ABSTRACT
Alstonia shcolaris is one of the species in the Biology Education laboratory community that
has the potential to be used as a environmental pollution indicators. So the distribution of the
population needs to be known to maintain its sustainability. In this research, the Purposive Random
Sampling method was used. Data were collected and analyzed descriptively regarding the number of
species, ecological indices, and PCA distribution analysis with the Past 4.05 application. From the
research carried out, it was found that the existence of islands in the laboratory was influenced by
external factors in the form of temperature, light intensity, air humidity. The ecological index also
determines the existence of an island in a stable community. It can be concluded that the distribution
of island plants in natural laboratories for biology education is still high and has potential as a
research tool in the field of ecology and other fields.
PENDAHULUAN
Laboratorium Alam Pendidikan Biologi (LAPB) adalah salah satu komunitas di kampus
Universitas Riau yang dijadikan sebagai sarana pembelajaran dalam mata kuliah Ekologi. Dalam
komunitas tersebut dapat digunakan untuk mempelajari struktur vegetasi dan indeks ekologi dalam
ekosistem. Selain itu, struktur komunitasnya memiliki kesamaan ciri seperti hutan tropis sekunder.
Hutan sekunder merupakan hutan primer yang rusak akibat bencana alam atau perbuatan manusia
yang disengaja dalam pemanfaatannya. Didalam hutan sekunder terdapat komunitas yang terdiri dari
beberapa populasi. Kajian populasi sangat penting dilakukan untuk menentukan bagaimana status atau
keadaan suatu populasi tumbuhan. Sehingga dapat dilakukan upaya untuk melakukan pelestarian
terhadap populasi tersebut. Salah satu populasi yang ada di komunitas Laboratorium Alam
Pendidikan Biologi adalah tumbuhan pulai (Alstonia shcolaris). Tumbuhan ini memiliki potensi
sebagai indikator pencemaran udara sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh (Karmakar et al.,
2021), bahwa tanaman tersebut tumbuh di lingkungan kampus dan berpotensi dijadikan sebagai
pestisida nabati. Untuk itu perlu dilakukan penelitian mengenai sebaran populasi tumbuhan pulai agar
dapat diketahui keberadaanya dan dikembangkan sebagai sumber penelitian di bidang ekologi bahkan
bidang ilmu lainnya.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di LAPB pada rentang waktu Agustus - Oktober 2023. Alat dan bahan
yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis, meteran, tali plastik, parang, kantong plastik,
termohygrometer, pH meter, Lux Meter, dan kamera. Metode yang digunakan pada penelitian ini
adalah metode survei dan pengambilan sampel secara Purposive Random Sampling menggunakan
metode Belt transect. Metode belt transect merupakan salah satu metode yang digunakan dalam
menganalisis suatu keadaan vegetasi hutan (Bengen, 2002). Pada setiap stasiun terdapat 1 buah
Transek. Transek dibuat dengan lebar 20 meter dan dengan panjang transek 100 meter. Parameter
yang diamati meliputi jumlah spesies, jumlah individu, dan tingkat keanekaragaman tumbuhan.
Parameter pendukung yang diamati dalam penelitian ini meliputi suhu udara, kelembaban udara, pH
tanah, suhu tanah dan intesitas cahaya.
Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dalam menentukan indeks ekologi meliputi
indeks keanekaragaman (H’), Dominansi, Kemerataan, dan Keragaman. Kemudian, data semua
variabel koloni dianalisis secara deskriptif dengan analisis principal component analysis (PCA) dan
biplot, untuk menentukan pengelompokan dan interaksi antar variabel dengan menggunakan software
PAST 4.05.
HASIL PENELITIAN
Berdasarkan penelitian diperoleh beberapa jenis tumbuhan pada komunitas vegetasi Laboratorium
Alam Pendidikan Biologi.
Tabel 1. Spesies Tumbuhan di Laboratorium Alam Pendidikan Biologi
No Spesies Stasiun I Stasiun II Stasiun III Jumlah
1. S. cordatum 41 28 31 100
2. A. shcolaris 36 26 29 91
3. S. polyanthum 8 7 18 33
4. M. malabathricum 11 14 3 28
5. P.pinnata 15 2 2 19
6. A. altilis 3 4 4 11
7. A. odoratisimus 5 2 2 9
Jumlah 119 83 89 291
Pada Tabel 1. dapat dilihat bahwa terdapat 7 jenis spesies yang diamati di Kawasan LAPB.
Data yang ditampilkan merupakan jumlah keseluruhan spesies pada tingkat pertumbuhan, yaitu
pohon, tiang, pancang dan semai. Dapat dilihat bahwa spesies tertinggi pada ketiga stasiun adalah S.
Cordatum. Spesies pulai (Alstonia shcolaris) memiliki jumlah terbanyak kedua setelah spesies S.
Cordatum, dan spesies terbanyak ketiga adalah S. Polyantum.
Pada penelitian diamati tumbuhan pulai pada komunitas ini memiliki diameter batang 38 cm.
Penelitian oleh (Wang et al., 2016) juga menyatakan bahwa tumbuhan pulai pada tingkat pohon
memiliki ukuran tinggi 50-60 m dan diameter batang 20-80 cm. Kulit batang halus bersisik atau
pecah-pecah dangkal dan terkelupas dalam persegi panjang, coklat kekuningan atau coklat muda
dengan lateks putih. Helaian daun mengkilap dan hijau tua, pucat atau hijau di bawahnya, ujung daun
tumpul atau bulat (Khyade et al., 2014). Potensi tumbuhan pulai berdasarkan penelitian oleh (Agus
Sutikno, Defri Yoza, 2020)bahwa tumbuhan pulai di Kawasan Universitas Riau yang memiliki
potensi sebagai pestisida nabati. Pada penelitian lainnya juga tumbuhan ini berpotensi sebagai
indikator dalam penyerapan polusi udara (Kamakar et al., 2020)
Keberadaan tumbuhan pulai pada komunitas sangat berhubungan erat dengan tumbuhan
lainnya yang saling berinteraksi. Pada penelitian ini diperoleh beberapa indeks ekologi yang
menentukan kualitas dari suatu komunitas. Komunitas yang baik, akan berdamapk pada kelestarian
tumbuhan dan keseimbangan di dalamnya. Indeks ekologi tersebut meliputi indeks keanekaragaman
sebesar 1,5 (kategori sedang), keseragaman sebesar 0,79 (kategori stabil), dominansi sebesar 0,25
(kategori sedang) dan kemerataan sebesar 1,31 (kategori tinggi). Indeks keanekaragaman adalah
parameter vegetasi yang memiliki manfaat terbaik dalam membandingkan komunitas-komunitas,
khususnya dalam hal mempelajari berbagai dampak atas gangguan faktor-faktor lingkungan atau
abiotik terhadap komunitas, serta memahami keadaan suksesi maupun stabilitas komunitas.
Kualitas komunitas tidak terlepas dari faktor lingkungan yang mempengaruhinya. Kondisi
lingkungan pada kawasan penelitian adalah kelembaban udara berkisar (60 – 83%) (kategori normal),
suhu berkisar pada (30 °C -31 °C), kelembaban tanah berkisar (43-80 %), dan intensitas cahaya
berkisar 2000-5000 lux. Pada ketiga stasiun menunjukkan bahwa suhu tidak terlalu tinggi ataupun
rendah. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh (Setiono et al., 2015) bahwa tumbuhan pulai
dapat tumbuh pada suhu maksimum 30 °C dan suhu minumum 20,1°C serta tumbuhan tersebut tidak
tahan terhadap suhu terlalu dingin kurang dari 8 °C. Sehingga suhu pada kawasan tersebut menjadi
pendukung banyaknya spesies pulai yang ditemukan. Pada faktor lingkungan lainnya yaitu intensitas
cahaya, bahwa stasiun pengamatan memiliki intesitas cahaya yang cukup yaitu pada rentang 2000-
5000 lux. n. Hal ini sesuai dengan pernyataan Adinugraha (2011) bahwa tumbuhan Alstonia scholaris
(L.) R.Br dapat hidup dengan baik pada intensitas cahaya 3.400-14.000 Lux.
C
KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, bahwa paada Laboratorium Alam Pendidikan Biologi
tumbuhan pulai masih menempati tiga spesies tertinggi. Tingginya jumlah spesies tumbuhan tersebut
didukung dengan indeks ekologi dan faktor lingkungan yang masih stabil. Dari hasil penelitian ini,
dapat digunakan sebagai referensi untuk meneliti lebih lanjut mengenai potensi dari tumbuhan pulai
dari berbagai bidang lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Agus Sutikno, Defri Yoza, V. V. D. (2020). POTENSI TUMBUHAN DAN SEBARAN TANAMAN
BIOPESTISIDA DI KAMPUS UNIVERSITAS RIAU. Jurnal Ilmu-Ilmu Kehutanan,
2507(February), 1–9.
Karmakar, D., Deb, K., & Padhy, P. K. (2021). Ecophysiological responses of tree species due to air
pollution for biomonitoring of environmental health in urban area. Urban Climate, 35(April
2020), 100741. https://doi.org/10.1016/j.uclim.2020.100741
Khyade, M. S., Kasote, D. M., & Vaikos, N. P. (2014). Alstonia scholaris ( L .) R . Br . and Alstonia
macrophylla Wall . ex G . Don : A comparative review on traditional uses , phytochemistry and
pharmacology. Journal of Ethnopharmacology, 153(1), 1–18.
https://doi.org/10.1016/j.jep.2014.01.025
Setiono, H., Dharmono, & Muchyar. (2015). Struktur Populasi Alstonia scholaris (L) R.Br di
Kawasan Air Terjun Bajuin Tanah Laut. Biologi, Sains, Lingkungan, Dan Pembelajarannya, L,
746–751.
Wang, C. M., Chen, H. T., Wu, Z. Y., Jhan, Y. L., Shyu, C. L., & Chou, C. H. (2016). Antibacterial
and synergistic activity of pentacyclic triterpenoids isolated from Alstonia scholaris. Molecules,
21(2), 1–11. https://doi.org/10.3390/molecules21020139