Anda di halaman 1dari 11

View metadata, citation and similar papers at core.ac.

uk brought to you by CORE


provided by Jurnal Agro

Jurnal Agro Vol. 1, No. 1, Desember 2014

PENJARINGAN CENDAWAN MIKORIZA ARBUSKULA INDIGENOUS DARI LAHAN


PENANAMAN JAGUNG DAN KACANG KEDELAI PADA GAMBUT KALIMANTAN BARAT

TRAPPING OF INDIGENOUS ARBUSCULAR MYCORIZA FUNGI FROMPHYSIC CORN AND


NUTS AT PEATLAND WEST KALIMANTAN

Nurmala Pangaribuan

Mahasiswa Pasca Sarjana Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Jl. Raya Jatinangor
Sumedang Km. 21 Sumedang

Korespondensi: nurmala6268@yahoo.com

Diterima 2 November 2014/ Disetujui 8 Desember 2014

ABSTRAK

Ekosistem gambut memiliki jenis dan kepadatan CMA yang beragam. Tanaman yang
dibudidayakan di lahan gambut memiliki sistem perakaran (rhizosfir) yang mengandung
berbagai jenis mikroorganisme CMA, dan dalam jumlah besar. Untuk mengetahui jenis dan
jumlahnya, perlu dilakukan studi potensi CMA indigenous pada ekosistem gambut. Penelitian
ini bertujuan untuk dapat memberikan informasi yang tepat tentang potensi sumberdaya
cendawan mikoriza arbuskular dari lokasi penanaman jagung dan kacang-kacangan pada lahan
gambut desa Sidomulyo Rasau Jaya, kabupaten Kubu Raya dan dari Jawai di Kabupaten
Sambas, Propinsi Kalimantan Barat. Kegiatan penelitian ini diawali dengan pengambilan
sampel tanah dari Rasau dan Jawai, yang kemudian diamati dengan mikroskop. Selanjutnya
dilakukan (1) trapping spora mengunakan tanaman Jagung (Zea mays L.), (2) identifikasi jenis
spora, identifikasi CMA menggunakan Manual for The Identification of Mychorhiza Fungi, (3)
penghitungan jumlah spora dengan menggunakan Metode Saring Basah Pacioni dan teknik
sentrifugasi dari Brunndret. Hasil percobaan menghasilkan jumlah spora Glomus sp. asal Rasau
227 spora per 50 g tanah, dan gambut asal Jawai 181,9 spora per 50 g tanah gambut Rasau dan
Sambas dominan mengandung Glomus sp.

Kata kunci : Gambut, Glomus sp., Indigenous, Kalimantan Barat, Trapping

ABSTRACT

Peats ecosystem has different species and densities of Arbuscular Mycoriza Fungi (AMF).
Plant Rhizosphere at peatland has various kinds of microorganisms, including AMF. For further
use, study the potency of indigenous AMF is necessary. This research was conducted to study
on the potency of indigenous AMF, from the where physic corn and nuts, grow on peatland of
Rasau dan Jawai, Pontianak West Kalimantan. Soils samples were collected and then observed
under microscope. The steps to study the potency of AMF were (1) spora trapping, (2)
identifying the types of spore, and (3) counting of spora with Seive and Wet Techniques by
Pacioni and Brunndret. The result showed that the number of spores AMF of Glomus sp from
cultivated Rasau was 227 spores 50 g-1 soil and from of Jawai was 181,9 spores 50 g-1 soil

50
Jurnal Agro Vol. 1, No. 1, Desember 2014

Indigenous AMF from the soil where physic corn and nut grown at Rasau and Jawai were
dominated by Glomus sp.

Key words: Glomus sp., Indigenous, Peats, West Kalimantan

PENDAHULUAN kelimpahan spora jenis Glomus sp.


sebanyak 482, Acaulospora sp. sebanyak
Mikoriza adalah asosiasi antara akar 95 dan jenis Gigaspora sp. sebanyak 281
tumbuhan dan jamur yang hidup dalam (Puspitasari et al., 2012). Lingkungan dan
tanah (Brundrett et al., 1996). Mikoriza faktor biotik diketahui memiliki pengaruh
berperan dalam peningkatan penyerapan terhadap pembentukan mikoriza dan
unsur-unsur hara tanah yang dibutuhkan derajat infeksi dari sel korteks inang.
oleh tanaman seperti P, N, K, Zn, Mg, Cu, Interaksi antar faktor-faktor biotik memiliki
dan Ca. Salah satu alternatif untuk efek yang signifikan dalam merespon
mengatasi kekurangan unsur hara pertumbuhan tanaman yang diinokulasi..
terutama menmfasilitasi ketersediaan Keanekaragaman dan penyebaran mikoriza
fosfat dalam tanah adalah dengan sangat bervariasi, hal ini dapat disebabkan
penggunaan mikoriza. Pemanfaatan oleh kondisi lingkungan yang bervariasi
Mikoriza merupakan masukan teknologi juga. Semua mikoriza tidak mempunyai
mikrobia yang mungkin dapat sifat morfologi dan fisiologi yang sama,
dikembangkan untuk mengatasi masalah oleh karena itu sangat penting untuk
pada tanah yang sub optimal. mengetahui identitasnya. Dengan alasan
Gambut termasuk tanah yang sub tersebut penelitian ini mengisolasi mikoriza
optimal, yang pada kondisi alami tanaman dari dua lokasi gambut di Kalimantan
pertanian umumnya sulit tumbuh. Sebagai Barat. Sebelum melakukan isolasi Vesicular
media tanam gambut memiliki faktor Arbuscular Mycorrhiza (VAM) Indigenous,
penghambat dalam kesuburan kimia, yang dilakukan traping dengan menggunakan
disebabkan pH rendah, kejenuhan basa tanaman jagung. Untuk mengetahui jenis
rendah, KTK tinggi, drainase yang buruk, mikoriza pada rhizosfer tanaman jagung,
rasio C/N tinggi, sehingga ketersediaan dilakukan identifikasi untuk mengetahui
hara makro dan mikro bagi tanaman jumlah dan jenisnya.
rendah (Rachim, 1995). Mikoriza sebagai mikroorganisme
Sebaran mikoriza dipengaruhi oleh berperan dalam susunan tanah dengan
banyak faktor antara lain jenis dan struktur mempengaruhi kondisi fisik dan kimia
tanah, unsur hara P dan N dalam tanah, air, tanah. Mikoriza menggantungkan
pH, dan suhu tanah (Widiastutik dan kebutuhan akan energi dan karbon pada
Karmadibrata, 1998). Hasil penelitian bahan organik. Tanpa aktivitas
(Kartika, 2000), pada tanah gambut bekas mikroorganisme dekomposisi, pelapukan
hutan, jenis CMA yang mendominasi di bahan organik dan pendauran unsur hara
rhizosfer kelapa sawit adalah Glomus, sp. tidak akan terjadi. Pada kondisi masam
Di desa Torjun Madura, isolasi dari 500 gambut beberapa populasi
gram contoh tanah asal rizosfer tanaman mikroorganisme dapat hidup. Hal ini
jagung (Zea mays L.) ditemukan berhubungan positif dengan kadar air, pH,

51
Jurnal Agro Vol. 1, No. 1, Desember 2014

C-organik, dan N total tanah gambut. Hal pada keberadaan bahan organik (Maftu’ah,
ini menjelaskan bahwa ada 2002). Sebagian dari mikrooorganisme ini
mikroorganisme mampu hidup pada tanah juga berperan besar dalam pelepasan N
gambut dengan bahan organik tinggi, dari bahan organik dengan rasio C/N tinggi
dengan cara mendekomposisi bahan (bahan organik kualitas rendah).
organik. Populasinya sangat tergantung

Gambar 1. Korelasi antar sifat fisik, kimia dan biologi tanah

BAHAN DAN METODE dengan kedalaman 0-20 cm, kemudian


dimasukkan ke dalam kantong plastik dan
Penelitian diawali dengan percobaan diberi label dari masing masing lokasi asal
trapping pada bulan September 2013 di tanah. Contoh tanah merupakan komposit
kebun percobaan Fakultas Pertanian, dari 20 titik pengambilan contoh, dimana
pelaksanaan isolasi Glomus sp. dilakukan di masing-masing titik banyaknya 250 g.
Laboratorium Hama dan Penyakit dan
Laboratorium Kesuburan Tanah Fakultas 2. Analisa sifat fisik dan kimia tanah
Pertanian Universitas Tanjung Pura Analisa sifat fisik dan kimia tanah
Pontianak. dilakukan di Laboratorium Kesuburan
Tanah Fakultas Pertanian UNTAN
1. Pengambilan contoh tanah Pontianak. Analisis sifat fisik dan kimia
Pengambilan contoh tanah dilakukan yang dilakukan adalah tekstur tanah, pH, N,
di desa Sidomulyo Rasau dan desa Sarang P, dan K. Analisis kandungan sifat fisik dan
Burung Nilam Jawai. Pengambilan contoh kimia tanah bertujuan untuk mengetahui
tanah dilakukan di Propinsi Kalimantan keberadaan CAM. Keadaan tanah sangat
Barat, yaitu dari ekosistem kebun jagung, mempengruhi populasi, kolonisasi dan
kacang kacangan. Contoh tanah diambil jenis mikoriza.
dari zona perakaran (rizosfir) jagung
52
Jurnal Agro Vol. 1, No. 1, Desember 2014

3. Trapping Glomus sp. dengan tanaman berupa campuran contoh tanah. Polibag
jagung diisi contoh tanah masing-masing dua
Trapping dilakuakan pada bulan kilogram. Setiap polibag ditanami dua
September 2013 di kebun percobaan benih jagung. Benih jagung yang akan
Fakultas Pertanian, Universitas Tanjung digunakan sebagai tanaman inang terlebih
Pura Pontianak. Pengambilan contoh tanah dahulu direndam dengan klorox 5% selama
dilakukan di desa Sidomulyo Rasau dan 5-10 menit sebagai upaya sterilisasi
desa Sarang Burung Nilam Sambas. permukaan benih, kemudian dicuci sampai
Trapping mikoriza menggunakan tanaman bersih dengan air mengalir. Selanjutnya
jagung varitas lokal. Percobaan benih dikecambahkan. Setelah
menggunakan Rancangan Acak Lengkap, berkecambah dipindahkan ke polibag.
contoh tanah gambut sebagai sumber Penyiraman bersamaan dengan pemberian
media (carrier) dari dua lokasi contoh hara Hyponex 25-5-20, dosis pemberian
tanah diambil secara komposit dari 20 0,5 g L-1 air, diberikan dua kali seminggu
titik, pada kedalaman 0-20 cm dari sampai vase akhir vegetatif (Faiqoh, 1999).
permukaan tanah karena spora mikoriza Setelah 35 HST tanaman dipanen, tanah
banyak ditemukan pada bagian top soil. dan tanaman dipisah. Kemudian dari
Setiap lokasi terdiri dari 10 polibag (sebagai sepuluh polibag masing-masing diambil
ulangan). Isolat asal Rasau (IR) dan Isolat 250 gram, dibawa ke laboratorium untuk
asal Jawai (IS) 10 ulangan, sehingga total dilakukan proses penyaringan. Selain
satuan percobaan adalah 20. Teknik identifikasi mikoriza dilakukan juga analisis
trapping yang digunakan mengikuti tanah, kondisi dan sifat tanah sangat
metode Brundrett et al. (1994) dengan mempengaruhi populasi, kolonisasi, dan
menggunakan polibag kecil ukuran tiga jenis mikoriza.
kilogram. Media tanam yang digunakan

Tabel 1. Sifat Tanah Gambut Rasau dan Sambas


Sifat Tanah Rasau Sambas
pH 4,01 5,10
C 51,33 12,00
N (%) 1,53 0,74
P2O5 (P-Bray I) ppm 123,31 39,92
KTK 100,61 23,52
KB (%) 4,26 11,86
K (cmol(+)kg-1) 0,77 0,50
Na (cmol(+)kg-1) 1,17 0,76
Ca (cmol(+)kg-1) 1,81 1,18
Mg (cmol(+)kg-1) 0,54 0,35

4. Pengambilan propagul dari diambil berupa tanah sampel dan akar


penanaman jagung tanaman yang mengandung mikoriza, yang
Isolasi Glomus sp. dilakukan di diambil dari daerah perakaran tanaman
laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman jagung. Bahan lain yang digunakan adalah
Fakultas Pertanian UNTAN. Bahan utama bahan kimia untuk mengekstraksi spora
yang digunakan adalah propagul dari mikoriza dari tanah, untuk mencuci atau
daerah penanaman jagung. Propagul yang membersihkan akar, dan untuk
53
Jurnal Agro Vol. 1, No. 1, Desember 2014

mengindentifikasi spora CMA, dan bahan glukosa. Endapan yang tersisa dalam
yang digunakan sebagai media tumbuh saringan di atas dituangkan ke dalam
tanaman inang serta benih tanaman jagung cawan petri plastik dan kemudian diamati
Alat-alat yang digunakan antara lain botol di bawah stereoskop untuk identifikasi dan
vial, pinset, saringan kasa, oven, jumlah spora.
mikroskop.
Pengamatan spora awal dilakukan di 5. Identifikasi spora
bawah mikroskop. Ekstraksi CMA dilakukan Spora yang tersaring diidentifikasi
untuk memisahkan spora dari contoh dengan menggunakan mikroskop, dan
tanah sehingga dapat diamati keberadaan pinset spora. Spora hasil identifikasi
spora. Teknik yang digunakan adalah teknik dikumpulkan berdasarkan karakter
tuang-saring dari Pacioni (1992) dan morfologi spora meliputi bentuk spora,
dilanjutkan dengan teknik sentrifugasi dari ukuran spora, warna spora, susunan spora,
Brundrett et al. (1996). Prosedur untuk spora dengan susunan tunggal atau
teknik tuang-saring ini menggunakan mengumpul menjadi satu yang disebut
contoh tanah sebanyak 50 gram ditambah sporokap; bentuk hifa, silindris, kerucut,
dengan 200-300 ml air, lalu diaduk sampai bergelombang dan bercabang banyak;
butiran-butiran tanah hancur, kemudian ukuran spora, bentuk spora berbentuk
didiamkan selama ± 2-5 menit. Prosedur bulat globe, sub globose, oval dan oblong.
kerja teknik penyaringan basah adalah Identifikasi dilakukan berdasarkan respon
mencampurkan tanah sampel sebanyak spora terhadap PVLG dan pewarna
200 g dengan 1000-1200 ml air dan diaduk Melzer’s serta karakter morfologi. Spora
merata. Selanjutnya disaring dalam satu hasil isolasi diamati di bawah mikroskop.
set saringan bertingkat dengan ukuran 550 Tahapan identifikasi CMA berdasarkan
μm, 250 μm, dan 125 μm secara berurutan karakteristik morfologi spora meliputi:
dari atas ke bawah (Metode Penyaringan a. Susunan spora: susunan tunggal atau
Basah). Dari saringan bagian atas mengumpul menjadi satu yang
disemprot dengan air kran untuk disebut sporokap.
memudahkan bahan saringan lolos. b. Bentuk hifa: silindris, kerucut,
Kemudian saringan paling atas dilepas dan bergelombang dan bercabang banyak.
saringan kedua kembali disemprot dengan c. Ukuran spora: ukuran terkecil dari 10-
air kran. Tanah yang tersisa pada saringan 50 μm sampai 200-300 μm.
250 μm, 125 μm dipindahkan ke dalam d. Warna spora: menggunakan standar
tabung sentrifuse. Kemudian ditambahkan colour chart. berkisar hialin kuning,
aquades sebanyak 25 ml dan disentrifuse kuning kehijauan, coklat, coklat
dengan kecepatan 2000 RPM selama 5 kemerahan sampai coklat hitam
menit. Hasil sentifuse dibuang e. Bentuk spora : secara umum bentuk
supernatannya kemudian ditambahkan spora adalah bulat globe, sub globose,
glukosa 60%. Tabung sentifuse ditutup oval dan
rapat dan disentrifugasi kembali dengan
kecepatan 2000 RPM selama 1 menit. Tahapan identifikasi dilakukan dengan
Selanjutnya larutan supernatan tersebut menggunakan Manual for The
dihisap dengan pipet hisap dan dituangkan Identification of Mychorhiza Fungi
ke dalam saringan 45 μm, dicuci dengan air (Brundrett et al., 1996).
mengalir (air kran) untuk menghilangkan
54
Jurnal Agro Vol. 1, No. 1, Desember 2014

6. Penghitungan jumlah spora dari kuning bening sampai coklat


Setelah di identifikasi spora yang kemerahan, permukaan dinding spora
diperoleh dari ekstraksi dihitung relatif halus, dan memiliki dinding spora
jumlahnya, diletakkan dalam larutan yang tipis. Spora yang ditemukan ada yang
Melzer’s dan PVLG pada satu kaca melekat dengan hifa dan ada pula yang
preparat. Selanjutnya spora-spora tidak. Hifa pada spora yang ditemukan
tersebut dipecahkan secara hati-hati langsung menyatu dengan dinding spora
dengan cara menekan kaca penutup dengan warna yang hampir sama dengan
preparat menggunakan ujung pinset spora. dinding spora.
Variabel yang diamati meliputi (peubah), Pada kedua lokasi dominan ditemukan
jumlah spora per 50 g media tanam serta CMA jenis Glomus sp. Hal ini sesuai dengan
tipe spora, dengan menggunakan temuan (Sasli, 2012), bahwa Glomus
mikroskop binual. mempunyai tingkat adaptasi yang cukup
tinggi terhadap lingkungan tanah yang
masam. Perkembangan spora Glomus
HASIL DAN PEMBAHASAN adalah dari ujung hifa. Ujung hifa akan
membesar sampai mencapai ukuran
Hasil identifikasi menunjukkan pada maksimal dan terbentuk spora. Karena
kedua lokasi ditemukan Glomus sp. Ukuran sporanya berasal dari perkembangan hifa
spora Glomus berkisar 20-200 μm; maka disebut chlamydospora. Hifa
susunannya mengumpul berupa sporokarp, bercabang-cabang dan tiap cabang
warna spora kuning sampai cokelat terbentuk chlamydiospora dan membentuk
kemerahan. Spora Glomus yang ditemukan sporokarp. Karakteristik khasnya pada
rata-rata memiliki bentuk bulat sampai Glomus terlihat jelas sisa dinding hifa pada
bulat lonjong, memiliki dinding spora mulai permukaan spora.

(a) (b) (c)

Gambar 2. (a) Kumpulan Glomus sp. indigenus (b) hifa, spora Glomus sp. (c) spora bentuk normal

Hasil penghitungan di bawah Hal ini diperkuat oleh temuan (Sasli et


mikroskop menunjukkan bahwa jumlah al., 2012), bahwa CMA Glomus sp
spora asal Rasau Jaya lebih tinggi mempunyai tingkat adaptasi yang cukup
dibandingkan jumlah spora asal Jawai tinggi terhadap lingkungan tanah yang
(Tabel 2). Jumlah spora asal contoh tanah masam. Hasil ini juga diperkuat oleh hasil
Rasau adalah 227 dan jumlah spora dari analisa tanah kedua lokasi, yang
Jawai adalah 182. menunjukkan bahwa kadar bahan organik
55
Jurnal Agro Vol. 1, No. 1, Desember 2014

contoh tanah asal Rasau lebih tinggi yaitu tentang pengadaan, memproduksi
51,33% dengan pH 4,0, dan contoh tanah inokulan mikorhiza dalam skala besar
asal Jawai 12,00% dengan pH 5,10. masih sulit. Gambut dapat digunakan
Tanaman jagung efektif untuk menjaring sebagai sumber inokulan alami dalam
Glomus sp. pada gambut. Hasil isolasi jumlah besar. Kepadatan spora juga
Glomus sp. pada gambut lebih tinggi mempunyai perbedaan pada setiap asal
dibanding pada tanah mineral (Puspita, tanah yang berbeda penggunaannya.
2012). Awalnya contoh tanah asal Rasau
Jumlah spora dari isolasi Glomus sp. merupakan kebun Jagung, dan gambut
dari gambut Rasau dan Jawai dapat Jawai merupakan kebun kacang-kacangan
menjawab kekhawatiran penelitian dan sayuran yang intensif diusahakan.
Simanungkalit (2003) dan Twin (2003),

Tabel 2. Jumlah spora Glomus sp. pada gambut Rasau dan Jawai
JUMLAH SPORA
Lokasi ULANGAN Jumlah Rataan
I II III IV V VI VII VIII IX X
Rasau (IR) 260 210 235 270 220 211 200 220 223 218 2267 226,7
Jawai (IJ) 178 220 127 168 200 181 179 199 169 198 1819 181,9

Sebelum dilakukan trapping, dipengaruhi oleh musim pada waktu


kepadatan spora alami pada kedua asal pengambilan sampel tanah. Jumlah
tanah hanya ditemukan 18-30 spora dalam propagul di setiap rizosfer dari asal tanah
setiap 50 gram contoh tanah. Hasil ini lebih yang berbeda menghasilkan jumlah
rendah dibandingkan hasil penelitian propagul berbeda. Perbedaan jumlah spora
Widiastuti (2004) yang mendapatkan 3-103 Glomus sp. juga dapat disebabkan oleh
spora dalam setiap 100 gram tanah pada keragaman tanaman dan kondisi
daerah perakaran kelapa sawit. Rendahnya lingkungan asal contoh tanah. Menurut
kepadatan spora alami pada rizosfer Basrudin (2005), kolonisasi dan
pertanaman jagung (Rasau) dan kacang- pembentukan spora CMA dipengaruhi oleh
kacangan (Jawai), diduga pada saat masing-masing eksudat akar tanaman
mengambil contoh tanah, CMA belum inang.
bersporulasi, jadi pada contoh tanah Faktor lain yang juga mempengaruhi
tersebut lebih banyak mengandung bagian pembentukan spora adalah pertumbuhan
lain seperti hifa eksternal. Pengamatan tanaman inang. Pertumbuhan tanaman
didukung oleh terjadinya peningkatan jagung asal propagul Rasau (IR), lebih baik
kepadatan spora ketika dilakukan trapping dibandingkan dengan tanaman jagung
dengan menggunakan tanaman inang yang tumbuh dari propagul asal Jawai.
jagung (Zea mays L.). Kepadatan spora Rata-rata tinggi tanaman dan panjang akar
ekosistem dari kedua lokasi contoh tanah masing-masing Rasau (IR) 26,4 cm, dan
meningkat. Rataan spora asal Rasau 35,36 cm, sementara Jawai (IJ) tinggi rata-
menjadi 226,7 dan Jawai 181,9 spora rata 19,6 cm, dan panjang akar 27,65 cm.
dalam 50 gram contoh tanah. Penemuan Data disajikan pada Tabel 3.
ini juga diperkuat oleh hasil penelitian
Kartika (2006) bahwa sporalisasi

56
Jurnal Agro Vol. 1, No. 1, Desember 2014

Tabel 3. Hasil Pengamatan Tinggi Tanaman memungkinkan untuk bersimbiosis dengan


Panjang Akar pada Percobaan mikoriza secara optimal. Perbedaan asal
Trapping Glomus propagul dan jumlah kepadatan spora
Tinggi Panjang kemungkinan dapat juga disebabkan oleh
Perlakuan
Tanaman Akar adanya perbedaan lingkungan antara
--cm-- Rasau yang masuk dalam wilayah
IJ (Jawai) 21 30 kabupaten Sungai Raya, dan Jawai di
20 31
Kabupaten Sambas. Diduga kedua contoh
21 30,5
18 27 tanah tersebut mempunyai perbedaan
20 28 hara tanaman dan cara pengelolaan tanah.
18 29 Propagul tanah asal Rasau menghasilkan
18 32 jumlah spora lebih banyak dibanding
22 30 propagul asal Jawai. Hasil analisis tanah
19 31
awal Rasau dan Tanah asal Sambas juga
19 28
mendukung hal tersebut (Tabel 1).
RATAAN 19,6 27,65
IR (Rasau) 26 37,0 Ketersediaan hara yang rendah akan
26,8 35,2 mengoptimalkan kerja mikoriza dengan
25 35,0 memperluas daerah penyerapan sekaligus
26 34,8 juga dapat menembus daerah penipisan
25 37,3 nutrient (zone of nutrient depletion).
27 32,9 Populasi spora CMA, seperti Glomus
24 36,8
sp. yang tinggi juga diduga disebabkan
26,7 34,9
29 34,6 kondisi lingkungan yang lebih sesuai,
28,5 35,1 optimal, dan kompatibel dalam
RATAAN 26,4 35,36 mendukung pertumbuhan dan
perkembangan spora. Ditunjang lagi oleh
Pertumbuhan tanaman yang normal, kemungkinan tidak adanya jamur
jagur, akan menghasilkan fotosintat lebih antagonis yang menghambat sporulasi
banyak, sehingga memiliki karbon yang CMA. Faktor lainnya, perbedaan
dapat digunakan oleh mikoriza, karena lingkungan asal tanah, hara, ketinggian
mikoriza membutuhkan karbon untuk tempat, curah hujan, cahaya pada kedua
hidupnya. Pada keadaan dimana contoh tanah memungkinkan adanya
pertumbuhannya tanaman yang baik perbedaan kepadatan spora.

Tabel 4. Data Komponen Iklim per Bulan


No. Komponen Iklim Rasau Jawai
1. Rata-rata Curah hujan (mm) 100-425,4 187 -348
2. Temperatur rata-rata (°C ) 26,2-27,70 22,9-31,05
3. Jumlah hari hujan (hari) 16,60 11 ,00
4. Kelembaban udara Relatif (%) 83,00 81,90
5. Tekanan udara (Hm Bar) 1,001-1,10 1,001-1,01
6. Kecepatan angin (km hari-1) 145-177 153-173
7. Elipasi sinar matahari (%) 58,30 50,73
8. Penguapan harian (Hm) 4,1-6,0 4,2-5,9
9. Evapotranspirasi bulanan (mm) 134,7-181,7 134,7-171,4
Sumber: BMKG Supadio, Pontianak 20 Juni 2014.
57
Jurnal Agro Vol. 1, No. 1, Desember 2014

Jawai dan Rasau termasuk daerah metabolik antara tanaman dan jamur
beriklim tropis. Jawai masuk wilayah walau kondisi kurang baik. Pernyataan ini
Kabupaten Sambas, dengan curah hujan juga berkaitan dengan laporan Yusnaini et
tertinggi pada bulan September sampai al. (1999), bahwa penggunaan CAM ini
dengan Januari, dan terendah pada bulan dapat meningkatkan produksi jagung walau
Juni sampai dengan bulan Agustus. Suhu mengalami kekeringan sesaat pada fase
udara terendah 21,2°C pada bulan Agustus vegetatif dan generatif. Lebih jauh Setiadi
dan tertinggi 33°C pada bulan Juli. (2003), melaporkan bahwa mikoriza
Sementara Rasau Jaya masuk wilayah berperan dalam meningkatkan toleransi
Kabupaten Kubu Raya. Iklim di Kubu Raya tanaman terhadap kondisi lahan kritis,
termasuk type Iklim A (Schmit & Ferguson) kekeringan dan terdapatnya logam-logam
yaitu iklim sangat basah dengan curah berat. Kolonisasi akar tanaman dengan
hujan bulanan diatas 100 mm dengan total CMA dapat mempengaruhi komunitas yang
curah hujan tahunan rata-rata berkisar berasosiasi dengan akar langsung dan tidak
3000 mm rata-rata bulan basah mencapai langsung. Interaksi langsung termasuk
tujuh bulan pertahun, yaitu Agustus, penyediaan senyawa karbon yang kaya
September, sampai Februari. Curah hujan energi, perubahan pH mycorrhizosphere,
terendah pada bulan Juli rata-rata 144,2 kompetisi nutrisi, dan eksudasi jamur dari
mm dan tertinggi pada bulan Oktober penghambatan atau stimulasi senyawa.
mencapai 533,5 mm. Kabupaten Kubu Raya Interaksi langsung juga juga dapat terjadi
secara umum merupakan dataran rendah dalam bentuk efek mikoriza pada
yang relatif datar. Dengan suhu udara yang pertumbuhan tanaman inang, hasil
tinggi, panas, ditambah lagi oleh karena eksudasi akar dan perbaikan struktur tanah
dekat dengan garis khatulistiwa. Suhu rata- (Johansson, 2004).
rata maksimum 33,40°C terjadi pada bulan
Mei, dan suhu minimum rata-rata 22,50°C
terjadi pada bulan Agustus. SIMPULAN
Menurut Rainiyati (2007), terdapat
kecenderungan peningkatan jumlah spora Spora Glomus sp. berhasil diisolasi dan
dengan berkurangnya jumlah curah hujan, diidentifikasi dari rhizosfer jagung (Zea
fluktuasi kelembapan tanah juga dapat mays L.) dari gambut asal Rasau dan Jawai.
mempengaruhi pembentukan spora atau Percobaan menunjukkan bahwa Glomus
sporulasi. Lebih jauh Johansson (2003), sp. dominan dijumpai pada kedua lokasi
kekeringan tidak menghambat contoh tanah. Bentuk spora umumnya
pertumbuhan mikoriza namun berbentuk bulat globe, dengan warna
meningkatkan perkembangan akar lateral kuning sampai coklat kemerahan. Tanaman
dan setelah pembasahan kembali laju jagung hibrida, dapat digunakan untuk
pemanjangan akar dan jumlah mikoriza menjaring Glomus sp. pada gambut.
meningkat dengan cepat. Struktur jamur Ditinjau dari jenis isolat CMA, Glomus sp.
(terutama arbuscules bercabang) dominan di jumpai di gambut. Kelimpahan
meningkatkan luas permukaan, jangkauan spora CAM di Rasau ditemukan jumlah
atau jelajah akar sehingga memungkinkan spora jenis Glomus sp. sebanyak 226,7 dan
pengoptimalan kegiatan pertukaran di Jawai 181,9. Penemuan ini menjadi

58
Jurnal Agro Vol. 1, No. 1, Desember 2014

harapan baru untuk memanfaatkan Mycorrhizosphere and Their


gambut sebagai upaya memenuhi Significance for Sustainable
kebutuhan pupuk hayati dalam jumlah Agriculture. FEMS Microbiology
Ecology 48 (2004) 1–13.
besar dan murah. Perlu dilakukan
pengkajian lebih lanjut untuk lebih Kartika, E. 2000. Isolasi, Karakterisasi dan
mengetahui tentang kemampuan CMA Pengujian Keefektivan Cendawan
sebagai bahan baku pupuk hayati (puhay) Mikoriza Arbuskular Terhadap Bibit
yang menunjang perkembangan pertanian Kelapa Sawit Pada Tanah Gambut
di Kalimantan Barat. Kajian lanjut juga Bekas Hutan. Jurnal Agronomi 10(2):
diharapkan memberi masukan, dalam 63-70.
upaya pengurangan pemakaian pupuk
Maftu’ah, E., M. Alwi, dan M. Willis. 2005.
anorganik dan atau mensubstitusi Potensi Makrofauna Tanah Sebagai
kebutuhan hara dengan pupuk hayati. Bioindikator Kualitas Tanah Gambut
Ditambah lagi dengan peran mikoriza Bioscientiae Volume 2: 1. 2005, p. 1-
dalam meningkatkan toleransi tanaman 14.
terhadap kondisi lahan kritis, kandungan
logam-logam berat atau kekeringan. Upaya Puspitasari, D., K.I. Purwani, dan A.
Muhibuddin. 2012. Eksplorasi
mengoptimalkan potensi, pengetahuan
Vesicular Arbuscular Mycorrhiza
tentang mikoriza sangat relevan dengan (VAM) Indigenous pada Lahan Jagung
semangat mengelola lahan pertanian yang di Desa Torjun, Sampang Madura.
ramah lingkungan teutama dibidang Jurnal Sains Dan Seni ITS Surabaya 1
agribisnis. Gambut dapat menjadi sumber (2), September 2012.
media (carier) yang murah dan efektif,
Pacioni, G. 1992. Wet Sieving and
gudang mikoriza indigenus di daerah
Decanting Techniques for The
tropis. Extraction of Spores of VA
Mycorrhyzal Fungi. Methods in
Microbiology. Academic Press Inc.
DAFTAR PUSTAKA San Diego 24: 317-322.
Sasli, I. dan A. Ruliansyah. 2012.
Brundrett, MN., B. Bougher, T.G. Dell, dan Pemanfaatan Mikoriza Arbuskula
N. Malayczuk. 1996. Working with Spesifik Lokasi untuk Efisiensi
Microrhizas in Forestry and Pemupukan pada Tanaman Jagung di
Agriculture. ACIAR Monograph 32. Lahan Gambut Tropis. Agrovigor 5 (2)
Australian Centre for International September 2012.
Agriculture Research Canberra.
Setiadi, Y. 2003. Arbuscular Mycorrhizal
Faiqoh. 2007. Metode Dasar bekerja Inokulum Production. Program dan
dengan Mikoriza Arbuskula. Abstrak Seminar dan Pameran:
Laboratorium Bioteknologi Hutan dan Teknologi Produksi dan Pemanfaatan
Lingkungan, Pusat Penelitian Sumber Inokulan Endo-Ektomikoriza untuk
Daya Hayati dan Bioteknologi, Institut Pertanian, Perkebunan, dan
Pertanian Bogor, Bogor. Kehutanan. 16 September 2003.
Bandung. pp 10.
Johansson, JF., R.P. Leslie, dan D.F. Roger.
2004. Microbial Interactions in The Simanungkalit, R. D. M. 2003. Teknologi
Jamur Mikoriza Arbuskuler: Produksi

59
Jurnal Agro Vol. 1, No. 1, Desember 2014

Inokulan dan Pengawasan Mutunya. Alam Institut Teknologi Sepuluh


Program dan Abstrak Seminar dan Nopember.
Pameran: Teknologi Produksi dan Twin, C. 2003. Pemanfaatan Mikoriza Dan
Pemanfaatan Inokulan Endo- Prospeknya. Program dan Abstrak
Ektomikoriza untuk Pertanian, Seminar dan Pameran: Teknologi
Perkebunan, dan Kehutanan. 16 Produksi dan Pemanfaatan Inokulan
September 2003. pp 11. Endo-Ektomikoriza untuk Pertanian,
Perkebunan, dan Kehutanan.16
Sundari, S., T. Nurhidayati, dan I. September 2003. pp 15.
Trisnawati. 2012. Isolasi dan
Identifikasi Mikoriza Indigenous dari Yusnaini, S., A. Niswati, S. G. Nugroho, K.
Perakaran Tembakau Sawah Muludi, dan A. Irawati. 1999.
(Nicotiana tabacum L.) di Area Pengaruh Inokulasi Mikoriza Vesikular
Persawahan Kabupaten Pamekasan Arbuskular terhadap Produksi Jagung
Madura. Jurusan Biologi, Fakultas yang Mengalami Kekeringan Sesaat
Matematika dan Ilmu Pengetahuan pada Fase Vegetatif dan Generatif.
Jurnal Tanah Tropika. No. 9:1-6.

60

Anda mungkin juga menyukai