Anda di halaman 1dari 13

Gunung Kawi, Mei 2019

PENGANTAR

Pembangunan masyarakat (community Development), aktor utamanya adalah masyarakat itu sendiri, meski kemudian mereka
mulai dapat berkembang ketika didampingi oleh fasilitator, praktisi pembangunan masyarakat dan para akademisi maupun oleh
pemimpin masyarakat, serta para aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) termasuk profesional. Kerja-kerja
pembangunan masyarakat merupakan upaya untuk meningkatkan berbagai aspek dalam masyarakat tertentu dalam mencapai
kersejahteraan masyarakat.
Dalam pengertian yang lebih luas, pembangunan masyarakat dapat diartikan sebagai pemberdayaan individu dan kelompok
dari masyarakat yang dilakukan oleh kelompok itu sendiri dengan ketrampilan yang dimiliki sehingga terjadi perubahan pada
penghidupan mereka. Ketrampilan ini sering diartikan sebagai pengembangan kemampuan secara politis yang tersusun dalam
agenda kerja kelompok dalam cakupan yang besar. Dengan demikian pembangunan harus dimengerti sebagai kegiatan yang
dilakukan baik oleh individu maupun oleh masyarakat itu sendiri.
Proses pembangunan masyarakat secara aktif dan berkelanjutan berdasarkan keadilan sosial dan saling menghargai. Hal itu
juga dipengaruhi oleh struktur kekuasaan di mana masyarakat yang belum mampu secara partisipatif melakukan penguatan
dalam kehidupan mereka. Sedang dalam pembangunan tersebut, masyarakat difasilitasi oleh pekerja masyarakat. Dalam hal ini
pekerja masyarakat akan menfasilitasi proses secara partisipasi sehingga masyarakat terdorong untuk mengembangkan
kebijakan dan program-program pembangunan untuk mereka. Dengan demikian pembangunan masyarakat (Community
Development) menggambarkan nilai-nalai keterbukaan, kesetaraan, tanggunggugat, kesempatan yang sama dalam memilih,
partisipasi, saling membutuhkan, saling memberi dan belajar yang berkelanjutan. Sedangkan pembelajaran, ketersediaan dan
pembedayaan merupakan prinsip dari pengembangan masyarakat.
Dengan demikian community development adalah sebuah perubahan yang direncanakan pada segala aspek kehidupan
masyarakat (economic, social, environmental and cultural). Hal ini merupakan proses di mana anggota masyarakat bersama-
sama menyelesaikan masalah yang mereka hadapi secara bersama. Jadi Community Development kadang-kadang sangat jelas,
kadang-kadang sebagai sebuah pernyataan tujuan dari pembangunan masyarakat, dan atau cita-cita yang ingin dicapai melalui
upaya bersama untuk mencapai kehidupan yang lebih baik.
Jelas bahwa untuk melakukan pembangunan masyarakat, dibutuhakan pengerak atau dalam istilah yang lebih lunak disebut
dengan organisator masyarakat (community organizer) sehingga dapat dilakukan kegiatan yang terpadu dan konstruktif. Maka
dalam pelaksanaan pembangunan masyarakat dibutuhkan seorang atau beberapa orang bahkan sebuah lembaga yang disebut
dengan organisator masyarakat atau Fasilitator Masyarakat (community facilitator).
Untuk mencapai sebuah perubahan sosial yang diinginkan maka untuk menjadi fasilitator masyarakat, seseorang atau kelompok
orang atau lembaga paling tidak harus menguasai dan memahami:
1. Pengkajian penghidupan lestari (sustainable livelihood assessment) dalam pembangunan berkelanjutan
2. Pendekatan dan prinsip-prinsip partisipasi dan menggunakan alat-alat penggalian data
3. Penyusunan rencana strategi
4. Pemantauan dan evaluasi
5. Metode pengorganisasian masyarakat dan fasilitasi
Dalam melakukan pembangunan masyarakat terdapat tahapan pengorganisasian yang cukup penting untuk dipahapi dan
dipersiapkan dengan matang, yaitu:

1. Tahap persiapan
Tahap awal dari proses pengorganisasian, fasilitator atau organisator perlu melakukan persiapan secara matang. Pada tahap
ini adalah fase dimana fasilitator secara perorangan dan kelompok atau oragnisasi harus mempersiapan diri secara lebih
matang, seperti penyusunan perencanaan kegiatan, penetapan strategi dan perencanaan waktu yang akan dibutuhkan, serta
penetapan tim lapangan kalau memang dibutuhkan. Hal ini, patut dilakukan sebelum terlibat dalam pembangunan
masyarakat, lebih dari itu mereka juga harus paham informasi dasar tentang daerah dalam kaitannya dengan praktek-praktek
budaya dan gaya hidup dari masyarakat yang akan didampingi.
2. Tahap terpadu dengan warga masyarakat.
Tahap ini adalah tahap di mana fasilitator diterima oleh warga masyarakat, dan diterima pula untuk membantu masyarakat
mereka dalam pembangunan masyarakat. Tahap ini merupakan upaya membangun hubungan yang lebih kuat dengan warga
dalam usaha untuk terlibat pada kehidupan masyarakat dan tinggal bersama mereka serta menjalani pengalaman yang sama.
Ada keterpaduan dalam mencapai harapan dan mimpi antara fasilitator atau organisator dengan warga masyarakat seperti
berkembangnya ide berbagi harapan, aspirasi dan penderitaan sebagai cara untuk membangun kepercayaan, saling
menghormati, saling dan kerja sama. Tentu dalam tahap ini, fasiliator sudah harus diterima oleh warga masyarakat dan
mulai terlibat aktif bersama warga.
Dari 2 tahapan yang penting itu, kapasitas fasilitator musti cukup untuk dapat melakukan fasilitasi warga masyarakat dalam
pelaksnaan pembangunan. Maka dari itu, peningkatan kapasitas perlu dilakukan, ini adalah perhatian dari dial dan EJEF dalam
mengembangkan seri belajar Pendopo Kembangkopi. Terdapat 5 seri perlatihan yang dapat diikuti secara acak, yaitu seri dan
paralel sehingga kerja-kerja di masyarakat dibangun secara konstruktif dan tidak berdasarkan pada proyek pesanan.

Gunung Kawi, Mei 2019


Pietra Widiadi
A. Latar Belakang

Pembangunan masyarakat (baca pedesaan) bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, khususnya
miskin dan salah satunya di Pedesaan. Untuk itu begitu banyak ragam proyek yang dilaksanakan supaya terjadi
peningkatan kualitas hidup masyakat di pedesaan tersebut dan terutama mereka yang miskin. Maka perlu
dipertanyakan, apakah "dampak" dalam proyek pembangunan masyarakat pedesaan? Tentu saja dalam hal ini,
dampak digambarkan sebagai perubahan - positif atau negatif, yang diharapkan atau tidak diharapkan - dalam
kehidupan orang-orang pedesaan sebagaimana yang mereka (dan mitra mereka rasakan), seperti halnya
keberlanjutan-peningkatan perubahan dalam lingkungan mereka.
Maka manajemen suatu proyek, apakah mengetahui dampak dari proyek yang dilaksanakan? Pembelajaran
tentang keberhasilan dan kegagalan dapat ditemukan dalam proses monitoring dan evaluasi yang merupakan
sumper dari pembelajaran kritis sehingga merupakan pokok dalam memandu ‘pengelolahan terhadap dampak’.
"Pengelolahan terhadap dampak" berarti merespon terhadap perubahan keadaan dan meningkatkan
pemahaman dengan mengadaptasikan proyek sedemikian rupa sehingga akan menjadi lebih mungkin untuk
mencapai dampak-dampak yang diharapkan.
Dalam penyesuaian memerlukan perubahan-perubahan kecil terhadap aktivitas atau revisi strategis jangka
panjang. Sehingga setiap proyek dapat mengelola dampaknya berdasarkan kendala-kendalanya sendiri.
Dengan demikian untuk tetap memperbaharui kendala-kendala internal dan eksternal akan dapat membantu
manajemen memiliki harapan-harapan yang realistis dari apa yang dapat disesuaikan dan dicapai.
Dampak yang diharapkan adalah perubahan dalam kehidupan masyarakat (baca miskin) pedesaan atau, lebih
rinci lagi, perbaikan dalam kesejahteraan mereka. Untuk mengurangi kemiskinan, staf-staf proyek
merencanakan aktivitas-aktivitas konkret. Tetapi ini tidak membawa secara langsung pada dampak. Ada
banyak langkah serta jalur dan banyak pemain lain yang terlibat yaitu mereka yang mempengaruhi dampak
akhir maka aktivitas perlu dikendalikan secara berkesinambungan. Dampak juga sering digunakan sebagai
bentuk pencapaian tingkatan-sasaran tertinggi dari suatu proyek, seperti "perbaikan keamanan pangan" dan
"peningkatan pendapatan rumah tangga". Bagaimanapun efek signifikan (penting) dari kemiskinan akan
memerlukan beberapa tahun untuk dapat dilihat, dan dapat lebih panjang dari pada jangka waktu proyek yang
dilaksanakan.
Kebanyakan pendekatan perencanaan meletakkan dua tahapan diantara aktivitas dan dampak, yaitu keluaran
(outputs) dan hasil (outcomes). Keluaran adalah produk atau jasa yang langsung dihasilkan melalui proyek.
Hasil (result) atau juga dimaksdut dengan outcome adalah apa yang terjadi setelah keluaran dihasilkan. Hasil
ini merupakan tanda-tanda dari dampak yang diharapkan. Hasil pada umumnya melibatkan perubahan perilaku
orang-orang atau organisasi sebagai hasil dari proyek.
Kunci dari menggunakan M&E adalah untuk membantu mengelola seluruh kegiatan dan sumber daya proyek
yang ada untuk meningkatkan dampak secara terus menerus, dari jangka pendek sampai jangka panjang. Ini
memerlukan kejelasan dalam proyek tentang tujuan-tujuan yang diinginkan dan kewaspadaan untuk
memahami jika hasil pada tingkatan rendah mengkontribusikan terhadap tujuan pada tingkat yang lebih tinggi.
Itu juga memerlukan usaha yang sungguh-sungguh untuk belajar mengenali tindakan-tindakan korektif yang
bisa meningkatkan dampak lebih lanjut.
M&E adalah suatu alat manajemen bagi mereka yang mengelola apapun dari suatu komponen kecil suatu
proyek dari keseluruhan proyek. Pembuatan suatu sistem M&E yang baik memerlukan kehati-hatian berpikir
tentang keseluruhan manajemen proyek dan, terutama sekali, bagaimana cara mengelola pertalian antara
elemen-elemen proyek, yaitu:
• memperjelas apa dampak yang diharapkan dari suatu proyek terhadap perubahan masyarakat dan
bagaimana ini akan dicapai;
• memutuskan bagaimana kemajuan dan dampak akan dinilai;
• memungumpulkan dan menganalisa informasi yang diperlukan untuk menelusuri kemajuan dan dampak;
• menjelaskan alasan-alasan terhadap kesuksesan dan kegagalan; dan bermufakat bagaimana cara
menggunakan pemahaman ini untuk meningkatkan tindakan di masa depan.
Pengelolahan dampak hanya mungkin jika anda mempunyai informasi yang dapat dipercaya tentang kemajuan
aktivitas-aktivitas dan hasil-hasilnya, alasan-alasan keberhasilan dan kegagalan, dan konteks di mana aktivitas-
aktivitas telah dilakukan. Informasi ini adalah keluaran dari prosedur M&E. Menganalisa informasi ini dengan
para stakeholder kunci dapat mendukung pengambilan keputusan yang lebih baik guna meningkatkan kinerja
proyek. Suatu informasi dapat membantu proyek untuk mengurangi kemiskinan dengan sangat efektif hanya
akan melalui suatu sistem M&E yang bermanfaat.
B. Monitoring dan Evaluasi
Tidak ada konsensus tentang peristilahan dalam perencanaan dan M&E. Tulisan ini tidak membuat suatu
pembedaan yang mutlak antara "monitoring" dan "evaluasi" sebab, dalam prakteknya, dua proses ini saling
tumpang-tindih dan menjadi bagian dari proses pembelajaran participatory yang sistematis. Sebagai contoh,
jika monitoring reguler mengungkapkan berbagai hal itu tidak seperti yang diharapkan, anda mungkin
memerlukan untuk melakukan suatu evaluasi tematik lebih seksama untuk lebih memahami mengapa dan
mengetahui perubahan apa yang dapat dibuat.
Monitoring adalah proses rutin pengumpulan data dan pengukuran kemajuan atas objektif program. Memantau
perubahan, yang fokus pada proses dan keluaran. Monitoring menyediakan data dasar untuk menjawab
permasalahan, sedangkan evaluasi adalah memposisikan data-data tersebut agar dapat digunakan dan
diharapkan memberikan nilai tambah. Evaluasi adalah mempelajari kejadian, memberikan solusi untuk suatu
masalah, rekomendasi yang harus dibuat, menyarankan perbaikan. Namun tanpa monitoring, evaluasi tidak
dapat dilakukan karena tidak memiliki data dasar untuk dilakukan analisis, dan dikhawatirkan akan
mengakibatkan spekulasi, oleh karena itu Monitoring dan Evaluasi harus berjalan seiring. Dalam
melaksanakan sebuah proyek tidak bisa hanya melakukan evaluasi, atau hanya melakukan monitoring. Dalam
hal ini, monev proyek tidak boleh dirancang tanpa diketahui bagaimana data dan informasi akan dievaluasi
dan tepat guna, sebab ketidakmampuan dalam mengumpulkan dan menyimpan data yang akan digunakan.
Dalam upaya tersebut, sebelum menyusun kerangka monitoring dan evaluasi, perlu dicermati apakah dalam
menyusun rencana strategi sudah diperhatikan prinsip pokok yang dipakai supaya dalam pengukurannya tidak
menemukan kebingungan atau kesenjangan atau bahkan ketidak tepatan. Untuk itu perlu ditetapkan prinsip
yang tepat, dalam hal ini disebut dengan suatu konsep yang cukup terkenal untuk merumuskan tujuan secara
efektif adalah konsep Specific, Measurable, Achievable, Realistic and Timely.1 Bahasan ini sepertinya mundur
pada seri 3 perlatihan Pengkajian Penghidupan Lestari. Hal ini dilakukan untul menyelarakan materi ini dengan
bagaimana penilaian yang ditetapkan dalam pelaksanaan pemantauan dan penilaian hasil dari pelaksanaan
proyek atau program yang dikembangkan. Penggunaan SMART ini merupakan metode memiliki kelebihan
dan kekurangan sendiri, dan oleh karena itu penting untuk menggunakan metode ini bermanfaat untuk dapat
menghasilkan 'pernyataan tujuan' yang paling sesuai dengan keadaan dan budaya organisasi yang
melaksanakan2.

1Konsep ini pertama kali digunakan oleh George T. Doran pada tahun 1981. Mungkin Anda juga tidak asing dengan konsep SMART ini , namun barangkali
masih belum terbiasa menerapkannya. https://www.mindtools.com/pages/article/smart-goals.htm.
2
http://www.free-management-ebooks.com/faqps/goal-04.htm
Untuk itu, penjelasan terkait dengan ukuran dari tujuan dipaparkan sebagai berikut:
1. Specific (khusus)
Tujuan yang ditetapkan harus jelas dan spesifik (khusus) dan ini akan membantu menguraikan apa yang
akan lakukan, sedangkan spesifik akan membuat segala upaya menjadi lebih terarah pada target yang akan
dicapai. Sangat sering, ketika memeriksa suatu tujuan, menemukan bahwa tujuan yang ditetapkan
ternyata dapat dipecah menjadi tujuan yang terpisah dan lebih spesifik. Langkah pertama dalam
proses ini adalah mengajukan pertanyaan seperti di bawah ini:
 Apa yang ingin saya capai?
 Mengapa tujuan ini penting?
 Siapa yang terlibat?
 Di mana dilakukan?
 Sumber daya atau batasan apa yang ada?
2. Measurable (bisa terukur)
Apa yang ingin dicapai haruslah bisa diukur, misalnya seberapa kuat, seberapa sering, seberapa banyak,
atau seberapa dalam.

berapa berapa
banyak besar

bagaimana
dapat dicapai

Mengukur kemajuan akan membantu menejemen oragnisasi tetap pada jalurnya, mencapai tanggal
targetnya, dan mengalami pencapaian yang mendorong pada upaya berkelanjutan yang diperlukan untuk
mencapai tujuan. Sasaran yang terukur biasanya akan menjawab pertanyaan seperti berapa banyak, berapa
besar, dan bagaimana saya tahu penyelesaiannya? Format apa pun yang paling sesuai dengan tujuan yang
memungkinkan untuk menilai kemajuan. Ini juga memberi arahan nyata pada apa yang harus dicapai dalam
jangka waktu tertentu dan menawarkan suatu kesempatan untuk mencapai tujuan itu.
Menggunakan pengukuran juga memungkinkan terarah dan membantu memastikan apakah tenggat
waktunya cukup realistis. Namun juga penting untuk tetap fleksibel selama proses ini karena sering terjadi
keadaan yang ada tidak dapat perkirakan.
3. Achievable (bisa dicapai)
Tujuan yang tetapkan haruslah bisa dicapai dan jangan sampai menetapkan tujuan yang tidak mungkin
dapat capai. Tidak ada gunanya menetapkan tujuan yang agak sulit untuk dicapai atau di luar kemampuan
organisiasi karena ini hanya akan melemahkan motivasi dan menghancurkan kepercayaan diri organisasi.
Pentingnya mampu mencapai tujuan sama pentingnya ketika menetapkan tujuan untuk orang lain, seperti
untuk diri sendiri. Saat menetapkan tujuan, harus menggunakan pengetahuan dan keterampilan sebagai
barometer untuk memastikan bahwa tujuan itu 'dapat dicapai’. Menetapkan tujuan yang terlalu mudah juga
menumbukan persoalan, yaitu akan membuat merasa ditipu begitu tercapai. Ini karena tidak merasa cukup,
jika ada, 'tantangan' hadir dalam proses mencapainya. Semakin banyak pengalaman yang dimiliki dalam
menetapkan tujuan, semakin mahir dalam menyeimbangkan keseimbangan yang diperlukan antara tujuan
tantangan dan yang bisa dicapai. Saat menetapkan tujuan yang 'dapat dicapai' juga harus memastikan bahwa
sumber daya yang ada cukup tersedia. Jika sumber daya tidak cukup, bahkan tidak ada maka perlu
mengubah tujuan ke tingkat yang lebih rendah, atau mengatasi kendala sumber daya, sehingga tujuan dapat
dicapai.
4. Realistic (masuk akal)
Realistis atau masuk akal adalah hal lain yang harus dipenuhi oleh tujuan yang ingin dicapai. Jangan sampai
membuat tujuan yang terlalu sulit sehingga tidak mungkin dicapai atau membuat tujuan yang tidak sejalan
dengan kebutuhan. Nyatakan hasil apa yang secara realistis dapat dicapai dengan mengingat sumber daya
yang tersedia.
5. Time Bound (Batasan Waktu)
Harus bisa menetapkan kapan tujuan tersebut harus dicapai. Apakah minggu depan, tahun depan, atau lima
tahun lagi. Adanya batasan waktu, maka akan terpacu untuk segera memulai melakukan kegiatan yang akan
dilaksanakan. Komitmen terhadap tenggat waktu membantu tim memfokuskan upaya mereka menuju
penyelesaian tujuan dan mencegah agar tidak dikalahkan oleh tugas rutin lain yang tidak terkait yang
mungkin muncul. Tujuan yang dibatasi waktu dimaksudkan untuk membangun rasa urgensi.
Dalam pelaksanaan proyek oleh manejemen organisasi, metode SMART sangat penting karena kejelasan
tujuan, bersama dengan langkah-langkah yang ditentukan dan relevansinya dengan proyek, memastikan semua
anggota tahu persis apa yang diminta dari mereka dan kapan. Dengan SMART ini tujuan tim, merupakan
kombinasi dari KSA (knowledges, skills and attitudes) masing-masing orang yang memastikan bahwa tujuan
proyek dapat tercapai. Dengan demikian poin utamanya adalah
• SMART adalah singkatan untuk Spesifik, Terukur, Dapat Dicapai, Realistis, dan Batas Waktu.
• Sasaran harus sejelas mungkin, bahkan jika ini berarti meruntuhkannya.
• Jika suatu tujuan tidak dapat diukur, tidak mungkin dapat mengetahui apakah suatu tim membuat membuat
kemajuan untuk menyelesaikan capaian.
• Suatu tujuan perlu dicapai, tetapi pada saat yang sama itu tidak boleh terlalu mudah.
• Sasaran yang mendukung atau sejalan dengan sasaran lain akan dianggap sebagai sasaran yang relevan.
• Sasaran yang terikat waktu dimaksudkan untuk membangun rasa urgensi.
Berangkat dari metode SMART tersebut melakukan MEL akan lebih terbantukan. Dengan demikian, di mana
suatu sistem M&E yang baik menyediakan dan mengkomunikasikan data untuk membantu kelompok
stakeholders menganalisa kemajuan. M&E tidak berarti - atau sedikit artinya - tanpa suatu proses komunikasi
pengrefleksian kritikal dan terbuka untuk penguatan kemitraan proyek. Memposisikan pembelajaran
participatory di pusat dari suatu manajemen proyek yang baik memerlukan kedua hal berikut, data aktivitas-
aktivitas proyek dan catatan personal dari pengalaman masyarakat. Itu memerlukan tinjauan ulang oleh
menejemen projek bersama stakeholders utama, yang didukung oleh masukan dari spesialis di luar projek.
Lima pertanyaan-pertanyaan strategik M&E untuk pengelolahan dampak:
• Relevance – Apakah yang kita sedang dilakukan suatu gagasan meningkatkan situasi yang ada? Apakah
itu berhadapan dengan prioritas dari target grup? Mengapa atau mengapa bukan?
• Effectiveness – Sudahkah rencana-rencana (tujuan, keluaran dan aktivitas) telah tercapai? Apakah logika
intervensi tepat? Mengapa atau mengapa tidak? Apakah yang kita sedang lakukan sekarang merupakan cara
yang terbaik untuk memaksimalkan dampak?
• Efficiency – Apakah sumber daya yang digunakan dengan cara yang terbaik dan tepat? Mengapa atau
mengapa bukan? Apa yang kita bisa lakukan dengan cara yang berbeda untuk meningkatkan
pengimplementasian, dengan demikian memaksimalkan dampak, pada suatu biaya yang bisa didukung dan
bisa diterima?
• Impact – Perluasan yang bagaimana yang telah disokong proyek ke arah pengurangan kemiskinan (atau
tujuan jangka panjang lainnya)? Mengapa atau mengapa bukan? Apa hal positif yang tidak diantisipasi atau
konsekwensi negatif yang dimiliki proyek? Mengapa mereka muncul?
• Sustainability – Akankah ada dampak positif yang berlanjut sebagai hasil proyek setelah dana proyek
dikeluarkan dalam empat atau lima tahun? Mengapa atau mengapa tidak?
Secara sederhana monitoring dapat dipahami sebagai suatu siklus teratur dari kegiatan pengumpulan,
peninjauan, pelaporan dan penindaklanjutan suatu informasi mengenai pelaksanaan proyek. Monitoring juga
membantu pengevaluasian-diri sendiri (projek) yang berkesinambungan dengan menyediakan data untuk
menghasilkan pemahaman mendalam melalui proses-proses informal dan formal. Monitoring formal
melibatkan pengumpulan data tentang indikator-indikator terpilih dan pertanyaan-pertanyaan kinerja.
Monitoring informal adalah tentang penilaian dan berbagi kesan melalui diskusi dengan para stakeholder dan
melalui pengamatan2 lapangan. Monitoring memfokuskan pada pengumpulan informasi yang reguler dan
frekwensi pemeriksaan akan kemajuan jangka pendek, dengan analisa tentang implikasi dari proyek.
Umumnya digunakan untuk memeriksa kinerja berdasarkan “target”.

Monitoring secara umum meliputi dua fungsi yang saling berkaitan:


1. Monitoring Kepatuhan. Monitoring jenis ini merupakan tingkat paling dasar dari monitoring proyek.
Dilakukan untuk memastikan agar staf dan rekanan kita serta penerima bantuan (sub-grantee) memenuhi
peraturan donatur dan persyaratan pemberian bantuan, hibah turunan dan kontrak. Contohnya meliputi
pemeriksaan "pengguna akhir” dalam proyek distribusi. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa
penerima bantuan yang dituju telah menerima bantuan pangan dan pasokan sesuai standar yang sebenarnya.
Dalam proyek infrastruktur, staf teknisi melakukan kunjungan rutin ke lokasi untuk memastikan bahwa
perusahaan konstruksi mematuhi ketentuan-ketentuan dalam kontrak dan melakukan pekerjaan mereka
sesuai standar teknik.
2. Monitoring Kinerja. Monitoring jenis ini seringkali diadakan bersamaan dengan monitoring kepatuhan.
Monitoring kinerja mencakup pengumpulan data untuk memeriksa kemajuan terhadap target, untuk
menentukan seberapa jauh kemajuan yang diperoleh terhadap hasil yang diharapkan. Selain itu, monitoring
kinerja menjangkau jauh di luar kepatuhan terhadap peraturan dan yang seringkali melibatkan penafsiran
terhadap “efek-efek” proyek kita.
Namun agar menjadi lebih efektif, monitoring harus dilakukan lebih dari sekedar pengumpulan data, di mana
kita harus secara rutin melakukan pengkajian-ulang data dan (apabila perlu) memperbaiki Rencana Kerja kita.
Dengan demikian monitoring dilakukan untuk menjaga agar proyek yang dilaksanakan sesuai dengan rencana
yang telah ditetapkan. Dalam melaksanakan monitoring yang dijadikan dasar adalah kerangka logika dari
proyek yang dilaksanakan, yang dipandu dari tujuan, out put dan out comes dari proyek. Dengan demikian
monitoring yang dilakukan memiliki 2 tujuan, yaitu
1. memastikan bahwa langkah yang dilaksanakan sesuai dengan rencana yang ditetapkan. Monitoring ini
biasanya disebut dengan proses audit atau melakukan penelusuran kegiatan pelaksanaan proyek.
2. memastikan bahwa kegiatan yang dilakukan memiliki dampak yang seperti yang diharapkan.Dengan
demikian maka yang dilakukan adalah
Dengan demikian jelas bahwa tracking of activities atau auditing of prosess dilakukan dengan pemeriksaan
langkah-langkah yang dilakukan sesuai dengan rencananya atau tidak. Dan kemudian melakukan monitoring
untuk melihat dampak dari proyek yang dilaksanakan. Untuk melihat dampak dari proyek maka dapat
ditetapkan 2 cara yaitu
1. Secara non partisipatif, yaitu menggunakan alat metode kuantitatif dan kualitatif yang ditetapkan untuk
menjaring informasi dan dilaksanakan oleh staffs dari manajemen proyek atau dari pihak luar yang diminta.
2. Secara partisipatif, yaitu monitoring yang direncanakan dan dilaksanakan oleh masyarakat di mana proyek
dilaksanakan. Alat yang digunakan adalah alat yang dipakai untuk PRA. Alat yang dipakai juga akan
mengukur indikator keberhasilan dari proyek yang dilaksanakan. Umumnya data yang ada berupa data
kualitatif yang tidak berupa data statistik.
Ketika data telah diperoleh, tahapan konversi dari data dalam quisioner menjadi data eletronik adalah perlu
untuk dilakukan. Proses debugging perlu dilakukan sebelum data siap untuk dianalisa. Penganalisaan data
dilakukan untuk menghasilkan laporan dari monitoring. Dari laporan perkembangan usaha tani perrumah
tangga responden, kemudian dilakukan focus grup discussion (FGD) yang dihadiri oleh staff projek
(monitoring dan program), responden (dan non responden), lembaga penyuluh pertanian dan pemerintah desa.
FGD ini merupakan kegiatan refleksi atas hasil monitoring terhadap kemajuan intervensi projek yang dilihat
dari dampak yang digambarkan dalam laporan usahatani per rumah tangga beneficiaries. Dari kegiatan FGD
ini yang kemudian banyak diperoleh masukan-masukan dari pihak ekternal pelaksana projek tentang
bagaimana projek dapat lebih meningkatkan peran guna lebih meningkatkan dampak terhadap komunitas
intervensi.
C. Evaluasi (Baseline dan Endline)
Evaluasi, dalam pengertian paling umum berarti " menilai keberhargaan sesuatu". Dalam prakteknya, ini
berarti bahwa pelaksana memerlukan suatu sikap selalu bertanya terhadap penilaian berkesinambungan.
Kegiatan evaluasi sering lebih berkala dan menanyakan pertanyaan-pertanyaan mendasar tentang keseluruhan
kemajuan dan arah suatu proyek. Proses pengevaluasian-diri sendiri berkombinasi baik dengan para evaluasi
eksternal. Evaluasi adalah penilaian (assessment), penganalisaan dan penggunaan data secara periodik tentang
projek. Berdasarkan waktunya dalam siklus projek, evaluasi dapat diklasifikasikan menjadi:
a. Baseline. Penilaian terhadap sekumpulan indikator terpilih berkenaan dengan kondisi populasi target begitu
projek dimulai tetapi sebelum memulai intervensi projek.
Perhatian utama dalam baseline adalah mengumpulkan dan menganalisa data sebelum proyek dilakukan
yang berkaitan dengan indikator-indikator dalam Goal Antara dan Final. Baseline dilakukan untuk
menetapkan nilai awal (benchmark) dari indikator-indikator yang dipilih, yaitu, untuk menyediakan data
yang berada pada status awal sehingga rangkaian monitoring dan evaluasi dapat menilai effects dan dampak
dari projek pada populasi target. Baselline juga membantu untuk menilai keterukuran (measureability) dari
indikator-indikator yang ditetapkan dan dapat digunakan untuk memperjelas atau mempertajam indikator-
indikator tersebut untuk tindak lanjut. Untuk melakukan ini, baseline dilakukan setelah projek dirancang
dan didanai, tetapi sebelum intervensi projek dimulai.

Jika studi baseline dapat direncanakan, dirancang, diimplementasikan dan dianalisa dalam tampilan
partisipatori, komitmen dari para mitra (termasuk populasi target) terhadap intervensi projek dapat
ditingkatkan. Sebagai contoh, dalam sebuah baseline projek kesehatan yang menggunakan pemetaan sosial
(social mapping; salah satu alat dalam PRA), di sebuah komunitas ditemukan bahwa di bagian barat 2/3
penduduk dari sebuah desa tidak memiliki wc dan di selatan 1/3 dimana sebagian besar KK memiliki wc.
Dalam tiga bulan setelah baselline, lebih dari setengah rumah tangga yang sebelumnya tidak memiliki wc
kini secara spontan membangun wc – sebagai akibat langsung dari timbulnya opini publik melalui baseline.

Sasaran (objectives) yang sangat spesifik dan jelas perlu ditegaskan dalam studi baseline selama sasaran
tersebut akan menjadi hal yang sangat penting dalam projek. Keterbatasan potensial dari studi baseline

 Mengumpulkan informasi yang tidak spesifik dan berlebihan sehingga data sangat berlimpah untuk
dianalisa dan digunakan.
 Informasi yang bersifat sarinya saja (extracting information) dan tidak melibatkan secara aktif anggota-
anggota populasi target dalam perencanaan dan pengimplementasian studi; ini terjadi seringnya jika
pendekatan adalah merupakan survey quantitative yang sangat kompleks.
 Pengumpulan data yang hanya berkaitan pada titik waktu tertentu, yaitu berdasarkan musim dan tahun
kapan studi dilakukan; ini berarti bahwa studi-studi pembanding berikutnya perlu untuk direncanakan
pada titik waktu yang sama.
 Error dalam penarikan contoh (sampling): responden dapat merusak nilai dari analisa, seperti,
sampling hanya bagi petani-petani yang benar-benar mungkin mengalami perubahan oleh intervensi
projek seperti para petani yang memiliki lahan, atau para petani yang berpendidikan yang merupakan
orang-orang yang dengan mudah dapat menjawab kuisioner.
b. Annual review. Penilaian internal terhadap performance dan kemajuan projek pembangunan setelah
periode satu tahun. Biasanya mencakup penilaian terhadap effek (respon populasi target terhadap
output/intervensi projek) dan strategi projek.
c. Mid-term evaluation. Biasanya penilaian external (sangat objektif) terhadap projek yang mana fokus pada
performan, kapasitas kelembagaan, dan koreksi-koreksi paruh-periode projek untuk memperbaiki
pencapaian di periode sisa projek.
d. Final Evaluation/End Line. Penilaian secara external atau internal terhadap effect dan dampak karena
projek, termasuk juga keefektivan pembiayaan atau penilaian terhadap kemanfaatan dari pembiayaan.
Biasanya dilakukan sebelum atau begitu projek berakhir.
Begitu projek mendekati akhir siklusnya, evaluasi akhir atau end-line harus dilakukan oleh tim manajemen
projek (internal), atau lebih seringnya oleh tim evaluasi eksternal. Objektif dari end-line diambil
berdasarkan pengalaman-pengalaman projek dalam rangka untuk memperbaiki rancangan projek-projek
yang sedang berjalan atau projek-projek dimasa datang.

Untuk projek yang melaksanakan Mid-term evaluasi, data yang akan dianalisa (jenis dan macam) dari mid-
term dan endline adalah sama, kecuali data yang berkenaan dengan assesmen terhadap ke-effektifan biaya
(dan terkadang juga kemanfaatan biaya/cost-benefit) yang hanya dilakukan dalam end-line saja. Sumber
data untuk end-line mencakup dokumen-dokumen proyek, dan diskusi-diskusi dengan semua kelompok
yang berbeda yang terlibat dalam atau dengan projek. Ini juga melibatkan populasi target, staff projek,
pembuat kebijakan pemerintah nasional maupun regional, dan para donor.

Dua metoda analisa prinsipal yang digunakan dalam end-line atau evaluasi akhir adalah
1. membandingkan sebelum dan sesudah (mengumpulkan kembali data sesuai dengan indikator-
indikator yang didokumentasikan dalam studi baseline, dan membandingkan nilai-nilainya ketika
projek dimulai dengan ketika projek berakhir);
2. membandingkan dengan dan tanpa (melakukan penilaian terhadap indikator-indikator yang dipilih
terhadap orang-orang yang mendapat manfaat dan tidak dari intervensi projek). Analisa pembandingan
dari aktual dengan target sangat tidak memuaskan untuk data-data monitoring untuk menilai effek,
khususnya dengan OVIs yang lebih bersifat kualitative tentang opini dari populasi target. Hasil dari
evaluasi adalah dilaporkan dalam Laporan Evaluasi Projek Akhir.
e. Ex-post evaluation. Studi mendalam dan bersifat external mengenai dampak projek terhadap populasi
target. Jarak antara yang disarankan antara masa projek selesai dan masa ex-post evaluation adalah 5-10
tahun. Evaluasi ini jarang dilakukan dikarenakan ketiadaan kemauan donor untuk membiayainya.

1. Standart minimal yang harus dipenuhi dalam baseline dan endline


 mengacu pada log-Frame
Seperti telah dijelaskan diatas, bahwa logframe adalah dasar bagi dilakukannya Baseline maupun Endline,
yaitu dengan menentukan secara jelas dan tepat dari indikator-indikator yang akan diukur dalam baseline
dan endline. Logframe akan mengeluarkan indikator-indikator yang akan diukur untuk melihat tingkat
dampak dari project. Atau dengan kata lain adalah apa atau bagaimana dampak yang akan dihasilkan di
akhir project di populasi target.

Dari indikator-indikator dampak yang dikeluarkan oleh Logframe ini yang kemudian akan dikembangkan
menjadi variabel-variabel yang akan diukur dalam survey-survey Baseline, Mid-term maupun Endline.
 memungkinkan atribusi
Dalam endline, salah satu metode analisa adalah membandingkan kelompok orang yang menerima manfaat
dari intervensi projek dengan kelompok orang yang tidak. Perbandingan ini adalah untuk mengukur
besarnya dampak aktual karena intervensi projek diluar dari faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi
perubahan nilai terhadap indikator-indikator yang diukur. Melihat perbedaan ini berarti ingin melihat
tingkat atribusi dari intervensi projek, sehingga dapat ditentukan secara pasti tingkat perubahan karena
intervensi dari projek setelah dikeluarkannya pengaruh dampak dari faktor lain terhadap indikator yang
diamati. Melihat tingkat atribusi hanya dilakukan ketika menganalisa data dari endline. Asumsi dasar yang
dipegang adalah bahwa pada saat projek dimulai dan sebelum intervensi projek dilakukan, populasi target
memiliki nilai yang sama pada indikator-indikator yang akan diukur.

 sampling
Dalam melakukan survey, kerangka sample ataupun pengambilan sample harus dilakukan dengan
mengadopsi kaidah-kaidah baku statistik, yang disesuaikan dengan karakteristik populasi ataupun geologi
dimana populasi berada.

Beberapa metoda sampling ataupun kombinasi daripadanya, yang relevant digunakan dalam monitoring
intervensi PTD adalah:

 Random sampling
 Stratified Random Sampling
 Cluster Sampling
Selain menggunakan metoda-metoda penarikan sample yang memenuhi kaidah- kaidah statistik, dalam
mempresentasikan hasil dari survey, juga akan menggunakan teknik-teknik penganalisaan data yang
memenuhi kaidah-kaidah statistika.

Mengacuh kepada standard survey rumah tangga dengan metode sampling pps (probability proportional to
size) dimana populasi target (populasi beneficiaries) minimal 10.000 rumah tangga, ukuran contoh adalah
sebesar 6% atau sebesar 600 rumah tangga sample. Patokan ukuran 6% adalah relatif kecil jika ukuran
populasi target sangat kecih atau jauh dari 10.000 rumahtangga.

Setelah ukuran sample diputuskan yaitu berapa jumlah beneficiaries yang akan dijadikan responden,
kemudian yang harus dilakukan adalah memilih siapa yang akan dijadikan responden dari daftar nama
beneficiaries. Untuk baseline dan endline, sample diambil dari daftar nama populasi dan atau daftar nama
beneficiaries Proyek. Sehingga adalah penting untuk memiliki database penduduk desa dimana intervensi
Proyek dilakukan, karena metode sampling akan dilakukan terhadap database penduduk dari desa dimana
intervensi dilakukan.

 Siapa yang melakukan


Sebagaimana telah disinggung di atas, baik baseline maupun endline dapat dilakukan oleh internal lembaga
pelaksana projek. Untuk endline atau final evaluation, biasanya dilakukan oleh pihak eksternal. Mengapa
eksternal? Ini untuk menjaga independensi dari hasil evaluasi yang dilakukan terhadap dampak dari projek,
selain dari rekomendasi dari donor tentang pelaksanaan final evaluation. Tidak ada satu aturan atau panduan
khusus siapa dan bagaimana pihak luar yang menjadi mitra pelaksana baseline ataupun endline (final
evaluation), kecuali ada penunjukan langsung dari pihak donor terhadap siapa pelaksana evaluasi, yang
biasanya untuk melakukan final evaluation.

 Pelaporan
Laporan baseline mencakup paling tidak tentang kondisi awal suatu komunitas yang akan diintervensi
ketika projek sedang dimulai tetapi sebelum intervensi. Kondisi awal ini tentu saja berdasarkan indikator-
indikator dampak yang akan diukur dalam endline dan tentu saja berasal dari logframe. Untuk laporan
baseline, paling tidak pelaporan telah didistribusikan dan tersosialisasikan dengan baik bagi staf pelaksana
projek di akhir bulan ke tiga dari studi baseline dilakukan. Biasanya 3 sampai 5 bulan pertama projek
dimulai, kegiatan masih terpusat pada sektor operasional dan penyiapan kelembagaan, belum fokus pada
kegiatan intervensi. Sehingga pada periode tersebut diharapkan laporan baseline telah tersosialisasikan
dengan baik bagi staf pelaksana, sehingga managemen projek masih memiliki waktu guna melakukan
perubahan-perubahan terhadap pendekatan dan strategi intervensi.

Berbeda dengan laporan baseline, dalam laporan endline paling tidak dilaporkan tentang pencapaian
dampak dari projek berdasarkan indikator-indikator dampak dalam logframe. Sangat penting untuk
melaporkan pengukuran terhadap indikator-indikator yang sama terhadap sampel control, yang akan
menjelaskan tingkat atribusi projek terhadap populasi target. Hal penting kedua adalah melaporkan tentang
rekomendasi-rekomendasi terhadap intervensi projek sektor livelihood yang sedang berjalan maupun
projek dimasa yang akan datang. Ini akan memperlihatkan fungsi pembelajaran dari kegiatan evaluasi.

Anda mungkin juga menyukai