TUGAS 2
a. Dalam Antilla, 1972; Lubis, 1994; Kridalaksana, 1993, asimilasi adalah proses perubahan satu bunyi menjadi bunyi
yang lain akibat pertemuan dengan bunyi disekitranya. Jenis-jenis dari asimilasi antara lain :
● Asimilasi regresif adalah proses perubahan bunyi menjadi mirip dengan bunyi yang mengikutinya. Contoh : al
● Asimilasi progresif adalah perubahan bunyi menjadi mirip dengan bunyi yang mendahuluinya. Contohnya [v] >
[f] dalam ik eet vis (Bhs. Belanda) karena pengaruh [t] pada eet.
● Asimilasi fonemis adalah perubahan yang terjadi bukan hanya bunyi saja yang berubah, tetapi perubahan itu
sampai menjadi fonem yang lain. Contoh /l/ menjadi /s/ dalam al salam menjadi as salam.
● Asimilasi fonetis adalah perubahan yang terjadi sebatas bunyi saja tidak sampai ke fonemnya. Contoh /i/ dalam
kata-kata larik, baik, sakit, kain diucapkan lebih rendah dan mirip dengan bunyi /e/.
● Asimilasi resiprokal adalah proses perubahan dua fonem yang berurutan yang menyebabkan kedua fonem itu
menjadi dua fonem yang lain dari semula. Contoh bereng+hamu menjadi berekamu (Bhs. Batak)
b. Disimilasi adalah proses perubahan yang terjadi apabila dua bunyi yang sama berubah menjadi bunyi yang tidak sama.
Contoh : pasangan [r] dan [r] dalam kata berajar menjadi [l] dan [r] dalam kata belajar.
Jenis-jenis disimilasi :
● Disimilasi Progresif adalah disimilasi yang terjadi karena pengaruh bunyi yang pertama
● Disimilasi Regresif adalah disimilasi yang terjadi karena pengaruh bunyi yang kedua. Contoh : pasangan [r] dan
[r] dalam kata terantar menjadi [l] dan [r] dalam kata terlantar.
c. Dalam Kridalaksana, 1993 : 14, analogi adalah proses hasil atau hasil pembentukan unsur bahasa karena pengaruh pola
lain dalam bahasa, misalnya terbentuknya konstruksi neonisasi karena sudah adanya pola yang ada dalam konstruksi
mekanisasi. Contoh :
Dewa-dewi Putra-putri
2. Hal-hal yang menyebabkan perubahan arti kata ada dua, yakni peristiwa ketatabahasaan dan perubahan waktu, tempat,
lingkungan, dan perubahan konotasi. Peristiwa ketatabahasaan berupa pengimbuhan, pengulangan dan penggabungan.
Perubahan makna bisa disebabkan perubahan waktu, kata yang dulunya bermakna tertentu, bisa memiliki makna tambahan
Perubahan makna bisa dikarenakan perbedaan lingkungan, misalnya kata kitab secara umum bermakna buku, di kalangan
agama, kata kitab bermakna kitab suci. Nilai di lingkungan ekonomi bermakna harga, di lingkungan pendidikan bermakna
angka kepandaian, di lingkungan kebudayaan bermakna konsep abstrak mengenai sesuatu. Negeri di lingkungan pendidikan
bermakna yang diselenggarakan oleh negara (lawan kata swasta), di lingkungan geografi bermakna tanah tempat tinggal suatu
bangsa.
3. H. Kern tahun 1889 mengumumkan, untuk menetapkan negeri asal bahasa Austronesia, H. Kern menggunakan 30 kata yang
diterjemahkan ke dalam lebih dari 100 bahasa, tersebar dari Malagasi sampai tepi barat Amerika Selatan, dari Formosa di
sebelah utara sampai Selandia Baru di sebelah selatan. Kata-kata yang dibandingkan yang menyangkut bahasa-bahasa
Formosa, Ladrona, Sulawesi Tengah, Flores, Irian Bagian Timur, Irlandia Baru, Britannia Baru, dan Kaledonia Baru.
Pendapat H. Kern tentang tanah asal bahasa-bahasa Austronesia dapat disajikan sebagai berikut :
a. Dengan membandingkan kata-kata di dunia tumbuh-tumbuhan, ia menetapkan bahwa negeri asal bahasa Austronesia
haruslah berada di antara garis balik atau setidak-tidaknya sedikit di luar garis itu. Tumbuh-tumbuhan yang digunakan
Kern yaitu : tebu, nyiur, bumbu, buluh, padi, ketimun, pandan, ubi, jelatang, telas, dan tuba (sebanyak 12 kata).
Mustahil bahwa bentuk yang sama bagi nama tumbuh-tumbuhan itu yang terdapat di wilayah Selandia Baru dan
Malagasi terjadi hanya karena kebetulan. Melihat kenyataan lain bahwa bahasa-bahasa itu membedakan dengan cermat
empat jenis bambu : buluh, ptung, awi, dan aur. Demikian juga dengan perbedaan istilah padi dan beras hanya mungkin
kalau kata itu merupakan warisan bersama dari bahasa nenek moyang yang sama. Semua tumbuh-tumbuhan itu adalah
b. Mengenai penelitian dalam dunia binatang, tampak negeri asal bangsa-bangsa Melayu-Polenisia haruslah berbatasan
dengan laut. Hal ini terbukti dari nama-nama yang sama untuk bermacam-macam binatang laut: jiu, gurilla, udang,
ikan, pari, dan penyu (berjumlah 5 kata). Nama-nama binatang yang terdapat pada semua bahasa itu dengan bentuk
yang sama dan mirip, yaitu nyamuk, lalat, kutu , laba-laba, tikus, anjing, babi, bangau, buaya, dan tuna (semuanya 11
kata)
c. H. Kern menyimpulkan bahwa negeri asal bukan saja berbatasan dengan laut tetapi harus berada di daerah pantai. Hal
ini terbukti dari beberapa kata yang menunjukkan bahwa mereka adalah bangsa pelaut: besi dan wangkang (kapal,
d. Negeri asal itu harus terletak di Indonesia atau pantai Timur Indo-Cina, yaitu paling utara di sebelah selatan Cina atau
sekitar garis balik utara, serta di sebelah selatan tidak lebih jauh dari Pulau Jawa.
e. Faktor negatif dan positif. Di Campa tidak ada kata asli untuk kuda, tetapi ada kata atheh sebuah kata dari India
Belakang. Namun, di Sumatra dan Jawa terdapat dua nama yang berlainan, yaitu kuda dan kejaran. Kata koda atau
kuda rupanya kata asing, sedangkan kata kejaran, hajaran, atau jaran adalah kata yang diturunkan dari kata Austronesia
asli. Ada kemungkinan kuda sudah terdapat dalam wilayah baru yang didatanginya, yaitu Sumatra dan sebagainya.
Bahasa Ibanang mempergunakan kata kura atau gajah. Agaknya mereka hanya mendengar tentang binatang itu dan
tidak mengetahuinya sehingga mengacaukan nama itu. Sebab itu, dapat disimpulkan bahwa penduduk di Sumatra dan
Jawa yang menciptakan nama itu. Jadi, harus di sampaikan pula bahwa daerah-daerah itu bukan negeri asal bahasa
Melayu Polynesia.
f. Bangsa Melayu dan Aceh bukan penduduk asli Sumatera. Daerah tempat tinggal mereka terletak lebih ke utara dari
Selat Malaka. Sebab istilah selatan berarti daerah selat. Hal ini diperkuat lagi dengan kenyataan bahwa di kalangan
Melayu-Polynesia terdapat kebiasaan untuk menyebut mata angin dengan sebelah laut, sedangkan lawannya dengan
sebelah darat. Hal ini menunjukkan bahwa penduduk asli Austronesia harus bertempat tinggal di suatu daerah
sepanjang pantai laut, dan bukan di pulau yang dikelilingi laut. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tempat
tinggal bangsa-bangsa Austronesia dahulu kala adalah di daerah campa, Kocin Cina, Kampuchea, dan daerah-daerah
4.