Anda di halaman 1dari 39

PEMANTAUAN (GENERAL CARE) PASIEN ICU :

FAST HUG

Ns. Dwi Siwi Murni Hastuti, SKep


TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Peserta memahami tentang FAST HUG
2. Peserta memahami tujuan dari pentingnya
beberapa pemantauan yang harus dilakukan
untuk pasien di ICU
3. Peserta mampu mengaplikasikan beberapa
pemantauan pasien ICU
4. Meningkatnya kualitas perawat ICU
5. Pasien safety
PENDAHULUAN

Pasien ICU

Dokter & perawat monitoring intensif perkembangan kondisi pasien.


PENDAHULUAN
PERAWAT :
CARE, TEPAT SERAH TERIMA &
KOMUNIKATIF

PEMANTAUAN PERAWAT ICU :


1. Pemantauan Target :
Risiko infeksi nosokomial :
a. VAP : pengisian CPIS, pelaksanaan Bundle VAP
b. Infeksi Daerah Operasi (IDO)
c. Infeksi Aliran Darah (IAD) akibat pemasangan kateter central.
d. Infeksi Saluran Kemih (ISK) akibat pemasangan kateter urine.
2. Pemantauan keseluruhan :
- FAST HUG BID
GENERAL CARE PATIENT ICU

A. FAST HUG
B. FAST HUGS BID
A. FAST HUG
1. PENGERTIAN
Perangkat yang digunakan di unit perawatan
intensif (ICU) untuk membantu dalam hal :
1. Memaksimalkan terapi intervensi
2. Membantu mengidentifikasi dan mencegah
kesalahan pengobatan
3. Promosi patient safety
2. WAKTU PENGGUNAAN FAST HUG

SAAT SERAH TERIMA PASIEN ANTAR SHIFT : sebagai informasi yang berkala
untuk setiap team tenaga medis di ICU :
 Dokter KIC
 Perawat penanggung jawab pasien
 Perawat lainnya dalam 1 shift
 Petugas medis lainnya/praktek
3. KRITERIA FAST HUG
F= Feeding
A= Analgesic
S= Sedation
T= Thromboembolic prophylaxis

H= Head- of- bed elevation


U= Stress Ulcer prevention
G= Glucose control
F = Feeding
Nutrisi sebaiknya diberikan sesegera mungkin dalam waktu 24-72 jam
pada pasien yang dirawat ICU ATAU setelah pasien hemodinamik stabil
dalam rentang wktu tsb

1. Risiko klinis pasien dalam waktu 24-72 jam masuk ICU :


 Penurunan usus permeabilitas,
 Berkurang aktivasi dan pelepasan sitokin inflamasi
 Risiko sistemik endotoksemia,
 Malnutrisi

2. Malnutrisi dapat mengakibatkan komplikasi dan dapat pula


memberikan penurunan kondisi pada pasien kritis :
 Gangguan fungsi sistem kekebalan tubuh yang menyebabkan
peningkatankerentanan terhadap infeksi
 Ppenyembuhan luka yang buruk
 Peningkatan frekuensi ulkus dekubitus
 Pertumbuhan berlebih dari bakteri dalam saluran pencernaan
dan kehilangan unsur nutrisi yang abnormal melalui tinja.

3. Pemberian nutrisi secara parenteral (drip)  cegah aspirasi yang


menyebabkan Pneumonia.
4. Konsul ahli gizi : In general, 20- 25 kcal/kg/day
Clinical Condition Rekommended Intake (g/kg/day)
Healty adult, normal organ
O,8
fungtion
Post operative 1,0 – 1,5
Sepsis 1,2 – 1,5
Multiple trauma 1,3 – 1,7
Major burn 1,8 – 2,5
•Guidelines for Protein Intake in Adults
The ASPEN nutrition support practice manual. Silver Spring MD, 1998. American Society for Parenteral and
Enteral Nutrition

Monitoring Feeding :
1. Apakah pasien sudah mendapat nutrisi ?
2. Residu ?
3. Jenis nutrisi : oral ATAU parenteral ?
4. Rute ?
A = Analgesic
1. Analgesia : hilangnya sensasi nyeri atau stimulus mengganggu
2. Pasien ICU memiliki rasa nyeri yang umumnya berasal dari penyakit
yang sudah ada sebelumnya, prosedur invasif, luka traumatik,
perangkat monitoring invasif dan non-invasif, perawatan rutin dan
imobilitas berkepanjangan.
3. Efek samping nyeri pada pasien ICU :
– Rangsangan ini dapat mempengaruhi pemulihan fisiologis dan
psikologis yang mengarah ke tidur yang tidak memadai,
– Disfungsi paru dan respon stres akut yang dapat bermanifestasi
sebagai imunosupresi,
– Hiperkoagulabilitas,
– Katabolisme protein
– Peningkatan konsumsi oksigen miokard.
4. Nyeri merupakan tanda vital pasien yang harus dipantau/dikaji.
5. Nyeri akan mencetuskan stress respons yang berpengaruh
jelek terhadap pasien antara lain:

a. Respons neuroendokrin : meningkatnya tiroksin,


glukokortikoid, aldosteron, angiotensin dan growth
hormon.
b.Pespons simpato adrenal : meningkatnya katekolamin,
kerja jantung,konsumsi oksigen.
c. Melemahkan respirasi : batuk tak efektif,retensi
sputum,atelektasis, menurunnya ventilasi alveolar dan
FRC.
d.Immobilsasi karena nyeri: meningkatnya resiko deep vein
thrombosis(DVT) & stasis intestinal.
e. Terganggunya waktu tidur : berkembangnya psikosis ICU.
PENGKAJIAN NYERI :
1. Wong-Baker FACES Pain Rating Scale:
2. Pengkajian BPS
Monitoring Analgesic :
1. Apakah pasien ada nyeri ?
2. Penyebab nyeri ?
3. Tindakan pengurangan nyeri & terapi ?
S = Sedation
Pengertian Sedasi :
Suatu keadaan dimana memungkinkan toleransi pasien terhadap prosedur yang kurang
menyenangkan sementara fungsi kardiorespirasi stabil,dan kemampuan merespons
secara penuh perintah verbal dan stimulasi rabaan.
Sasaran sedasi berbeda pada masing masing pasien dan berubah sesuai dengan
perkembangan penyakit apakah membaik atau memburuk.

Tujuan utama sedasi :


meringankan kecemasan & ketidaknyamanan pasien, untuk mempermudah perawatan
dan pengobatan karena banyak faktor yang mendukung timbulnya stress fisik maupun
psikis pada pasien kritis di ICU.

Ketentuan :
 Tidak ada aturan yang mengatur berapa banyak untuk memberi & seberapa sering.
 Pemberian obat penenang harus dititrasi secara individu.
 (Tenang, nyaman dan kolaborasi) aturan membantu untuk menentukan apakah
pasien disedasi/bius dengan tepat.
 Penghentian sedasi harian dapat mengurangi lamanya tinggal di ICU.
Ada tiga alasan utama mengapa sedasi dan
analgesi yang adekuat diperlukan pada pasien
kritis:
 Sedasi dan analgesi menjamin level optimal
ketenangan pasien terutama dapat
istirahat/tidur yang cukup.
 Menurunkan stress respons (meredam
respons autonomik, menurunkan konsumsi
oksigen)
 Mempermudah prosedur diagnostik,
terapeutik dan perawatan pasien
Bahaya jika kurangnya pemberian dosis sedasi (under
sedation) :

 Meningkatnya produksi katekolamin endogen dengan


akibat naiknya laju jantung,tekanan darah dan konsumsi
oksigen myokardium dengan resiko iskemia atau infarct
myokard
 Menurunnya volume paru,sulit batuk, retensi sputum ,
atelektasis,
 Menurunnya motilitas lambung/usus/meteorismus,
 Retensi urine,
 Tidak bisa bergerak menyebabkan DVT (Deep Vein
Thrombosis), spasmomuskuloskletal,tidak bisa tidur
 Mungkin berkembangnya gangguan post traumatic stress
(skuele mental) yang memerlukan terapi jangka panjang
sesudah pulang.
Bahaya jika kelebihan tingkat sedasi (oversedation) :
 Depressi pernafasan,
 Mempermudah sinkron ventilator tetapi memperpanjang proses
weaning,
 Pada pasien tanpa intubasi : cenderung hiperkarbia, hipoksia
sampai henti nafas. Padahal tidak ada monitor yang peka untuk
depresi nafas pasien yang tanpa intubasi yang mendapat
suplementasi oksigen .
Dalam kondisi seperti ini, parameter untuk depressi nafas hanya
respiratory pattern dan tingkat kesadarannya.
Laju nafas dan End tidal CO2 via kanula nasal bukanlah monitor
dipercaya menunjukkan depressi pernafasan.
Sedangkan pulse oximeter adalah detektor yang tak akurat dan
terlambat menentukan depressi pernafasan ketika
ada peninggian konsentrasi oksigen inspirasi.
Cara membantu pasien tanpa obat (non farmakologik sedasi)
untuk mentolerir kondisinya selama perawatan di ICU :

 Berbicara bersama pasien menenangkan hatinya,


 Lingkungan yang menyenangkan,
 Menghindarkan tekanan pada bagian tubuhnya,
 Perawatan mulut mengurangi perasaan haus,
 Immobilisasi yang tidak terlalu ketat,
 Management nyeri yang adekuat
 Tambahan analgesia untuk mengatasi nyeri akibat
intervensi pemasangan monitor invasif, pengisapan lendir
pipa trakea dll.
Pemantauan sedasi
Beberapa skala sedasi objektif :
• Ramsay Sedation Scale (RSS)
• Sedation Agitation Scale (SAS)
• Richmond Agitation Sedation Scale (RASS)
Ramsay Sedation Scale (RSS)
LEVEL SKOR
1 1 pasien sadar,cemas dan gelisah atau keduanya.
2 pasien sadar,koperatif,orientatif dan tenang.
3 pasien tidur,respon hanya terhadap perintah lisan.
4 pasien tidur,respon cepat terhadap ketukan ringan di glabella atau
stimulus suara yang keras.
5 pasien tidur,respons yang lamban terhadap ketukan ringan diglabella
atau stimulus suara yang keras.
6 pasien tidur,tidak respons terhadap terhadap ketukan ringan
diglabella atau stimulus suara keras.
Level 2 atau 3 biasanya menunjukan skala sedasi yang ideal.
Kekurangan RSS tergantung pada kemampuan pasien merespons stimulus yang tak
menyakitkan dengan demikian RSS tak bisa menilai pasien yang mendapat pelemas
otot.
Pada level 1 tak ada ketentuan tingkat agitasinya dan kedalaman tidurnya pada level
6 tak bisa dibedakan koma
yang dalam atau dalam kondisi general anestesi yang ringan.
Riker Sedation Agitation Scale (SAS)
Nilai Uraian Definisi
7 Agitasi berbahaya Mencabut pipa trakeal,infus,katether,melawan staff.
6 Sangat agitatif Ribut terus walau sering diingatkan, perlu dibatasi
gerakannya dan menggigit pipa trakeal
5 Agitatif Gelisah dan agitasi tetapi tenang bila diperintah lisan.
4 Tenang,koperatif Tenang,mudah dibangunkan,mengikuti perintah.
3 Tersedasi Sulit bangun, tapi mudah bangun bila distimulus
dengan lisan atau goyangan tetapi tidur lagi
2 Sangat tersedasi Bangun dengan stimulus fisik tetapi tidak berkomuikasi
maupun ikut perintah.
1 Tidak bisa bangun Minimal atau tidak respons walaupun stimulus nyeri,
tidak bisa komunikasi atau ikut perintah
Level 3 atau 4 menunjukkan tingkat sedasi yang ideal.
Richmond Agitation Sedation Scale (RASS)

+4 Combative Melawan,menyerang, bengis membahayakan staff.


+3 Sangat agitatif Agressif,mencabut pipa trakeal dan kateter.
+2 Agitatif Melawan ventilator, gerakan tanpa tujuan.
+1 Gelisah Cemas tetapi gerakan tidak begitu agressif.
0 Tenang,waspada
-1 Mengantuk Tak begitu awas,tetap tetap terbangun (mata membuka/menatap)
terhadap stimulasi suara >= 10 detik.
-2 Sedasi ringan Cepat bangun dengan mata menatap dengan stimulasi suara <10
detik.
-3 Sedasi sedang Gerakan dan mata membuka terhadap stimulus suara tapi mata tak
menatap
-4 Sedasi dalam Tak respons terhadap suara,tak ada gerakan atau mata membuka
terhadap stimulasi fisik.
-5 Tak bisa dibangunkan Tak ada respons terhadap stimulus suara & fisik.

RASS merupakan alat menilai sedasi dan agitasi terpercaya


Monitoring Sedasi :
1. Apakah pasien mendapat terapi sedasi ?
2. Skoring sedasi ?
3. Dosis ?
4. Titrasi ?
5. Rencana stop ?
T = Thromboembolic prophylaxis
UPAYA PENCEGAHAN :
 Profilaksis harus dipertimbangkan
terhadap resiko komplikasi.
 Pasang stoking anti DVT.
 Pasang manset anti DVT.

 Sering dilupakan,
 Kematian dan morbiditas disebabkan
thromboembolism  obstruksi
pembuluh darah sampai ke sirkulasi
jantung hingga perifer
 Pasien yang tidak mendapatkan
prophylaxis, resiko terkena DVT sekitar
13-31%
 Di rekomendasikan penggunaan
heparin kecuali ada kontraindikasi
Monitoring Tromboembolitic prophylaksis :
1. Apakah pasien ada gejala Tromboembolitic ?
2. Tindakan mencegah Tromboembolitic ?
H= Head- of- bed elevation
Beberapa penelitian :
Posisi kepala 45 derajat
dapat mengurangi risiko
kejadian refluks
gastroesofagus sehingga
mengurangi laju pneumonia
nosokomial

Monitoring Head Up Of Bed Elevation (HOP) :


1. Apakah pasien dilakukan HOP ?
2. Klinis pasien selama HOP ?
3. Tanda2 Penumonia ?
U= Stress Ulcer prevention
• Pencegahan stress ulkus penting , terutama untuk
pasien yang beresiko pendarahan gastrointestinal
• Ranitidin lebih signifikan daripada sukralfat untuk
mencegah pendarahan gastrointestinal

Monitoring Stress Ulcer prevention :


1. Apakah pasien mendapat terapi ulcer ?
2. Terapi, dosis ?
G= Glucose control
 Menjaga kadar gula stabil 
mencegah risiko sepsis
 Dari penelitian, dipadatkan 29,3%
penurunan kematian dan 10%
penurunan hari perawatan yang
dibutuhkan di ICU

Monitoring Glucose control :


1. Hasil pemeriksaan GDS ?
2. Terapi, dosis ?
B. FAST HUGSBID
S = Spontaneous Breathing Trial
B = Bowel Care
I = Indwelling Catheter removal
D = De-escalation of Antibiotitcs
S = Spontaneous Breathing Trial (SBT)

• Penilaian secara berkala merupakan metode yang aman,


efektif dan sangat terprediksi untuk menentukan SBT
• Penggunaan secara lama ventilator dapat meningkatkan
resiko ventilator assosiated pnemonia
• Pengurangan bantuan hingga penghentian pemberian
therapi oksigen ventilasi mekanik karena kebutuhan
ventilasi pasien terpenuhi.
• WEANING : Mempersingkat kebutuhan ventilasi mekanik
sehingga resiko untuk terjadi infeksi nosokomial dapat
diminimalisir dan lama perawatan pasen di ruang intensif
dapat dipersingkat.
B = Bowel Care
Ganguan GI motilitas :
ileus, constipasi dan diare merupakan penyakit umum yang
didapatkan pada pasien kritis

Penilain rutin dan terapi untuk mempertahankan fungsi


normal usus harus dilakukan pada semua pasien kritis

Monitoring Bowel Care :


1. Apakah ada gangguan GI motilitas ?
I = Indwelling Catheter removal
Merupakan cateter urine, vena central,
arteri pulmonalis dan dialisis yang sering kita
jumpai pada pasien kritis.
Dikarenakan alat yang mengubungkan
(dalam tubuh ke luar tubuh) >>> resiko
infeksi.
Diperlukan menjaga kebersihan dan
perawatan berkala untuk menurunkan resiko
infeksi. Monitoring Indwelling Catheter removal :
1. Apakah pasien terpasang Indwelling
Catheher Removal ?
2. Apakah ada tanda2 infeksi ?
3. Perawatan rutin ?
4. Kapan pasang, kapan ganti ?
D = De-escalation of Antibiotitcs/Streamlining
Secepat mungkin dilakukan untuk
pengambilan kulture, agar mendapatkan
terapi antibiotik yang sesuai dan optimal
meminimalkan paparan obat
antimicrobial broad-spectrum

Monitoring De-escalation of Antibiotitcs/Streamlining :


1. Apakah ada pengambilan kultur ?
2. Hasil ?
3. Terapi ?
KESIMPULAN
1. Pasien ICU harus dilakukan pemantauan rutin
secara keseluruhan (general care).
2. Serah terima pasien ICU wajib dilakukan
secara obyektif (skoring) dan sistematis :
FASTS HUG BID
3. Pasien safety
REFERENCE
1) Give your patient a fast hug ( at least) once a day
Jean- Louis Vincent, MD, PhD,FFCM

2) [PPT] Care of the ventilated patient: FAST HUG-


SBID
3) Critically ill patients need “FAST HUGS BID” ( an
update mnemonic)
4) Top 10 Care Essentials for ventilator Patients
Evidence-based Interventions and Teamwork are crucial when
caring for patients on Mechanical Ventilators, Laura C. Parker,MSN,RN,CCRN

Anda mungkin juga menyukai