Anda di halaman 1dari 11

JURNAL AGROMAST , Vol.2, No.

2, Oktober 2017

PENGARUH BLOTONG TEBU PADA BERBAGAI MACAM JENIS TANAH


TERHADAP PERTUMBUHAN KELAPA SAWIT DI PRE NURSERY

Edy Wijayanto1, Sri Manu Rohmiyati2, Sundoro Sastrowiratmo2


1
Mahasiswa Fakultas Pertanian INSTIPER
2
Dosen Fakultas Pertanian INSTIPER

ABSTRAK
Penelitian dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh dosis blotong tebu terhadap
pertumbuhan bibit kelapa sawit di pre nursery pada berbagai jenis tanah telah dilaksanakan di
Kebun Pendidikan dan Penelitian (KP-2) Institut Pertanian Stiper Yogyakarta yang terletak di
Maguwoharjo Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta pada
ketinggian 188 m dpl pada bulan Desember 2016 s/d Maret 2017. Penelitian ini menggunakan
metode percobaan dengan rancangan faktorial yang terdiri dari dua faktor yang disusun dalam
Rancangan Acak Lengkap dan terdiri atas 2 faktor. Faktor pertama adalah dosis blotong tebu yang
terdiri dari 6 aras dosis (% volume) yaitu; 0%, 10%, 20%, 30%, 40% dan 50%. Sedangkan faktor
kedua adalah jenis tanah, yang terdiri dari 3 jenis yaitu; tanah regusol, tanah latosol dan tanah
grumusol. Dari kedua faktor diperoleh 18 kombinasi perlakuan dan masing-masing perlakuan
dilakukan 4 ulangan. Hasil penelitian dianalisis dengan sidik ragam dan uji Duncan pada jenjang
nyata 5%. Hasil penelitian menunjukan bahwa pemberian blotong tebu dosis 0, 10, 20, 30, 40 dan
50% memberikan pengaruh yang sama baiknya terhadap pertumbuhan bibit kelapa sawit di pre
nursery, sedangkan penggunaan jenis tanah regusol, latosol dan grumosol sebagai media tanam
memberikan pengaruh yang sama baiknya terhadap pertumbuhan bibit kelapa sawit di pre nursery.

Kata kunci : Bibit Tanaman Kelapa Sawit, Blotong Tebu, Jenis Tanah

PENDAHULUAN bibit untuk tumbuh dan berkembang.


Kelapa sawit merupakan komoditas Pertumbuhan bibit yang baik akan
perkebunan yang memiliki prospek sebagai menentukan pertumbuhan dan produksi
tanaman multiguna dan sumber devisa tanaman kelapa sawit selanjutnya di lapangan
perekonomian nasional. Perkebunan kelapa (Pahan, 2006).
sawit 10 tahun terakhir telah diperluas secara Komponen dasar yang dibutuhkan
besar-besaran dengan pola perkebunan besar, bibit untuk tumbuh dan berkembang adalah
pola kebun inti-plasma, pola kemitraan bagi unsur hara, air, dan oksigen. Unsur hara yang
hasil, dan pola-pola lainnya. Luas perkebunan cukup diperuntukkan membangun
kelapa sawit pada tahun 2006 baru mencapai pertumbuhan vegetatifnya. Air dibutuhkan
6.594.914 ha (Sunarko, 2014). Pada tahun sebagai pelarut unsur hara di dalam tanah. Di
2013, total luas perkebunan kelapa sawit di dalam tanaman air sebagai penyusun tubuh
Indonesia telah mencapai seluas 10.465.020 tanaman dan juga untuk keberlangsungan
ha, dengan produksi 27.782.004 ton, dan proses-proses fisiologis tanaman. Oksigen
produktifitasnya sebanyak 3.536 kg/ha dibutuhkan untuk proses respirasi seluruh
(Anonim,2014). bagian tanaman juga akar sehingga
Perluasan perkebunan kelapa sawit meningkatkan kapasitas akar dalam menyerap
yang meningkat cepat tersebut memerlukan unsur hara di dalam tanah.
kecukupan bibit yang berkualitas dalam Ketersediaan tanah subur saat ini
jumlah banyak. Bibit yang berkualitas untuk media pembibitan sangat terbatas,
diperoleh melalui pemeliharaan yang baik. sehingga untuk mencukupi kebutuhan di
Faktor utamanya ialah jenis dan kualitas pembibitan digunakan tanah yang kurang
benih serta media tanam yang baik yang subur seperti tanah pasiran. Tanah pasiran
mampu menyediakan kebutuhan dasar bagi meskipun aerasi dan drainasinya baik yang
JURNAL AGROMAST , Vol.2, No.2, Oktober 2017

menjamin proses respirasi dengan lancar, yaitu 4-5%. Kotoran nira ini terdiri dari
tetapi kemampuannya menyediakan unsur kotoran yang dipisahkan dalam proses
hara dan air bagi tanaman sangat rendah. penggilingan tebu dan pemurnian gula.
Rendahnya ketersediaan unsur hara dan air Persentase kotoran nira ini cukup tinggi yaitu
menjadi faktor penghambat pertumbuhan 9-18% dari tebu basah, dan sangat cepat
bibit. terdekomposisi menjadi kompos. Pada
Tanah latosol didominasi oleh umumnya blotong ini diakumulasi di
lempung kaolinite, pH masam, aerasi kurang lapangan terbuka di sekitar pabrik gula,
baik sehingga kurang mendukung kelancaran sebelum dimanfaatkan untuk pertanian
proses respirasi akar di dalam tanah, tapi (Lahuddin, 1996). Limbah pabrik tersebut
kemampuan menyediakan airnya cukup dapat dimanfaatkan menjadi salah satu
tinggi. Tanah grumosol didominasi oleh alternatif solusi sebagai pupuk kompos dalam
lempung montmorikomite, sukar diolah, budidaya tanaman kelapa sawit guna
aerasi buruk, kemampuan menahan airnya meningkatkan pertumbuhan tanaman itu
tinggi tapi kemampuan menyediakan airnya sendiri.
rendah, dan pH tanah umumnya netral sampai Percobaan penggunaan kompos
alkalis, kesuburan kimianya tinggi, tapi blotong sebagai pupuk organik telah banyak
kesuburan fisikanya buruk. dilakukan dalam mempelajari peranannya
Pemberian bahan organik pada tanah pada sifat-sifat tanah maupun efeknya pada
regusol (pasir) akan meningkatkan tanaman. Pemberian blotong dapat
kemampuan tanah dalam menahan air dan meningkatkan kandungan hara dalam tanah
sekaligus meningkatkan kapasitas tukar terutama unsur N, P, dan Ca serta unsur mikro
kation tanah dan menambah unsur hara dari lainnya. Peranan kompos blotong pada tanah
hasil dekomposisi bahan organik. dapat dipastikan sama dengan peranan
Penambahan bahan organik pada tanah kompos atau pupuk organik lainnya dalam
lempung latosol akan meningkatkan aerasi memperbaiki sifat-sifat kesuburan tanah.
tanah sehingga respirasi akar berlangsung
lebih lancar. Sedangkan penambahan bahan METODE PENELITIAN
organik pada tanah grumosol, selain Waktu dan Tempat Penelitian
memperbaiki aerasi tanah juga meningkatkan Penelitian dilaksanakan di Kebun Pendidikan
ketersediaan air bagi tanaman. dan Penelitian (KP-2) Institut Pertanian Stiper
Pertanian organik sebagai bagian Yogyakarta yang terletak di Maguwoharjo,
pertanian akrab lingkungan perlu segera Depok, Sleman, Yogyakarta, pada ketinggian
dimasyarakatkan atau diingatkan kembali 118 mdpl. Penelitian dilaksanakan pada bulan
sejalan makin banyaknya dampak negatif Desember 2016 sampai Maret 2017.
terhadap lingkungan yang terjadi akibat dari
penerapan teknologi intensifikasi yang Alat dan Bahan
mengandalkan bahan kimia pertanian. Pupuk 1. Alat yang digunakan adalah
organik merupakan bahan pembenah tanah timbangan analitik, cangkul, ember,
yang paling baik dan alami daripada bahan meteran, martil, paku, kawat, kertas
pembenah tanah buatan/sintetis. Penempatan label, gembor, paranet, bambu,
pupuk organik ke dalam tanah dapat penggaris dan alat tulis.
dilakukan seperti pupuk kimia, misalkan 2. Bahan yang digunakan adalah
untuk kompos, limbah agroindustry seperti kecambah benih kelapa sawit, blotong
blotong tebu, ampas tahu, dsb. tebu, polybag ukuran 18 x 18, plastik,
Blotong atau disebut “filtermud” bambu, tanah regosol, gromusol, dan
adalah kotortan nira tebu dari proses latosol.
pembuatan gula yang disebut sebagai
byproduct. Persentase blotong yang
dihasilkan dari tiap hektar pertanaman tebu
JURNAL AGROMAST , Vol.2, No.2, Oktober 2017

Rancangan Penelitian Tanah latosol dapat diperoleh


Penelitian ini menggunakan metode didaerah Patuk, Gunung Kidul, DIY.
percobaan dengan rancangan faktorial yang Tanah yang sudah diambil kemudian
terdiri dari dua faktor yang disusun dalam dibersihkan dari sisa-sisa sampah yang
Rancangan Acak Lengkap dan terdiri dari ada.
empat ulangan. Faktor pertama adalah dosis d. Tanah grumosol
blotong tebu yang terdiri dari 6 aras dosis (% Tanah yang digunakan
volume) yaitu; 0%/polybag atau control (B0), berikutnya adalah tanah grumosol yang
10%/polybag (B1), 20%/polybag (B2), dapat diperoleh didaerah Nglipar,
30%/polybag (B3), 40%/polybag (B4), Gunung Kidul, DIY, kemudian
50%/polybag(B5). Sedangkan faktor kedua tanahnya dibersihkan dari sampah-
adalah jenis tanah, yang terdiri dari 3 aras sampah kayu serta bebatuan.
yaitu; tanah regusol (T1), tanah latosol (T2), e. Pencampuran tanah dengan blotong
tanah grumusol (T3). Dari kedua faktor tebu
diperoleh 18 kombinasi perlakuan dan Tanah dicampur dengan blotong
masing-masing perlakuan dilakukan 4 tebu sesuai dengan perlakuan yang
ulangan. Jumlah bibit yang diperlukan untuk telah ditentukan. Campuran tanah +
percobaan adalah : 18 x 4 = 72 bibit. blotong tebu kemudian diisikan ke
Pelaksanaan Penelitian dalam polybag yang berukuran 18 x 18
1. Persiapan Lahan cm dengan perlakuan yang telah
Lahan dibersihkan dari gulma- ditentukan, selanjutnya disusun dalam
gulma dan permukaan tanah diratakan, bedengan sesuai dengan layout
kemudian membuat rumah pembibitan percobaan dan disiram dengan air
dengan naungan paranet untuk hingga mencapai kapasitas lapangan.
mencegah bibit kelapa sawit terhadap 3. Pengaturan Polybag
sinar matahari langsung dan Polybag yang digunakan adalah
menghindari terbongkarnya tanah di ukuran 18 x 18 cm yang telah diisi
polybag akibat terpaan air hujan, serta media tanam. Media tanam diatur di
pembuatan pagar-pagar pembatas dalam rumah pembibitan, jarak antar
bambu yang berguna untuk perlakuan 25 cm.
menghindari gangguan dari serangan 4. Penanaman
hama. Pembuatan lubang tanam
2. Perlakuan blotong tebu dengan kedalaman 1-3 cm kemudian
a. Blotong tebu kecambah ditanam ke dalam lubang
Blotong tebu yang digunakan tanam dan ditutup dengan tanah dengan
yaitu limbah pabrik gula, kemudian memberikan tekanan secara perlahan
dicampur dengan tanah secara homogen agar akar (radikula) dan batang
sesuai dengan dosis yang sudah (plumula) tidak patah. Posisi bakal
ditentukan (0%, 10%, 20%, 30%, 40%, batang (plumula) mengahadap ke atas,
dan 50%) sedangkan bakal akar (radikula)
b. Tanah regosol menghadap ke bawah, atau besar ke atas
Tanah yang digunakan yaitu dan kecil panjang ke bawah. Proses
tanah jenis regosol yang diperoleh dari penanaman kecambah harus dilakukan
daerah Kalasan, Sleman, DIY dengan secara hati-hati.
kedalaman 0-30 cm kemudian diayak 5. Penyiraman
dengan ayakan sehingga menjadi Penyiraman dilakukan setiap
butiran halus dan tanah terbebas dari hari dilakukan dengan cara manual
sisa-sisa sampah dan akar tumbuhan (menggunakan gembor), yaitu pada pagi
liar. hari dan sore hari. Sumber air berasal
c. Tanah latosol dari air lokasi penelitian.
JURNAL AGROMAST , Vol.2, No.2, Oktober 2017

Pengamatan Penelitian 6. Berat kering akar (g)


Variabel yang diukur dan diamati Didapat dengan cara mengambil semua
adalah sebagai berikut : bagian perakaran tanaman pada polibag
1. Tinggi bibit (cm) kemudian akar dioven dengan suhu 60-
Didapat dengan cara mengukur bibit 80°C selama kurang lebih 48 jam atau
dari pangkal batang sampai pucuk atau sampai diperoleh berat konstan.
daun termuda dari bibit. Pengukuran 7. Panjang akar (cm)
dilakukan setiap satu minggu sekali. Didapat dengan cara mengukur akar
2. Jumlah daun (helai) dari bawah hingga ke ujung akar.
Menghitung jumlah daun yang sudah Pengukuran dilakukan setelah panen.
membuka sempurna. Analisis Data
3. Berat segar tajuk (g) Data yang diperoleh dianalisis dengan
Didapat dengan cara memisahkan sidik ragam pada jenjang nyata 5 %. Apabila
bagian batang dan daun bibit dengan ada beda nyata dalam perlakuan diuji lanjut
akar kemudian dibersihkan setelah itu dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT)
dihitung. pada jenjang nyata 5 %.
4. Berat kering tajuk (g)
Bagian batang dan daun tanaman yang HASIL DAN ANALISIS HASIL
dioven dengan suhu 60-80’C selama Data hasil penelitian telah dianalisis
kurang lebih 48 jam atau sampai dengan menggunakan sidik ragam (analysis of
diperoleh berat konstan, yaitu setelah varians) pada jenjang nyata 5%. Untuk
didinginkan, ditimbang. Selanjutnya mengetahui adanya perbedaan nyata antar
dioven lagi kurang lebih 1 jam, perlakuan dilakukan pengujian dengan
kemudian setelah dingin ditimbang menggunakan Duncan New Multiple Range
lagi. Apabila tidak terjadi penurunan Test (DMRT) pada jenjang nyata 5%.
berat, berarti sudah mencapai berat Tinggi Bibit
konstan. Hasil sidik ragam (Lampiran 1)
5. Berat segar akar (g) menunjukkan bahwa dosis blotong tebu dan
Didapat dengan cara mengambil semua jenis tanah serta interaksi diantara keduanya
bagian perakaran tanaman lalu tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi bibit.
dibersihkan dari kotoran dan ditiriskan Hasil analisis disajikan pada Tabel 1.
kemudian ditimbang.
Tabel 1. Pengaruh dosis blotong tebu pada berbagai jenis tanah terhadap tinggi bibit kelapa
sawit di pre nursery (cm)
Dosis Jenis Tanah
Blotong rerata
(% vol.) regusol latosol Grumusol

0 22.58 23.80 23.65 23.34 a


10 23.53 22.75 23.18 23.15 a
20 22.93 22.88 22.15 22.65 a
30 23.85 21.08 23.93 22.95 a
40 22.60 23.73 25.20 23.84 a
50 25.20 25.15 24.98 25.11 a
23.45p 23.23p 23.85p
rerata (-)
Keterangan : Angka rerata yang diikuti huruf yang sama dalam kolom
atau baris menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada jenjang nyata
5%.
(-) : Tidak ada interaksi nyata.
JURNAL AGROMAST , Vol.2, No.2, Oktober 2017

Untuk mengetahui perkembangan Laju pertumbuhan tinggi bibit


pertumbuhan tinggi bibit selama masa perlakuan dosis blotong tebu dan jenis tanah
pembibitan, dilakukan pengukuran tinggi disajikan pada Gambar 1 dan Gambar 2.
bibit setiap 1 minggu sekali.
30,00

25,00
Tinggi Bibit (cm)

20,00 0%
10%
15,00
20%
10,00 30%
40%
5,00
50%
0,00
4 5 6 7 8 9 10 11 12
Minggu ke-

Gambar 1. Laju pertumbuhan tinggi bibit yang dipengaruhi oleh dosis blotong tebu (cm).

Gambar 1 menunjukkan laju kemudian agak melambat hingga minggu ke


pertumbuhan tinggi bibit yang hampir sama 12, kecuali pada perlakuan dosis blotong tebu
pada perlakuan dosis blotong tebu 0%, 10%, 50% menunjukkan pertumbuhan yang lebih
20%, 30% & 40% yaitu dari minggu ke 4 – 6 tinggi dari dosis lainnya.
menunjukkan laju pertumbuhan yang cepat,
30,00

25,00
Tinggi Bibit (cm)

20,00

15,00 Regusol
Latosol
10,00
Grumusol
5,00

0,00
4 5 6 7 8 9 10 11 12
Minggu ke-

Gambar 2. Laju pertumbuhan tinggi bibit yang dipengaruhi oleh jenis tanah (cm).
JURNAL AGROMAST , Vol.2, No.2, Oktober 2017

Gambar 2 menunjukkan laju Jumlah daun


pertumbuhan tinggi bibit yang hampir sama Hasil sidik ragam (Lampiran 2)
antara perlakuan jenis tanah regusol, latosol & menunjukkan bahwa dosis blotong tebu dan
grumosol, yaitu dari minggu ke 4 hingga jenis tanah serta interaksi diantara keduanya
minggu ke 6 menunjukkan laju pertumbuhan tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah
yang cepat, kemudian agak melambat hingga daun. Hasil analisis disajikan pada Tabel 2.
minggu ke 12.

Tabel 2. Pengaruh dosis blotong tebu pada berbagai jenis tanah terhadap jumlah daun bibit
kelapa sawit di pre nursery (helai).
Dosis Jenis Tanah
Blotong Rerata
(% vol.) Regusol Latosol Grumosol
0 5.00 4.25 4.50 4.58 A
10 4.50 4.25 4.25 4.33 A
20 4.25 4.75 4.00 4.33 a
30 4.75 4.25 4.75 4.58 a
40 4.25 4.25 4.50 4.33 a
50 4.50 4.25 4.50 4.42 a
4.54p 4.33p 4.42p
Rerata (-)
Keterangan : Angka rerata yang diikuti huruf yang sama dalam kolom
atau baris menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada jenjang
nyata 5%.
(-) : Tidak ada interaksi nyata.

Berat Segar Tajuk jenis tanah serta interaksi diantara keduanya


Hasil sidik ragam (Lampiran 3) tidak berpengaruh nyata terhadap berat segar
menunjukkan bahwa dosis blotong tebu dan tajuk. Hasil analisis disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Pengaruh dosis blotong tebu pada berbagai jenis tanah terhadap berat segar tajuk bibit
kelapa sawit di pre nursery (gr).
Dosis Jenis Tanah
Blotong Rerata
(% vol.) Regusol Latosol Grumosol
0 4.31 3.58 3.50 3.80 a
10 4.77 3.54 3.47 3.93 a
20 3.78 3.67 3.09 3.51 a
30 4.31 3.40 4.13 3.95 a
40 4.11 4.02 4.00 4.04 a
50 5.01 4.04 3.88 4.31 a
4.38p 3.71p 3.68p
Rerata (-)
Keterangan : Angka rerata yang diikuti huruf yang sama dalam kolom
atau baris menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada jenjang
nyata 5%.
(-) : Tidak ada interaksi nyata.
JURNAL AGROMAST , Vol.2, No.2, Oktober 2017

Berat Kering Tajuk jenis tanah serta interaksi diantara keduanya


Hasil sidik ragam (Lampiran 4) tidak berpengaruh nyata terhadap berat kering
menunjukkan bahwa dosis blotong tebu dan tajuk. Hasil analisis disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Pengaruh dosis blotong tebu pada berbagai jenis tanah terhadap berat kering tajuk bibit
kelapa sawit di pre nursery (g).
Dosis Jenis Tanah
Blotong Rerata
(% vol.) Regusol Latosol Grumosol
0 1.04 0.81 0.80 0.88 a
10 1.11 0.80 0.79 0.90 a
20 0.92 0.86 0.72 0.83 a
30 1.23 0.63 1.00 0.96 a
40 1.03 0.95 1.04 1.00 a
50 1.28 1.03 0.97 1.09 a
1.10p 0.85p 0.89p
Rerata (-)
Keterangan : Angka rerata yang diikuti huruf yang sama dalam kolom
atau baris menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada jenjang
nyata 5%.
(-) : Tidak ada interaksi nyata.

Panjang Akar jenis tanah serta interaksi diantara keduanya


Hasil sidik ragam (Lampiran 5) berpengaruh nyata terhadap panjang akar.
menunjukkan bahwa dosis blotong tebu dan Hasil analisis disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Pengaruh dosis blotong tebu pada berbagai jenis tanah terhadap panjang akar bibit
kelapa sawit di pre nursery (cm).
Dosis Jenis Tanah
Blotong Rerata
(% vol.) Regusol Latosol Grumosol
0 22.25 c 24.63 bc 25.13 bc 24.00
10 25.50 bc 25.50 bc 26.13 bc 25.71
20 26.50 bc 26.88 bc 26.88 bc 26.75
30 27.10 bc 27.63 bc 28.00 bc 27.59
40 28.38 abc 28.38 abc 29.75 abc 28.84
50 29.88 abc 30.13 ab 37.25 a 32.42
Rerata 26.61 27.19 28.86 (+)
Keterangan : Angka rerata yang diikuti huruf yang sama dalam kolom
atau baris menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada jenjang
nyata 5%.
(+) : ada interaksi nyata.

Tabel 5 menunjukkan bahwa Regusol dan Latosol, serta dosis 40% pada
pemberian blotong dengan dosis 50% pada semua jenis tanah. Sedangkan pemberian
tanah Grumusol menghasilkan panjang akar blotong dosis 0 – 30% pada semua jenis tanah
terpanjang tapi tidak berbeda nyata dengan menghasilkan panjang akar yang tidak
pemberian blotong dosis 50% pada tanah
JURNAL AGROMAST , Vol.2, No.2, Oktober 2017

berbeda nyata dan lebih rendah dibandingkan jenis tanah serta interaksi diantara keduanya
dosis 50% pada tanah Grumusol. tidak berpengaruh nyata terhadap berat segar
Berat segar Akar akar. Hasil analisis disajikan pada Tabel 6.
Hasil sidik ragam (Lampiran 6)
menunjukkan bahwa dosis blotong tebu dan

Tabel 6. Pengaruh dosis blotong tebu pada berbagai jenis tanah terhadap berat segar akar bibit
kelapa sawit di pre nursery (gr).
Dosis Jenis Tanah
Blotong Rerata
(% vol.) Regusol Latosol Grumosol
0 2.15 1.85 1.35 1.78 a
10 2.16 1.88 1.38 1.80 a
20 1.78 1.59 1.35 1.57 a
30 2.14 1.51 1.78 1.81 a
40 1.89 1.73 1.88 1.83 a
50 2.16 1.86 1.69 1.90 a
2.05p 1.73p 1.57p
Rerata (-)
Keterangan : Angka rerata yang diikuti huruf yang sama dalam kolom
atau baris menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada jenjang
nyata 5%.
(-) : Tidak ada interaksi nyata.

Berat Kering Akar keduanya tidak berpengaruh nyata


Hasil sidik ragam (Lampiran 7) terhadap berat kering akar. Hasil analisis
menunjukkan bahwa dosis blotong tebu disajikan pada Tabel 7.
dan jenis tanah serta interaksi diantara

Tabel 7. Pengaruh dosis blotong tebu pada berbagai jenis tanah terhadap berat kering akar bibit
kelapa sawit di pre nursery (gr).
Dosis Jenis Tanah
Rerata
Blotong Regusol Latosol Grumosol
0% 0.53 0.47 0.37 0.46 a
10% 0.50 0.45 0.37 0.44 a
20% 0.46 0.44 0.40 0.44 a
30% 0.57 0.33 0.50 0.47 a
40% 0.45 0.44 0.48 0.45 a
50% 0.52 0.51 0.48 0.50 a
0.51p 0.44p 0.43p
Rerata (-)
Keterangan : Angka rerata yang diikuti huruf yang sama dalam kolom
atau baris menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada jenjang
nyata 5%.
(-) : Tidak ada interaksi nyata
JURNAL AGROMAST , Vol.2, No.2, Oktober 2017

PEMBAHASAN Tanah Latosol didominasi oleh


Bahan organik berperan dalam lempung kaolinite yang berwarna merah,
memperbaiki sifat fisik tanah, kimia, dan lempung tidak terlalu lekat dan liat, sehingga
biologi tanah yaitu memperbaiki struktur sirkulasi udara di dalam tanah masih cukup
tanah, meningkatkan kemampuan tanah dalam baik yang dibutuhkan untuk kelancaran proses
menahan air, sebagai penyangga terhadap respirasi akar di dalam tanah. Selain itu, tanah
perubahan pH larutan tanah, meningkatkan latosol kemampuan menyediakan air cukup
kandungan hara dalam tanah dan tinggi yang dibutuhkan bibit untuk
meningkatkan kandungan mikroorganisme melangsungkan proses – proses metabolisme
yang berperan dalam siklus hara dalam tanah. di dalam tubuhnya.
Selain itu bahan organik juga mengandung Tanah Grumusol adalah tanah yang
unsur hara yang lengkap baik unsur hara didominasi oleh lempung montmorilonite
makro maupun hara mikro yang dibutuhkan sehingga lebih liat dan lekat dibanding
untuk pertumbuhan tanaman (Sutanto, 2002). lembung kaolinite, sehingga asasi tanahnya
Hasil sidik ragam menunjukkan kurang baik untuk kelancaran proses respirasi
bahwa perlakuan blotong tebu sebagai bahan akar, dan kemampuan menyediakan airnya
organik pada berbagai jenis tanah tidak rendah, meskipun kemampuan menahan
terdapat interaksi nyata terhadap tinggi bibit, airnya tinggi. Meskipun demikian
jumlah daun, berat segar tajuk, berat kering pertumbuhan bibit pada ketiga jenis tanah
tajuk, berat segar akar dan berat kering akar tersebut tidak berbeda nyata, hal ini diduga
kecuali terhadap panjang akar. Hal ini berarti bahwa kandungan bahan organik pada tanah
bahwa masing-masing perlakuan yaitu jenis Grumusol sudah cukup tinggi yang membuat
tanah dan dosis blotong tebu memberikan tanah menjadi lebih gembur dan remah,
pengaruh yang terpisah terhadap pertumbuhan sehingga selain proses respirasi belum sampai
bibit kelapa sawit. pada tingkat menghambat, juga ketersediaan
Hasil analisis menunjukkan bahwa air masih belum mencukupi untuk
perlakuan tanah regusol, latosol dan grumosol pertumbuhan bibit.
menghasilkan pengaruh yang sama baiknya Air merupakan sistem pelarut dari sel
terhadap tinggi bibit, jumlah daun, berat segar dan memberikan suatu medium untuk
tajuk, berat kering tajuk, berat segar akar dan pengangkutan di dalam tanah. Air dapat
berat kering akar. Hal ini diduga karena mempertahankan turgor yang sangat perlu
masing – masing jenis tanah mempunyai dalam kerumitan transpirasi dan pertumbuhan
karakterisitik yaitu, kelebihan dan kelemahan tanaman. Tambahan pula, air sendiri juga
tersendiri, sehingga kelebihan sifat dari diperlukan sebagai hara untuk pembentukan
masing – masing jenis tanah memberikan persenyawaan baru. Air bagi tanaman berada
pengaruh yang sama baiknya terhadap dalam suatu keadaan aliran yang sinambung.
pertumbuhan bibit kelapa sawit. Kehilangan air dapat menyebabkan
Tanah Regusol adalah tanah yang terhentinya pertumbuhan , dan defisiensi air
didominasi oleh fraksi pasir sehingga yang terus menerus menyebabkan perubahan
kemampuan asasi tanah (sirkulasi udara di – perubahan dalam tanaman yang tidak dapat
dalam tanah) sangat baik yang mendukung balik. (Sri Setyati Harjadi, 1979)
kelancaran proses respirasi akar di dalam Hasil analisis menunjukkan bahwa
tanah. Naming tanah Regusol kemampuan pemberian blotong tebu dengan dosis 10%,
menyediakan air bagi tanaman sangat rendah, 20%, 30%, 40%, 50% dan 0% (tanpa
meskipun demikian kelemahan ini dapat perlakuan) menunjukkan pengaruh yang sama
dikendalikan dengan pemberian air secara baiknya terhadap pertumbuhan tinggi bibit,
rutin yaitu pada pagi dan sore hari, sehingga jumlah daun, berat segar tajuk, berat kering
diduga bibit tetap memperoleh asupan air tajuk, berat segar akar dan berat kering akar.
yang cukup. Hal ini diduga bahwa kandungan bahan
organik maupun unusr hara di dalam tanah
JURNAL AGROMAST , Vol.2, No.2, Oktober 2017

tidak terlalu rendah, sehingga masih menghasilkan panjang akar yang lebih
mencukupi untuk pertumbuhan tanaman. baik.
Diduga bahwa tanah yang digunakan sebagai
media tanam adalah tanah yang pernah DAFTAR PUSTAKA
digunakan untuk budidaya intensif, sehingga Agustina, Lily. 2004. Dasar Nutrisi Tanaman.
residu pupuk dan bahan organik masih cukup PT.Rineka Cipta. Jakarta.
tersedia. Selain itu karena bibit yang diteliti Anonim. 2007. Pedoman Teknis Pemanfaatan
adalah bibit pada pre nursery sehingga Limbah Perkebunan Menjadi Pupuk
kebutuhan unsur haranya masih sangat Organik. Direktorat Jenderal
rendah. Perkebunan, Departemen Pertanian,
Hasil analisis menunjukkan bahwa Jakarta.
pemberian blotong tebu 40% dan 50% pada Anonim. 2008. Aspek Manfaat Bahan
semua jenis tanah menghasilkan panjang akar Organik pada Budidaya Tebu.
yang lebih tinggi dibandingkan dengan dosis <http://www.ratoonjatim.co.cc/bahan
0 – 30% pada semua jenis tanah. Hal ini _organik>. Diakses pada tanggal 1
karena dengan semakin tinggi dosis bahan Juni 2016.
organic membuat tanah menjadi semakin Anonim, 2014. Buku Statistik Kelapa Sawit.
gembur dan remah yang memberikan Direktorat Jenderal Perkebunan.
lingkungan yang optimum untuk Departemen Pertanian. Jakarta.
perkembangan dan perpanjangan akar. Buol, S. W., Hole, F. D., and McCracken, R.
Menurut Soepardi (1983), komposisi tanah J. 1980. Soil Genesis and
ideal untuk media pertumbuhan per satuan Classification. Iowa State University
volume terdiri atas 50% bahan padat mineral, Press. Ames, Iowa. 406 pp.
25% berisi air, 20% berisi udara, dan sisanya Dames, T. W. G. 1955. The Soils of East
berupa bahan organik. Bahan organik yang Central Java. C. G. A. R. S. B. No.
dimaksud secara kimia harus tidak kurang 141 69-94.
dari 2% sehingga dikatakan sebagai tanah Darmawijaya, I. 1990. Klasifikasi Tanah.
subur (Tisdale et al., 1985). Gadjah Mada Univ.Press
Hardon, Favejee. 1939. Soils in the Humid
KESIMPULAN Tropics and Monsoon Region of
Berdasarkan hasil penelitian dan Indonesia. p 239.
analisis yang telah dilaksanakan maka dapat Harjadi, Sri Setyati. 1979. Pengantar
disimpulkan sebagai berikut : Agronomi. Penerbit PT. Gramedia.
1. Pemberian berbagai blotong tebu dosis Jakarta
0, 10, 20, 30, 40 dan 50% memberikan Kellog, C. E. 1949. Preliminary Suggestions
pengaruh yang sama baiknya terhadap for the Classification and
pertumbuhan bibit kelapa sawit di pre Nomenclature of Great Soil Groups
nursery. in Tropical and Equatorial Regions.
2. Penggunaan jenis tanah regusol, latosol Commonwealth Bur. Of Soil Sci..
dan grumosol sebagai media tanam Tech. Communication no 46 p. 79.
memberikan pengaruh yang sama Kuswurjo R. 2009. Blotong dan
baiknya terhadap pertumbuhan bibit Pemanfaatannya. <
kelapa sawit di pre nursery. http://www.risvank.com/tag/blotong/
3. Tidak terjadi interaksi nyata antara dosis >. Diakses pada tanggal 2 Juni 2016.
blotong tebu dengan jenis tanah Lahuddin. 1996. Pengaruh kompos blotong
terhadap pertumbuhan bibit kelapa sawit terhadap beberapa sifat fisik dan
di pre nursery, kecuali pada panjang kandungan unsur hara tanah serta
akar, yaitu pemberian pada dosis 50% hasil tanaman jagung. Jurnal
dan 40% di semua jenis tanah Penelitian Pertanian 1 : 13-18.
JURNAL AGROMAST , Vol.2, No.2, Oktober 2017

Mangoensoekarjo, S & A.T. Tojib. 2008. ub//proceeding/PDF%20FILES/BSS


Manajemen Budidaya Kelapa Sawit. _357_1.pdf>. Diakses pada tanggal 2
Dalam Mangoensoekarjo S. & H. Juni 2016.
Semangun (Eds) Manajemen Sunarko. 2014. Budidaya Kelapa Sawit Di
Agrobisnis Kelapa Sawit 1 : 318. Berbagai Jenis Lahan. Penerbit
Gajah Mada University Press. PT.Agromedia Pustaka. Jakarta
Yogyakarta. Susetya, Darma. 2014. Panduan Lengkap
Pahan, Iyung. 2006. Panduan Lengkap Kelapa Membuat Pupuk Organik. Penerbit
Sawit, Manajemen Agrobisnis Pustaka Baru Press. Yogyakarta.
Kelapa Sawit dari Hulu hingga Hilir. Sutanto, Rachman. 2002. Penerapan Pertanian
Penebar Swadya. Jakarta. Organik, Pemasyarakatan dan
Purwaningsih, E. 2011. Pengaruh pemberian Pengembangannya. Penerbit
kompos blotong, legin, dan mikoriza Kanisius. Yogyakarta.
terhadap serapan hara N dan P Sutanto, Rachman. 2002. Pertanian Organik.
tanaman kacang tanah. Widya Warta Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
No 02 Tahun XXXV. Sutanto, Rachman. 2003. Tanah Konsep dan
Rohmiyati, S, M. 2010. Modul Kuliah Dasar- Kenyataan. Penerbit Kanisius.
Dasar Ilmu Tanah. Fakultas Yogyakarta.
Pertanian. INSTIPER: Yogyakarta Winarso, Sugeng. 2005. Kesuburan Tanah:
Santoso, B. 2009. Limbah Pabrik Gula: Dasar Kesehatan dan Kualitas Tanah.
Penanganan, Pencegahan, dan Penerbit Gava Media. Yogyakarta.
Pemanfaatannya dalam Upaya Yuliarti, Nurheti & Isroi. 2009. Kompos.
Program Langit Biru dan Bumi Penerbit CV. Andi Offset.
Hijau. < Yogyakarta.
http://fisika.brawijaya.ac.id/bss-

Anda mungkin juga menyukai