini.

Tabel 4.17
Data curah hujan pada lokasi layak

No. Curah hujan (mm/thn)


Lokasi layak 1500-2000mm 2000-2500mm
1. Lokasi layak 1 
2. Lokasi layak 2 
3. Lokasi layak 3 
4. Lokasi layak 4 
5. Lokasi layak 5 
6. Lokasi layak 6 
Sumber: Hasil Analisis data chrs BMKG tahun 2022

Jadi berdasarkan tabel 4.17 di atas, semua lokasi layak

memiliki intensitas hujan lebih dari 1000 mm/tahun di masing-

masing lokasi.

109
Gambar 4.13
Peta Overlay Lokasi Layak dengan Curah Hujan

Sumber: Hasil Analisi Peneliti Tahun 2023


g) Jalan menuju lokasi

Janalan menuju lokasi memiliki jenis jalan yang bervaiasi.

Kondisi jalan pada lokasi layak dapat ditunjukan pada tabel

4.18 di bawah ini:

Tabel 4.18
kondisi jalan menuju lokasi
No. Kondisi jalan menuju lokasi
Lokasi layak Datar dengan Datar kondisi Naik/turun
kondisi baik buruk
1. Lokasi layak 1 
2. Lokasi layak 2 
3. Lokasi layak 3 
4. Lokasi layak 4 
5. Lokasi layak 5 
6. Lokasi layak 6 
(Sumber : Hasil Survey)

Dari tabel 4.18 diatas dapat diketahui bahwa lokasi 1 dan

lokasi 3 mempunyai jenis jalan datar dengan kondisi baik.

Sedangkan lokasi 2, lokasi 4, lokasi 5 dan lokasi 6 mempunyai

jenis jalan naik/turun dengan kondisi baik.

h) Transportasi sampah

Centroid sampah adalah titik yang dianggap merupakan

titik sumber sampah. Durasi waktu penyaluran sampah dapat

dianalisis dari jarak lokasi TPA dengan titik centroid sampah.

Menurut SNI no. 19-3241:1994, “titik centroid sampah

merupakan titik teoritis yang dianggap merupakan titik sumber

sampah”.

111
Untuk menentukan waktu tempuh truk pembawa sampah

dari masing-masing titik sampah ke lokasi layak TPA

menggunakan asumsi apabila waktu minimal dalam parameter

penyisih adalah 15 menit dari titik sampah. Truk yang

mengangkut sampah memiliki kecepatan 40km/jam, Oleh

karena itu jarak tempuh truk dari titik sampah ke lokasi TPA

minimal 10km.

Dibawa ini adalah peta lokasi layak dan titik sampah di

Kabupaten Buol.

112
Gambar 4.14
Peta titik sampah dan lokasi layak

113
Sumber: Hasil Analisis Peneliti Tahun 2023
i) Jalan masuk

Proses pengangkutan sampah dari pusat sampah ke TPA

mau tidak mau mengakibatkan tumpahan dan bau yang

berceceran di jalan yang dilaluinya sehingga penting untuk

mempertimbangkan pintu masuk ke lokasi TPA. Kepadatan

penduduk di lokasi TPA menjadi pertimbangan minimal untuk

menentukan nilai parameter jalan masuk yang akan dilalui oleh

truk sampah menuju ke lokasi TPA.

Berdasarkan SNI 03-3241:1994, proses pengangkutan sampah

dengan truk minimal melalui pemukiman berkepadatan <300

jiwa/ha. Namun, mugnkin lebih baik mengangkut sampah

dengan truk yang tidak melewati pemukiman. Kepadatan

penduduk di lokasi lokasi layak TPA di setiap desa ditunjukan

pada tabel 4.19 di bawah ini.

Tabel 4.19
Kepadatan penduduk pada lokasi-lokasi layak TPA di setiap desa

Luas Jumlah Kepadatan


No. Desa/Kelurahan Kecamatan wilayah penduduk penduduk
(ha) (jiwa) (jiwa/km2)
1. Panimbul Momunu 3.907 1.860 0.47
2. Maniala Tiloan 1.934 683 353.15
3. Bokat Bokat 906 1.172 0.0013
4. Leok 1 Biau 2.092 4.068 1.94
5. Pajeko Momunu 1.793 2.271 1.26
6. Bunobogu Bunobogu 180 2.436 0.0135
Sumber: BPS Kabupaten Buol, 2022

114
Dari tabel 4.19 diatas dapat diketahui bahwa lokasi layak

yang masuk di wilayah admnistratif desa-desa tersebut di atas

mempunyai tingkat kepadatan penduduk kurang dari 300

jiwa/km2. Jadi truk yang mengangkut sampah akan melalui

pemukiman berkepadatan sedang (<300 jiwa/ha) pada semua

lokasi layak TPA.

j) Lalu lintas

Jalan arteri adalah jalan umum yang mempunyai fungsi

melayani angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak tempuh

jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah akses masuk

dibatasi secara efisien. Jalan kolektor adalah jalan umum yang

berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan

ciri perjalanan jarak menegah, kecepatan rata-rata sedang, dan

akses masuk terbatas, sedangkan jalan lokal yang dimaksud

adalah merupakan ciri perjalanan jarak dekat yang merupakan

jalan umum yang menyediakan angkutan, kecepatan rata-rata

rendah, dan akses jalan masuk tidak dibatasi, “UU no.38 tahun

2004 tentang jalan”. Lalu lintas lokasi layak ditunjukan pada

tabel 4.7 berikut.

k) Tata guna lahan

Berdasarkan hasil overlay peta lokasi layak dan peta

penggunaan lahan di atas untuk menentukan lokasi layak dapat

115
diketahui tata guna lahan dan dampak terhadap tata guna

lahan di lokasi tersebut.

Tabel 4.20
Jenis penggunaan lahan masing-masing lokasi layak

No. Lokasi layak Jenis penggunaan lahan


1. Lokasi layak 1 Belukar
Kawasan Hutan Lahan Kering Sekunder dan
2. Lokasi layak 2
Belukar
3. Lokasi layak 3 Belukar
4. Lokasi layak 4 Belukar
5. Lokasi layak 5 Belukar
6. Lokasi layak 6 Belukar
Sumber : Hasil Analisis Peneliti Tahun 2023

Dari tabel 4.20 diatas dapat ketahui bahwa semua lokasi

yang layak memiliki dampak ringan terhadap tata guna lahan,

karena hampir semua lokasi merupakan lahan produktif yang

belum digunakan oleh masyarakat. Oleh karena itu akan

berdampak ringan terhadap perubahan tata guna lahan menjadi

lokasi TPA.

l) Pertanian

Seperti digambarkan dalam peta tata guna lahan, dapat

diketahui lokasi layak 2, merupakan hutan lahan kering

sekunder yang diusahakan warga di sekitar lokasi, sehingga

lokasi TPA akan mengubah fungsi dari lahan pertanian menjadi

TPA, Oleh karena itu dapat dikatan bahwa lokasi TPA ini

mempunyai pengaruh negatif terhadap pertanian. Lokasi layak

1, lokasi kayak 3, lokasi layak 4, lokasi layak 5 dan lokasi layak

116
6 merupakan belukar yang tidak memberikan dampak besar

terhadap lahan pertanian maupun permukiman.

m)Daerah lindung/cagar alam

Dalam analisis tahap regional, kemungkinan lokasi yang

dipilih bukan merupakan kawasan konservasi lingkungan/alam.

n) Biologi

Lokasi-lokasi yang memenuhi syarat tidak memiliki

kawasan lindung/cagar alam, sehingga nilai habitat di lokasi-

lokasi yang dipilih memiliki nilai yang rendah

o) Kebisingan atau bau

Kebisingan dan bau memenuhi syarat di sekitar zona

penyangga di sekitar lokasi layak. kawasan penyangga yang

dapat mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan sekitar.

zona penyangga dimana spesies tanaman digabungkan,

misalnya

semak yang tumbuh, Sesuai dengan data tata guna lahan

dapat di ketahui bahwa lokasi layak yang memiliki zona

penyangga yaitu lokasi layak 1, lokasi layak 2, lokasi layak 4

dan lokasi layak 5 karena terdapat hutan di sekitar lokasi

tersebut.

C. Kesesuaian lahan

117
Kesesuaian lahan menunjukkan tingkat kesesuaian suatu lahan

untuk lokasi TPA di kawasan Kabupaten Buol. Kesesuaian lahan baik

fisik maupun sosial tidak hanya ketersediaan lahan, tetapi juga

mempertimbangkan aspek lingkungan dan lignkujgan secara umum.

Apabila kedua aspek tersebut tidak diperhatikan maka sangat besar

kemungkinan timbulnya masalah di lingkungan maupun sosial

masyarakat yang tinggal di daerah sekitar lokasi TPA tersebut.

Misalnya, timbul protes dari masyarakat yang khawatir dengan

keberadaan TPA dilingkungannya, belum lagi masalah kerusakan

lingkungan seperti pencemaran apabila lokasi TPA tidak dibangun pada

lokasi yang ditentukan.

klasifikasi kesesuaian lahan untuk lokasi TPA di Kabupaten Buol

dianalisis dengan menggunakan metode pengharkatan atau

pembobotan, dengan memberikan bobot pada setiap parameter yang

sesuai dengan tingkat pengaruhnya terhadap penentuan lokasi TPA.

Nilai bobot untuk setiap parameter dalam menentukan lokasi TPA

didasarkan pada asumsi bahwa parameter yang paling penting dan

berpengaruh diberi bobot paling tinggi sudah didasarkan pada asumsi

bahwa parameter yang paling penting dan sangat berpengaruh diberi

bobot paling tinggi.

Penelitian ini disesuaikan dengan SNI nomor 19-3241:1994 bobot

yang paling tinggi diberi angka 5 (lima) yaitu di parameter batas

118
administratif, kapasitas lahan, tanah (di atas muka air tanah), air tanah,

jalan menuju lokasi, transportasi sampah (satu jalan), dan tata guna

lahan.

Pada bobot dengan angka 4 (empat) terdapat parameter tanah

penutup dan jalan masuk. Pada bobot dengan angka 3 (tiga) terdapat

parameter pemilik hak atas tanah, jumlah pemilik tanah, partisipasi

masyarakat, sistem aliran air tanah, kaitan dengan pemanfaatan air

tanah, intensitas hujan, lalu lintas, pertanian, biologis, estetika.

Sedangkan pada bobot yang paling rendah dengan angka 2 (dua)

terdapat parameter bahaya banjir, daerah lindung atau cagar alam,

kebisingan dan bau. Kesesuaian lahan untuk TPA dapat dinilai dari

proses pengharkatan analisis tahap penyisih dapat dilihat pada tabel di

bawah ini.

Tabel 4.21
Nilai lokasi layak TPA perparameter

Parameter penentuan lokasi Harkat


TPA Bobot
Lokasi layak 1 2 3 4 5 6
I. Umum
Batas administrasi 5 5 5 5 5 5 5
Pemilik atas hak tanah 3 3 3 3 3 3 3
Kapasitas lahan 5 10 10 10 10 10 10
Jumlah pemilik tanah 3 1 1 1 1 1 1
Partisipasi masyarakat 3 5 5 5 5 5 5
II. Lingkungan fisik
Tanah 5 7 7 7 7 7 7
Air tanah 5 8 8 8 8 8 8
Sistem aliran air tanah 3 1 1 1 1 1 1
Kaitan dengan pemanfaatan air
3 10 10 10 10 10 10
tanah
Bahaya banjir 2 10 10 10 10 10 10
Tanah penutup 4 10 10 10 10 10 10
Intensitas hujan 3 1 1 1 1 1 1

119
Jalan menuju lokasi 5 10 1 10 1 1 1
Transportasi sampah 5 8 10 8 10 10 10
Jalan masuk 4 5 5 5 5 5 5
Lalu lintas 3 10 10 10 10 10 10
Tata guna lahan 5 5 5 5 10 5 5
Pertanian 3 1 5 1 1 1 1
Daerah lindung/cagar alam 2 10 10 10 10 10 10
Biologis 3 10 10 10 10 10 10
Kebisingan dan bau 2 10 10 10 10 10 10
Estetika 3 1 1 5 1 1 1
Sumber : Hasil Analisis peneliti tahun 2023

Tabel 4.22
Hasil analisis tahap penyisih pada lokasi layak

No. Parameter penentu Lokasi layak


lokasi TPA 1 2 3 4 5 6
I. Umum
1. Batas administrasi 25 25 25 25 25 25
2. Pemilik hak atas tanah 9 9 9 9 9 9
3. Kapasitas lahan 50 50 50 50 50 50
4. Jumlah pemilik tanah 3 3 3 3 3 3
5. Partisipasi masyarakat 15 15 15 15 15 15
II. Lingkungan hidup
1. Tanah 35 35 35 35 35 35
2. Air tanah 40 40 40 40 40 40
3. Sistem aliran tanah 3 3 3 3 3 3
4. Kaitan dengan
30 30 30 30 30 30
pemanfaatan air tanah
5. Bahaya banjir 20 20 20 20 20 20
6. Tanah penutup 40 40 40 40 40 40
7. Intensitas hujan 3 3 3 3 3 3
8. Jalan menuju lokasi 50 5 50 5 5 5
9. Transportasi sampah 40 50 40 50 50 50
10. Jalan masuk 20 20 20 20 20 20
11. Lalu lintas 30 30 30 30 30 30
12. Tata guna lahan 20 20 20 50 20 20
13. Pertanian 3 15 3 3 3 3
14. Daerah lingdung/cagar
20 20 20 20 20 20
alam
15. Biologis 30 30 30 30 30 30
16. Kebisingan dan bau 20 2 20 2 20 2
17. Estetika 3 3 15 3 3 3
Jumlah 509 468 521 486 474 456
Sumber : Hasil Analisis

120
∑ harkat tertinggi−∑ harkat terendah
Ki=
∑ kelas yang diinginkan

Sehingga diperoleh,

521−456
Ki=
3

= 21,66

a) Tingkat kesesuaian lahan kelas I (sangat sesuai untuk lokasi TPA

baru)

1. Berdasarkan hasil analisis tahap penyisih, kawasan yang

termasuk tingkat kesesuaian lahan kelas I adalah wilayah lokasi

layak 1 dengan nilai 509.

2. Berdasarkan hasil analisis tahap penyisih, kawasan yang

termasuk tingkat kesesuaian lahan kelas I yaitu wilayah lokasi

layak 2 dengan nilai parameter 468.

3. Berdasarkan hasil analisis tahap penyisih, kawasan yang

termasuk tingkat kesesuaian lahan kelas I yaitu wilayah lokasi

layak 3 dengan nilai 521.

4. Berdasarkan hasil analisis tahap penyisih, kawasan yang

termasuk tingkat kesesuaian lahan kelas I yaitu wilayah lokasi

layak 4 dengan nilai 486.

5. Berdasarkan hasil analisis tahap penyisih, kawasan yang

termasuk tingkat kesesuaian lahan kelas I yaitu wilayah lokasi

layak 5 dengan nilai 474.

121
b) Tingkat kesesuaian lahan kelas II (sesuai untuk lokasi TPA baru)

Berdasarkan analisis tahap penyisih, kawasan yang termasuk tingkat

kesesuaian lahan kelas II yaitu wilayah lokasi layak 6 dengan nilai

parameter 456.

c) Tingkat kesesuaian lahan kelas III yang tidak sesuai untuk lokasi

TPA baru. Berdasarkan hasil analisis tahap penyisih tidak ada yang

termasuk pada tingkat kesesuaian lahan kelas III (tidak sesuai untuk

lokasi TPA baru) karena setiap lokasi memiliki nilai melebihi 234.

Jadi dikatakan bahwa semua lokasi layak yang dipilih memiliki

tingkat kesesuaian lahan sangat sesuai untuk dijadikan lokasi TPA

yang baru.

122

Anda mungkin juga menyukai