Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Menurut beberapa ahli mendefinisikan tentang penyakit Bipolar. Gangguan

bipolar adalah gangguan otak yang menyebabkan perubahan yang tidak biasa dalam

suasana hati, energi, tingkat aktivitas, dan kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas

sehari-hari. Gejala gangguan bipolar dapat mengakibatkan hubungan sosial rusak,

pekerjaan atau aktivitas sekolah terganggu, dan bahkan bunuh diri. Tetapi gangguan

bipolar dapat diobati, dan orang-orang dengan penyakit ini dapat hidup normal dan

produktif.( Bootsman F, Brower R.M, Schanck H.G.(2016), Gangguan bipolar

merupakan gangguan mood kronik yang ditandai dengan adanya episode mania atau

hipomania yang muncul secara bergantian atau bercampur dengan episode depresi.

Gangguan bipolar dapat pula disebut sebagai depresi manik, gangguan afektif bipolar

(bipolar affective disorder) atau gangguan spektrum bipolar (Vieta, 2013). Gangguan

bipolar sering dikaitkan dengan gangguan yang memiliki ciri yaitu naik turunnya mood,

aktifitas dan energi (Mintz, 2015). Keadaan emosional orang dengan gangguan bipolar

ekstrim dan intens yang terjadi pada waktu yang berbeda, atau bisa disebut mood.

Episode ini dikategorikan sebagai mania, hipomania, episode campuran dan depresi

(Ahuja, 2011). Terdapat beberapa tipe bipolar ,pertama ,Bipolar tipe I ditandai dengan

episode mania berat dan depresi berat (Ahuja,2011). Gangguan bipolar tipe I ini ketika

kondisi mania, penderita sering dalam kondisi “berat” dan berbahaya. Kedua, Bipolar

tipe II, pada kondisi ini penderita masih bisa berfungsi melaksanakan kegiatan harian

rutin. Tidak separah tipe I. Penderita mudah tersinggung. Kondisi depresinya

berlangsung lebih lama dibandingkan dengan kondisi hipomania-nya. Kondisi hipomania

muncul ketika terjadi kenaikan emosi. Syclothymic disorder ialah bentuk ringan dari

1
Gangguan jiwa bipolar (Jiwo,2012). Syclothymic disorder (disebut juga cyclothymia)

didefinisikan dengan banyak periode gejala hipomania dan periode gejala depresi yang

berlangsung minimal selama 2 tahun (1 tahun pada anak-anak dan remaja) (NIMH,

2015). Kondisi mania dan depresi bisa mengganggu, tetapi tidak seberat pada Gangguan

Bipolar I dan Tipe II (Jiwo, 2012).

Prevalensi gangguan bipolar I menunjukkan data yang sama besar antara laki-laki

dan perempuan. Sedangkan pada gangguan bipolar tipe II, menunjukkan prevalensi pada

perempuan lebih besar daripada laki-laki. Depresi atau distimia yang terjadi pertama kali

pada pra pubertas memiliki risiko untuk menjadi gangguan bipolar (Kusumawardhani,

2012). Gangguan depresi berat masih berada di urutan prevalensi seumur hidup tertinggi

dari gangguan psikiatri (Kaplan & Sadock’s, 2015). Usaha bunuh diri terjadi hingga 50%

pasien dengan gangguan bipolar, dan 10 hingga 19% individu dengan gangguan bipolar I

bunuh diri (Wells et al., 2015).

Pengobatan gangguan bipolar merupakan tantangan yang sulit dikarenakan

penyakit ini bersifat berulang, episodik dan heterogen (Bauer, et al., 2013). Secara umum

terapi bipolar berfokus pada stabilisasi dengan tujuan pemulihan gejala mania atau

depresi pada pasien sehingga didapatkan mood yang stabil (eutimik). Fase pemeliharaan

bertujuan untuk mencegah kambuh, mengurangi gejala subthreshold, meningkatkan

fungsi sosial, mengurangi resiko bunuh diri, dan ketidakstabilan mood (Geddes dan

Mikowitz, 2013; Grande, et al., 2013). Pengobatan kedua fase dapat menjadi sangat

kompleks, sebab perawatan untuk meringankan depresi dapat menyebabkan mania,

hipomania, atau frekuensi siklus menjadi lebih cepat (didefinisikan sebagai empat atau

lebih episode dalam 12 bulan) dan perawatan untuk mengurangi mania dapat

menyebabkan episode depresi (Geddes dan Mikowitz, 2013). Terapi utama untuk

episode mania pada ganggun bipolar ialah agen mood stabilizer atau antipsikotik, atau

2
kombinasi keduanya. Sedangkan, terapi utama yang digunakan untuk episode depresi

pada penderita bipolar ialah agen mood stabilizer atau antipsikotik tertentu. Antidepresan

dapat digunakan bersama mood stabilizer untuk mengurangi resiko terjadinya perubahan

suasana hati menjadi mania dan setelah pasien gagal merespon terapi dengan mood

stabilizer (Chisholm-Burns, et al., 2016)

Dukungan sosial merupakan salah satu dari sekian banyaknya dukungan moral

yang diberikan antar individu. Biasanya dukungan sosial mempelajari tentang hubungan

yang mendukung, sehingga satu persatu diidentifikasikan sebagai penyedia dukungan

dan yang lainnya sebagai penerima dukungan (Sarason, 1996: 8). Dengan dukungan

sosial, diharapkan bisa mengubah kebiasaan atau perilaku individu yang sedang dalam

keadaan kurang baik jiwanya. Dukungan sosial sangat diperlukan terutama pada pasien

gangguan bipolar (bipolar disorder). Individu yang termasuk dalam memberikan

dukungan sosial meliputi pasangan (suami/istri), orang tua, anak, sanak keluarga, teman,

tim kesehatan, atasan dan konselor. Dukungan sosial memiliki fungsi pertalian atau

ikatan sosial. Beberapa pendapat mengatakan bahwa dukungan sosial terutama dalam

konteks hubungan yang akrab atau kualitas hubungan perkawinan dan keluarga

barangkali merupakan sumber dukungan sosial yang paling penting (Nursalam, 2007:

28). Menurut Gottlieb (dalam Smet, 1993: 118) dukungan sosial terdiri atas informasi

atau nasehat verbal dan non verbal, saran, bantuan yang nyata, atau tindakan yang

diberikan orang lain atau didapat karena kehadiran orang-orang tersebut memiliki

manfaat secara emosional dan perilaku untuk pihak penerima. Uchino (dalam Sarafino

2004: 53) menjelaskan bahwa dukungan sosial dikatakan sebagai perasaan nyaman,

peduli, saling menghargai atau adanya bantuan untuk seseorang dari orang lain atau

kelompok yang ada. Dukungan sosial dilihat dari segi fungsionalnya mencakup

3
dukungan emosional, mendorong adanya ungkapan perasaan, memberi nasihat atau

informasi, pemberian bantuan material.

Hampir setiap orang tidak mampu menyelesaikan masalah sendiri, tetapi mereka

memerlukan bantuan orang lain. Berdasarkan hasil penelitian bahwa dukungan sosial

merupakan mediator yang penting dalam menyelesaikan masalah seseorang. Hal ini

karena individu merupakan bagian dari keluarga, teman sekolah atau kerja, kegiatan

agama ataupun bagian dari kelompok lainnya (Nursalam,2007: 30). Menurut Hurlock

(dalam Ashriati, 2006: 5) dukungan keluarga banyak mempunyai peran dalam kehidupan

pada pasien gangguan bipolar untuk maju dan berkembang dalam masyarakat.

Pendekatan yang ada dalam keluarga terutama dengan adanya ikatan emosional

merupakan keperluan bagi pasien pengidap gangguan jiwa, karena lingkungan pertama

adalah rumah, keluarga mempunyai peran dominan untuk menentukan masa depan pada

tingkah laku dari bayi dan tingkah laku dalam hubungan yang lain hingga mereka

dewasa.

Sembuh, menurut Kamus besar Bahasa Indonesia adalah menjadi sehat kembali ,

Berkaitan dengan kesembuhan pada penderita Bipolar, apabila dilihat dari keterangan

beberapa ahli, maka kesembuhan pada bipolar dapat dikatakan “ tidak kambuh lagi”.

Dalam arti apabila tidak dilakukan penatalaksaan pengobatan bipolar maka akan muncul

lagi gejala-gejala Bipolar. beberapa ahli menyebutkan, Bipolar merupakan suatu

penyakit kambuhan, sehingga pengobatan profiklasis jangka panjang biasanya

dianjurkan dan diperlukan untuk mencapai keberhasilan terapi awal (Grande, et al.,

2013). Kekambuhan sering terjadi dan akan mengganggu fungsi sosial,

pekerjaan,perkawinan bahkan meningkatkan risiko bunuh diri (Amir et al., 2012).

Menurut Cohen & Wills (dalam Arslan,2009 : 557) dukungan sosial keluarga dapat

menurunkan tingkat stres dalam kehidupan individu dikarenakan dukungan sosial

4
keluarga menjadi sumber dan pengaruh positif dalam perkembangan adaptasi individu.

Apabila dukungan sosial keluarga diberikan keluarga dengan baik maka pasien bipolar

dapat mencapai penstabilan yang substansial dari turun naiknya suasana hati mereka dan

mampu memimpin kehidupan yang normal serta produktif. Dukungan sosial yang

diterima dapat membuat individu merasa tenang, diperhatikan, timbul rasa percaya diri

dan kompeten. Tersedianya dukungan sosial akan membuat individu merasa dicintai,

dihargai dan menjadi bagian dari kelompok.

Dari uraian di atas dapat disampaikan bahwa disamping pengobatan/terapi sesuai

rekomendasi dokter ahli jiwa ( Psikiatri ) , diperlukan dukungan sosial dalam hal ini

keluarga sehingga pasien penderita bipolar dissorder dapat menjalani terapi dengan baik

dan dapat dikategorikan sembuh ( tidak kambuh ). Dalam konteks tersebut penulis akan

meneliti hubungan dukungan keluarga terhadap kesembuhan penderita bipolar dissorder

di RS Jiwa Banda Aceh.

1.2. Rumusan Masalah

Dalam penulisan ini bagaimana hubungan dukungan keluarga terhadap

kesembuhan penderita bipolar dissorder di RS Jiwa Banda Aceh.

1.3. Tujuan Penelitian.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga terhadap

kesembuhan penderita bipolar dissorder di RS Jiwa Banda Aceh.

1.4. Manfaat Penulisan.

Dalam penulisan ini harapan penulis adalah agar kiranya bermanfaat terutama :

1.4.1. Untuk menambah wawasan penulis mengenai peran dukungan keluarga terhadap

kesembuhan penderita bipolar dissorder di RS Jiwa Banda Aceh.

5
1.4.2. Dapat dijadikan acuan bagi penulis pribadi, rekan sejawat maupun masyarakat yang

ingin mengetahui perihal penyakit Bipolar ( Bipolar Dissorder )

Anda mungkin juga menyukai