Anda di halaman 1dari 13

AGENDA SETTING

MAKALAH

disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah PPKn

Dosen Pengampu Hayyi Nu’man, M. Hum.

oleh:
Zainul Hasani (2201010336)

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NAHDLATUL WATHAN LOMBOK TIMUR

2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan karunia-
Nya sehingga sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat waktu. Shalawat serta salam
semoga senantiasa terlimpahkan kepada junjunan kita Nabi Muhammad SAW, kepada
para keluarganya dan sohabatnya, juga kita selaku umatnya di akhir zaman. Tak lupa
kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1). Dosen Teori Komunikasi Bapak Hayyi Nu’man, M. Hum. yang telah memberikan
bimbingan dan arahan dalam penyusunan makalah ini, dan

2). Rekan-rekan mahasiswa Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) yang telah
memberikan dukungan demi tercapainya target penyusunan makalah ini.

Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Teori
Komunikasi yang ditugaskan kepada kami, sehingga kami tim penulis bisa lebih
memahami tentang Konsep-konsep penting mengenai Agenda Setting, beserta Asumsi-
asumsi teori dan fenomena serta evaluasi teorinya. Kami menyadari makalah ini masih
jauh dari kesempurnaan, untuk itu kami memohon maaf yang sebesar-besarnya jika ada
kesalahan dalam cetakan atau bahasa yang kurang baku. Semoga makalah ini bisa
bermanfaat untuk pembaca. Amin.

Anjani, 24 Juli 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB I.........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.....................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang............................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................2
1.3 Tujuan..........................................................................................................................2

BAB II.......................................................................................................................................3
PEMBAHASAN........................................................................................................................3
2.1 Kensep Dasar Teori......................................................................................................3
2.2 Asumsi-Asumsi Teori..................................................................................................5
2.3 Fenomena dan Evaluasi Teori....................................................................................7

BAB III......................................................................................................................................8
PENUTUP..................................................................................................................................8
3.1 Simpulan......................................................................................................................8
3.2 Saran............................................................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................10

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut teori agenda setting, media massa memang tidak dapat mempengaruhi orang
untuk berubah sikap tetapi dengan fungsinya sebagai gate keeper (penjaga gawang atau
penyaring) yang memilih suatu topik dan persoalan tertentu dan mengabaikan yang lain.
Dengan menonjolkan suatu persoalan tertentu dan mengesampingkan yang lain, media
membentuk citra atau gambaran dunia seperti yang disajikan dalam media massa, ini
berarti media massa cukup berpengaruh terhadap apa yang dipikirkan orang dan
mempengaruhi persepsi khalayak tentang yang dianggap penting.
Sementara menurut Marx Weber, tidak semua tindakan manusia dapat dianggap
sebagai tindakan sosial. Suatu tindakan hanya dapat disebut tindakan sosial apabila
tindakan tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan perilaku orang lain dan
berorientasi pada perilaku orang lain. Dan suatu tindakan ialah perilaku manusia yang
mempunyai makna subjektif bagi pelakunya.
Dalam pembahasan tindakan sosial, tidak selalu dan semua perilaku dapat dimengerti
sebagai suatu manifestasi rasionalitas. Menurut Marx Weber, metode yang bisa
dipergunakan untuk memahami arti-arti subjektif tindakan sosial seseorang adalah
dengan verstehen. Istilah ini tidak hanya merupakan introspeksi diri sendiri, bukan
tindakan subjektif orang lain. Sebaliknya, apa yang dimaksud Weber
dengan verstehen adalah kemampuan untuk berempati atau kemampuan untuk
menempatkan diri dalam kerangka berpikir orang lain yang perilakunya mau dijelaskan
dan situasi serta tujuan-tujuannya mau dilihat menurut perspektif itu.
Suatu tindakan adalah perilaku manusia yang mempunyai makna subjektif bagi
pelakunya. Sosiologi bertujuan untuk memahami (verstehen) mengapa tindakan sosial
mempunyai arah dan akibat tertentu, sedangkan tiap tindakan mempunyai makna
subjektif bagi pelakunya, maka ahli sosiologi yang hendak melakukan penafsiran
bermakna, yang hendak memahami makna subjektif suatu tindakan sosial harus dapat
membayangkan dirinya ditempat pelaku untuk dapat ikut menghayati pengalamannya.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan Konsep dasar Teori Agenda setting?
2. Apakah yang dimaksud dengan Asumsi-Asumsi Agenda setting?
3. Apakah yang dimaksud dengan Fenomena dan Evaluasi Teori Agenda setting?

1.3 Tujuan
1. Untuk memaparkan konsep dasar teori agenda setting.
2. Untuk memaparkan asumsi-asumsi agenda setting.
3. Untuk memaparkan fenomena dan evaluasi teori agenda setting.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 KONSEP-KONSEP PENTING TEORI

Konsep Dasar Teori Agenda Setting


Teori agenda setting pertama kali dikemukakan oleh Walter Lippman (1965) pada
konsep “The World Outside and The Picture in Our Head” yang sebelumnya telah
menjadi bahan pertimbangan oleh Bernard Cohen (1963, seperti dikutip
Ardianto,2009:76)) dalam konsep “The mass media may not be successful in telling us
what to think, but they are stunningly successful in telling us what to think about“.
Penelitian empiris ini dilakukan Maxwell E. McCombs dan Donald L. Shaw ketika
mereka meneliti pemilihan presiden tahun 1972. Mereka mengatakan, walaupun para
ilmuwan yang meneliti perilaku manusia belum menemukan kekuatan media seperti
yang disinyalir oleh pandangan masyarakat yang konvensional, belakangan ini mereka
menemukan cukup bukti bahwa para penyunting dan penyiar memainkan peranan yang
penting dalam membentuk realitas sosial kita. Itu terjadi ketika mereka melaksanakan
tugas keseharian mereka dalam menonjolkan berita. Khalayak bukan saja belajar tentang
isu-isu masyarakat dan hal-hal lain melalui media, mereka juga belajar sejauh mana
pentingnya suatu isu atau topik dari penegasan yang diberikan oleh media massa.
Walter Lipmann pernah mengutarakan pernyataan bahwa media berperan sebagai
mediator antara “the world outside and the pictures in our heads”. McCombs dan Shaw
juga sependapat dengan Lipmann. Menurut mereka, ada korelasi yang kuat dan
signifikan antara apa-apa yang diagendakan oleh media massa dan apa-apa yang menjadi
agenda public. (Ardianto, 2009:76)
Menurut McCombs dan Shaw, “we judge as important what the media judge as
important.” Kita cenderung menilai sesuatu itu penting sebagaimana media massa
menganggap hal tersebut penting. Jika media massa menganggap suatu isu itu penting
maka kita juga akan menganggapnya penting. Sebaliknya, jika isu tersebut tidak
dianggap penting oleh media massa, maka isu tersebut juga menjadi tidak penting bagi
diri kita, bahkan menjadi tidak terlihat sama sekali. (Ardianto, 2009: 76)
Mc.Combs dan Shaw percaya bahwa fungsi agenda-setting media massa
bertanggung jawab terhadap hampir semua apa-apa yang dianggap penting oleh publik.
Karena apa-apa yang dianggap prioritas oleh media menjadi prioritas juga bagi publik

3
atau masyarakat. Akan tetapi, kritik juga dapat dilontarkan kepada teori ini, bahwa
korelasi belum tentu juga kausalitas. Mungkin saja pemberitaan media massa hanyalah
sebagai cerminan terhadap apa-apa yang memang sudah dianggap penting oleh
masyarakat. Meskipun demikian, kritikan ini dapat dipatahkan dengan asumsi bahwa
pekerja media biasanya memang lebih dahulu mengetahui suatu isu dibandingkan dengan
masyarakat umum.
News doesn’t select itself. Berita tidak bisa memilih dirinya sendiri untuk menjadi
berita. Artinya ada pihak-pihak tertentu yang menentukan mana yang menjadi berita dan
mana yang bukan berita. Siapakah mereka? Mereka ini yang disebut sebagai
“gatekeepers.” Di dalamnya termasuk pemimpin redaksi, redaktur, editor, hingga jurnalis
itu sendiri.
Setelah tahun 1990an, banyak penelitian yang menggunakan teori agenda-setting
makin menegaskan kekuatan media massa dalam mempengaruhi benak khalayaknya.
Media massa mampu membuat beberapa isu menjadi lebih penting dari yang lainnya.
Media mampu mempengaruhi tentang apa saja yang perlu kita pikirkan. Lebih dari itu,
kini media massa juga dipercaya mampu mempengaruhi bagaimana cara kita berpikir.
Para ilmuwan menyebutnya sebagai framing.
McCombs dan Shaw kembali menegaskan kembali tentang teori agenda setting,
bahwa “the media may not only tell us what to think about, they also may tell us how and
what to think about it, and perhaps even what to do about it” (Ardianto, 2009:77).
Menurut teori agenda setting, media massa memang tidak dapat mempengaruhi
orang untuk berubah sikap tetapi dengan fungsinya sebagai gate keeper (penjaga gawang
atau penyaring) yang memilih suatu topik dan persoalan tertentu dan mengabaikan yang
lain. Dengan menonjolkan suatu persoalan tertentu dan mengesampingkan yang lain,
media membentuk citra atau gambaran dunia seperti yang disajikan dalam media massa,
ini berarti media massa cukup berpengaruh terhadap apa yang dipikirkan orang dan
mempengaruhi persepsi khalayak tentang yang dianggap penting.
Bernard Coher, (1963 dalam Ardianto, 2009:77) seorang ahli politik dengan singkat
menyatakan asumsi dasarnya mengenai agenda setting, menurutnya :
“Media massa lebih sekedar memberi informasi atau opini media massa mungkin
saja kurang berhasil mendorong orang untuk memikirkan sesuatu, tetapi media massa
sangat berhasil mendorong khalayak untuk menentukan apa yang perlu dipikirkan”.
(Rakhmat, 1989:227 dikutip Ardianto, 2009:77)

4
Hampir satu dasa warsa Mc Combs dan Shaw mengemukakan agenda setting
khalayak terhadap persoalan tersebut, singkatnya apa yang dianggap penting media
dianggap penting oleh masyarakat dan apa yang dilupakan oleh media massa juga akan
luput dari perhatian masyarakat.
Penelitian empiris tentang teori agenda setting dilakukan oleh Mc. Combs dan Shaw
ketika mereka meneliti pemilihan presiden pada tahun 1972 mereka menulis antara lain
dampak media dalam kemampuan untuk menimbulkan perubahan kognitif diantara
individu-individu telah dijuluki sebagai fugsi agenda setting dan komunikasi massa.
Disinilah terletak efek komunikasi, yang terpenting kemampuan media untuk
strukrurisasi dunia untuk kita.
Teori agenda setting dimulai dengan asumsi bahwa media massa menyaring berita,
artikel, tulisan yang akan disiarkan, setiap kejadian atau isu diberi bobot tertentu dengan
panjang penyajian (ruang dalam surat kabar atau waktu televisi dan radio), dan cara
penonjolan (ukuran judul pada surat kabar, frekuensi penyiaran pada televisi dan radio)

2.2 ASUMSI-ASUMSI TEORI

Asumsi Teori Agenda Setting


Di antara berbagai asumsi tentang efek (pengaruh) komunikasi massa, salah satu
yang masih bertahan dan berkembang pada tahun-tahun belakangan ini menyatakan,
media massa, dengan memperhatikan beberapa isu tertentu dan mengabaikan yang
lainnya, akan memengaruhi opini publik. orang cenderung mengetahui tentang hal hal
yang disajikan oleh media massa dan menerima susunan prioritas yang ditetapkan media
massa terhadap berbagai isu tersebut.
Asumsi ini berhasil lolos dari keraguan para peneliti komunikasi massa karena
asumsi ini menyangkut pemahaman (learning) , bukan perubahan sikap atau perubahan
opini. Studi empiris tentang komunikasi massa pada hakikatnya telah mengonfirmasikan
bahwa efek yang paling memungkinkan terjadi akan berkaitan dengan masalah materi
informasi. Asumsi agenda setting menawarkan suatu cara menghubungkan penemuan-
penemuan tersebut dengan kemungkinan-kemungkinan efek terhadap opini, karena pada
dasarnya yang ditawarkan adalah suatu fungsi belajar dari media massa
Agenda setting Model (model penataan agenda) menghidupkan kembali model
jarum hipodermik, tetapi fokus penelitian telah bergeser dari efek pada sikap dan
pendapat kepada efek kesadaran dan efek pengetahuan. Asumsi dasar teori ini, menurut

5
Cohen (1963 seperti dikutip Ardianto, 2009:76) adalah : the press is significantly more
than a surveyor of information and opinion. It may not be successful much of the time in
telling the people what to think, but it is stunningly successful in telling readers what to
think about. To tell what to think about artinya membentuk persepsi khalayak tentang apa
yang dianggap penting. Dengan teknik pemilihan dan penonjolan, media memberikan
test case tentang isu apa yang lebih penting. Asumsi agenda setting model ini
mempunyai kelebihan karena mudah untuk diuji. Dasar pemikirannya adalah di antara
berbagai topik yang dimuat di media massa, topik yang lebih banyak mendapat perhatian
dari media massa akan menjadi lebih akrab bagi pembacanya, akan dianggap penting
dalam suatu periode waktu tertentu, dan akan terjadi sebaliknya bagi topik yang kurang
mendapat perhatian media massa. Oleh karena itu, agenda setting menekankan adanya
hubungan positif antara penilaian yang diberikan media pada suatu persoalan tersebut.
Dengan kata lain, apa yang dianggap penting oleh media, akan dianggap penting pula
oleh masyarakat. Apa yang dilupakan media, akan luput juga dari perhatian masyarakat.
Efek dari agenda setting model terdiri atas efek langsung dan efek lanjutan
(subsequnt effects). Efek langsung berkaitan dengan isu: apakah isu itu ada atau tidak ada
dalam agenda khalayak; dari semua itu, mana yang dianggap paling penting menurut
khalayak; sedangkan efek lanjutan berupa persepsi (pengetahuan tentang peristiwa
tertentu) atau tindakan seperti memilih kontestan pemilu atau aksi protes
Hampir semua penelitian yang menggunakan agenda setting model berkenaan
dengan efek media massa dalam bidang politik. Shaw & McCom melakukan studi
empiris pertama yang meneliti kampanye presiden Amerika tahun 1972. Penelitian ini
menemukan bahwa surat kabar turut menentukan apa yang dianggap penting oleh
masyarakat. Dengan kata lain, media massa menetapkan agenda kampanye tersebut.
Kemampuan untuk memengaruhi perubahan kognitif individu ini merupakan aspek
terpenting dari kekuatan komunikasi massa. Dalam kampanye, model ini
mengasumsikan bahwa jika para calon pemilih dapat diyakinkan akan pentingnya suatu
isu, maka mereka akan memilih kandidat atau partai yang diproyeksikan paling
berkompeten dalam menangani isu tersebut.
Pengaruh media massa terasa lebih kuat lagi pada masyarakat modern, karena orang
memperoleh banyak informasi tentang dunia dari media massa. Pada saat yang sama
mereka sukar mengecek kebenaran yang disajikan media.
Di kalangan wartawan dikenal apa yang disebut investigate reporting (pelaporan
penyelidikan). Dalam hal ini wartawan berusaha mengungkapkan penyelewengan,

6
korupsi dan kejahatan yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Laporan seperti itu
sangat menentukan dalam mengubah citra, yang akan disusul dengan serangkaian
perilaku. Namun, belum tentu juga apa yang dikemukakan oleh wartawan itu benar-
benar terjadi. Orang tidak mempunyai waktu untuk menyelidiki kebenarannya,
sedangkan tindakan tidak dapat ditangguhkan.

2.3 FENOMENA DAN EVALUASI TEORI

Fenomena dan Evaluasi Teori Agenda Setting


Agenda setting pertama kali diperkenalkan oleh McCombs dan DL Shaw dalam
Public Opinion Quarterly tahun 1972, berjudul The agenda –setting function of mass
media. Asumsi dasar teori agenda-setting adalah bahwa jika media memberi tekanan
pada suatu peristiwa, maka media itu akan memengaruhi khalayak untuk menganggap
nya penting. Jadi, apa yang dianggap penting bagi media, maka akan penting juga bagi
masyarakat. Oleh karena itu, apabila media massa memberi perhatian pada isu tertentu
dan mengabaikan yang lainnya akan memiliki pengaruh terhadap pendapat umum.
Asusmsi ini berasal dari asumsi lain bahwa media mssa memiliki efek yang sangat kuat,
terutama karena asumsi ini berkaitan dengan proses belajar dan bukan dengan perubahan
sikap dan pendapat. Teori agenda setting menganggap bahwa masyarakat akan belajar
mengenai isu-isu apa, dan bagaimana isu-isu tersebut disusun berdasarkan tingkat
kepentingannya (Effendy, 2000: 287 seperti dikutip dalam Bungin, 2008:282)
McCombs dan Donald Shaw mengatakan pula bahwa audience tidak hanya
mempelajari berita-berita dan hal-hal lainnya melalui media massa, tetapi juga
mempelajari seberapa arti penting diberikan pada suatu isu atau topik dari cara media
massa memberikan penekanan terhadap topik tersebut. (Effendy, 2000: 288 seperti
dikutip dalam Bungin, 2008: 282)
Pada tahun 1976, McCombs dan Shaw mengambil kasus Watergate sebagai ilustrasi
dari fungsi agenda-setting. Mereka menunjukkan bahwa sebenarnya bukanlah sesuatu
yang baru dalam mengungkap kasus politik yang korup, tetapi pemberitaan surat kabar
yang sangat intensif dan diikuti oleh penanyakan dengar pendapat di Dewan Perwakilan
melalui televisi, telah membuat kasus Watergate menjadi ‘topic of the year’ (Sendjaja,
2002:5.26 seperti dikutip dalam Bungin, 2008:282)

7
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Teori agenda setting adalah teori yang mana media menganggap khalayak akan
mengikuti apa yang media beritakan terhadap khalayak karena khalayak dianggap akan
mengkonsumsi apa yang media tayangkan. Teori ini sebenarnya merupakan kepanjangan
dari teori jarum hidopermik. Teori jarum hipodermik sendiri adalah teori yang
menganggap khalayak menerima sepenuhnya pemberitaan yang ditayangkan oleh media
sehingga tidak adanya respon yang diberikan oleh khalayak atau feedbak.
Teori agenda setting memilih berita apa yang menurut media sedang hangat
dibicarakan di masyarakat guna meningkatkan rating pemirsa yang menonton tayangan
tersebut. Lebih jauh lagi media juga akan mengekspos apa yang menjadi kasus tertentu
yang sedang berlanjut seperti kasus korupsi, sidang dan lain sebagainya. Dalam teori
agenda setting juga, khalayak bukan saja belajar tentang isu-isu masyarakat dan hal-hal
lain melalui media, mereka juga belajar sejauh mana pentingnya suatu isu atau topik dari
penegasan yang diberikan oleh media massa.
Teori social action menurut Marx Weber bahwa tidak semua tindakan manusia dapat
dianggap sebagai tindakan sosial. Suatu tindakan hanya dapat disebut tindakan sosial
apabila tindakan tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan perilaku orang lain dan
berorientasi pada perilaku orang lain. Dan suatu tindakan ialah perilaku manusia yang
mempunyai makna subjektif bagi pelakunya.
Dalam pembahasan tindakan sosial, tidak selalu dan semua perilaku dapat dimengerti
sebagai suatu manifestasi rasionalitas. Menurut Marx Weber, metode yang bisa
dipergunakan untuk memahami arti-arti subjektif tindakan sosial seseorang adalah
dengan verstehen. Istilah ini tidak hanya merupakan introspeksi diri sendiri, bukan
tindakan subjektif orang lain. Sebaliknya, apa yang dimaksud Weber
dengan verstehen adalah kemampuan untuk berempati atau kemampuan untuk
menempatkan diri dalam kerangka berpikir orang lain yang perilakunya mau dijelaskan
dan situasi serta tujuan-tujuannya mau dilihat menurut perspektif itu.
Suatu tindakan adalah perilaku manusia yang mempunyai makna subjektif bagi
pelakunya. Sosiologi bertujuan untuk memahami (verstehen) mengapa tindakan sosial
mempunyai arah dan akibat tertentu, sedangkan tiap tindakan mempunyai makna

8
subjektif bagi pelakunya, maka ahli sosiologi yang hendak melakukan penafsiran
bermakna, yang hendak memahami makna subjektif suatu tindakan sosial harus dapat
membayangkan dirinya ditempat pelaku untuk dapat ikut menghayati pengalamannya.

3.2 Saran
Kaum akademisi haruslah memahami konsep dasar, asumsi teori, dan fenomena dan
evaluasi teori agenda setting dan social action agar berguna dalam pemenuhan
standarisasi keahlian dalam bidang ilmu komunikasi dan juga dunia kerja bermedia.

9
DAFTAR PUSTAKA

Ardianto, Elvinaro. 2009. Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Bandung: Simbiosa


Rekatama Media.

Bungin, Burhan. 2008. Sosiologi Komunikasi: Teori Paradigma dan Diskursus Teknologi
Komunikasi di Masyarakat. Jakarta: Kencana.

10

Anda mungkin juga menyukai