Anda di halaman 1dari 55

Penjabaran bab Gambaran Umum Wilayah Perencanaan dari

pekerjaan IDENTIFIKASI DAN REVITALISASI KAWASAN

PERMUKIMAN KUMUH PROPINSI SULAWESI SELATAN akan

dibagi dalam beberapa sub bab yang menjelaskan Bagian-

bagian dari bab Gambaran Umum Wilayah Perencanaan yang

perlu dijabarkan lebih lanjut antara lain:

1. Gambaran Umum Kabupaten Bulukumba

2. Gambaran Umum Kabupaten Kepulauan Selayar

3. Gambaran Umum Kabupaten Bantaeng

4. Gambaran Umum Kabupaten Jeneponto

Secara detail pembahasan terhadap aspek-aspek dari sub bab

diatas dapat diuraikan sebagai berikut:

LAPORAN AKHIR III - 1


3.1 GAMBARAN UMUM KABUPATEN
BULUKUMBA
3.1.1 Aspek Fisik Dasar
a. Letak Geografis dan Administrasi
Kabupaten Bulukumba terletak ± 165 km arah
tenggara kota Makassar. Kondisi geografis
Bulukumba memiliki panjang garis pantai kurang
lebih 164 km menjadikan wilayah ini sebagai
daerah maritim.Garis pantai tersebut melingkar
mulai dari perbatasan Kabupaten Bantaeng sampai
dengan perbatasan Kabupaten Sinjai dan
Selayar.Posisi tersebut menjadikan Kabupeten
Bulukumba memiliki keterkaitan perkembangan
budaya dengan keadaan alam sehingga tercipta
budaya yang terintegrasi dengan budaya pesisir
yang melekat erat dikalangan masyarakat
Bulukumba.Selain itu, daerah pesisir yang terletak
di ujung selatan Provinsi Sulawesi Selatan ini
dikenal dengan perahu tradisional phinisi sebagai
brand nya sehingga disebut juga “Butta Panrita
Lopi” atau daerah bermukimnya orang yang ahli
dalam membuat perahu.
Kabupaten Bulukumba adalah salah satu
kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan yang
terletak pada posisi jalur kepariwisataan dan jalur
perdagangan antar pulau yang terletak pada

LAPORAN AKHIR III - 2


bagian selatan Jasirah Sulawesi.Secara historis,
Kabupaten Bulukumba sejak dahulu dikenalsebagai
daerah pusat kegiatan penyebaran agama Islam,
ekonomi, pendidikan, dan pertanian.
Secara geografis Kabupaten Bulukumba terletak
pada bagian Sulawesi Selatan dengan posisi yang
sangat strategis terletak antara 05°20’ – 05°40’
Lintang Selatan dan 119°58’ – 120°28’ Bujur
Timur, diapit oleh laut Flores dan Teluk Bone.
Secara administratif, Kabupaten Bulukumba
memiliki batas wilayah yang terdiri dari:
 Sebelah Utara : Kabupaten Sinjai
 Sebelah Timur : Teluk Bone
 Sebelah Selatan : Laut Flores
 Sebelah Barat : Kabupaten Bantaeng
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar
3.1 Peta Administratif. Luas wilayah Kabupaten
Bulukumba 1.154,7 km2 atau 2,5 persen dari luas
wilayah Sulawesi Selatan yang meliputi 10
(sepuluh) kecamatan dan terbagi ke dalam 27
kelurahan dan 99 desa. Desa Gantarang merupakan
desa yang paling luas wilayah admistrasinya di
Kabupaten Bulukumba yakni seluas 173,5 km 2,
sedangkan Desa yang memiliki luas wilayah
terkecil adalah Desa Ujung Bulu yaitu seluas 14,4
km2. Luas daerah dan Pembagian daerah
administrasi di Kabupaten Bulukumba dan
persentase luas daerah terhadap luas kecamatan
dapat dilihat pada tabel berikut ini:

LAPORAN AKHIR III - 3


Tabel 3.1
Luas Wilayah menurut Kecamatan di Kabupaten Bulukumba
No Kecamatan Luas (KM2) %

1 Gantarang 173,5 15,03


2 Ujung Bulu 14,4 1,25
3 Ujung Loe 144,3 12,50
4 Bontobahari 108,6 9,41
5 Bontotiro 78,3 6,78
6 Herlang 68,8 5,96
7 Kajang 129,1 11,18
8 Bulukumpa 171,3 14,84
9 Rilau Ale 117,5 10,18
10 Kindang 148,8 12,88
Jumlah 1.154,7 100
Sumber: Kabupaten Bulukumba Dalam Angka Tahun 2016

Dilihat pada tabel diatas dapat diinterpretasikan bahwa pada


Kabupaten Bulukumbu dengan 10 Kecamatan memiliki luasan
yang berbeda sebagai mana tertera pada tabel diatas. Dari
luasan ,wilayah tersebut dapat mempengaruhi perkembangan
suatu wilayah atau kota dalam hal ini mengenai kebutuhan
sarana dan prasarana, kebutuhan prioritas (perumahan dan
permukiman) dan kebutuhan lainnya. Pada kebutuhan
prioritas yakni perumahan dan permukiman akan selalu
bertambah jikalau diikutkan dengan pertumbuhan penduduk
yang meningkat pula (lihat tabel 3.2).

LAPORAN AKHIR III - 4


Gambar 3.1 Peta Administrasi Kab. Bulukumba

LAPORAN AKHIR III - 5


b. Topografi
Keadaan topografi di Kabupaten Bulukumba sangat
bervariasi dari 0 meter hingga diatas 1000 meter
dari permukaan laut yang dapat dibagi kedalam 3
(tiga) satuan ruang morfologi, antara kain:
 Morfologi dataran rendah Daerah dataran
rendah dengan ketinggian antara 0 s/d 25
meter di atas permukaan laut meliputi tujuh
kecamatan pesisir, yaitu: Kecamatan
Gantarang, Kecamatan Ujungbulu, Kecamatan
Ujung Loe, Kecamatan Bontobahari,
Kecamatan Bontotiro, Kecamatan Kajang, dan
Kecamatan Herlang.
 Morfologi bergelombang Daerah bergelombang
dengan ketinggian antara 25 s/d 100 meter
dari permukaan laut, meliputi bagian dari
Kecamatan Gantarang, Kecamatan Kindang,
Kecamatan Bontobahari, Kecamatan Bontotiro,
Kecamatan Kajang, Kecamatan Herlang,
Kecamatan Bulukumpa dan Kecamatan Rilau
Ale.
 Morfologi perbukitan Daerah perbukitan di
Kabupaten Bulukumba terbentang mulai dari
Barat ke utara dengan ketinggian 100 s/d di
atas 500 meter dari permukaan laut meliputi
bagian dari Kecamatan Kindang, Kecamatan
Bulukumpa, dan Kecamatan Rilau Ale.
Ditinjau dari kemiringan lereng mempunyai
kemiringan antara 0 -15% dan > 40%. Pada tingkat

LAPORAN AKHIR III - 6


kemiringan > 40% Sangat potensial pengembangan
lahan non urban, yaitu dapat difungsikan sebagai
kawasan lindung. Sedangkan untuk daerah
konservasi lahan di daerah ini terdapat beberapa
lokasi kawasan hutan yang tersebar di 6 (enam)
kecamatan dengan luas keseluruhan 8.453,25 Ha,
tetapi di kecamatan tersebut masih terdapat
beberapa lahan kritis yang sebagian besar terdapat
di dua kecamatan yaitu Kecamatan Bontobahari
dan Kecamatan Kindang.
c. Ketinggian
Wilayah Kabupaten Bulukumba lebih didominasi
dengan keadaan topografi dataran rendah sampai
bergelombang.Secara rinci terdiri atas daerah
pesisir dan dataran tinggi (pegunungan), dengan
bentuk permukaan yang beragam (datar,
bergelombang, berbukit hingga pegunungan). Luas
dataran rendah sampai bergelombang dan dataran
tinggi hampir berimbang, yaitu jika dataran
rendah sampai bergelombang mencapai sekitar
50,28% maka dataran tinggi mencapai 49,72%.
Secara umum ketinggian tempat dari permukaan
laut (dpl) di Kabupaten Bulukumba dibedakan
kedalam 0-25 meter, 25-100 m, 100-500 m, 100-
1.000 m dan 1.000 m keatas dengan uraian sebagai
berikut :
 Ketinggian 0 – 25 mdpl; relatif datar dan
terdapat disepanjang pantai Kecamatan
Gantarang, Ujung Bulu, Ujung Loe dan Bonto
Bahari.

LAPORAN AKHIR III - 7


 Segmentasi ketinggian 0-25 m dpl berada
disepanjang pesisir pantai yang berbatasan
dengan Teluk Bone, membentang dari Utara ke
Selatan serta disepanjang pesisir pantai yang
berbatasan dengan Laut Flores membentang
arah Timur Barat
 Ketinggian 25 – 100 mdpl; datar sampai
bergelombang berada di sebagian Kecamatan
Gantarang.
 Ketinggian 100 – 500 mdpl; bergelombang
sampai berbukit, dijumpai di wilayah
Kecamatan Rilau Ale, sebagian Kecamatan
Bulukumpa dan Gantarang.
 Ketinggian 500 – 1.000 mdpl; berbukit sampai
bergunung, dijumpai pada sebagian Kecamatan
Bonto Tiro, Kecamatan Bulukumpa dan
sebagian Kecamatan Kindang.
 Ketinggian diatas 1.000 mdpl: perbukitan dan
pegunungan yang banyak dijumpai di
Kecamatan Kindang dan Kecamatan Bulukumpa
yang berbatasan dengan kabupaten Sinjai
d. Klimatologi
Kabupaten Bulukumba mempunyai suhu rata-rata
berkisar antara 23,82 °C – 27,68 °C. Suhu pada
kisaran ini sangat cocok untuk pertanian tanaman
pangan dan tanaman perkebunan. Berdasarkan
analisis Smith – Ferguson (tipe iklim diukur
menurut bulan basah dan bulan kering) maka
klasifikasi iklim di Kabupaten Bulukumba termasuk

LAPORAN AKHIR III - 8


iklim lembab atau agak basah. Curah hujan di
Kabupaten Bulukumba sebagai berikut:
 Curah hujan antara 800 – 1000 mm/tahun,
meliputi Kecamatan Ujungbulu, sebagian
Gantarang, sebagian Ujung Loe, dan sebagian
besar Bontobahari.
 Curah hujan antara 1000 – 1500 mm/tahun,
meliputi sebagian Gantarang, sebagian Ujung
Loe, dan sebagian Bontotiro.
 Curah hujan antara 1500 – 2000 mm/tahun,
meliputi Kecamatan Gantarang, sebagian Rilau
Ale, sebagian Ujung Loe, sebagian Kindang,
sebagian Bulukumpa, sebagian Bontotiro,
sebagian Herlang, dan Kecamatan Kajang.
 Curah hujan di atas 2000 mm/tahun meliputi
Kecamatan Kindang, Kecamatan Rilau Ale,
Kecamatan Bulukumpa, dan Kecamatan
Herlang.
e. Geologi
Secara umum keadaan geologi atau jenis batuan
merupakan gambaran proses dan waktu
pembentukan bahan induk serta penampakan
morfologis tanah, seperti tebing, kaldeva gunung
berapi dan sebagainya. Persebaran jenis batuan di
kabupaten Bulukumba terbagi dalam 5 (Lima)
kelompok atau golongan yaitu:
 Batuan Vulkanik/Beku
 Batuan Endapan
 Batuan Mikan atau metamorf
 Batuan Allvial, dan

LAPORAN AKHIR III - 9


 Batuan Organik
Untuk jenis tanah di Kabupaten Bulukumba
didominasi jenis tanah latosol, regosol, dan
mediteran. Secara spesifik terdiri atas tanah
alluvial hidromorf coklat kelabu dengan bahan
induk endapan liat pasir terdapat dipesisir pantai
dan sebagian di daratan bagian utara. Sedangkan
tanah regosol dan mediteran terdapat pada
daerah-daerah bergelombang sampai berbukit di
wilayah bagian barat.
Di Kawasan Pantai umumnya terdapat hamparan
pasir laut yang cukup tebal, dengan struktur tanah
keras berada di kedalaman – 1,5 m sampai 2 m
dari permukaan lapisan pasir atau tanah. Jenis
tanah di Kabupaten Bulukumba terdiri atas
beberapa material-material hasil pelapukan
batuan yang berukuran lempung-kerikil dan
terumbu karang. Material sedimen yang berukuran
lempung-kerikil bersifat tidak terkonsolidasi,
sehingga mudah tererosi/terabrasi. Persebarannya
dapat dijumpai disekitar pesisir laut Kecamatan
Bonto Tiro, Kecamatan Kajang, Kecamatan Bonto
Tiro, dan Kecamatan Herlang. Sedangkan untuk
jenis tanah terumbu karang tersebar di sepanjang
pesisir dan laut di kecamatan Gantarang, Ujung
Bulu dan Ujung Loe.
f. Hidrologi
Sungai di kabupaten Bulukumba terdapat 32 (tiga
puluh dua) aliran yang terdiri dari sungai besar dan
sungai kecil. Sungai-sungai ini mencapai panjang
603,50 km dan yang terpanjang adalah sungai

LAPORAN AKHIR III - 10


Sangkala yakni 65,30 km, sedangkan yang
terpendek adalah sungai Biroro yakni 1,50 km.
Sungai-sungai ini mampu mengairi lahan sawah
seluas 23.365 hektar. Untuk sumber air bersih
diperoleh melalui pengeboran yang tingkat
kedalamannya mencapai > 40 meter. Selain itu,
sumber air bersiih juga diperoleh dari PDAM
setempat.
g. Penggunaan Lahan
Wilayah Kabupaten Bulukumba sebagian besar
didominasi oleh lahan pertanian, perkebunan,
kehutanan, dan perikanan. Untuk konservasi lahan
di daerah ini masih terdapat beberapa lokasi
kawasan hutan yang tersebar di 6 (enam)
kecamatan dengan luas keseluruhan 8.453,25
hektar. Akan tetapi di kecamatan tersebut masih
terdapat beberapa lahan kritis yang sebagian besar
terdapat di 2 (dua) kecamatan yaitu Bonto Bahari
dan Kindang.
3.1.2 Kondisi Demografi
Penduduk memiliki pengaruh yang sangat penting
dalam pertumbuhan dan perkembangan
pembangunan.Sehingga penduduk merupakan sumber
daya sebagai salah satu faktor penentu pembangunan,
berhasil tidaknya pembangunan tersebut tergantung
kualitas sumber daya manusia masing-masing
kabupaten. Jumlah penduduk Kabupaten Bulukumba
sebesar 394.756 jiwa yang terdiri dari 188.310 jiwa
berjenis kelamin laki-laki, sedangkan jumlah penduduk
yang jenis kelamin perempuan sebanyak 206.346 jiwa.

LAPORAN AKHIR III - 11


a. Jumlah dan Perkembangan Penduduk
Jumlah penduduk di Kabupaten Bulukumba adalah
394.756. Kecamatan Gantarang merupakan
kecamatan yang memiliki jumlah penduduk
teringgi yaitu 70.301 jiwa, diikuti Kecamatan
Bulukumpa dengan jumlah penduduk 56.354
jiwa.Sedangkan Kecamatan yang mempunyai
jumlah penduduk terendah adalah Kecamatan
Bontobahari dengan jumlah penduduk 23.774 jiwa.
Jumlah dan perkembangan penduduk di Kabupaten
Bulukumba merupakan salah satu aspek yang perlu
dipertimbangan karena hal tersebut dapat
mempengaruhi perkembangan suatu wilayah atau
kota. Oleh sebab itu perlu penannganan yang
continue agar semakin bertambah jumlah serta
perkembangan penduduk dapat di atasi secara
komperhensif dan kolektif. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada tabel di bawah ini yang
menjelaskan jumlah penduduk berdasarkan
kecamatan-kecamatan yang ada di Kabupaten
Bulukumba:
Tabel 3.2
Jumlah Penduduk Berdasarkan Kecamatan di Kabupaten
Bulukumba
No Kecamatan Luas Wilayah Jumlah %
(Km2) Penduduk
1 Gantarang 173,5 70.301 17,80
2 Ujung Bulu 14,4 43.161 10,93
3 Ujung Loe 144,3 37.722 9,55
4 Bontobahari 108,6 23.774 6,02

LAPORAN AKHIR III - 12


5 Bontotiro 78,3 25.580 6,47
6 Herlang 68,8 24.786 6,27
7 Kajang 129,1 46.405 11,75
8 Bulukumpa 171,3 56.354 14,27
9 Rilau Ale 117,5 35.657 9,03
10 Kindang 148,8 31.006 7,85
Sumber: Kabupaten Bulukumba Dalam Angka Tahun 2016
b. Kepadatan Penduduk
Kepadatan penduduk merupakan peningkatan
penduduk secara signifikan dari tahun ke tahun.
Peningkatan penduduk berdampak pada
pembangunan suatu wilayah karena akan
meningkat pula kebutuhan dari penduduk
tersebut.
Pada tahun 2011 jumlah penduduk yang terdapat
di Kabupaten Bulukumba adalah sebesar 394.756
jiwa, serta memiliki kepadatan penduduk 341,86
jiwa / Km². Secara keseluruhan Kabupaten
Bulukumba dapat dikatakan memilki kepadatan
yang relatif tinggi. Tetapi apabila dilihat spesifik
lagi, Kecamatan Ujung Bulu memiliki kepadatan
yang cukup tinggi dibandingkan dengan
kecamatan-kecamatan yang ada di Kabupaten
Bulukumba.
Kondisi ini memperlihatkan secara jelas dan nyata
bahwa telah terjadi kesenjangan wilayah yang
sangat kontras, tetapi hal ini dapat dimaklumi
dengan melihat status Kecamatan Ujung Bulu yang
merupakan Ibukota Kabupaten sekaligus menjadi
pusat kegiatan untuk Kabupaten Bulukumba. Untuk
lebih jelasnya mengenai distribusi dan kepadatan

LAPORAN AKHIR III - 13


penduduk di Kabupaten Bulukumba sebagaimana
pada tabel berikut:
Tabel 3.3
Kepadatan Penduduk di Kabupaten Bulukumba
No Kecamatan Luas Wilayah Jumlah Kepadatan
(KM2) penduduk
(0rang/KM2)
1 Gantarang 173,5 70.301 405,19
2 Ujung Bulu 14,4 43.161 2997,29
3 Ujung Loe 144,3 37.722 261,41
4 Bontobahari 108,6 23.774 218,91
5 Bontotiro 78,3 25.580 326,69
6 Herlang 68,8 24.786 360,26
7 Kajang 129,1 46.405 359,45
8 Bulukumpa 171,3 56.354 328,97
9 Rilau Ale 117,5 35.657 303,46
10 Kindang 148,8 31.006 208,37
Jumlah 1.154,7 394.756 341,86
Sumber: Kabupaten Bulukumba Dalam Angka Tahun 2016

3.2 GAMBARAN UMUM KABUPATEN


KEPULAUAN SELAYAR
3.2.1 Aspek Fisik Dasar
a. Geografis dan Administrasi
Kabupaten Kep. Selayar merupakan wilayah
Provinsi Sulawesi Selatan sebagai wilayah
kepulauan yang terletak di ujung Selatan Pulau
Sulawesi. Secara astronomis, wilayah Kabupaten
Kep. Selayar terletak antara 50 42’dan 70 35’ LS
dan 1200 15’ dan 1220 30’ BT. Kabupaten Kepulauan
Selayar memiliki jumlah pulau sebanyak 130,

LAPORAN AKHIR III - 14


sedangkan luas wilayah 10.503,69 km2 meliputi
luas daratan 1.357,03 km2 dan luas wilayah
perairan laut 9.146,66 km2.
Adapun batas-batas wilayah administrasi
Kabupaten Kep. Selayar adalah :
 Sebelah Utara berbatasan dengan Teluk Bone
dan Perairan Bulukumba.
 Sebelah Selatan berbatasan dengan Laut
Flores.
 Sebelah Timur berbatasan dengan Provinsi
Nusa Tenggara Timur dan Sulawesi Tenggara.
 Sebelah Barat berbatasan dengan Laut Flores
dan Selat Makassar.
Pulau-pulau yang berjumlah 130 tersebut
semuanya bernama dan hanya 34 pulau di
antaranya yang berpenghuni. Panjang garis
pantai keseluruhan adalah 6.440,89 km. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 3.4
Pulau Dan Garis Pantai di Kabupaten Kepulauan Selayar
No. Uraian Satuan Jumlah

1. Pulau Berpenghuni Buah 34


2. Pulau Tidak Berpenghuni Buah 96
3. Pulau Bernama Buah 130
4. Pulau Tidak Bernama Buah -
5. Panjang Garis Pantai Km 6,440.89
Sumber : Bappeda Kabupaten Kepulauan Selayar, Tahun 2016

Pemerintah Kabupaten Kepulauan Selayar sampai


pada Tahun 2010 wilayah administratifnya

LAPORAN AKHIR III - 15


mencakup 11 kecamatan, yakni Kecamatan
Pasimarannu, Pasimasunggu Timur, Pasilambena,
Pasimasunggu, Taka Bonerate, Bontosikuyu,
Bontoharu, Bontomanai, Benteng, Bontomatene
dan Buki dengan jumlah desa/kelurahan sebanyak
74(Lihat Gambar 3.2 Peta Administrasi
Kabupaten Kep. Selayar). Faktor transportasi
sangat menentukan pengembangan kawasan sebab
interaksi antara moda darat dan laut akan
meningkatkan tingkat aksesibilitasnya. Luas
wilayah dan jumlah desa di Kabupaten Kep.
Selayar dapat dilihat pada tabel 3.5 berikut ini:
Tabel 3.5
Luas Wilayah dan Jumlah Desa Di Kabupaten Selayar
No. Kecamatan Luas (Km2) Jumlah Desa/Kelurahan
Desa Kelurahan
1. Pasimarannu 176.35 6 -
2. Pasilambena 102.99 5 -
3. Pasimasunggu 114.50 6 -
4. Pasimasunggu Timur 47.93 4 -
5. Takabonerate 221.07 8 -
6. Bontosikuyu 199.11 11 -
7. Bontoharu 129.75 6 2
8. Bontomanai 115.56 8 -
9. Benteng 7.12 3
10. Bontomatene 159.92 9 2
11. Buki 82.73 5 -
Total (Kab. Kep. Selayar) 1 ,357.03 68 7
Sumber: BPS, Selayar Dalam Angka 2016

LAPORAN AKHIR III - 16


Gambar 3.2 Peta Administarsi Kabupaten Selayar

LAPORAN AKHIR III - 17


b. Topografi dan Kemiringan Lereng
Fisiografi Pulau Selayar terbagi dalam beberapa
morfologi bentuk lahan. Satuan-satuan morfologi
bentuk lahan Pulau Selayar dikelompokkan
menjadi tiga satuan morfologi, yaitu:
 Satuan morfologi daratan alluvial pantai.
 Satuan morfologi perbukitan bergelombang.
 Satuan morfologi perbukitan dengan lereng
terjal.
Satuan morfologi tersebut di atas dikontrol oleh
batuan dan struktur dan formasi geologi yang ada
di Pulau Selayar. Satuan morfologi daratan aluvial
pantai menempati daratan sempit di pantai Barat
Pulau Selayar terbentuk oleh endapan pasir,
pantai lempungan, kerikil yang bersifat lepas dan
lapisan tipis batu gamping koral. Sedangkan,
batuan morfologi perbukitan gelombang dan
satuan morfologi perbukitan dengan lereng terjal
umumnya menempati bagian Barat dengan
ketinggian 356-657 meter di atas permukaan laut
di antaranya puncak Gunung Bontoharu (435 m),
Gunung Bontokali (353 m), serta Gunung
Bontosikuyu (607 m). Satuan morfologi ini
ditempati oleh endapan hasil gunung api berupa
breksi, lafa, konglomerat, tufa dengan batuan
dengan selingan batuan sedimen laut.
Persentase kelas lereng Pulau Selayar umumnya
didominasi oleh lereng landai (2-15%), semakin ke
selatan semakin besar. Kecamatan Bontosikuyu
mempunyai kelas sangat terjal (>40%) mencapai
43,97% terhadap luas wilayah kecamatan,

LAPORAN AKHIR III - 18


sedangkan di Kecamatan Bontoharu lereng sangat
terjal mencapai 33,12%, akan tetapi di Kecamatan
Bontomatene lereng sangat terjal hanya mencapai
4,21% dari luas wilayah kecamatan.
c. Morfologi
Kawasan pulau-pulau Kabupaten Kepulauan
Selayar merupakan daerah pesisir dengan bentuk
morfologi daerah pantai yang landai dan sebagian
curam berbatu yang dikelilingi oleh gunung-gunung
serta barisan perbukitan dengan bentuk morfologi
daratan berupa aluvial pantai yang memanjang
dan perbukitan bergelombang serta berbukit dan
berbatu dengan lereng terjal. Umumnya, daerah
ini terbentuk oleh endapan pasir, lempung, kerikil
yang bersifat lepas dan lapisan tipis koral. Secara
garis besar, tipe-tipe kelandaian perairan Selayar
dikategorikan ke dalam 3 tipe:
 Tipe pantai I dengan sebaran sempit pada
daerah pantai dengan kelandaian datar yang
panjang dan di daerah luar memiliki
kelandaian yang agak curam;
 Tipe pantai II berbentuk reef plat dengan
kondisi dasar ditumbuhi terumbu karang dan
pengendapan sedimen. Sebaran jenis ini
terdapat di lokasi antara 40 – 200 m dari
pantai;
 Tipe pantai III memiliki kelandaian antara 2 –
10% dan merupakan daerah bersdimentasi
pasir halus hingga pasir kasar. Tipe pantai III
ini banyak menjadi daerah permukiman. Tipe
ini terdapat secara luas di pulau-pulau sebelah

LAPORAN AKHIR III - 19


timur dan di sebelah barat Pulau Selayar;
 Tipe pantai IV adalah pantai dengan jarak
kedalaman luar sungai sangat sempit dan
curam. Tipe ini mendominasi sebagian besar
pulau-pulau di Selayar.
d. Iklim dan Curah Hujan
Kondisi iklim wilayah Kabupaten Kepulauan
Selayar dan sekitarnya secara umum ditandai
dengan curah hujan dan pengaruh angin
musiman, sebab wilayahnya berbatasan
langsung dengan laut lepas. Pengkajian lebih
lanjut terhadap sifat-sifat iklim di Kabupaten
Kepulauan Selayar harus lebih rinci karena
sangat berkaitan dengan aktivitas
penduduknya sebagai nelayan.
Menurut catatan pada Stasiun Meteorologi
Benteng, rata-rata curah hujan per bulan 146,25
mm dan hari hujan per bulan 10 hari, sementara
pada stasiun meteorologi Bontomatene rata-rata
curah hujan per bulan 155,60 mm dan hari hujan
per bulan 7 hari. Perbedaan curah hujan di suatu
tempat dikarenakan oleh pengaruh iklim, keadaan
geografi, dan perputaran/pertemuan arus udara.
e. Hidrologi
Kondisi hidrologi Pulau Selayar sangat berkaitan
dengan tipe iklim dan kondisi geologi yang ada di
pulau ini. Kondisi hidrologi permukaan ditentukan
oleh sungai-sungai yang ada di Pulau Selayar. Pada
umumnya, debit air sungai-sungai tersebut relatif
kecil akibat sempitnya daerah aliran sungai
sebagai wadah tadah hujan (catchment area) dan

LAPORAN AKHIR III - 20


sistem sungainya. Sistem pengaliran langsung ke
laut dan kondisi batuan yang berkelurusan
(straight) rendah serta curah hujan yang tidak
mendukung sungai-sungai yang ada di Kabupaten
Kep. Selayar sehingga sulit diukur besaran debit
airnya.
Berdasarkan susunan stratigrafi dan struktur
geologi, maka pada wilayah bagian tengah (yang
merupakan sebaran endapan formasi Walanae)
merupakan suatu formasi lapisan batuan pembawa
air yang bersifat tertekan (aresian aquifes) dengan
debit air kecil dampai sedang (kurang dari 1-3
liter/detik). Air tanah bebas (watertable
groundwater) dijumpai pada endapan alluvial dan
endapan pantai, endapan formasi Walanae serta
pada lembah-lembah yang ditempat oleh endapan
batuan formasi Camba. Tingkat kedalaman air
tanah sangat bervariasi tergantung pada keadaan
alam dan jenis lapisan batuan. Pada endapan
alluvial dan endapan pantai tingkat kedalaman
muka air tanahnya berkisar antara 5 dan 6 meter
yang sangat dipengaruhi oleh intrusi air laut. Air
tanah bebas ini dapat dijumpai pada daerah yang
ditutupi oleh endapan batu gamping Selayar dari
formasi Walanae berupa aliran tanah terbatas
rekahan ataupun ruang akibat pelarutan yang
membentuk sungai bawah tanah. Sumber air yang
sangat terbatas, sehingga hampir keseluruhannya
telah termanfaatkan untuk memenuhi keperluan
penduduk. Indikasi adanya mata air tersebut
terdapat di beberapa wilayah antara lain

LAPORAN AKHIR III - 21


Batangmata Sapo, Lembang Lembang, Bonto dan
sebelah Timur Tile Tile, dengan besaran debit
airnya relatif kecil sampai sedang (1 – 4
liter/detik).
Sistem aliran hidrogeologi di Pulau Selayar
menunjukkan adanya pergerakan air, baik air
permukaan maupun air tanah menuju ke kawasan
perairan (laut). Akuifer pada umumnya terdapat
pada lapisan pasir, pasir kerikil, dan lapisan tipis
batu gamping terumbu yang berumur Holosen
dengan pergerakan airnya melalui ruang antarbutir
atau rongga-rongga. Pada daerah yang ditempati
satuan batu gamping, aliran air tanah terbatas
pada rekahan ataupun ruang akibat pelarutan
membentuk sungai-sungai bawah tanah. Ini dapat
dijumpai di sekitar wilayah Tajuiya, Tamasongoia
dengan debit air yang bervariasi. Terdapatnya air
tanah pada satuan batu gamping ini dijumpai pada
beberapa tempat pada batas kontak dengan satuan
batu gamping dan lempung pasiran dengan debit
yang relatif kecil.
Keterbatasan sumber air akibat cakupan luas DAS
yang relatif sempit, struktur batuan permukaan
dan catchment area sangat sempit menjadi tolak
ukur untuk menggali potensi air. Oleh karena itu,
arahan penggunaan lahan pada kawasan potensial
resapan air dilimitasi untuk kawasan budidaya dan
penggalian sumber air tanah khususnya kawasan
utara.
f. Jenis Tanah
Jenis tanah adalah turunan atau rincian dari

LAPORAN AKHIR III - 22


jenis tanah berdasarkan sifat-sifat lapisan
perinci atau horizon tanah. Macam tanah yang
terdapat di Pulau Selayar adalah sebagai
berikut:
 Tanah Litosol. Tanah ini terbentuk pada
batuan kapur pada ketinggian lebih dari 100
meter, bentuk wilayahnya berbukit sampai
bergunung dengan lereng-lereng sangat terjal
sampai vertikal. Penampang tanah sangat tipis
dan terdapat di sela-sela batu gamping
berwarna coklat tua, lempung berdebu,
gumpal semampai pejal, agak keras.
 Tanah Regosal Kelabu. Terdapat sepanjang
pantai Barat Pulau Selayar dari utara sampai
ke Kota Benteng pada ketinggian hingga 2
meter di atas permukaan laut. Bahan induknya
endapan pasir dari tufa dan batuan alkali.
Penampang tanah dalam, lapisan atas
berwarna coklat tua sampai coklat, pasir
granuler berbutir tunggal lepas lapisan bawah
kelabu muda, pasir, berbutir tunggal lepas.
 Kompleks Rensine dan Regosal. Tanah ini
terdapat pada batuan tua dan batu gamping
koral. Bentuk wilayah berbukit dengan lereng
landai sampai curam dan tidak teratur.
Rensine mempunyai lapisan tanah tepis
berwarna coklat tua kekelabuan sampai coklat
tua lempung berliat remah dan gemur. Tanah
sedalam lebih kurang 25 cm, terletak di atas
pada kapur lunak. Regosol berwarna coklat
sangat kekelabuan, berkerikil, gumpal,

LAPORAN AKHIR III - 23


gembur. Lapisan bawah coklat tua kekelabuan
sampai coklat pucat liat berdebu, pejal
gembur terdapat banyak batu besar dan kerikil
di permukaan dan di dalam penampang tanah.
 Mediteran coklat tua, terdapat memanjang
dari Utara-Selatan dari Bontomatene sampai
Barang-Barang, ketinggian antara 15 dan 50
meter di permukaan, bentuk wilayahnya
berombak sampai bergelombang. Bahan induk
serpih bercampur tufa. Penampang tanah
cukup dalam dengan lapisan atas berwarna
coklat, lempung berdebu sampai liat, gumpal
sampai kubus, keras sampai sangat keras.
Lapisan tanah bawah coklat tua kekuningan
sampai coklat kekuningan, lempung berdebu,
gumpal sampai pejal, sangat keras.
 Kompleks mediteran merah dan litosal,
terdapat di bagian Utara Pulau Selayar, bentuk
wilayahnya bergelombang dan miring ke arah
pantai. Bentuk induknya batu gamping
setempat terdapat batu koral. Tanah
mediteran berpenampang sedang, lapisan atas
debu, remah sampai agak gempur.
g. Karakteristik Sumberdaya Mineral
Potensi sumberdaya mineral dan bahan galian yang
ada di Kabupaten Kepulauan Selayar cukup
tersedia dan memiliki potensi untuk dimanfaatkan.
Adapun potensi tersebut dengan uraian penjelasan
berikut ini adalah:
 Fosfat, jenis sumberdaya mineral ini adalah
fosfat guano yang berasal dari breksi antara

LAPORAN AKHIR III - 24


batu gamping dan kotoran burung. Endapan ini
antara lain tersebar di bagian Barat dan Utara
Pulau Selayar, Pulau Jampea bagian Timur,
Pulau Bonerate bagian Tengah dan Pulau
Kakabia. Jumlah potensial cadangannya belum
teridentifikasi sehingga diperlukan penelitian
lebih lanjut.
 Pasir Besi, endapan pasir besi tersingkap di
sekitar pantai Pulau Jampea yang diduga
merupakan konstentrasi pengendapan mineral
besi yang terkandung dalam batuan gunung api
yang terdapat di bagian tengah pulau ini. Jenis
endapan ini berupa titano magnetik yang
diperlukan bagi industri besi dan baja.
 Batu Gamping, penyebarannya meliputi bagian
Utara Pulau Selayar, Pulau Pasi, Pulau Kalao
dan pulau-pulau lainnya.
 Tanah liat (lempung), endapan yang tersebar
di Pulau Selayar ini merupakan endapan
alluvial. Endapan ini dapat dikembangkan
sebagai bahan baku industri bangunan.
 Pasir dan kerikil, terdapat di beberapa aliran
sungai di Pulau Selayar dan Pulau Jampea.
 Rembesan minyak bumi, ditemukan di wilayah
Pariangan Kecamatan Bontosikuyu dengan
potensi dan cebakan minyak bumi masih
memerlukan penelitian lebih lanjut.
Potensi sumberdaya mineral tersebut di atas
sebagian telah dikelola dan dimanfaatkan untuk
kepentingan pembangunan. Sistem eksploitasi

LAPORAN AKHIR III - 25


sumberdaya mineral yang dikembangkan secara
tradisional perlu pengawasan untuk mencegah
terjadinya kerusakan lingkungan.
h. Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan di Kabupaten Kepulauan Selayar
adalah perkebunan Negara (31,65 %), penggunaan
lainnya (26,77 %) serta hutan Negara (14,91 %).
Ketiga jenis penggunaan ini menempati areal
72,34 % dari total lahan di Kabupaten Kepulauan
Selayar. Penggunaan lainnya adalah pekarangan,
tegalan, padang rumput, tambak yang menempati
areal 37,66 % dari total lahan.
Areal hutan terdiri atas hutan lindung, hutan
produksi dan hutan rakyat. Hutan lindung luas
tetap dalam periode 2003 – 2008, sedang hutan
produksi mengalami penurunan luas areal. Hutan
rakyat mengalami peningkatan yang pesat dalam
periode 2003 – 2008. Lahan persawahan juga
mengalami peningkatan, baik sawah beririgasi
maupun sawah tadah hujan. Demikian juga dengan
lahan perkebunan, mengalami peningkatan pesat,
sedangkan tegalan justru menurun drastis dalam
periode 2003 – 2008. Dalam periode tersebut,
tambak ikan dan padang rumput alami juga
mengalami penurunan, namun tidak sedrastis
tegalan. Untuk lebih jelasnya dapat lihat pada
tabel berikut ini:

LAPORAN AKHIR III - 26


Tabel 3.6
Jenis Penggunaan Lahan di Kabupaten Kepulauan Selayar (Ha)
JENIS DATA TAHUN
2003 2004 2005 2006 2007 2008

a. Wilayah Hutan 15,948.40 17,448.40 17,448.40 32,091.75 32,091.75 32,030.70


1). Hutan Lindung 6,538.40 6,538.40 6,538.40 6,538.00 6,538.00 6,538.00
2). Hutan Suaka Alam - - - - - -
dan Wisata
3). Hutan Produksi Tetap - - - - - -
4). Hutan Produksi 5,750.00 5,750.00 5,750.00 5,750.00 5,750.00 5,662.70
Terbatas
5). Hutan yang Dapat - 1,500.00 1,500.00 1,500.00 1,500.00 1,500.00
Dikonversi
6). Hutan Bakau - - 0.00 530.75 530.75 555.00
7). Hutan Rakyat 3,660.00 3,660.00 3,660.00 17,773.00 17,773.00 17,775.00
8). Hutan PPA - - - - - -
b. Lahan Persawahan 1,600.00 2,622.00 2,622.00 2,622.00 2,622.00 2,622.00
1). Sawah Beririgasi 246.00 375.00 375.00 545.00 545.00 545.00
2). Sawah Tadah Hujan 1,354.00 2,247.00 2,247.00 2,077.00 2,077.00 2,077.00
3). Pasang Surut - - - - - -
4). Sawah Lainnya - - - - - -
c. Lahan Non-Sawah 72,333.00 65,196.00 69,170.47 49,933.43 51,555.78 56,150.28

LAPORAN AKHIR III - 27


1). Rawa-rawa - - - - - -
2). Ladang / Tegalan 31,863.00 27,544.00 26,615.00 8,439.10 6,662.28 6,662.28
3). Perkebunan 18,745.00 16,321.00 28,867.41 24,888.53 30,373.25 30,373.25
4). Permukiman 553.00 901.00 901.00 901.00 901.00 901.00
5). Usaha Lain - - - - - -
6). Belum / Tidak 6,689.00 11,860.00 4,217.06 7,134.80 5,049.25 5,049.25
Diusahakan
7). Lahan Industri - - - - - -
8). Lahan Pertambangan - - - - - -
9). Danau / Telaga - - - - - -
(alam)
10). Waduk - - - - - -
11). Kolam air tawar - - - - - -
12). Tambak ikan 1,119.00 835.00 835.00 835.00 835.00 928.25
13). Tambak garam - - - - - -
14). Padang rumput alami 13,364.00 7,735.00 7,735.00 7,735.00 7,735.00 7,187.00
15). Tanah tandus / - - - - - -
Tanah rusak (tidak
diusahakan)
16). Tanah telantar (tdk - - - 5,049.25
diusahakan)
Total 89,881.40 85,266.40 89,240.87 84,647.18 86,269.53 90,802.98
Sumber : Bappeda Kabupaten Kepulauan Selayar

LAPORAN AKHIR III - 28


3.2.2 Demografi
Untuk mengetahui keadaan sosial ekonomi Kabupaten
Kepulauan Kepulauan Selayar di antaranya dapat
dilihat dari penyebaran jumlah penduduk dan kondisi
masyarakatnya. Diketahui bahwa sebelum Tahun 2001
Kabupaten Kep. Selayar mempunyai 7 kecamatan,
namun mengalami pemekaran menjadi 9 kecamatan
pada Tahun 2001 dan sekarang menjadi 11 kecamatan.
Jumlah penduduk Kabupaten Kep. Selayar pada Tahun
2001 berjumlah 103.892 jiwa yang tersebar pada 9
kecamatan dengan jumlah penduduk terbesar di
Kecamatan Bontomatene 16.747 Jiwa.
Penduduk Kabupaten Kepulauan Selayar pada Tahun
2008 berjumlah 119.811 jiwa dengan penyebaran
penduduk terbesar berada di Kecamatan Benteng yaitu
sebanyak 18.540 orang dengan kepadatan penduduk
2.604 jiwa per km2. Jumlah rumah tangga di
Kabupaten Kepulauan Selayar sebesar 33.363 rumah
tangga dengan rata-rata anggota rumah tangga
sebanyak 4 jiwa. Secara keseluruhan, pada Tahun 2008
jumlah penduduk perempuan sebesar 63.055 jiwa dan
penduduk laki-laki sebanyak 56.756 jiwa. Adapun rasio
jenis kelamin penduduk Kabupaten Kepulauan Selayar
sebesar 90,01. Hal ini mencerminkan jumlah penduduk
perempuan lebih banyak daripada penduduk laki-laki.
Pada Tabel 3.34 dan Tabel 3.5 disajikan jumlah
penduduk, dan penyebaranya menurut kecamatan dan
desa/kelurahan.

LAPORAN AKHIR III - 29


Tabel 3.7
Luas Desa, Banyaknya Rumah Tangga, Kepadatan Penduduk Per
Km² dan Anggota Rumah Tangga Per Desa di Kabupaten
Kepulauan Selayar

No Kecamatan/ Luas Rumah Pendudu Kepadatan Anggota


Desa/Kelurahan Desa Tangg k (Jiwa) Penduduk Rumah
(Km²) a (Jiwa/Per Tangga
Km²)
I PASIMARANNU 176.35 2,429 8,821 50 4
1 Komba-komba 40.73 208 661 16 3
2 Lambego 70.06 170 679 10 4
3 Bonerate 16.32 661 2,553 156 4
4 Majapahit 10.38 579 2,021 195 3
5 Batu Bingkung 27.86 301 1,089 39 4
6 Bonea 11.00 510 1,818 165 4
II PASI LAMBENA 102.99 1,630 7,411 72 5
1 Pulo Madu 24.00 319 1,747 73 5
2 Garaupa 29.96 346 1,094 37 3
3 Kalaotoa 9.81 290 1,210 123 4
4 Lembang Matene 25.10 261 1,158 46 4
5 Karumpa 14.12 414 2,202 156 5
III PASIMASUNGGU 114.50 1,969 6,907 60 4
1 Tanamalala 21.83 217 812 37 4
2 Kembang Ragi 15.50 595 2,122 137 4
3 Labuang Pamajang 23.79 269 892 37 3
4 Ma'minasa 30.50 412 1,461 48 4
5 Bontosaile 11.34 191 821 72 4
6 Massungke 11.54 285 799 69 3
IV PASIMASUNGGU 47.93 1,757 6,498 136 4
TIMUR
1 Lembang Baji 5.74 253 896 156 4
2 Bontomalling 11.40 337 1,226 108 4
3 Bontobulaeng 12.70 518 2,484 196 5
4 Bontobaru 18.09 649 1,892 105 3
V TAKA BONERATE 221.07 2,954 11,794 53 4
1 Tambuna 10.95 372 1,716 157 5
2 Kayuadi 146.57 683 2,464 17 4
3 Batang 16.93 560 1,785 105 3

LAPORAN AKHIR III - 30


4 Nyiur Indah 12.09 323 1,278 106 4
5 Jinato 8.48 202 963 114 5
6 Rajuni 13.88 370 1,627 117 4
7 Latondu 5.67 187 857 151 5
8 Tarupa 6.50 257 1,104 170 4
VI BONTOSIKUYU 199.11 4,323 14,278 72 3
1 Polassi 3.24 363 1,266 391 3
2 Tambolongan 9.73 300 1,073 110 4
3 Appatanah 11.75 238 928 79 4
4 Lowa 24.55 380 1,343 55 4
5 Lantimbongan 15.45 361 1,194 77 3
6 Binanga Sombaiya 29.82 417 1,263 42 3
7 Laiyolo 17.00 345 1,299 76 4
8 Laiyolo Baru 19.25 251 1,089 57 4
9 Harapan 32.07 856 2,514 78 3
10 Patikarya 17.25 440 1,264 73 3
11 Patilereng 19.00 372 1,045 55 3
VII BONTOHARU 129.75 3,094 11,693 90 4
1 Bontoborusu 10.00 383 1,482 148 4
2 Bontolebang 3.31 222 776 234 3
3 Bontosunggu 12.88 442 1,699 132 4
4 Bontobangun 51.91 840 3,070 59 4
5 Putabangun 28.81 436 1,532 53 4
6 Bontotangnga 12.80 348 1,280 100 4
7 Kahu-Kahu 10.04 423 1,854 185 4
8 Kalepadang * * * * *
VIII BENTENG 7.12 5,999 18,540 2,604 3
1 Benteng Selatan 2.00 1,991 5,721 2,861 3
2 Benteng 1.94 2,929 8,597 4,431 3
3 Benteng Utara 3.18 1,079 4,222 1,328 4
IX BONTOMANAI 115.56 3,527 13,425 116 4
1 Parak 13.15 593 2,274 173 4
2 Jambuiya 12.06 431 1,647 137 4
3 Bontomarannu 26.81 630 2,382 89 4
4 Bonea Timur 13.00 393 1,799 138 5
5 Mare-Mare 11.00 265 822 75 3
6 Barugaiya 10.18 373 1,376 135 4
7 Polebungin 13.43 448 1,332 99 3
8 Bonea Makmur 15.93 394 1,793 113 5
X BUKI 82.73 1,776 6,723 81 4
1 Kohala 7.75 256 872 113 3

LAPORAN AKHIR III - 31


2 Bontolempangan 31.25 513 2,030 65 4
3 Balang Butung 28.83 431 1,692 59 4
4 Lalang Bata 7.65 293 1,109 145 4
5 Buki 7.25 283 1,020 141 4
XI BONTOMATENE 159.92 3,905 13,721 86 4
1 Maharayya 11.50 220 686 60 3
2 Onto 6.25 283 963 154 3
3 Batangmata Sapo 9.26 290 968 105 3
4 Batangmata 11.57 602 2,093 181 3
5 Barat Lambongan 10.75 207 893 83 4
6 Bontonasaluk 20.35 433 1,544 76 4
7 Kayubauk 9.85 354 1,075 109 3
8 Tanete 9.10 660 2,218 244 3
9 Pamatata 10.05 249 746 74 3
10 Bongaiya 58.30 432 1,917 33 4
11 Menara Indah 2.94 175 618 210 4
KAB. KEP. SELAYAR 1,357.0 33,36 119,811 88 4
3 3
Sumber : BPS, Kabupaten Kepulauan Selayar Dalam Angka 2015
* Data masih mengikut ke Desa induk

Tabel 3.8
Penduduk Kabupaten Kepulauan Selayar Menurut Kecamatan,
Jenis Kelamin Dan Sex Ratio
No Kecamatan Penduduk Sex Ratio
Laki-Laki Perempuan Jumlah
1 Pasimarannu 4 078 4 743 8 821 85,98
2 Pasilambena 3 651 3 760 7 411 97,10
3 Pasimasunggu 3 253 3 654 6 907 89,02
4 Taka Bonerate 5 651 6 143 11 794 91,99
5 Pasimasunggu Timur 3 037 3 461 6 498 87,75
6 Bontosikuyu 6 841 7 437 14 278 91,99
7 Pontoharu 5 628 6 065 11 693 92,79
8 Benteng 8 654 9 886 18 540 87,54
9 Bontomanai 6 491 6 934 13 425 93,61

LAPORAN AKHIR III - 32


10 Bontomatene 6 340 7 381 13 721 85,90
11 Buki 3 132 3 591 6 723 87,22
Kepulauan Selayar 200 56 756 63 055 119 90,01
8 811
2007 55 832 62 028 117 90,01
860
2006 55 188 61 325 116 89,99
513
2005 55 019 59 579 114 92,35
598
2004 52 847 58 885 111 89,75
732
Sumber : BPS, Kabupaten Kepulauan Selayar Dalam Angka 2015

Pada kelompok penduduk usia kerja terdapat


penduduk yang bekerja dan penduduk yang
menganggur. Berdasarkan hasil Survei Angkatan Kerja
Nasional (SAKERNAS) 2008, jumlah angkatan kerja di
Kabupaten Kepulauan Selayar sebesar 62.803 orang
dengan jumlah penduduk bekerja sebanyak 46.103
orang dan pengangguran sebanyak 5.980 orang.
Adapun penduduk yang tergolong bukan angkatan
kerja berjumlah 33.978 orang dengan rincian 6.987
orang bersekolah, 22.310 orang mengurus rumah
tangga dan lainnya 4.681 orang.
Kabupaten Kepulauan Selayar bersifat agraris dimana
sebagian besar penduduk bekerja di bidang pertanian
yaitu sebesar 29.466 orang. Berdasarkan jumlah jam
kerja selama seminggu terakhir, jumlah penduduk
Kabupaten Kepulauan Selayar yang bekerja selama 35

LAPORAN AKHIR III - 33


jam atau lebih sebesar 25.441 orang. Sedangkan,
penduduk yang bekerja kurang dari 35 jam dengan
kata lain setengah menganggur sebesar 20.662 orang.
Dari segi tingkat pendididikan, 65,75 % penduduk
Kabupaten Kepulauan Selayar berpendidikan SD ke
bawah, 26,78 % berpendidikan SMP dan SMA/SMK, 2,84
% berpendidikan diploma (DI/DII/DIII), 4,62 %
berpendidikan sarjana atau setara sarjana ke atas.
Kondisi ini menunjukkan bahwa lapisan terbesar
penduduk Kabupaten Kepulauan Selayar berpendidikan
SD ke bawah.
Berdasarkan hasil pendataan kantor BKKBN Kabupaten
Kepulauan Selayar Tahun 2000 tercatat 29.972 KK, di
antaranya terdapat 7.583 KK (24,87%) keluarga miskin.
Data menunjukkan bahwa angka kemiskinan tertinggi
terletak pada wilayah kecamatan kepulauan secara
berturut-turut:
a. Kecamatan Pasimaranu 49,80%
b. Kecamatan Pasilambena 37,42%
c. Kecamatan Pasimasunggu 29,14%
d. Kecamatan Taka Bonerate 23,15%
Pada Tahun 2008, terjadi pergeseran dimana
persentase penduduk miskin (Keluarga Prasejahtera
dan Sejahtera I) yang tinggi juga terdapat di daratan
P. Selayar seperti yang dikemukakan berikut ini:
a. Kecamatan Pasimarannu 50.58 %
b. Kecamatan Taka Bonerate 53.09 %
c. Kecamatan Bontomanai 55.16 %
d. Kecamatan Buki 59.99 %.
Namun, jika diukur dari rata-rata pengeluaran per
bulan masih terdapat 95,91% penduduk dengan

LAPORAN AKHIR III - 34


pengeluaran per kapita kurang dari Rp 200.000,
sehingga dapat dinyatakan sebagian besar penduduk
Kabupaten Kepulauan Selayar tergolong miskin.

3.3 GAMBARAN UMUM KABUPATEN


BANTAENG
3.3.1 Aspek Fisik Dasar
a. Letak Geografis
Kabupaten Bantaeng terletak dibagian selatan
Provinsi Sulawesi Selatan dengan jarak kira-kira
120 km dari Kota Makassar ibu kota Provinsi
Sulawesi Selatan. Secara geografis Kabupaten
Bantaeng terletak pada 05º21’15” LS sampai
05º34’3” LS dan 119º51’07” BT sampai
120º51’07”BT. Membentang antara Laut Flores dan
Gunung Lompo Battang, dengan ketinggian dari
permukaan laut 0 sampai ketinggian lebih dari 100
m dengan panjang pantai 21,5 km.
Kabupaten Bantaeng mempunyai batas-batas
sebagai berikut :
 Sebelah Utara berbatasan dengan Pegunungan
Lompo Battang Kabupaten Gowa dan
Kabupaten Sinjai.
 Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten
Bulukumba
 Sebelah Selatan berbatasan dengan Laut Flores
 Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten
Jeneponto
Secara umum luas wilayah Kabupaten Bantaeng
adalah 395,83 km2. Secara administrasi,

LAPORAN AKHIR III - 35


Kabupaten Bantaeng terdiri dari 8 kecamatan
dengan 67 kelurahan/desa. Secara geografis,
Kabupaten Bantaeng terdiri dari 3 kecamatan tepi
pantai, dan 5 kecamatan bukan pantai. Dengan
perincian 17 desa/kelurahan pantai dan 50
desa/kelurahan bukan pantai, kecamatan dan
luasanny di Kabupaten Bantaeng dapat dilihat
pada tabel berikut:
Tabel 3.9
Luas Daerah Menurut Kecamatan di Kabupaten Bantaeng
Kecamatan Luas (km2) Persentase Terhadap
Luas Kabupaten
Bissappu 32.84 8,30 %
Bantaeng 28.85 7,29 %
Tompobulu 76.99 19,45 %
Ulu Ere 67.29 17,00 %
Pa’Jukukang 48.90 12,35 %
Ere Merasa 45.01 11,37 %
Sinoa 43.00 10,86 %
Gantarang Keke 52.95 13,38 %
Total 395.83 100 %
Sumber : BPS Kab. Bantaeng Tahun 2015
Dari tabel diatas dapat dijelaskan bahwa Kecamatan
yang ada di Kabupaten Bantaeng memiliki luas yang
berbeda dengan terluas dari 8 Kecamatan yaitu
Kecamatan Tompobulu seluas 76.99 Km2 dengan
persentase terhadap luas Kabupaten sebesar 19,45%
sedangkan Kecamatan dengan luas terkecil adalah
Kecamatan Bantaeng yaitu 28.85 Km2 yang
persentase terhadap Kabupatennya sebesar 7,29%.

LAPORAN AKHIR III - 36


Secara administrasi dari 8 Kecamatan yang ada di
Kabupaten Bantaeng dapat dilihat pada gambar
berikut terkait peta Administrasi Kabupaten
Bantaeng:

LAPORAN AKHIR III - 37


Gambar 3.3 Peta Administrasi Kabupaten Bantaeng

LAPORAN AKHIR III - 38


b. Topografi
Berdasarkan kemiringan lereng 2 - 15% merupakan
kelerengan terluas yaitu 16.877 ha (42,64%).
Sedangkan wilayah dengan lereng 0 - 2% hanya
seluas 5.932 ha atau 14,99% dari luas wilayah
kabupaten dengan wilayah kelerengan lebih dari
40% yang tidak dimanfaatkan seluas 6.222 ha atau
21,69% dari luas wilayah kawasan
Tabel 3.10
Letak Kabupaten Bantaeng Menurut Kemiringan
Kemiringan Letak
0 - 2% Sepanjang pantai di Kec. Bissapu, Kec. Bantaeng
dan Kec. Pa’jukukang
2 - 15% Kec. Bissapu, Kec. Bantaeng, dan Kec. Gantarang
Keke
15 - 40% Kec. Sinoa, Kec. Bantaeng, Kec. Eremerasa dan
Kec. Tompobulu
> 40% Kec. Ulu Ere, Kec. Eremerasa dan Kec. Tompobulu
Sumber : Bappeda Kab. Bantaeng
Tabel 3.11
Letak Kabupaten Bantaeng Menurut Ketinggian
Ketinggian Letak

0 - 10 Meter Terletak pada bagian selatan sepanjang pesisir


pantai dan memanjang dari timur ke barat
10 - 25 Meter Di atas permukaan laut terletak di Kecamatan
Bissappu, Kecamatan Bantaeng dan Kecamatan
Pa’jukukang
25 - 100 Meter Di atas permukaan laut terletak di Kecamatan
Bissapu, Kecamatan Bantaeng, Kecamatan
Tompobulu, Kecamatan Pa’jukukang dan
Gantarang Keke.

LAPORAN AKHIR III - 39


100 - 200 Meter Terletak di Kecamatan Bissappu, Kecamatan
Bantaeng, Kecamatan Tompobulu dan
Pa’jukukang
500 - 1000 Di atas permukaan laut terletak di Kecamatan
Meter Bissappu, Kecamatan Uluere, Kecamatan
Bantaeng Eremerasa, Kecamatan Tompobulu
dan Kecamatan Sinoa
1000 Meter ke Diatas permukaan laut terletak di Kecamatan
atas Uluere, Kecamatan Bantaeng, Kecamatan
Eremerasa dan Kecamatan Tompobulu
Sumber : Data Bappeda Kab. Bantaeng

c. Kondisi Geologi dan Tanah


Karakteristik batuan dan tanah di Kabupaten
Bantaeng di kelompok dalam 6 satuan batuan
dengan urutan pembentukan dari tua ke muda,
yaitu:
 Satuan Tufa
 Satuan Breksi Lahar
 Satuan Lava Basal
 Satuan Agglomerat
 Satuan Intrusi Andesit
 Endapan Alluvial
Tabel 3.12
Persebaran Jenis Batuan Kab. Bantaeng
Jenis Batuan Lokasi
Alluvial Kec. Bissappu, Kec. Bantaeng dan Kec. Pa’jukukang
Breksi Laharik Kec. Bissappu, Kec. Bantaeng, Kec. Eremerasa, Kec.
Tompobulu, Kec. Pa’jukukang Dan Kec. Gantarang
Keke
Kelompok Basal Kec. Bissappu, Kec. Bantaeng, Kec. Sinoa, Kec.
Eremerasa, dan Kec. Tompobulu
Piroklastik Kec. Sinoa dan Kec. Tompobulu
Sumber : Bappeda Kab. Bantaeng

LAPORAN AKHIR III - 40


Tabel 3.13
Persebaran Jenis Tanah Kab. Bantaeng
Jenis Tanah Lokasi
Andosol Coklat Kec. Ulu Ere, Kec. Tompobulu
Latosol Colat-Kuning Kec. Sinoa, Kec. Bantaeng, Kec. Eremerasa
dan Kec. Tompobulu
Mediteran Kec. Bissappu, Kec. Bantaeng, Kec. Sinoa,
Kec. Eremerasa, Kec. Tompobulu, Kec.
Pa’jukukang Dan Kec. Gantarang Keke
Regosol Coklat- Kec. Bissappu, Kec. Bantaeng, dan Kec.
Kelabu Pa’jukukang
Sumber : Bappeda Kab. Bantaeng
d. Hidrologi
Di Kabupaten Bantaeng terdapat beberapa aliran
sungai besar dan kecil yang berfungsi sebagai
pengendali banjir dan berfungsi sebagai drainase.
Dari beberapa sungai yang ada, 3 (tiga)
diantaranya mengalir melintasi kota Bantaeng
yaitu:
 Sungai Biangloe mempunyai sumber mata air
dari gunung Lompobattang mengalir menyusuri
Desa Kampala dan Desa Barua yang bermuara
ke laut Flores. Debit air sungai Biangloe pada
kondisi musim kemarau berkisar antara 2,5 - 4
m3 per detik dan pada saat kondisi normal
biasanya mencapai 15 - 20 m3 per detik. Sungai
Biangloe telah dimanfaatkan sebagai irigasi
dan sumber air baku dengan debit sebesar 20
l/dtk.
 Sungai Calendu mempunyai mata air dari
gunung Lompobattang mengalir melewati

LAPORAN AKHIR III - 41


pusat kota dan bermuara di laut Flores.
Kapasitas debit air pada kondisi normal
berkisar antara 1 - 3 m3 per detik dan pada
saat musim hujan mencapai 7 - 10 m3 per
detik. Pada saat ini sungai Celenduk
dimanfaatkan sebagai irigasi desa.
 Sungai Garegea yang mempunyai mata air dari
gunung Lompobattang mengalir melewati
pusat dan bermuara di laut Flores. Kapasitas
debit air pada kondisi normal berkisar antara 1
- 2 m3 per detik dan pada saat musim hujan
bisa mencapai 4 - 6 m3 per detik. Pada saat
ini, sungai sungai Garegea belum
dimanfaatkan. Hal ini dapat dilihat pada tabel
3.14
Tabel 3.14
Sebaran Sungai di Kabupaten Bantaeng
Kecamatan Sungai yang ada
1. Eremerasa 1. Sungai Kariu 2. Sungai Tindang Keke
3. Sungai Banca 4. Sungai Calendu
5. Sungai Biangloe
2. Bantaeng 1. Sungai Kassi.kassi 2. Sungai Kayu Loe
3. Sungai Kariu 4. Sungai Calendu
5. Sungai Bialo 6. Sungai Bolang Sikuyu
3. Pa’jukukang 1. Sungai Bungung Rua 2. Sungai Kalmassan
3. Sungai Tunrung Asu 4. Sungai Biangloe
5. Sungai Biangkeke 6. Sungai Pamosa
4. Ulu Ere -
5. Tompobulu -

LAPORAN AKHIR III - 42


6. Bissapu 1. Sungai Tino 2. Sungai Cabodo
3. Sungai Batu Rinring 4. Sungai Lemoa
7. Gantarang Keke 1. Sungai Bungung Rua 2. Sungai Kalammassang
3. Sungai Bajiminasa 4. Sungai Tunrung Asu
5. Sungai Kaloling 6. Sungai Pamosa
8. Sinoa -
Sumber : Data Bappeda Kab. Bantaeng

3.3.2 Bencana Alam


Potensi bencana alam yang sering terjadi di Kabupaten
Bantaeng adalah rawan terjadinya bencana banjir.
Lokasi potensi kawasan-kawasan rawan terjadinya
banjir berdasarkan indentifikasi sebaran kawasan
rawan bencana banjir berdasarkan tingkat resiko
banjir., yang dilakukan melalui analisis kondisi fisik
dasar, yaitu analisis kerawanan banjir setiap daerah
aliran sungai (DAS) berdasarkan beberapa aspek-aspek.
Kondisi fisik kabupaten untuk daerah rawan bencana
banjir berdasarkan aspek topografi berupa kemiringan
lereng dan ketinggian lahan Kabupaten Bantaeng.
Kemiringan lereng 0 - 2% terletak pada sepanjang
pantai di Kecamatan Bissappu, Kecamatan Bantaeng
dan Kecamatan Pa’jukukang. Aspek daerah aliran air
sungai di Kabupaten Bantaeng terdapat beberapa
aliran sungai besar dan kecil yang berfungsi sebagai
pengendali banjir dan berfungsi sebagai drainase. Dari
beberapa sungai yang ada, 3 diantaranya mengalir
melintasi kota Bantaeng yaitu Sungai Biangloe
mempunyai sumber mata air dari gunung
Lompobattang mengalir menyusuri desa Kampala dan
desa Barua yang bermuara ke laut Flores. Sungai

LAPORAN AKHIR III - 43


Calendu mempunyai mata air dari gunung
Lompobattang mengalir melewati pusat kota dan
bermuara di laut Flores. Sungai Garegea yang
mempunyai mata air dari gunung Lompobattang
mengalir melewati pusat kota dan bermuara di laut
Flores.
Berdasarkan Kemiringan lereng 0 - 2% terletak pada
sepanjang pantai di Kecamatan Bissappu, Kecamatan
Bantaeng dan Kecamatan Pa’jukukang. Hal ini
merupakan penyebab terjadinya bencana banjir yang
setiap tahun terjadi di Kabupaten Bantaeng.
Kerusakan hutan yang terjadi di Kecamatan Sinoa
didominasi oleh pengaruh dari human interes dengan
implementasinya berupa human activities merupakan
salah satu faktor penyebab hampir setiap tahun
terjadi banjir di Kabupaten Bantaeng. Kedua
kecamatan yang sering dilanda bencana banjir di
Kabupaten bantaeng yakni Kecamatan Bantaeng dan
Bissappu.

3.4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN


JENEPONTO
3.4.1 Aspek Fisik Dasar
a. Geografis dan Administrasi
Secara geografis Kabupaten Jeneponto terletak
pada 5° 23’12” - 5° 42’1,2” Lintang Selatan (LS)
dan 119° 29’ 12” - 119° 56’ 44,9” Bujur Timur
(BT). Dengan posisi geografis seperti itu maka
letak kabupaten yang pusat pemerintahannya
(Kota Bontosunggu) berjarak sekitar 91 km dari

LAPORAN AKHIR III - 44


Kota Makassar (Ibukota Provinsi Sulawesi Selatan)
tersebut, tepat berada di Selatan jazirah Pulau
Sulawesi.
Ada beberapa kabupaten yang secara administratif
berbatasan dengan Kabupaten Jeneponto. Hal
demikian Kabupaten-kabupaten tersebut adalah
dapat dijabarkan berikut ini:
 Sebelah Utara berbatasan langsung dengan
Kabupaten Gowa dan Takalar
 Sebeleh Timur berbatasan langsung dengan
Kabupaten Bantaeng
 Sebelah Barat berbatasan langsung dengan
Kabupaten Takalar dan
 Sebelah Selatan berbatasan langsung dengan
Untuk Laut Flores.
Untuk lebih jelasnya, luas wilayah Kecamatan yang
ada di Kabupaten Jeneponto dapat dilihat pada
tabel berikut:

LAPORAN AKHIR III - 45


Tabel 3.15
Luas Wilayah Menurut Kecamatan di Kabupaten
Jeneponto
No Kecamatan Luas Persentase Terhadap
Wilayah Luas Kab. (%)
(Km2)
1 Bangkala 121,82 16,25
2 Bangkala Barat 152,96 20,40
3 Tamalatea 57,58 7,68

4 Bontoramba 88,30 11,78


5 Binamu 69,49 9,27
6 Turatea 53,76 7,17
7 Batang 33,04 4,41
8 Arungkeke 29,91 3,99
9 Tarowang 40,68 5,43
10 Kelara 43,95 5,86
11 Rumbia 58,30 7,78

JENEPONTO 749,79* 100,00


Catatan: * Luas Menurut perhitungan GIS adalah 79,953 ha
Sumber: BPS Kab. Jeneponto

Dari tabel 2.6 dapat dijelaskan bahwa Luas


wilayah Kabupaten Jeneponto adalah 749,79 km2
atau 1,20% dari luas wilayah Propinsi Sulawesi
Selatan. Secara administratif Kabupaten
Jeneponto terbagi atas 11 Kecamatan yang terdiri
dari 31 kelurahan dan 82 desa. Kecamatan
Bangkala Barat merupakan kecamatan terluas di

LAPORAN AKHIR III - 46


Kabupaten Jeneponto yakni 152,69 km2 atau
20,40% dari luas wilayah Kabupaten Jeneponto,
sedangkan kecamatan dengan luas wilayah terkecil
adalah Kecamatan Arungkeke dengan luas 29,91
km2 atau 3,97% dari luas wilayah Kabupaten
Jeneponto.
3.4.2 Demografi
Penduduk Kabupaten Jeneponto pada tahun 2008
berjumlah 332.334 jiwa yang tersebar di 11 kecamatan
dengan jumlah penduduk terbesar di Kecamatan
Binamu yaitu sebanyak 48.375 jiwa. Sedangkan jumlah
penduduk terendah terdapat di Kecamatan Batang
sejumlah 19.304 jiwa. Secara keseluruhan, jumlah
penduduk yang berjenis kelamin perempuan lebih
banyak dari pada penduduk yang berjenis kelamin laki-
laki, dan Pada tahun 2008 juga jumlah penduduk di
Kabupaten Jeneponto untuk perempuan sebesar
171.808 orang sedangkan laki-laki sebanyak 160.526.
untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 3.17
berikut terkait dengan jumlah peduduk di Kabupaten
Jeneponto, yaitu:
Tabel 3.16
Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan di Kabupaten
Jeneponto
No Kecamatan Laki-Laki Perempuan Jumlah Sex Rasio
1 Bangkala 22.646 24.286 46.932 93
2 Bangkala Barat 11.641 12.254 23.895 95
3 Tamalatea 18.925 20.178 39.103 94
4 Bontoramba 17.279 18.169 35.448 95
5 Binamu 23.366 25.243 48.609 93

LAPORAN AKHIR III - 47


6 Turatea 13.925 15.090 29.018 92
7 Batang 9.288 10.016 19.304 93
8 Arungkeke 8.528 9.185 17.713 93
9 Tarowang 10.438 11.290 21.728 92
10 Kelara 13.005 13.939 26.944 93
11 Rumbia 11.482 12.158 23.640 94
Jeneponto 160.526 171.808 332.334 93
Sumber : RTRW Kab. Jeneponto dan BPS. Kab. Jeneponto

Perbandingan antara jumlah penduduk laki-laki dan


perempuan di tunjukkan dengan angka sex rasio atau
rasio jenis kelamin. Sex rasio merupakan ukuran yang
menunjukkan banyaknya penduduk laki-laki rata-rata
setiap 100 orang penduduk perempuan. Sex rasio di
Kabupaten Jeneponto terdapat 93 orang laki-laki.
Kecamatan yang memiliki sex rasio tertinggi adalah
Kecamatan Bangkala Barat dan Kecamatan
Bontoramba (95) sedangkan sex rasio terendah
terdapat di Kecamatan Turatea dan Kecamatan
Tarowang (92).
3.4.3 Potensi bencana alam
Potensi kebencanaan terkait dengan tingkat
kerawanan suatu wilayah terhadap bahaya bencana
meliputi bahaya bencana geologi (gerakan
tanah/batuan, banjir, gempa bumi, tsunami),
kebakaran, dan angin putting beliung. Lebih jelasnya
dapat dilihat pada tabel 3.18 berikut :

LAPORAN AKHIR III - 48


Tabel 3.17
Jenis Bencana dan Sebaran di Kabupaten Jeneponto

No Jenis Bencana Sebaran (Lokasi)


1 Gerakan Tanah/Batuan Seluruh wilayah dengan lereng > 40% dan
utamanya sepanjang terutama pada
patahan mayor: Kec. Bangkala, Bangkala
Barat, Rumbia dan Kelara.
2 Banjir Dataran pantai disebelah barat, Kec.
Bangkala (Allu) dan Tamalatea, Binamu
bagian bawah, dataran Arungkeke dan
Tarowang.
3 Tsunami Sepanjang pesisir
4 Kebakaran Semua wilayah
5 Angin Puting Beliung Terutama di sepanjang pesisir, khususnya
Tamalatea, Arungkeke,Bontoramba dan
Binamu.
6 Gempa Semua wilayah
Sumber : RTRW Kabupaten Jeneponto
a. Gerakan Tanah/Batuan
Berdasarkan sejarah geologi, wilayah Kabupaten
Jeneponto, merupakan daerah yang memiliki
wilayah pedataran tinggi berupa perbukitan dan
pegunungan berbentuk kerucut di bagian utara
yang merupakan wilayah Gunung Lompobattang
dan Bawakaraeng. Morfologi tersebut membentuk
topografi yang seragam dengan kemiringan lereng
yang relatif terjal, sedangkan dataran rendah
menyebar disepenjang bibir pantai. Dari kondisi
tersebut menunjukkan ketergantungan atas daerah

LAPORAN AKHIR III - 49


hulu yang lestari dengan ekosistim yang alami
sebagai daerah tangkapan air mutlak diperlukan
guna dapat menopang interaksi yang berjalan baik
diantara daerah hulu dan hilir, sehingga apabila
terjadi kondisi cuaca yang ekstrim misalnya curah
hujan dengan intensitas yang tinggi bila terjadi di
daerah hulu dapat segera ditangkap dan diserap
tanah melalui proses infiltrasi dan bila terjadi
aliran/ limpasan sifatnya tidak akan merusak
karena ekosistim masih alami. Potensi gerakan
tanah di daerah ini muncul oleh karena beberapa
faktor, antara lain:
 Batuan pembentuk lereng berupa klastika
kasar gunungapi yang terutama terdiri dari
breksi, konglomerat dan tufa. Batuan tufa
yang telah lapuk menjadi lempung pasiran
hingga pasir lempungan, berwarna abu-abu,
mengandung kerikil, bersifat porous, dengan
ketebalan 3-4 m dan di bagian bawahnya yang
berupa tufa yang dapat menjadi bidang
gelincir gerakan tanah.
 Adanya pemotongan hampir tegak pada tebing
jalan, tanpa adanya terastering, sehingga
menyebabkan tingginya gaya dorong tanah
untuk bergerak mencari keseimbangan baru.
 Adanya bidang lemah yaitu kontak antara
tanah pelapukan dengan batuan dasar yang
berupa tufa.
 Dengan terjadinya longsoran, maka lereng
menjadi tegak dan lereng kehilangan tahanan

LAPORAN AKHIR III - 50


bawah sehingga lereng menjadi labil
dibuktikan dengan munculnya retakan di atas
gawir longsor.
 Daerah bencana sebagian masuk dalam zona
kerentana gerakan tanah tinggi ( Dinas
Pertambangan dan Energi Propinsi Sulawesi
Selatan, 1998).
Hasil analisis peta menunjukkan wilayah
berpotensi longsor dibagi kedalam empat kelas,
yakni (1) wilayah bahaya longsor I atau sangat
tinggi, (2) wilayah bahaya longsor II atau tinggi,
(3) wialayah bahaya longsor III atau sedang, dan
(4) wilayah dengan potensi longsor rendah.
Wilayah potensi longsor kategori 2 di Kab.
Jeneponto juga relatif kecil yaitu di bagian utara
timur laut, sedangkan wilayah zona 3 (sedang)
merupakan wilayah paling sedikit. Berdasarkan
peta tersebut maka umumnya wilayah Kab.
Jeneponto berada dalam zona relative aman dari
segi tanah longsor, meskipun daerah-daerah
dengan kemiringan di atas 40% tetap memiliki
resiko longsor. Kemiringan yang besar merupakan
daerah yang potensial terhadap terjadinya gerakan
tanah/batuan. Potensi Gerakan Tanah/Batuan
adalah di seluruh wilayah dengan lereng > 40%,
dan utamanya sepanjang patahan mayor:
kecamatan Bangkala, Bangkala Barat, Rumbia, dan
Kelara (lihat Peta Kawasan Rawan Bencana RTRW
Kabupaten Jeneponto).

LAPORAN AKHIR III - 51


b. Kawasan Rawan Banjir
Identifikasi sebaran kawasan rawan bencana banjir
berdasarkan tingkat resiko banjir, yang dilakukan
melalui:
a. Analisis Kondisi Fisik Dasar, yaitu analisis
kerawanan banjir setiap DAS berdasarkan
aspek-aspek :
 Topografi : Kemiringan Lereng dan
Ketinggian Tempat
 Geologi : Tingkat Permeabilitas Batuan,
Tekstur Tanah
 Hidrologi : Luas DAS, Bentuk DAS, Debit
Aliran Sungai.
b. Analisis Peristiwa Alam, yaitu analisis
kerawanan banjir setiap DAS berdasarkan:
 Intensitas curah hujan
 Riwayat banjir yang telah terjadi pada
setiap DAS dan kawasan.
c. Analisis Penggunaan Lahan, yaitu kerawanan
banjir setiap DAS berdasarkan penutupan Lahan
Hutan (bervegetasi) tahun 2009.
Potensi banjir di Kabupaten Jeneponto adalah di
dataran pantai di sebelah barat, Kecamatan
Bangkala (Allu), Tamalatea (Topa, Kelurahan
Tonrokassi Timur), Bontoramba, Tarowang,
Binamu bagian selatan, dan dataran sebelah timur:
Arungkeke dan Batang.
c. Kawasan Rawan Tsunami
Terdapat tiga faktor yang dapat memicu
terjadinya tsunami yaitu gempa bumi, longsoran

LAPORAN AKHIR III - 52


besar bawah laut dan letusan gunungapi bawah
laut. Berdasarkan kondisi geologi regional di
Sulawesi Selatan, dimana hanya ada potensi
gempa bumi, maka diduga potensi tsunami di Kab.
Jeneponto tetap ada walaupun sangat kecil.
Namun yang perlu diwaspadai adalah munculnya
tsunami kiriman dari arah selatan (Nusa Selatan)
Daerah-daerah yang akan terkena imbas tsunami
jika terjadi adalah wilayah pesisir di bagian timur
dan pulau-pulau kecil. Berdasarkan Peta Rawan
Bencana RTRW Provinsi Sulsel, seluruh pantai
Kabupaten Jeneponto (panjang 114 km) ditetapkan
sebagai kawasan rawan bencana Tsunami, karen
sifatnya yang terbuka.
d. Gempa Bumi
Potensi gempa bumi dapat dilihat dari struktur
geologi secara regional. Berdasarkan zonasi
kegempaan atau seimisitas Provinsi Sulwesi
Selatan dan Barat di bagi menjadi 4 kategori yaitu
Zona 1 seismisitas tinggi yang meliputi Kabupaten
Luwu Timur, Luwu Utara, Polman, Mamasa,
Majene dan Mamuju Utara dengan nilai 2,11. Zona
2 meliputi Kabupaten Mamuju, Pinrang, Palopo,
sebagian Luwu Timur, Pare-pare,Sidrap dengan
nilai 1,56. Zona 3 meliputi Kabupaten Pangkep,
Barru, Soppeng, Bone dengna nilai 1,00. Zona 4
(paling rendah) meliputi kabupaten yang berada di
bagian selatan Provinsi Sulawesi Selatan termasuk
Kab. Jeneponto dengan nilai 0,56. Dengan
demikian maka kab. Jeneponto relatif aman dari
kegempaan untuk saat sekarang ini. Namun

LAPORAN AKHIR III - 53


pergerakan kulit bumi terus terjadi, sehingga
kedepan (hitungn jutaan tahun) tidak menutup
kemungkinan wilayah ini masuk zona yang
berpotensi terkena gempa. Berdasarkan analisis
peta topografi yang diekspresikan kedalam peta
kemiringan lahan, maka Kabupaten Jeneponto
hampir semuanya di bagian utara (80%) tersusun
oleh daerah-daerah dengan kemiringan di atas 40%
(Peta Kemiringan Lahan). Kemiringan yang besar
merupakan daerah yang potensial terhadap
terjadinya gerakan tanah/batuan.
e. Potensi bencana Lainnya
Potensi bencana lainnya di Kabupaten Jeneponto
adalah kekeringan yang memicu terjadinya
kebakaran, yang dapat terjadi di semua wilayah,
dan angin puting beliung terutama di sepanjang
pesisir, khususnya Tamalatea, Arungkeke,
Bontoramba, dan Binamu.

LAPORAN AKHIR III - 54


Gambar 3.4 Peta Administrasi Kabupaten Jeneponto

LAPORAN AKHIR III - 55

Anda mungkin juga menyukai