Anda di halaman 1dari 12

LOGBOOK PRAKTIKUM

ILMU REPRODUKSI TERNAK (IRT)


ACARA V
..................(JUDUL ACARA)...................

Oleh
Nama :
NIM :
Program Studi :
Kelas :
Kelompok :
Asisten Pembimbing :

TTD ACC :

LABORATORIUM GENETIKA, PEMULIAAN DAN REPRODUKSI


FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2022
Lembar 2.i
MATERI METODE
Menjelaskan materi dan metode yang digunakan selama praktikum acara 5
Lembar 3. dst
HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Perkawinan alami
kekurangan dan kelebihan, tahap-tahap perkawinan alami secara urut
Perkawinan alami adalah perkawinan atau cara makhluk hidup dalam
mempertahankan rasnya tanpa bantuan manusia dimana ternak jantan
mendeposisikan semennya secara langsung kedalam organ reproduksi betina
tanpa menggunakan alat dan terjadi berdasarkan naluriahnya. Hal tersebut sesuai
dengan pernyataan Fiqhi (2017) yang manyatakan bahwa Kawin alam merupakan
perkawinan yang dilakukan tanpa bantuan manusia, melainkan sapi betina yang
sedang birahi dikawini oleh pejantan yang telah diseleksi. Kawin alami memiliki
kekurangan diantaranya kurang efisien karna proses dan peranakan yang
dihasilkan tidak memenuhi target, kualitas bibit belum temtu tunggul, banyak
semen yang terbuang, tingkat keberhasilan kebuntingan rendah, rawan terjadi
penularan penyakit, serta lebih mahal karena perlu memelihara ternak jantannya.
Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Sudirman (2016) yang menyatakan bahwa
Perkawinan secara alam diduga menghasilkan tingkat kebuntingan yang rendah
karena berbagai alasan antara lain kurangnya kontrol terhadap manajemen estrus,
ratio ternak jantan dan betina yang tidak seimbang, adanya beberapa ekor ternak
betina yang tidak mampu untuk bunting dan lain-lain.
Kawin alami memiliki kelebihan yaitu peternak hanya perlu
memperhatikan tingkah laku ternaknya dalam mendeteksi birahi, serta kawin
alami tidak mengeluaran biaya yang besar dan tidak membutuhkan banyak tenaga
kerja. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Irda et al. (2019) yang menyatakam
bahwa kawin alam (KA) masih menjadi pilihan dalam pengembangbiakan ternak
pada daerah yang belum dapat dilakukan inseminasi buatan karena ternak
memiliki kebebasan hidup dengan sikap alamiah sehingga secara normal
mendekati sempurna,ternak jantan mampu mengetahui ternak betina yang berahi,
sehingga sedikit kemungkinan terjadinya keterlambatan perkawinan yang
merugikan, serta hanya memerlukan biaya sangat murah karena tidak banyak
campur tangan manusia. Tahapan dalam proses kawin alami memiliki gejala awal
yang dapat diidentifikasi oleh peternakan secara langsung dengan tanda-tanda
estrus, apabila ternak menunjukkan gejala birahi selama 6 – 12 jam maka ternak
dapat segara dikawinkan karna dalam keadaan subur. Hal tersebut sesuai dengan
pernyataan Salim (2017) yang menyatakan bahwa Libido pejantan diukur dari
dorongan sexual yang diungkapkan melalui aktivitas mencari pasangan betina,
mendeteksi birahi betina, bercumbuan dan kopulasi.
2. Inseminasi Buatan
Inseminasi Buatan (IB) adalah proses memasukkan semen ternak jantan ke
dalam saluran reproduksi ternak betina menggunakan alat bernama insemination
gun (IB gun) dengan tujuan untuk membuat betina jadi bunting tanpa perlu terjadi
perkawinan alami. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Aini et al. (2013) yang
menyatakan bahwa Inseminasi Buatan (IB) adalah suatu teknologi dengan cara
memasukkan semen (sperma) yang telah dicairkan dan telah diproses terlebih
dahulu yang berasal dari ternak jantan ke saluran alat kelamin betina dengan
menggunakan metode dan alat khusus yang disebut insemination gun. Inseminasi
buatan memiliki kekurangan yaitu hanya dapat dilakukan oleh orang yang
berkompeten dan berpengalaman, serta memerlukan proses dan alat khusus yang
mahal. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Bustami (2021) yang menyatakan
bahwa IB juga dapat menimbulkan kerugian diantaranya dapat menyebabkan
menurunnya sifat-sipat genetik yang jelek apabila pejantan donor tidak dipantau
sifat genetiknya.
Kelebihan IB yaitu memiliki kualitas semen yang bagus karena elah
diseleksi dan melalui pengujian kualitas semen untuk menghasilkan bibit unggul,
dapat dilakukam secara serentak setelah dilakukannya sinkronisasi birahi sehingga
lebih efisien, serta tidak perlu mengeluarkan biaya untuk pemeliharaan pejantan.
Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Aini et al. (2013) yang menyatakan bahwa
IB terbukti memiliki keunggulan yaitu menggunakan pejantan unggul sehingga
mempercepat perbaikan genetik, hemat biaya, dan pencegahan penularan
penyakit. Tahapan dalam proses IB pada sapi diawali dengan handling ternak
dengan memasang tali pada bagian leher sapi, kemudian tarik ke arah tubuh untuk
ditali pada besi kandang dengan rapat. Setelah itu siapkan alat dan bahan berupa
straw yang dimasukkan kedalam IB gun. Kemudian, cek kondisi rektum dengan
palpasi rektal dengan posisi awal tangan menguncup dan masukkan tangan secara
perlahan mengikuti perjalanan rektum hingga mampu melakukakm palpasi
terhadap serviks. Setelah itu, letakkan ekor kearah berlawanan dan persiapan
memasukkan IB gun dengan arah 45 derajat kedalam vulva dan mulai untuk
mendeposisikan semen ketika telah mencapai serviks pada cincin ke empat.
Kemudian, keluarkan IB gun secara hati-hati agar tidak melukai ternak. Lakukan
pencatatan dari produsen dengan membaca kode straw. Hal tersebut sesuai dengan
pernyataan Pasino et al. (2020) yang menyatakan bahwa Prosedur pelaksanaan IB
terdiri dari pengamatan birahi, handling semen beku,thawing semen beku, serta
pelaksanaan inseminasi.
Tahapan IB pada kambing yaitu dengan mengambil semen pada tabung
tulip menggunakan pipet volum sebanyak 1 ml. Kemudian, sterilkan spekulum
dengan alkohol agar steril dan oleskan v-gel agar licin dan tidak melukai ternak.
Setelah itu, lakukam handling pada ternak dan bersihkan area vulva agar steril,
masukkan spekulum dan putar secara perlahan lalu kencangkan hingga terlihat
serviksnya. Setelah itu, masukkan pipet volum yang sudah berisi semen dan
lepaskan spekulum dengan mengedorkannya terlebih dahulu lalu diputar dan turup
supaya bisa ditarik secara perlahan. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Sinda
et al. (2017) yang menyatakan bahwa Teknik inseminasi dilakukan dengan teknik
membuka vagina menggunakan speculum dan selanjutnya memasukkan gun
inseminasi ke dalam vagina. Deposisi semen dilakukan pada mulut cervix.
Tahapan inseminasi pada ayam diawali dengan handling ayam, lalu cari posisi
kloaka dan lakukan deposisi semen menggunakan spuit yang sudan berisi semen.
Kemudian tahan agar semen tidak keluar dan lepaskan ayam setelah proses IB
sudah selesai. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan yang menyatakan
Asmarawati (2013) yang menyatakan bahwa pelaksanaan IB meliputi
pembersihan kotoran pada kloaka dan sekitarnya menggunakan tisu pembersih.
Tekan bagian bawah kloaka hingga terlihat saluran reproduksi, sperma yang sudah
diencerkan disedot dengan spuit tanpa jarum sebanyak 0,1 ml kemudian
dimasukkan ke dalam alat reproduksi betina.
Kode straw digunakam untuk mempermudah pengenalan asal jenis ternak yang digunakan
karena didalam kontainer berisi sejumlah semen beku dari berbagai jenis atau bangsa ternak. Cara
membaca kode straw yaitu dibaca urut dari ujung kiri yang menunjukkan tempat atau balai besar
inseminasi buatan yang memproduksi straw tersebut. Kemudian SNI yang artinya straw tersebut sudah
memenuhi standar yang ditetapkan pemerintah. Lalu terdapat bangsa dan nama sapi yang semennya
disimpan didalm straw tersebut. Lalu untuk membaca arti kode pejantan diawali dengan kode dari jenis
sapi yang dugunakan, lalu dua angka berikutnya adalah tahun kelahiran ternak yang diambil semennya
tersebut, dan dilanjut dua angka lagi merupakan nomer urut ternak pejantan tersebut di BIB. Setelah itu,
dilanjut dengan huruf yang menunjukkan mulai berdirinya BIB, lalu dua angka yang mewakili bulan
semen pejantan disimpan, dan dua angka terakhir adalah tanggal semen pejantan disimpan. Selain itu,
kode warma pada straw juga menunjukkan bangsa jenis pejantan. Hal tersebut sesuai dengan
pernyataan Pasino et al (2020) yang menyatakan bahwa kode straw memiliki warna yang berbeda yang
menunjukkan jenis atau bangsa dari pejantan dan temoat produksi. Faktor yang mempengaruhi
kebwrhasilan inseminasi buatan antara lain kualitas dan jumlah semen, keterampilan petugas atau
inseminator, waktu pelaksanaan inseminasi buatan, dan kondisi ternak. Hal tersebut sesuai dengan
pernyataan Hoesni (2015) yang menyatakan bahwa inseminasi buatan dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu fertilitas, keterampilan inseminator, deteksi birahi, waktu inseminasi, jumlah semen (dosis
inseminasi dan komposisi semen.

3. Deteksi Berahi
Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Setiyono (2022) yang menyatakan
bahwa Deteksi birahi (estrus) adalah deteksi pertama yang dilakukan oleh
peternak sebelum ternak akan dilakukan IB dengan melihat bagian vulva yang
bengkak, berwarna merah dan hangat saat disentuh serta mempengaruhi
persentase kebuntingan. Fungsi deteksi birahi adaalah memastikan ternak sedang
berada di fase birahi atau tidak sehingga dapat memastikam ternak siap untuk
dikawini karena hormon reproduksinya sedang optimal sehingga dapat dilakukan
tahapan selanjutnya yaitu IB atapum kawin alami. Hal tersebut didukung oleh
pernyataan Hafizuddin et al., (2012) yang menyatakan bahwa permasalahan yang
sering muncul di peternakan rakyat adalah panjangnya waktu estrus post partus
akibat peternak tidak dapat mengenali gejala dan tanda birahi pada ternaknya,
karena intensitas estrus tersebut kurang nampak jelas sehingga waktu IB kurang
tepat dan berdampak pada ketidak berhasilan IB.
Ciri-ciri ternak dapat dapat dilihat dari keadaan vulva yang berwarna
kemerahan, membengkak dan terasa hangat, kemunculan lendir pada vulva,
ereksi uterus, dan tingkah laku ternak yang gelisah. Hal tersebut sesuai dengan
pernyataan Zakiya et al. (2022) yang menyatakan bahwa Kambing betina saat
birahi dapat dilihat dari tingkah lakunya dan tampilan organ kelamin luar seperti
vulva mengalami pembekakan, merah, berlendir, hangat, ekor digoyang
goyangkan, mengembik, nafsu makan menurun, kadar estrogen naik,
progesterone turun dan bersedia untuk dinaiki pejantan. Skoring pada ternak yang
birahi meliputi penilaian tanda-tanda birahi pada ternak seperti standing heat,
gelisah, vulva 3A dan keluarnya mukus apabila semakin tinggi nilainya akan
semakin tepat dan akurat dalam pelaksaan inseminasi buatan. Hal tersebut sesuai
dengan pernyataan Ramli et al. (2016) yang menyatakan bahwa tingginya hasil
skoring birahi membantu inseminator untuk menilai ketepatan inseminasi dapat
berhasil atau tidak. Ternak dapat dikatakan sudah mengalami birahi apabila
mencapau skor 6 – 11, sedangkan jika todak menunjukkan tanda birahi mendapat
skor satu dan nol. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Raihatul et al (2020)
yang menyatakan bahwa skoring memiliki rentang 0-5 dimanal nol artinya tidak
birahi, satu artinya rendah dan menurunnya nfsu makan, dua artinya cukip dan
mulai menunjukkn tanda vulva 3A, 4 artinya baik, dan 5 sangat baik.

4. Indikator Keberhasilan Perkawinan


Non return rate (NRR) adalah persentase ternak yang tidak kembali birahi. Hal tersebut
menyatakan bahwa Afiati et al. (2013) yang menyatakan bahwa non return rate,
merupakanpersentase hewan yang tidak kembali minta kawin atau hewan yang tidak kembali
estrus setelah pelaksanaan inseminasi pertama dilakukam dalam waktu 28 hingga 35 hari pada
sapi (dengan perhitunganama siklus berahi12-28 hari atau 21 hari ditambah 7 hari lagi menjadi
35 hari. Conception rate adalah persentase sapi betina yang bunting pada inseminasi pertama
berdasarkan hasil diagnosis kebuntingan dalam waktu 40 sampai 60 hari sesudah inseminasi.
Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Sudirman (2016) yang menyatakan bahwa penentuan
nilai CR sudah dapat dipastikan atau diyakini bahwa ternaknya telah bunting sedangkan NRR
baru berupa pendugaan ternak yang bunting. Service per conception (S/C) adalah rata-rata
jumlah perkawinan yang dibutuhkan ternak untuk bunting. Hal tersebut sesuai dengan
pernyataan Fauzi et al. (2020) yang menyatakan bahwa Angka S/C menunjukkan tingkat
kesuburan dan produktivitas ternak, dimana nilai S/C yang normal berkisar 1,6 sampai 2.
Semakin rendah nilai S/C maka semakin tinggi tingkat kesuburan reproduksi dari ternak
tersebut.
2. Deteksi Kebuntingan
Jelaskan mengenai tujuan, macam-macam metode deteksi kebuntingan
(masing- masingpenjelasan singkat)
DEEA Gestdect
Jelaskan mengenai pengertian, metode, tingkat
keakuratanPalpasi Puting
Jelaskan mengenai pengertian, metode, tingkat
keakuratanPalpasi Rektal
Jelaskan mengenai pengertian, metode, tingkatkeakuratan

DEEA Gestdect merupakan salah satu metode yang digunakan untuk mendeteksi
adanya kebuntingan pada ternak dengam mendeteksi adanya senyawa estradiol 17 alfa pada
urin ternak. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Syaiful (2018) yang menyatakan bahwa
“DEEA GestDect” ini dapat digunakan untuk deteksi kebuntingan dini dan tanpa beresiko serta
hanya membutuhkan urine sapi saja untuk mendeteksi kebuntingan tersebut. Metode yang
digunakan adalah memasukkan urin kedalam tabung GEEA GestDect, lalu tambahkan 2 tetes
larutan pendahuluan dan 5 tetes larutan penegas. Apabila terbentuk endapan kecoklatan maka
dapat sapi yang memiliki urin tersebut sedang bunting. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan
Bustami (2021) Yang menyatakan bahwa uji DEEA Gest Dect dilukakam dengan memasukkan
urine sapi ke dalam tabung reaksi hingga 0,5 kemudian ditetes dengan larutan pendahuluan
apabila terbentuk suspense coklat kekuningan maka ternak positif bunting, untuk memastikan
diteteskan lagi sebanyak 5 tetes larutan penegas apabila terbentuk endapan berarti ternak postif
bunting. Tingkat keakuratan metode ini mencapai 87,58%.
Palpasi Puting
Jelaskan mengenai pengertian, metode, tingkat keakuratan
Palpasi puting merupakan metode untuk mendeteksi kebuntingam peternakan dengan
mendeteksi adanya cairan lengket yang keluar dari puting. Ihh Metode dalam melakukan palpasi puting
yaitu dengan mengurut bagian puting ternak seperti memerah susu hingga keluar cairan bening dan
lengket. Metode ini akurat dilakukan pada trimesterakhir. Palpasi rektal merupakan metode umtuk
mendeteksi kebuntingan pada ternak yang dapat dilakukan dengan palpasi uterus melalui dinding
rektum untuk meraba pembesaran yang terjadi selama kebuntingan, fetus atau membran fetus. Metode
dalam melakukan palpasi rektal adalah dengan memasukkan tangan melalui rektum dengan posisi awal
tangan menguncup, lalu masuk terus mengikuti perjalanan rektum hingga dapat melalukan palpasi
uterus. Apabila tidak didapati keberadaan uterus, tandanya ternak sedang bunting karna uterus
mengembang. Sedangkan, jika dirasa masi terdapat uterus artinya ternak sedang tidak bunting. Palpasi
rektal memiliki ke akuratan mencapai 100% pada Tri semester akhir, tetapi barus dilakukam dengan
sangat hati-hati. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Syaiful (2018) yang menyatakan bahwa salah
satu cara paling akurat dan paling aman untuk mengetahui kebuntingan serta umur kebuntingan pada
sapi adalah dengan metode palpasi rectal.

SIMPULAN

Berisi kesimpulan praktikum yang telah dilakukan

DAFTAR PUSTAKA

Asmarawati, W., Widayati, D. T., & Bintara, S. (2013). PENGARUH DOSIS SPERMA YANG DIENCERKAN
DENGAN NaCl FISIOLOGIS TERHADAP FERTILITAS TELUR PADA INSEMINASI BUATAN AYAM
KAMPUNG. Buletin Peternakan, 37(1), 1-5.
Ayu, D. W. 2014. Penggunaan Bioteknologi Reproduksi Mutakhir Inseminasi Buatan (IB) Dalam Upaya
Meningkatkan Produktifitas Sapi Bali. Universitas Udayana : Denpasar.

Bustami, B. (2021). SURVEI PERMASALAHAN INSEMINASI BUATAN (IB) TERNAK SAPI DI KABUPATEN
BUNGO PROVINSI JAMBI. MADURANCH: Jurnal Ilmu Peternakan, 6(1), 31-36.

Fauzi N. F. R., M. Hartono, Siswanto dan S. Suharyati, 2020. Faktor-faktor yang mempengaruhi service per
conception pada sapi Krui di Kecamatan Pesisir Selatan. Jurnal Riset dan Inovasi Peternakan, 4 (3) :
188-196.

Fiqhi, M. 2017. Performans sapi bali hasil inseminasi buatan dan kawin alam pada kondisi peternakan rakyat
di kecamatanTanete Riaja, Kabupaten Barru. Fakultas Peternakan. Universitas Hasanuddin.
Makassar.
Hoesni, F. (2017). Pengaruh keberhasilan inseminasi buatan (ib) antara sapi Bali dara dengan sapi Bali yang
pernah beranak di Kecamatan Pemayung Kabupaten Batanghari. Jurnal Ilmiah Universitas
Batanghari Jambi, 15(4), 20-27.
Irda, I., Malvin, T., & Lutfi, U. M. (2019). PEMETAAN STATUS WILAYAH INSEMINASI BUATAN SUMATERA
BARAT. Ffakultas Peternakan. Politeknik Pertanian Negeri Payakumbu. Sumatra Barat
Khotimah, K. (2013). Kualitas Mikrobiologi Kolostrum Sapi Perah FH pada Waktu Pemerahan yang Berbeda
di Peternakan Rakyat (Quality Of Microbiology From Bovine Colostrum PFH On Different Time in
Milking at Dairy Farm). Jurnal Ilmu Ternak Universitas Padjadjaran, 13(2) : 13-17
Pasino, S., Waru, A. T., & Mirnawati, M. (2020). Peningkatan Produktivits Sapi Betina Melalui Inseminasi
Buatan dengan Metode Rektovaginal. JURNAL PETERNAKAN LOKAL, 2(2), 39-45.
Ramli, M., Siregar, T. N., Thasmi, C. N., Dasrul, D., Wahyuni, S., & Sayuti, A. (2016). Hubungan antara
intensitas estrus dengan konsentrasi estradiol pada sapi aceh pada saat inseminasi (Relation
between Estrous Intensity and Estradiol Concentration on Local Cattle during Insemination). Jurnal
Medika Veterinaria, 10(1), 27-30.
Setiyono, M. R. (2022). TA: PERFORMA PELAYANAN INSEMINASI BUATAN DI KECAMATAN
SEKAMPUNG KABUPATEN LAMPUNG TIMUR. Peternakan., Politeknik Negeri Lampung. Bandar
Lampung
Sinda, S. M. W., Hine, T. M., & Nalley, W. M. (2017). Tampilan Estrus Dan Tingkat Keberhasilan Inseminasi
Buatan Kambing Kacang Yang Diinduksi Menggunakan Prostaglandin F2α (Estrontm Bioveta)
Dengan Dosis Yang Berbeda. JURNAL NUKLEUS PETERNAKAN, 4(2), 163-172.

Sudirman, S. (2016). Pengaruh Metode Perkawinan Terhadap Keberhasilan Kebuntingan Sapi Donggala Di
Kabupaten Sigi. Mitra Sains, 4(3), 22-27.

Syaiful, F. L. (2018). Diseminasi teknologi deteksi kebuntingan dini “DEEA GestDect” terhadap sapi potong di
Kinali Kabupaten Pasaman Barat. Jurnal Hilirisasi IPTEKS, 1(3. a), 18-26.

Inseminasi Buatan (IB) adalah proses memasukkan semen ternak jantan ke


dalam saluran reproduksi ternak betina menggunakan alat bernama insemination
gun (IB gun) dengan tujuan untuk membuat betina jadi bunting tanpa perlu terjadi
perkawinan alami. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Aini et al. (2013) yang
menyatakan bahwa Inseminasi Buatan (IB) adalah suatu teknologi dengan cara
memasukkan semen (sperma) yang telah dicairkan dan telah diproses terlebih
dahulu yang berasal dari ternak jantan ke saluran alat kelamin betina dengan
menggunakan metode dan alat khusus yang disebut insemination gun. Inseminasi
buatan memiliki kekurangan yaitu hanya dapat dilakukan oleh orang yang
berkompeten dan berpengalaman, serta memerlukan proses dan alat khusus yang
mahal. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Bustami (2021) yang menyatakan
bahwa IB juga dapat menimbulkan kerugian diantaranya dapat menyebabkan
menurunnya sifat-sipat genetik yang jelek apabila pejantan donor tidak dipantau
sifat genetiknya.
Kelebihan IB yaitu memiliki kualitas semen yang bagus karena elah
diseleksi dan melalui pengujian kualitas semen untuk menghasilkan bibit unggul,
dapat dilakukam secara serentak setelah dilakukannya sinkronisasi birahi sehingga
lebih efisien, serta tidak perlu mengeluarkan biaya untuk pemeliharaan pejantan.
Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Aini et al. (2013) yang menyatakan bahwa
IB terbukti memiliki keunggulan yaitu menggunakan pejantan unggul sehingga
mempercepat perbaikan genetik, hemat biaya, dan pencegahan penularan
penyakit. Tahapan dalam proses IB pada sapi diawali dengan handling ternak
dengan memasang tali pada bagian leher sapi, kemudian tarik ke arah tubuh untuk
ditali pada besi kandang dengan rapat. Setelah itu siapkan alat dan bahan berupa
straw yang dimasukkan kedalam IB gun. Kemudian, cek kondisi rektum dengan
palpasi rektal dengan posisi awal tangan menguncup dan masukkan tangan secara
perlahan mengikuti perjalanan rektum hingga mampu melakukakm palpasi
terhadap serviks. Setelah itu, letakkan ekor kearah berlawanan dan persiapan
memasukkan IB gun dengan arah 45 derajat kedalam vulva dan mulai untuk
mendeposisikan semen ketika telah mencapai serviks pada cincin ke empat.
Kemudian, keluarkan IB gun secara hati-hati agar tidak melukai ternak. Lakukan
pencatatan dari produsen dengan membaca kode straw. Hal tersebut sesuai dengan
pernyataan Pasino et al. (2020) yang menyatakan bahwa Prosedur pelaksanaan IB
terdiri dari pengamatan birahi, handling semen beku,thawing semen beku, serta
pelaksanaan inseminasi.
Tahapan IB pada kambing yaitu dengan mengambil semen pada tabung
tulip menggunakan pipet volum sebanyak 1 ml. Kemudian, sterilkan spekulum
dengan alkohol agar steril dan oleskan v-gel agar licin dan tidak melukai ternak.
Setelah itu, lakukam handling pada ternak dan bersihkan area vulva agar steril,
masukkan spekulum dan putar secara perlahan lalu kencangkan hingga terlihat
serviksnya. Setelah itu, masukkan pipet volum yang sudah berisi semen dan
lepaskan spekulum dengan mengedorkannya terlebih dahulu lalu diputar dan turup
supaya bisa ditarik secara perlahan. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Sinda
et al. (2017) yang menyatakan bahwa Teknik inseminasi dilakukan dengan teknik
membuka vagina menggunakan speculum dan selanjutnya memasukkan gun
inseminasi ke dalam vagina. Deposisi semen dilakukan pada mulut cervix.
Tahapan inseminasi pada ayam diawali dengan handling ayam, lalu cari posisi
kloaka dan lakukan deposisi semen menggunakan spuit yang sudan berisi semen.
Kemudian tahan agar semen tidak keluar dan lepaskan ayam setelah proses IB
sudah selesai. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan yang menyatakan
Asmarawati (2013) yang menyatakan bahwa pelaksanaan IB meliputi
pembersihan kotoran pada kloaka dan sekitarnya menggunakan tisu pembersih.
Tekan bagian bawah kloaka hingga terlihat saluran reproduksi, sperma yang sudah
diencerkan disedot dengan spuit tanpa jarum sebanyak 0,1 ml kemudian
dimasukkan ke dalam alat reproduksi betina.
Kode straw digunakam untuk mempermudah pengenalan asal jenis ternak yang digunakan
karena didalam kontainer berisi sejumlah semen beku dari berbagai jenis atau bangsa ternak. Cara
membaca kode straw yaitu dibaca urut dari ujung kiri yang menunjukkan tempat atau balai besar
inseminasi buatan yang memproduksi straw tersebut. Kemudian SNI yang artinya straw tersebut sudah
memenuhi standar yang ditetapkan pemerintah. Lalu terdapat bangsa dan nama sapi yang semennya
disimpan didalm straw tersebut. Lalu untuk membaca arti kode pejantan diawali dengan kode dari jenis
sapi yang dugunakan, lalu dua angka berikutnya adalah tahun kelahiran ternak yang diambil semennya
tersebut, dan dilanjut dua angka lagi merupakan nomer urut ternak pejantan tersebut di BIB. Setelah itu,
dilanjut dengan huruf yang menunjukkan mulai berdirinya BIB, lalu dua angka yang mewakili bulan
semen pejantan disimpan, dan dua angka terakhir adalah tanggal semen pejantan disimpan. Selain itu,
kode warma pada straw juga menunjukkan bangsa jenis pejantan. Hal tersebut sesuai dengan
pernyataan Pasino et al (2020) yang menyatakan bahwa kode straw memiliki warna yang berbeda yang
menunjukkan jenis atau bangsa dari pejantan dan temoat produksi. Faktor yang mempengaruhi
kebwrhasilan inseminasi buatan antara lain kualitas dan jumlah semen, keterampilan petugas atau
inseminator, waktu pelaksanaan inseminasi buatan, dan kondisi ternak. Hal tersebut sesuai dengan
pernyataan Hoesni (2015) yang menyatakan bahwa inseminasi buatan dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu fertilitas, keterampilan inseminator, deteksi birahi, waktu inseminasi, jumlah semen (dosis
inseminasi dan komposisi semen.

Asmarawati, W., Widayati, D. T., & Bintara, S. (2013). PENGARUH DOSIS SPERMA YANG DIENCERKAN
DENGAN NaCl FISIOLOGIS TERHADAP FERTILITAS TELUR PADA INSEMINASI BUATAN AYAM
KAMPUNG. Buletin Peternakan, 37(1), 1-5.
Bustami, B. (2021). SURVEI PERMASALAHAN INSEMINASI BUATAN (IB) TERNAK SAPI DI KABUPATEN
BUNGO PROVINSI JAMBI. MADURANCH: Jurnal Ilmu Peternakan, 6(1), 31-36.

Hoesni, F. (2017). Pengaruh keberhasilan inseminasi buatan (ib) antara sapi Bali dara dengan sapi Bali yang
pernah beranak di Kecamatan Pemayung Kabupaten Batanghari. Jurnal Ilmiah Universitas
Batanghari Jambi, 15(4), 20-27.

Pasino, S., Waru, A. T., & Mirnawati, M. (2020). Peningkatan Produktivits Sapi Betina Melalui Inseminasi
Buatan dengan Metode Rektovaginal. JURNAL PETERNAKAN LOKAL, 2(2), 39-45.

Sinda, S. M. W., Hine, T. M., & Nalley, W. M. (2017). Tampilan Estrus Dan Tingkat Keberhasilan Inseminasi
Buatan Kambing Kacang Yang Diinduksi Menggunakan Prostaglandin F2α (Estrontm Bioveta)
Dengan Dosis Yang Berbeda. JURNAL NUKLEUS PETERNAKAN, 4(2), 163-172.

Anda mungkin juga menyukai