Anda di halaman 1dari 6

Makalah Kel.

1 (Qowaid Fikih Asasiyah) "Suatu perkara kulli yang bersesuaian dengan


juziyah yang yang banyak yang dari padanya
BAB II
diketahui hukum - hukum juziyat itu "
Menurut Musthafa az-Zarqa,
PEMBAHASAN
Qowaidul Fiqhiyah ialah dasar-dasar fiqih
A. Pengertian Qowa’id Fiqhiyah
yang bersifat umum dan bersifat ringkas
Dalam pengertian ini ada dua
berbentuk undang-undang yang berisi hukum-
terminologi yang perlu dijelaskan terlebih
hukum syara’ yang umum terhadap berbagai
dahulu, yaitu qawaid dan fiqhiyah . Kata
peristiwa hukum yang termasuk dalam ruang
qawaid merupakan bentuk jama' dari kata
lingkup kaidah tersebut.3
qaidah , dalam istilah bahasa Indonesia dikenal
B. Al-Qowa’id Al Khomsah
dengan kata 'kaidah' yang berarti aturan atau
Kaidah asasi atau yang dikenal dengan
patokan, dalam tinjauan terminologi kaidah
Al Qawa’id Al Kubra merupakan
mempuyai beberapa arti. Dr. Ahmad asy-
penyederhanaan (penjelasan yang lebih detail)
Syafi'I menyatakan bahwa kaidah adalah:
dari kaidah inti tersebut. Adapun kaidah asasi
‫القضايا الكلية التى يندرج تحت كل واحدة منها‬
ini adalah kaidah fikih yang tingkat
‫حكم جزئيات كثيرة‬
kesahihannya diakui oleh seluruh aliran hukum
"Hukum yang bersifat universal (kulli) yang
islam.4 Kaidah tersebut adalah
diikuti oleh satuan-satuan hukum juz'i yang
1. Segala perkara tergantung pada niatnya
banyak"1
kaidah ini merupakan kaidah asasi
Sedangkan secara terminologi fiqh berarti,
yang pertama. Dan kaidah ini menjelaskan
menurut al-Jurjani al-Hanafi:
tentang niat. Niat di kalangan ulama-ulama
‫العلم باالحكام الشريعة العملية من ادلتها التفصلية وهو علم‬
Syafi’iyah diartikan dengan, bermaksud
‫مستنبط بالرأي واالجتهاد ويحتاج فيه الى النظر والتأمل‬
untuk melakukan sesuatu yang disertai
”ilmu yang menerangkan hukum hukum syara
dengan pelaksanaanya. Niat sangat penting
yang amaliyah ang diambil dari dalil-dalilnya
dalam menentukan kualitas ataupun makna
yang tafsily dan diistinbatkan melalui ijtihad
perbuatan seseorang, apakah seseorang itu
yang memerlukan analisa dan perenungan"2
melakukan suatu perbuatan dengan niat
Dari uraian pengertian diatas baik
ibadah kepada Allah ataukah dia
mengenai qawaid maupun fiqhiyah maka yang
melakukan perbuatan tersebut bukan
dimaksud dengan qawaid fiqhiyah adalah
dengan niat ibadah kepada Allah, tetapi
sebagaimana yang dikemukakan oleh Imam
sematamata karena nafsu atau kebiasaan.6
Tajjudin as-Subki:
Misalnya seperti, niat untuk menikah,
‫االمر الكلى الذى ينطبق على جزئيات كثيرة تفهم‬
apabila menikah itu dilakukan karena
‫احكامها منها‬
menghindari dari perbuatan zina maka hal
itu halal untuk dilakukan, tetapi jika hal itu
1
Ahmad Muhammad Asy-Syafii, ushul dilakukan hanya sematamata untuk
fiqh al-Islami, iskandariyah muassasah tsaqofah al
3
– Jami’iyah .1983. hal.4 Abd Rahman Dahlan, Ushul Fiqih. Amzah:
2
Hasbi as-siddiqy , Pengantar Hukum Jakarta, hal. 13
Islam , (Jakarta bulan bintang 1975). 25 4
ibid, hal 13

1
menyiksa dan menyakiti istrinya, maka hal b. Keragu-raguan yang berasal dari
5
itu haram untuk dilakukan. mubah.
Adapun dasar-dasar pengambilan c. Keragu-raguan yang tidak
kaidah asasiyyah yang pertama mengenai diketahui pangkal asalnya atau
niat, diantaranya sebagai berikut: syubhat.
‫َو َما َك اَن ِلَن ْف ٍس َاْن َت ُمْو َت ِااَّل ِبِاْذ ِن ِهّٰللا ِك ٰت ًبا ُّمَؤ َّج اًل ۗ َو َم ْن‬ Dari uraian diatas maka dapat
‫ُّي ِر ْد َث َو اَب الُّد ْن َيا ُنْؤ ِتٖه ِم ْن َه ۚا َو َم ْن ُّي ِر ْد َث َو اَب اٰاْل ِخَر ِة ُنْؤ ِتٖه‬ diperoleh pengertian secara jelas bahwa
‫ِم ْن َهاۗ َو َس َن ْج ِز ى الّٰش ِك ِر ْي َن‬ sesuatu yang bersifat tetap dan pasti tidak
Artinya: “Barang siapa menghendaki dapat dihapus kedudukannya oleh
pahala dunia, niscaya Kami berikan keraguan. Sebagai penjelasan lebih lanjut
kepadanya pahala dunia itu, dan barang ‫( األص}}ل ب}}راءة الذم}}ة‬hukum asal sesuatu itu
siapa menghendaki pahala akhirat, Kami adalah terbebas seseorang dari beban
berikan (pula) kepadanya pahala akhirat tanggung jawab) sehingga al - yaqin bukan
itu”. (QS. Al-Imran: 145) termasuk sesuatu yang terbebankan.6
‫ِإَّن َما ْاَألْع َماُل ِبالِّن َّياِت‬
‫َو ِإَّن َما ِلُك ِّل اْم ِر ٍئ َما‬
‫َن َو ى‬
Artinya:
“Sesungguhnya
segala amal tergantung pada niat dan
Adapun dasar-dasar pengambilan
sesungguhnya bagi seseorang itu hanyalah
kaidah asasiyyah yang kedua ini mengenai
apa yang ia niati.” (HR. Bukhari dari Umar
keyakinan dan keraguan yaitu
bin Khattab)
Artinya: “ Dari Abu Hurairah berkata :
2. Keyakinan tidak bisa dihilangkan karena
Rosululloh bersabda : “Apabila salah
adanya keraguan
seorang diantara kalian merasakan sesuatu
Kaidah fikih yang kedua adalah
dalam perutnya, lalu dia kesulitan
kaidah tentang keyakinan dan keraguan.
menetukan apakah sudah keluar sesuatu
Al-Yaqin secara bahasa adalah
(kentut) ataukah belum, maka jangan
kemantapan hati atas sesuatu, atau bisa
membatalkan sholatnya sampai dia
juga dikatakan pengetahuan dan tidak ada
mendengar suara atau mencium bau.” (HR.
kearguan didalamnya. Ulama sepakat
Muslim).
dalam mengartikan Al-Yaqin yang artinya
3. Kesulitan mendatangkan kemudahan
pengetahuan dan merupakan antonym dari
Kaidah Al-Masyaqqah Tajlib at-
Asy - Syakk . Mengenai keragu-raguan ini,
Taisir(‫ )المشقه تجلب التيسير‬ialah kaidah yang
menurut asy-Syaikh al-Imam Abu Hamid
bermakna kesulitan menyebabkan adanya
al-Asfirayniy, itu ada tiga macam, yaitu:
kemudahan atau kesulitan mendatangkan
a. Keragu-raguan yang berasal dari
kemudahan bagi mukallaf (subjek hukum),
haram.
5 6
Djazuli, Kaidah-kaidah Fiqih: Kaidah - Jaih Mubarok, Kaidah Fiqh: sejarah dan
kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan masalah kaidah - kaidah asasi , (Jakarta: PT Raja Grafindo
yang praktis, (Jakarta: Kencana, 2007), 34. Persada, 2002), 128.

2
maka syari’ah meringankannya sehingga dilarang. 3) Kebolehan dalam melakukan
mukallaf dalam situasi dan kondisi tertentu hal yang dilarang itu sekedarnya saja. 4)
mampu menerapkan dan melaksakan Bahaya tidak boleh dihilangkan dengan
hukum tanpa ada kesulitan dan kesukaran. bahaya serupa. 5) Bahaya khusus
Kaidah ini menunjukkan fleksibilitas ditanggung untuk mencegah bahaya
hukum Islam yang bisa diterapkan secara umum.
tepat pada setiap keadaan yang sulit atau Darurat bermakna sesuatu
sukar tetapi ada kemudahan di dalamnya (bahaya) yang menimpa manusia jika
yang mampu menjawab berbagai ditinggalkan sekiranya tak ada sesuatu
permasalahan yang dihadapi oleh mukallaf lain yang dapat menempati posisinya.
dengan menggunakan salah satu kaidah Sebagian ulama berargumen bahwa hal
asasiyyah tersebut berdasarkan sub atau yang dapat menyebabkan hilangnya nyawa
pada bab-bab tertentu yang kondisional atau hilangnya anggota tubuh. Sedangkan
dan situasional pada prosedur yang tepat kebutuhan ialah sesuatu (bahaya) yang
berdasarkan kaidah fiqih. Sebagaimana Q. menimpa manusia jika ditinggalkan namun
S An Nahl: 7 posisinya masih dapat diselesaikan dengan
‫َو َت ْح ِمُل َاْث َق اَلُك ْم ِاٰل ى َب َلٍد َّلْم َت ُك ْو ُنْو ا ٰب ِلِغْيِه ِااَّل ِبِش ِّق اَاْلْن ُفِۗس‬ hal lain. Namun yang perlu diperhatikan
Artinya: “Dan ia memikul beban - adalah syarat-syarat untuk memenuhi
bebanmu ke suatu negeri yang akmu tidak kaidah ini karena banyak orang yang
sampai ke tempat tersebut kecuali dengan mengambil dispensasi dari kaidah ini tanpa
kelelahan diri (kesukaran)” memperhatikan syaratnya. Diantaranya, 1)
Yang dimaksud ialah kelonggaran darurat dapat dihilangkan dengan
atau keringanan hukum yang disebabkan melakukan yang dilarang. 2) Tidak
oleh adanya kesukaran sebagai menemukan solusi lain. 3) Yang dilarang
pengecualian dari pada kaidah hukum. Dan lebih kecil (resikonya) daripada darurat.8
yang dimaksud kesukaran ialah yang di Kaidah untuk memperbolehkan
dalamnya mengandung unsur-unsur sesuatu yang dilarang syariat ini tidak
terpaksa dan kepentingan, sehingga tidak bersifat mutlak, disisi lain mempunyai
termasuk didalamnya pengertian batas-batas tertentu. Dan disisi lain masih
kemaslahatan yang bersifat kesempurnaan memiliki ketergantungan pada kaidah lain.
komplementer. Sedangkan At- taisir secara Maka perlu untuk menyinergikan antara
etimologis berarti kemudahan, seperti di kaidah satu dengan yang lain.
dalam hadits nabi diriwayatkan oleh ‫َو َمٓا ُاِهَّل ِبٖه‬ ‫ِاَّن َما َح َّر َم َع َلْي ُك ُم اْلَم ْي َتَة َو الَّد َم َو َلْح َم اْلِخْن ِز ْي ِر‬
Bukhari dan Muslim disebutkan bahwa ‫ِاْث َم َع َلْيِهۗ ِاَّن‬ ‫ِلَغ ْي ِر ِهّٰللاۚ َفَم ِن اْض ُط َّر َغْي َر َباٍغ َّو اَل َعاٍد َفٓاَل‬
agama itu mudah, dan tidak memberatkan.7 ‫َهّٰللا َغ ُفْو ٌر َّر ِحْي ٌم‬
4. Kesulitan harus dihilangkan Artinya: Sesungguhnya Allah hanya
Kaidah ini menjelaskan bahwa 1) mengharamkan bagimu bangkai, darah,
Bahaya itu harus dihilangkan. 2) Keadaan daging babi, dan binatang yang (ketika
darurat dapat memperbolehkan hal yang
8
Al-Zarqa, Syarh Al - Qawaid Al -
7
ibid , Hal 130 Fiqhiyyah , Maktabah Al-Syamilah, hlm. 48.

3
disembelih) disebut (nama) selain Allah. urf dapat diterima jika memenuhi syarat-
tetapi Barangsiapa dalam Keadaan syarat berikut:
terpaksa (memakannya) sedang Dia tidak a. Tidak bertentangan dengan
menginginkannya dan tidak (pula) syari'at.
melampaui batas, Maka tidak ada dosa b. Tidak menyebabkan
baginya. Sesungguhnya Allah Maha kemafsadatan dan tidak
Pengampun lagi Maha Penyayang. menghilangkan kemashlahatan.
5. Adat dapat dijadikan pertimbangan dalam c. Telah berlaku pada umumnya
menetapkan dan menerapkan hukum orang muslim.
Kaidah fikih asasi kelima adalah d. Tidak berlaku dalam ibadah
tentang adat atau kebiasaan, dalam bahasa mahdlah.
Arab terdapat dua istilah yang berkenaan e. Urf tersebut sudah memasyarakat
dengan kebiasaan yaitu al ‘adat dan ketika akan ditetapkan hukumnya
al-‘urf . Adat adalah suatu perbuatan atau f. Tidak bertentangan dengan yang
perkataan yang terus menerus dilakukan diungkapkan dengan jelas.9
oleh manusia lantaran dapat diterima akal Dasar hukum kaidah ini adalah Q.
dan secara kontinyu manusia mau S Al A’raf ayat 199
mengulanginya. Sedangkan ‘ Urf ialah ‫ُخ ِذ اْلَع ْفَو َو ْأُم ْر ِباْلُعْر ِف َو َاْع ِر ْض َع ِن اْلٰج ِهِلْيَن‬
sesuatu perbuatan atau perkataan dimana Artinya: Dan suruhlah orang-
jiwa merasakan suatu ketenangan dalam orang mengerjakan yang makruf serta
mengerjakannya karena sudah sejalan berpalinglah dari orang-orang bodoh
dengan logika dan dapat diterima oleh
watak kemanusiaannya.
Menurut A. Djazuli
mendefinisikan, bahwa Al Adah Al Urf
adalah “Apa yang dianggap baik dan benar
oleh manusia secara umum (al ‘adah
al-‘aammah) yang dilakukan secara
berulang-ulang sehingga menjadi
kebiasaan”. ‘Urf ada dua macam, yaitu ‘urf
yang shahih dan ‘urf yang fasid. ‘Urf yang
shahih ialah apa-apa yang telah menjadi
kebiasaan manusia dan tidak menyalahi
dalil syara’, tidak menghalalkan yang
haram dam tidak membatalkan yang wajib.
Sedangkan ‘urf yang fasid ialah apa-apa
yang telah menjadi adat kebiasaan
manusia, tetapi menyalahi syara’,
menghalalkan yang haram atau
9
membatalkan yang wajib. Suatu adat atau ‘ Imam Musbikin, Qawa’id Al - Fiqhiyah ,
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001, h. 94.

4
5

Anda mungkin juga menyukai