manfaatnya dan dikembalikan lagi tanpa ada kelebihan. Dalam fiqh klasik,
dikategorikan dalam aqd tathawwui yaitu saling membantu dan bukan transaksi
komersial.1 Qardh juga disebut sebagai aqad antara para pihak. qardh tidak
terbatas pada batas transaksi bersifat materi keduniaan saja, tetapi juga menjadi
perbuatan baik yang mendapatkan pahala bagi pemberi pinjaman di akhirat. 2
Ijtima’ Ulama MUI tahun 2021 menyatakan bahwa dalam rangka mengedukasi
para mustaḥiq zakat agar bekerja keras sehingga usaha mereka berhasil maka
penyaluran dana zakat diolah menjadi zakat dalam bentuk al-Qardh al-Hasan. 3
Al-qardh dikatakan sebagai cara pendistrbusian zakat secara produktif karena
diberikan kepada penerimanya berupa modal yang berbentuk alat produksi
ataupun barang yang diperlukan sesuai dengan keahlian maupun usaha yang
dijalankan. 4 Pendayagunaan zakat secara produktif sangat diperlukan karena
dengan begitu yang diterima oleh mustahik bisa dikembangkan sesuai dengan
tujuan syari’at zakat, yaitu menghilangkan kemiskinan serta mensejahterakan
kaum dhuafa.
apabila tidak bisa melunasi hutang tersebut. Selain utang secara konsumtif,
mayoritas ulama sepakat utang secara produktif menjadi alasan seseorang
dtetapkan sebagai gharim. Alasannya adalah bahwa pada dasarnya utang secara
produktif bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pokok. Sacara umum, mayoritas
ulama bersepakat bahwa uang zakat harus diserahkan kepada orang yang berutang
sesuai arti harfiah dari al gharimin berarti debitur. Namun mereka berbeda
pendapat perihal hukum memberi uang zakat langsung kepada kreditur. Menurut
mazhab Syafi’i, tidak sah jika uang zakat diserahkan kepada kreditur tanpa seijin
debitur. Dalam hukum islam kewajiban zakat para ulama mempunyai perbedaan
pendapat. Pendapat pertama, tidak mempunyai kewajiban dalam menunaikan
zakat karena pada masa Rosulullah saw masih belum ada percontohan zakat
tambang pasir. Pendapat ulama’ lain seperti Yusuf Qardhawi yang
mewajibkan zakat tambang pasir karena adanya ‘illa yaitu suatu barang yang
berkembang dan diambil dari hasil bumi.
Tafsiran para ulama berkaitan qada dan zakat sebelum ini adalah
signifikan bagi memahami makna qada zakat secara komprehensif. Daripada
perbincangan lepas, para usuliyyun dan fuqaha telah menekankan beberapa aspek
antaranya waktu pembayaran qada dan instrumen zakat yang telah disediakan
oleh Syarak bagi mengimbangi jurang di antara golongan faqir dan kaya. Terkait
dengan utang, ulama Jumhur mendefinisikan utang sebagai harta yang terdapat dalam
tanggungan seseorang sebagai akibat pertukaran (misalnya utang dalam jual beli) maupun
bukan akibat pertukaran (misalnya zakat yang belum dibayar). Sementara Ulama
Hanafiyyah membatasi definisi utang khusus sebagai tanggungan yang timbul akibat
pertukaran saja.Sesungguhnya pembayaran qada zakat mencerminkan pengakuan
taubat muzakki membabitkan hutang dengan hak-hak Allah SWT. Dalam hal retro
cessie, terdapat perbedaan pendapat ulama, ulama Hanafi membolehkan
sedangkan ulama Syafi’i tidak membolehkan. Orang berhutang yang berhak
menerima zakat adalah: a) Orang berhutang untuk kepentingan pribadi yang tidak
bisa dihindarkan, Orang yang berhutang untuk kepentingan social, Orang yang
berhutang karena menjamin hutang orang lain. d) Orang yang berhutang untuk
pembayaran diyat karena pembunuhan tidak sengaja.