Anda di halaman 1dari 25

LOGBOOK KASUS II

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III

Dosen Pengampu:
Ns, Nurhusna, S.Kep.,M., Kep

Disusun Oleh:
Santi alatifah
G1B121019

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS


KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2023
KASUS

Ny.R 76 tahun, masuk RS dengan diagnose Hemiparase kiri e.c.stroke infark


system karotis kanan. Saat dibawa ke RS klien mengalami penurunan kesadaran,
hemiparese kiri, klien terpasang infuse,NGT,DC,dan mayo serta terpasang NRM (
oksigen). Riwayat kejadian sejak 3 jam SMRS klien dibangunkan tidak bangun.
Pada saat pemeriksaan fisik di temukan : kesadaran menurun GCS ( E 2 V1 M4)
tampak lemah, TD 150/100 mmHg,RR 28 x/menit,HR 98x/menit,S 36 0C,
breathing : reflex batuk (+) adanya peningkatan sputum,sesak (-),ronchi (+).

Terapi yang diberikan,oksigen 8 L (NRM),IVDF Nacl 0,9 % 14


tetes/menit,nebulizer dengan bisolvon 20 tetes ( 3x sehari),furosemid tablet 1 x 40
mg via NGT,Aspilet tablet 1 x 80 mg via NGT,digoksin tablet 1 x 0,125 mg via
NGT,dan ceftazidin 3 x 1 gr.

2
STEP I
MENGIDENTIFIKASI KATA SULIT

1. HEMIPARASE
2. Furosemid
3. Bisolvon
4. Ceftazidine
5. Digoksin
6. Stroke infark System karotis kanan
7. Aspilet
8. Nebulizer
9. GCS
Jawaban:

1. Hemiparase: Dikamus keperawatan Hemiparase adalah paralisis atau


kelemahan pada separuh wajah atau tubuh (kepala hingga kaki) sehingga
sulit digerakkan
2. Furosemide adalah obat untuk mengatasi penumpukan cairan di dalam
tubuh atau edema. Obat yang termasuk ke dalam kelompok diuretik ini
juga bisa digunakan untuk mengatasi tekanan darah tinggi atau hipertensi.
Manfaat mengatasi penumpukan cairan di dalam tubuh. Furosemide
bekerja dengan cara menghalangi penyerapan natrium di dalam sel-sel
tubulus ginjal. Dengan begitu, jumlah urine yang dihasilkan serta
dikeluarkan oleh tubuh akan meningkat. Merek dagang furosemide:
Diuvar, Edemin, Farsix 40, Furosemide, Lasix, Uresix, dan Yekasix.
3. Bisolvon adalah obat yang mengandung Bromhexine. Bisolvon berfungsi
untuk mengurangi dan mengencerkan dahak yang ada di saluran
pernapasan. Bisolvon dimaksudkan untuk mendukung mekanisme tubuh
dalam membuang dahak.
4. Ceftazidime adalah Ceftazidime adalah obat antibiotik untuk mengobati
infeksi bakteri. Beberapa penyakit infeksi yang bisa ditangani dengan obat
ini adalah pneumonia, meningitis, infeksi tulang dan sendi, peritonitis,
serta infeksi saluran kemih
5. Digoxin adalah obat untuk mengatasi gangguan irama jantung
6. Stroke infark sistem karotis: kondisi ketika aliran darah ke otak
terhambat sehingga terjadi kerusakan jaringan otak yang terjadi pada arteri
karotis.
7. Aspilets adalah obat yang termasuk ke dalam golongan obat antiplatelet.
Obat jenis ini berfungsi untuk mengencerkan darah dan mencegah
penggumpalan di pembuluh darah
Aspilet adalah obat yang berfungsi untuk mengencerkan darah dan
mencegah penggumpalan di pembuluh darah
8. Nebulizer adalah alat yang digunakan untuk terapi pasien yang mengalami
gangguan saluran pernafasan dengan menggunakan cairan uap yang sudah
bercampur dengan obat sesuai order.
9. GCS adalah alat ukur untuk menilai tingkat kesadaran dan derajat
neurologis pasien. Glasgow Coma Scale (GCS) dapat digunakan sebagai
indikator prognosis pasien, serta mengklasifikasikan derajat cedera kepala.

4
STEP II
RUMUSAN MASALAH

1. Apakah pasien yang mengalami hemiparase bisa sembuh total? Dan


bagaimana cara pengobatannya?
2. Dari kasus, kita melihat bahwa pasien telah melakukan pemeriksaan GCS.
Bagaimana cara melakukan penilaian tersebut? Berdasarkan hasil
pemeriksaan, apakah kesimpulan yang bisa diambil dari nilai GCS pasien?
3. Apa penyebab oksigen yang dipasangkan untuk Ny. R adalah NRM
sedangkan sesak nafas pasien (-)?
4. Apa yang menyebabkan pasien mengalami penurunan kesadaran dan
hemiparase kiri?

STEP III
MENGIDENTIFIKASI MASALAH
1. Dengan melakukan terapi dengan baik, maka pasien yang mengalami
hemiparesis dapat sembuh dengan baik. Ada yang mengalami perbaikan,
ada juga yang sampai benar-benar sembuh total. Hal tersebut tergantung
dari derajat keparahan sebelumnya dan intensitas terapi yang dilakukan.
Mengatasi masalah hemiparesis harus dilakukan berdasarkan
penyebabnya. Setelah penyebab utamanya teratasi baru dapat dilakukan
terapi rehabilitasi atau fisioterapi untuk mengembalikan kemampuan gerak
otot pasien. Bagian ilmu kedokteran yang berperan dalam hal ini adalah
rehabilitasi medik.
Kemampuan gerak otot yang dilatih dalam terapi rehabilitasi
meliputi kemampuan motorik kasar dan kemampuan motorik halus.
Kemampuan motorik kasar dapat berupa latihan ketahanan, kekuatan dan
pergerakan otot secara umum. Sedangkan pada kemampuan motorik halus,
pasien dilatih untuk melakukan aktivitas sehari-hari walaupun terbatas,
seperti membuka dan memakai baju, menulis, makan, serta memegang
benda tertentu. Terapi yang dapat diberikan dalam metode fisioterapi dapat
berupa:
- Stimulasi elektrik. Memberikan aliran listrik dalam batas wajar
langsung pada otot yang mengalami kelemahan untuk merangsang
pergerakan otot-otot yang lemah sehingga dapat memperbaiki
pergerakan otot
- Stimulasi kortikal. Memberikan rangsangan listrik ke daerah otak
yang mengalami kerusakan. Daerah otak yang diberikan
rangsangan listrik ini terdapat pada bagian korteks
- Suntik botox. Suntik botox dapat membantu merelaksasi otot-otot
pasien yang kaku atau mengalami spasme otot. Otot-otot yang kaku
tersebut dapat menghambat pasien untuk bergerak.
Selain membutuhkan terapi pada fisiknya, pasien yang sudah
mengalami hemiparesis juga membutuhkan terapi psikis oleh
psikiater agar tetap bersemangat dan tidak putus asa. Pasien yang
sudah mengalami hemiparesis cenderung merasa sudah tidak

6
berguna dan tidak mampu melakukan apa-apa lagi. Terapi psikis
ini dapat berupa layanan konseling ataupun sharing session.

Untuk memulihkan kondisi pasien hemiparesis tidak hanya melalui


terapis dan juga psikiater, melainkan butuh kerjasama dari seluruh anggota
keluarga dan lingkungan sehingga dalam melakukan aktivitas kehidupan
sehari-hari di rumah menjadi lebih mudah dan pasien masih tetap dapat
melanjutkan terapinya sendiri.

Mungkin bisa dapat disembuhkan dengan baik bahkan benar-benar


sembuh total,dengan cara melakukan terapi dengan teratur dan baik,dengan
catatan melihat tergantung derajat keparahan sebelum melakukan terapi
dan melihat intensitas atau hasil dari terapi yang dilakukan pada pasien.

2. Terdapat tiga komponen Glasgow Coma Scale (GCS) yang masing-masing


direpresentasikan dengan skor yang berbeda, yaitu bukaan mata (Eye atau
E), respons verbal (Verbal atau V), dan respons motorik (Motor atau M).
Setiap komponen memiliki nilai minimal satu. Nilai maksimal
berbedabeda, yaitu empat untuk bukaan mata, lima untuk respons verbal,
dan enam untuk respons motorik. 1. Cara melakukan penilaian GCS
A. Pemeriksaan mata
Skala 1: Mata tidak bereaksi dan tetap terpejam
Skala 2: Mata baru terbuka saat tim medis merangsang nyeri Skala 3:
Mata pasien terbuka hanya dengan mendengar suara dan perintah
tim medis
Skala 4: Mata bisa terbuka secara spontan tanpa disentuh atau
diperintah
B. Pemeriksaan verbal/suara
Skala 1: Pasien sama sekali tidak mengeluarkan suara meski sudah
dipanggil atau diberikan rangsangan nyeri

Skala 2: Pasien merintih tanpa bisa mengeluarkan suara jelas Skala


3: Pasien berkomunikasi namun tidak jelas atau kalimat tidak utuh
Skala 4: Pasien menjawab pertanyaan tim medis namun seperti
kebingungan. Percakapan tidak lancar
Skala 5: Pasien dapat menjawab semua pertanyaan tim medis dengan
benar. pasien memiliki kesadaran penuh
C. Pemeriksaan motorik/gerak
Skala 1: Pasien tidak memberikan respon lewat gerakam tubuh
meski sudah diberi rangsangan nyeri
Skala 2: Pasien cuma bisa mengepalkan jari atau menekuk kaki dan
tangan saat diberi rangsangan nyeri
Skala 3: Pasien hanya bisa menekuk lengan dan memutar bahu saat
diberi rangsangan
Skala 4: Pasien bisa menggerakkan tubuh menjauhi sumber nyeri
Skala 5: Tubuh pasien yang sakit bisa digerakkan dan dapat
menunjukkan lokasi nyeri
Skala 6: Pasien bisa melakukan gerakan saat diperintah tim medis
dengan lancar

2. Interpretasi dari hasil gcs pasien E2V1M4 adalah :


E2 = mata baru terbuka saat direspon nyeri
V1 = tidak ada respon suara (karena terpasang ngt)
M4 = dapat menggerakkan tubuh menjauhi sumber nyeri

Dengan total skala yaitu 7 maka didapat tingkat kesadaran pasien yaitu
somnolen dimana merupakan kondisi mengantuk yang cukup dalam
namun masih bisa dibangunkan dengan menggunakan rangsangan. Ketika
rangsangan tersebut berhenti, maka pasien akan langsung tertidur kembali.

3. Penyebab pasien mengalami penurunan kesadaran karena stroke infark


yang dialaminya. Stroke infark terjadi karena pasokan darah ke otak
terganggu

atau terjadinya sumbatan pembuluh darah yang mengarah ke otak. Ketika


darah tidak sampai ke otak menyebabkan asupan oksigen pada otak

8
menjadi minimum dan membuat pengidapnya dapat mengalami penurunan
kesadaran. Penyebab pasien mengalami hemiparase kiri karena
berdasarkan kasus disebutkan bahwa pasien mengalami stroke infark
sistem karotis kanan. Jika kerusakan nya pada otak hemisfer dextra
kelumpuhannya pada ekstremitas sinistra kebalikannya kalau
kerusakannya pada otak hemisfer sinistra kelumpuhannya pada ekstremitas
dextra. Hemiparase adalah akibat yang ditimbulkan dari stroke yang
dialami pasien yang berupa kelemahan disalah satu otot yang
mengakitbatkan klien tidak mampu menggerakkan salah satu bagian
tubuhnya.

4. Pasien dipasang NRM karena pasien mengalami penurunan kesadaran,


dimana merupakan tanda gejala hipoksemia. Jadi pemasngan nrm untuk
mengatasi atqu memcegah hipoksemia.
STEP IV
MIND MAPING
Ny. R 76 th

Masuk RS dengan diagnosa Hemiparase kiric stroke


e. infark system
karotis kanan

Data Objektif
Data Subjektif
 TD 150/100 mmHg
3 jam SMRS klien dibangunkan tidak
bangun.  N 98x/menit
 RR 28x/menit
 S 36 C
 Keadaan menurun GCS (E 2 V1
M4) tampak lemah

 Saat dibawa ke RS klien


mengalami penurunan kesadaran,
hemiparese kiri, klien terpasang
infuse,NGT,DC,dan mayo serta
terpasang NRM (oksigen).

Terapi farmakologis:
oksigen 8 L (NRM), IVDF Nacl 0,9% 14 tetes/menit nebulizer
dengan bisolvon 20 tetes (3x sehari) furosemid tablet 1 x 40 mg
via NUT,Aspilet tablet 1 x 80 mg via NGT, digoksin tablet 1 x
0,125 mg via NGT,dan ceftazidin 3 x gr.

Konsep Stroke Iskemik

Asuhan Keperawatan20Pada Pasien Stroke Iskemik


ASUHAN KEPERAWATAN

I. PENGKAJIAN
a) Data Umum
Nama Inisial : Ny. R
Usia : 76 th
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama :
Pekerjaan :-
Alamat :-
Suku Bangsa :-
Diagnosa Medis : Hemiparase Kiri e.c Storke Infark Sistem Karotis
Kanan

b) Keluhan Utama

Mengalami penurunan kesadaran dan Hemiparase kiri

c) Riwayat Kesehatan Sekarang :

Pasien mengalami penurunan kesadaran sejak masuk rs, mengalami


hemiparase kiri sehingga megalamis kelemahan otot gerak pada
alat gerak sebelah kiri. Terpasang terpasang infuse,NGT,DC,dan
mayo serta terpasang NRM ( oksigen). Riawayat kejadian sejak 3
jam
SMRS klien dibangunkan tidak bangun

d) Riwayat Penyakit Dahulu : Tidak terkaji e) Riwayat Kesehatan


Keluarga : Tidak terkaji f) Riwayat Kebiasaan Sehari hari :
Tidak terkaji

g) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Umum
Kesadaran Somnolen (GCS E2 V1 M4) TTV
:

11
TD : 150/100mmHg Nadi : 98x/menit
RR : 28x/menit Suhu : 36 C

• Sistem Pernaafasan :
Respirasi : 28x/menit
Sekret : Terjadi penumpukan sputum
Konsistensi : Tidak terkaji
Warna : Tidak terkaji
Penggunaan Otot Bantu Nafas : -
Suara Nafas : Ronchi
Alat Bantu Nafas : Oksigen 8L (NRM)

• Sistem Kardiovaskular
TD : TD : 150/100mmHg
Nadi : 98x/menit
Keluhan Nyeri Dada : Tidak terkaji
Irama Jantung : Tidak terkaji
Suara Jnatung : Tidak terkaji
CRT : Tidak terkaji
Lain lain : Tidak terkaji

• Sistem Persyarafan
GCS E2 V1 M4
Refleks Psikologis : Tidak terkaji
Refleks Patologis : Tidak terkaji

• Sistem Perkemihan : Tidak terkaji


• Sistem Pencernaan : Tepasang NGT dan mayo
• Sistem Penglihatan : Tidak terkaji  Sistem Pendengaran :
Tidak terkaji
• Sistem Muskuloskeletal :
Kelainan Ekstremitas : Ekstremitas kiri mengalami hemiparase
sehingga terjadi kelemahan otot

12
• Sistem Integumen : Tidak terkaji
• Sistem Endokrin : Tidak terkaji
• Psikososial : Tidak terkaji Pemeriksaan Penunjang : Tidak

terkaji

Terapi :

• Oksigen 8 L (NRM)
• IVFD Nacl 0,9 % 14 tetes/menit
• Nebulizer dengan bisolvon 20 tetes ( 3x sehari)
• Furosemide tablet 1 x 40 mg via NGT
• Aspilet tablet 1 x 80 mg via NGT
• Digoksin tablet 1 x 0,125 mg via NGT  ceftazidime 3 x 1 gr

ANALISA DATA
No Data Etiologi dx
1. Ds: Adanya Bersihan Jalan
Do: Peningkatan Nafas Tidak
Sputum Efektif

 Peningkatan Sputum
 Ronchi (+)
 Penurunan Kesadaran
 GCS E2 V1 M4
 RR 28x/menit
 Terpasang NRM
Terpasang Ngt
2. Ds: Hipertensi Resiko Perfusi
Do: Serebral Tidak
Efektif

 Mengalami Penurunan
Kesadaran, Hemiparase
Kiri
 TD 150/100 mmHg

13
 GCS E2 V1 M4

 RR 28 x/menit

 HR 98x/menit
0
 S 36 C
3. Ds: Gangguan Gangguan
Do : Neuromuskular Mobilitas Fisik

Mengalami Penurunan
Kesadaran, Hemiparase
Kiri
 Tubuh Bagian
kiri lemah
 Kedasaran Somnolen
 GCS E2 V1 M4

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif b.d Adanya Peningkatan


Sputum
2. Resiko Perfusi Serebral Tidak Efektif b.d Hipertensi
3. Gangguan Mobilitas Fisik b.d Gangguan Neuromuskular

INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi

14
Bersihan Jalan Nafas Setelah dilakukan intervensi Manajemen Jalan Napas (I.01011)
Tidak Efektif b.d keperawatan maka diharapkan Tindakan:
Adanya Peningkatan bersihan jalan napas membaik dengan Observasi:
Sputum kriteria hasil: □Monitor pola napas (frekuensi,
Produksi sputum menurun kedalaman, usaha napas)
Frekuensi napas membaik □ Monitor bunyi napas tambahan (mis.
Pola nafas membaik gurgling, mengi, wheezing, ronchi
Batuk efektif kering)
□ Monitor sputum (jumlah, warna,
aroma)

Terapeutik:
□ Pertahankan kepatenan jalan napas
dengan head tilt dan chin-lift (jaw thrust
jika curiga trauma servical)
□ Posisikan semi-fowler atau fowler
□ Berikan minum hangat
□ Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
□ Lakukan penghisapan lendir kurang
dari 15 detik
□ Lakukan hiperoksigenasi sebelum
penghisapan endotrakeal
□ Keluarkan sumbatan benda
pada dengan forsep McGill □
Berikan oksigen, jika perlu

Edukasi:
□ Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari,
jika tidak kontraindikasi

15
□ Ajarkan tehnik batuk efektif
Kolaborasi:
□ Kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik, jika perlu

Pemantauan Respirasi (I.01014)


Tindakan:
Observasi:
□ Monitor frekuensi, irama, kedalam
dan upaya napas
□ Monitor pola napas
□ Monitor kemampuan batuk efektif
□ Monitor adanya produksi sputum
□ Monitor adanya sumbatan jalan napas
□ Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
□ Auskultasi bunyi napas
□ Monitor saturasi oksigen
□ Monitor AGD
□ Monitor x-ray thoraks

Terapeutik:
□ Atur internal pemantau respirasi
sesuai kondisi pasien
□ Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi:
□ Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
□ Informasikan hasil pemantauan, jika
perlu
Resiko Perfusi Serebral Setelah dilakukan tindakan A. Menejemen
Tidak Efektif b.d keperawatan diharapkan masalah 1. Peningkatan Tekanan
monitor tingkat kesadaran 2.
Hipertensi monitor Intrakranial (I. 06198)

16
17
ttv 3. monitor ICP (intrakranial Observasi
pressure dan CCP (serebral verkusion -Identifikasi penyebab peningkatan
Resiko perfusi serebral tidak efektif
tidak terjadi TIK (mis. Lesi, gangguan metabolisme,
edema serebral)
-Monitor tanda/gejala peningkatan TIK
(mis. Tekanan darah meningkat,
tekanan nadi melebar, bradikardia, pola
napas ireguler, kesadaran menurun) -
Monitor MAP (Mean Arterial Pressure)
-Monitor CVP (Central Venous
Pressure), jika perlu
-Monitor PAWP, jika perlu
-Monitor PAP, jika perlu
-Monitor ICP (Intra Cranial Pressure),
jika tersedia
-Monitor CPP (Cerebral Perfusion
Pressure)
-Monitor gelombang ICP
-Monitor status pernapasan -Monitor
intake dan output cairan
-Monitor cairan serebro-spinalis (mis.
Warna, konsistensi)

Terapeutik
-Minimalkan stimulus dengan
menyediakan lingkungan yang tenang
-Berikan posisi semi fowler
-Hindari maneuver Valsava -
Cegah terjadinya kejang
-Hindari penggunaan PEEP
-Hindari pemberian cairan IV hipotonik
-Atur ventilator agar PaCO2 optimal

18
-Pertahankan suhu tubuh normal

Kolaborasi
-Kolaborasi pemberian sedasi dan
antikonvulsan, jika perlu
-Kolaborasi pemberian diuretic osmosis,
jika perlu
-Kolaborasi pemberian pelunak tinja,
jika perlu

19
. Pemantauan Tekanan Intrakranial
Observasi
-Observasi penyebab peningkatan TIK
(mis. Lesi menempati ruang, gangguan
metabolism, edema sereblal,
peningkatan tekanan vena, obstruksi
aliran cairan serebrospinal, hipertensi
intracranial idiopatik)
-Monitor peningkatan TD
-Monitor pelebaran tekanan nadi (selish
TDS dan TDD)
-Monitor penurunan frekuensi jantung
-Monitor ireguleritas irama jantung
-Monitor penurunan tingkat kesadaran
-Monitor perlambatan atau
ketidaksimetrisan respon pupil -Monitor
kadar CO2 dan pertahankan dalm
rentang yang diindikasikan -Monitor
tekanan perfusi serebral -Monitor
jumlah, kecepatan, dan karakteristik
drainase cairan serebrospinal

20
-Monitor efek stimulus lingkungan
terhadap TIK

Terapeutik
-Ambil sampel drainase cairan
serebrospinal
-Kalibrasi transduser
-Pertahankan sterilitas system
pemantauan
-Pertahankan posisi kepala dan leher
netral
-Bilas sitem pemantauan, jika
perlu -Atur interval pemantauan
sesuai kondisi pasien
-Dokumentasikan hasil pemantauan

Edukasi
-Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
-Informasikan hasil pemantauan, jika
PERLU

Gangguan Mobilitas Setelah dilakukan intervensi Dukungan mobilisasi


Fisik b.d Gangguan keperawatan maka mobilitas fisik Observasi
Neuromuskular meningkat - Identifikasi
Kriteria Hasil : adanya nyeri atau
1. Pergerakan ekstremitas meningkat keluhan fisik
(skala 5) lainnya
2. Kekuatan otot meningkat (skala 5) - Identifikasi
3. Rentang gerak (ROM) meningkat toleransi fisik saat
(skala 5) melakukan
4. Kaku sendi menurun (skala 5) pergerakan
- monitor frekuensi

21
jantung dan
tekanan darah
sebelum
melakukan atau
memulai
mobilisasi
- monitor kondisi
umum selama
melakukan
mobilisasi

6. Gerakan Terapiutik
tidak - fasilitasi aktivitas
terkoordinasi mobilisasi dengan
menurun (skala alat bantu
5) - fasilitasi
7. Gerakan melakukan
terbatas menurun pergerakan, jika
(skala 5)
ada
8. Kelema
han fisik - libatkan keluarga
menurun (skala untuk membantu
5)
pasien dalam
meningkatkan
pergerakan
Edukasi
- Jelaskan tujuan
dan prosedur
mobilisasi
- Anjurkan
melakukan
mobilisasi dini -
Ajarkan mobilisasi
sederhana yang
harus dilakukan
(mis, duduk di
tempat tidur,
duduk di sisi

22
tempat tidur,
pindah dari tempat
tidur ke kursi)

23
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Stroke iskemik yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan aliran
darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti. Stroke iskemik secara umum
diakibatkan oleh aterotrombosis pembuluh darah serebral, baik yang besar
maupun yang kecil. Pada stroke iskemik penyumbatan bisa terjadi di
sepanjang jalur pembuluh darah arteri yang menuju ke otak. Stroke iskemik
terjadi karena adanya obstruksi pada pembuluh yang mensuplai darah ke otak.
Hal yang mendasari terjadinya obstruksi adalah peningkatan deposit lemak
yang melapisi pembuluh darah atau biasa disebut sebagai ateroskelrosis.

4.2 Saran
A. Bagi pembaca
Diharapkan dengan adanya makalah ini, pembaca khususnya
mahasiswa keperawatan dapat memahami mengenai Stroke Iskemik dan
konsep asuhan keperawatan sehingga dapat melalukan asuhan keperawatan
dengan benar pada pasien Stroke Iskemik.
B. Bagi masyarakat
Diharapkan masyarakat dapat meningkatkan pengetahuan pasien
serta keluarga mengenai penyakit Stroke Iskemik.
C. Bagi Petugas Kesehatan
Diharapkan dengan adanya makalah ini, petugas Kesehatan dapat
melakukan asuhan keperawatan dan dokumentasi keperawatan lebih akurat
dan lengkap sesuai dengan keadaan klien guna mendapatkan gambaran
yang menyeluruh tentang Stroke Iskemik.

24
DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, arif .2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta :FKUI

Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC

Guyton, Arthur C., dkk. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta:
EGC

Harsono. 2000. Buku Ajar : Neurologi Klinis. Yogyakarta: Gajah Mada


University
Press

Hudak C.M.,Gallo B.M. 1997. Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik. Jakarta :


EGC

Kushariyadi. 2010. Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia. Jakarta :


Salemba Medika

Price S.A.2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta :


EGC

Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan


Medikal Bedah. Jakarta : EGC

Smeltzer, S. C., Bare, B. G., 2001, “Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah


Brunner &Suddarth. Vol. 2. E/8”, EGC, Jakarta.

Grace,Pierce A, neil R. Borley.2007.At a Glance Ilmu Bedah.edisi ketiga.Jakarta:


Erlangga.

Yueniwati, Y. Pencitraan Pada Stroke. Malang, Indonesia: UB Press; 2016.

Arief Mansjoer. (2016). Stroke Non Hemoragik. Jakarta: Media Aesculapius.

Rendy dan Margareth. (2012). Asuhan Keperawatan Medikal Bedah dan Penyakit
Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika

25

Anda mungkin juga menyukai