Anda di halaman 1dari 5

JAWABAN TUGAS MATA KULIAH

TUGAS 2

Nama Mahasiswa : Khoirunnisa

Nomor Induk Mahasiswa/NIM : 042207291

Kode/Nama Mata Kuliah :PBIN4432/Linguistik Bandingan

Kode/Nama UPBJJ : 76/Jember

1. Istilah dalam perubahan bahasa

a. Dalam Antilla, 1972; Lubis, 1994; Kridalaksana, 1993, asimilasi adalah proses perubahan satu bunyi menjadi bunyi

yang lain akibat pertemuan dengan bunyi disekitranya. Jenis-jenis dari asimilasi antara lain :

● Asimilasi regresif adalah proses perubahan bunyi menjadi mirip dengan bunyi yang mengikutinya. Contoh : al

taraib menjadi at taraib.

● Asimilasi progresif adalah perubahan bunyi menjadi mirip dengan bunyi yang mendahuluinya. Contohnya [v] >

[f] dalam ik eet vis (Bhs. Belanda) karena pengaruh [t] pada eet.

● Asimilasi fonemis adalah perubahan yang terjadi bukan hanya bunyi saja yang berubah, tetapi perubahan itu

sampai menjadi fonem yang lain. Contoh /l/ menjadi /s/ dalam al salam menjadi as salam.
● Asimilasi fonetis adalah perubahan yang terjadi sebatas bunyi saja tidak sampai ke fonemnya. Contoh /i/ dalam

kata-kata larik, baik, sakit, kain diucapkan lebih rendah dan mirip dengan bunyi /e/.

● Asimilasi resiprokal adalah proses perubahan dua fonem yang berurutan yang menyebabkan kedua fonem itu

menjadi dua fonem yang lain dari semula. Contoh bereng+hamu menjadi berekamu (Bhs. Batak)

b. Disimilasi adalah proses perubahan yang terjadi apabila dua bunyi yang sama berubah menjadi bunyi yang tidak sama.

Contoh : pasangan [r] dan [r] dalam kata berajar menjadi [l] dan [r] dalam kata belajar.

Jenis-jenis disimilasi :

● Disimilasi Progresif adalah disimilasi yang terjadi karena pengaruh bunyi yang pertama

● Disimilasi Regresif adalah disimilasi yang terjadi karena pengaruh bunyi yang kedua. Contoh : pasangan [r] dan

[r] dalam kata terantar menjadi [l] dan [r] dalam kata terlantar.

c. Dalam Kridalaksana, 1993 : 14, analogi adalah proses hasil atau hasil pembentukan unsur bahasa karena pengaruh pola

lain dalam bahasa, misalnya terbentuknya konstruksi neonisasi karena sudah adanya pola yang ada dalam konstruksi

mekanisasi. Contoh :

Pola dasar : Bentuk lain :

Swasta Swadaya, swalayan

Dewa-dewi Putra-putri
2. Hal-hal yang menyebabkan perubahan arti kata ada dua, yakni peristiwa ketatabahasaan dan perubahan waktu, tempat,

lingkungan, dan perubahan konotasi. Peristiwa ketatabahasaan berupa pengimbuhan, pengulangan dan penggabungan.

Perubahan makna bisa disebabkan perubahan waktu, kata yang dulunya bermakna tertentu, bisa memiliki makna tambahan

atau berubah makna.

Perubahan makna bisa dikarenakan perbedaan lingkungan, misalnya kata kitab secara umum bermakna buku, di kalangan

agama, kata kitab bermakna kitab suci. Nilai di lingkungan ekonomi bermakna harga, di lingkungan pendidikan bermakna

angka kepandaian, di lingkungan kebudayaan bermakna konsep abstrak mengenai sesuatu. Negeri di lingkungan pendidikan

bermakna yang diselenggarakan oleh negara (lawan kata swasta), di lingkungan geografi bermakna tanah tempat tinggal suatu

bangsa.

3. H. Kern tahun 1889 mengumumkan, untuk menetapkan negeri asal bahasa Austronesia, H. Kern menggunakan 30 kata yang

diterjemahkan ke dalam lebih dari 100 bahasa, tersebar dari Malagasi sampai tepi barat Amerika Selatan, dari Formosa di

sebelah utara sampai Selandia Baru di sebelah selatan. Kata-kata yang dibandingkan yang menyangkut bahasa-bahasa

Formosa, Ladrona, Sulawesi Tengah, Flores, Irian Bagian Timur, Irlandia Baru, Britannia Baru, dan Kaledonia Baru.

Pendapat H. Kern tentang tanah asal bahasa-bahasa Austronesia dapat disajikan sebagai berikut :

a. Dengan membandingkan kata-kata di dunia tumbuh-tumbuhan, ia menetapkan bahwa negeri asal bahasa Austronesia

haruslah berada di antara garis balik atau setidak-tidaknya sedikit di luar garis itu. Tumbuh-tumbuhan yang digunakan
Kern yaitu : tebu, nyiur, bumbu, buluh, padi, ketimun, pandan, ubi, jelatang, telas, dan tuba (sebanyak 12 kata).

Mustahil bahwa bentuk yang sama bagi nama tumbuh-tumbuhan itu yang terdapat di wilayah Selandia Baru dan

Malagasi terjadi hanya karena kebetulan. Melihat kenyataan lain bahwa bahasa-bahasa itu membedakan dengan cermat

empat jenis bambu : buluh, ptung, awi, dan aur. Demikian juga dengan perbedaan istilah padi dan beras hanya mungkin

kalau kata itu merupakan warisan bersama dari bahasa nenek moyang yang sama. Semua tumbuh-tumbuhan itu adalah

tumbuhan tropis dan subtropis.

b. Mengenai penelitian dalam dunia binatang, tampak negeri asal bangsa-bangsa Melayu-Polenisia haruslah berbatasan

dengan laut. Hal ini terbukti dari nama-nama yang sama untuk bermacam-macam binatang laut: jiu, gurilla, udang,

ikan, pari, dan penyu (berjumlah 5 kata). Nama-nama binatang yang terdapat pada semua bahasa itu dengan bentuk

yang sama dan mirip, yaitu nyamuk, lalat, kutu , laba-laba, tikus, anjing, babi, bangau, buaya, dan tuna (semuanya 11

kata)

c. H. Kern menyimpulkan bahwa negeri asal bukan saja berbatasan dengan laut tetapi harus berada di daerah pantai. Hal

ini terbukti dari beberapa kata yang menunjukkan bahwa mereka adalah bangsa pelaut: besi dan wangkang (kapal,

benawa atau benow) serta kata: layar, kayuh, dan dayung.

d. Negeri asal itu harus terletak di Indonesia atau pantai Timur Indo-Cina, yaitu paling utara di sebelah selatan Cina atau

sekitar garis balik utara, serta di sebelah selatan tidak lebih jauh dari Pulau Jawa.
e. Faktor negatif dan positif. Di Campa tidak ada kata asli untuk kuda, tetapi ada kata atheh sebuah kata dari India

Belakang. Namun, di Sumatra dan Jawa terdapat dua nama yang berlainan, yaitu kuda dan kejaran. Kata koda atau

kuda rupanya kata asing, sedangkan kata kejaran, hajaran, atau jaran adalah kata yang diturunkan dari kata Austronesia

asli. Ada kemungkinan kuda sudah terdapat dalam wilayah baru yang didatanginya, yaitu Sumatra dan sebagainya.

Bahasa Ibanang mempergunakan kata kura atau gajah. Agaknya mereka hanya mendengar tentang binatang itu dan

tidak mengetahuinya sehingga mengacaukan nama itu. Sebab itu, dapat disimpulkan bahwa penduduk di Sumatra dan

Jawa yang menciptakan nama itu. Jadi, harus di sampaikan pula bahwa daerah-daerah itu bukan negeri asal bahasa

Melayu Polynesia.

f. Bangsa Melayu dan Aceh bukan penduduk asli Sumatera. Daerah tempat tinggal mereka terletak lebih ke utara dari

Selat Malaka. Sebab istilah selatan berarti daerah selat. Hal ini diperkuat lagi dengan kenyataan bahwa di kalangan

Melayu-Polynesia terdapat kebiasaan untuk menyebut mata angin dengan sebelah laut, sedangkan lawannya dengan

sebelah darat. Hal ini menunjukkan bahwa penduduk asli Austronesia harus bertempat tinggal di suatu daerah

sepanjang pantai laut, dan bukan di pulau yang dikelilingi laut. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tempat

tinggal bangsa-bangsa Austronesia dahulu kala adalah di daerah campa, Kocin Cina, Kampuchea, dan daerah-daerah

sekitar pantai laut.

4.

Anda mungkin juga menyukai