Anda di halaman 1dari 60

PANDUAN MODEL

PEMBELAJARAN BAHASA DAN


SASTRA DAERAHREVITALISASI
BAHASA DAERAH DAN
FESTIVAL TUNAS BAHASA IBU

Balai Bahasa Provinsi Sumatera Utara


Badan Pengemangan dan Pembinaan Bahasa
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi
PANDUAN MODEL PEMBELAJARAN
BAHASA DAN SASTRA DAERAH
REVITALISASI BAHASA DAERAH
DAN FESTIVAL TUNAS BAHASA IBU

Tim Penyusun
KKLP Pelindungan dan Pemodernan Bahasa
Syaifuddin Zuhri Harahap, M.Si.
Dr. Rosliani, M.Hum.
Nurelide, M.Hum.
Lolabora Tarigan, S.S.
Sahril, M.Pd.

Balai Bahasa Provinsi Sumatera Utara


Badan Pengemangan dan Pembinaan Bahasa
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi
KATA PENGANTAR

Sejak diimplementasikannya Kurikulum 2013, Bahasa dan Sastra Daerah


telah ditetapkan sebagai mata pelajaran muatan lokal (mulok) wajib yang
diajarkan pada jenjang SD dan SMP. Berkaitan dengan ketentuan
tersebut, mata pelajaran mulok bahasa daerah memiliki kedudukan
penting untuk memperkenalkan kearifan lokal sebagai landasan
etnopedagogis. Bahasa daerah dianggap sebagai kekayaan dalam
kebinekatunggalikaan bahasa dan budaya nusantara yang menjadi
landasan pendidikan karakter bangsa. Pembelajaran bahasa daerah pun
dianggap sebagai gerbang untuk menanamkan dan mempertajam nilai-
nilai karakter bangsa, melatih kepekaan berpikir, olah rasa, olah karsa, dan
sarana menyalurkan gagasan dan imajinasi secara kreativitas. Selain itu,
diharapkan siswa memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap
serta pengalaman apresiasi dan ekspresi bahasa dan sastra, di samping
meningkatkan kecerdasan logika dan retorika.
Gagasan di atas selaras dengan program “Penguatan Karakter Bangsa”
yang termaktub pada salah satu butir Nawacita Presiden Joko Widodo
melalui Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM). Komitmen
Presiden tersebut kemudian ditindaklanjuti oleh Menteri Pendidikan,
Kebudayaan, Riset, dan Teknologi untuk mengutamakan dan
membudayakan pendidikan karakter di dalam dunia pendidikan. Atas
dasar itulah, mata pelajaran mulok yang sarat nilai pendidikan karakter
bangsa menjadi semakin penting kedudukannya.
Akan tetapi, implementasi mata pelajatan muatan lokal (mulok) bahasa
dan sastra daerah di Provinsi Sumatera Utara sampai saat ini belum
terlaksana. Ada beberapa faktor yang menyebabkan tidak dijadikannya
i
mata pelajaran muatan lokal bahasa dan sastra daerah ini, antara lain: tidak
adanya bahasa yang mayoritas di suatu daerah yang dapat dijadikan mulok
di sekolah; belum tersedianya guru yang mengajarkan mulok bahasa dan
sastra daerah; dan di dalam satu sekolah terdiri atas berbagai penutur
bahasa daerah.
Berdasarkan alasan di atas, kiranya program revitalisasi bahasa dan
sastra daerah tidak dapat secara langsung masuk dalam proses belajar
mengajar di sekolah. Pembelajaran bahasa dan sastra daerah diupayakan
melalui kegiatan ektrakurikuler yang disampaikan oleh para guru yang
telah dilatih dan para pegiat dari komunitas bahasa dan sastra daerah.
Oleh karena itu, Balai Bahasa Provinsi Sumatera Utara memandang
perlu untuk membuat model pembelajaran ektrakulikuler bahasa dan
sastra daerah sekaligus menyelenggarakan kegiatan model pembelajaran
bahasa dan sastra daerah oleh para guru dan tutor yang telah dilatih di
tingkat SD dan SMP.
Akhirnya, walaupun dokumen ini isinya telah diupayakan secara
maksimal, namun bila ada kekurangan. Kami menerima saran dan kritik
yang konstruktif untuk memperbaiki dokumen ini. Semoga kegiatan di
masa-masa mendatang akan lebih baik.

Medan, 20 Agustus 2023


Kepala Balai Bahasa Provinsi Sumatera Utara

Hidayat Widiyanto, M.Pd.

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGATAR i
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Petunjuk Penggunaan Model Pembelajaran 2
C. Tujuan Model Pembelajaran 3
D. Karakteristik Model-Model Pembelajaran 4

BAB II MODEL PEMBELAJARAN BERBAHASA


DAN SASTRA DAERAH 6
Bagian 1 Pembelajaran Menulis Cerpen 6
Bagian 2 Pembelajaran Menulis dan Membaca Puisi 14
Bagian 3 Pembelajaran Berpidato 20
Bagian 4 Pembelajaran Mendongeng 25
Bagian 5 Pembelajaran Menyanyi 37
Bagian 6 Pembelajaran Lawakan Tunggal 43
Bagian 7 Pembelajaran Aksara Daerah 48

BAB III PENUTUP 51


A. Simpulan 51
B. Saran 52

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keberadaan bahasa daerah di berbagai negara semakin lama


semakin terpinggirkan karena ditinggalkan oleh penuturnya. Hal ini
terjadi karena bahasa daerah mereka anggap kurang dapat mengikuti
perkembangan zaman dan teknologi.

Demikian pula dengan bahasa daerah di Sumatera Utara yang


memiliki jumlah penutur terbatas yang kondisinya tidak aman disebabkan
generasi muda sekarang banyak yang tidak terbiasa menggunakan bahasa
daerah. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk membiasakan berbahasa
daerah pada generasi muda.

Upaya pembiasaan berbahasa daerah dilakukan dengan cara


pembiasaan dalam pendidikan keluarga, pendidikan formal melalui
muatan lokal bahasa daerah, kursus, paguyuban, komunitas dan
sejenisnya. Namun dari upaya pembiasaan tersebut yang paling efektif
adalah melalui pendidikan formal dengan mata pelajaran muatan lokal
bahasa daerah.

Upaya pembiasaan melalui pendidikan formal bersifat


mengikat dan dapat menjangkau seluruh generasi muda pada usia
sekolah. Pada usia sekolah waktu yang tepat untuk belajar berbahasa
daerah. Model pembelajaran yang direncanakan lebih baik dengan
harapan suasana pembelajaran bahasa dan sastra daerah menyenangkan

1
sehingga menarik minat peserta didik untuk terlibat aktif dalam
pembelajaran.

Keberhasilan proses pembelajaran ditentukan oleh berbagai


hal, salah satunya adalah model pembelajaran yang digunakan. Penerapan
model setidaknya ditentukan oleh dua hal, yaitu secara teori dan
karakteristik peserta didik. Penerapan secara teori tidak atau kurang
memperhatikan kondisi peserta didik. Semua karakter peserta didik
diasumsikan sama. Berbeda dengan teori, penerapan model dengan
memperhatikan peserta didik memandang dan mempertimbangkan
bahwa peserta didik memiliki karakter yang berbeda-beda.

Tulisan ini menyaijkan model-model pembelajaran bahasa dan


sastra daerah yang dapat dipilih untuk pembelajaran menulis cerpen,
menulis dan membaca puisi, mendongeng, menyanyi, berpidato, menulis
dengan aksara daerah, dan lawakan tunggal dapat dipertimbangkan dan
dipilih sebagai model pembelajaran yang menarik.

B. Petunjuk Penggunaan Model Pembelajaran

Supaya berhasil dengan baik, penerapan model pembelajaran


bahasa dan sastra daerah harus memperhatikan petunjuk penggunaan.
Adapun petunjuk-petunjuk tersebut, antara lain, sebagai berikut.

1. Guru harus memahami konsep masing-masing model


pembelajaran.
2. Guru dapat memilih salah satu model pembelajaran untuk
diterapkan dalam pembelajaran ektrakurikuler di sekolahnya.

2
3. Guru dalam memilih model pembelajaran mempertimbangkan
materi pelajaran, media atau alat peraga yang digunakan dan
kondisi peserta didik.
4. Guru dalam memilih materi pelajaran harus memperhatikan
memperhatikan kebutuhan peserta didik
5. Guru harus memperhatikan sintak (langkah-langkah) yang sesuai
dengan model pembelajaran yang diterapkan.
6. Guru bisa memodifikasi langkah-langkah selama masih berkaitan
dengan model pembelajaran yang digunakan.

C. Tujuan Model Pembelajaran

Penerapan model-model pembelajaran ektrakurikuler ini


mempunyai beberapa tujuan. Adapun tujuan-tujuan tersebut adalah
sebagai berikut.

1. Agar peserta didik mendapatakan pembelajaran ektrakurikuler


bahasa dan sastra daerah dengan model yang bervariasi.
2. Agar peserta didik mendapatkan suasana pembelajaran
ektrakurikuler bahasa dan sastra daerah menarik, menyenangkan
sehingga mudah untuk mencapai tujuan pembelajaran.
3. Agar peserta didik mendapatkan suasana pembelajaran dengan
menggunakan media dan alat peraga yang menarik sehingga
memudahkan peserta didik dalam memahami materi pelajaran.
4. Agar peserta didik mendapatkan materi pembelajaran
ektrakurikuler bahasa dan sastra daerah sesuai dengan konteks
kehidupan sehari-hari sehingga materi pembelajaran dapat
diterapkan di rumah dan lingkungan masyarakat.

3
5. Agar peserta didik terbiasa mendengar, membaca, berbicara dan
menulis bahasa daerah.
6. Agar peserta didik dapat mengambil nilai-nilai filosofi dari materi
pembelajaran ektrakurikuler bahasa dan sastra daerah berupa
cerita, puisi, dongeng, nyanyian, pidato, dan sejenisnya.
7. Agar peserta didik dapat menerapkan nilai-nilai filosofi dari
materi pembelajaran ektrakurikuler bahasa dan sastra daerah
sehingga akan turut mewarnai dalam pembentukan karakter
peserta didik.

D. Karakteristik Model-model Pembelajaran

Karakteristik model pembelajaran secara umum memiliki


karakteristik yang berbeda-beda. Karakteristik model pembelajaran
ektrakurikuler bahasa dan sastra daerah yang disajikan dalam tulisan ini
adalah sebagai berikut:

1. Beroriantasi pada keterlibatan aktif peserta didik melalui


pengamatan, menyimak, membaca, berbicara dan menulis
berbahasa daerah.
2. Membangun kerja sama yang baik dalam menyelesaikan tugas
pembelajaran sesuai tahapan dalam model pembelajaran.
3. Merangsang peserta didik untuk berpikir kritis tentang materi
pembelajaran ektrakurikuler bahasa dan sastra daerah.
4. Memberikan ruang yang luas untuk berlatih berbicara, membaca,
menulis bahasa daerah dan bersastra untuk mencapai tujuan
pembelajaran.

4
5. Memberikan ruang untuk mengekspresikan diri berupa karya
kreatif berkaitan dengan kegiatan berbicara, membaca, menulis
bahasa daerah dan bersastra.
6. Memanfaatkan media pembelajaran dan alat peraga yang tepat
dalam penerapan model pembelajaran baik tradisional yang
dimodifikasi maupun memanfaatkan teknologi informatika.
7. Membantu peserta didik dalam menemukan nilai-nilai filosofi
dalam materi pembelajaran ektrakurikuler bahasa dan sastra
daerah.

5
BAB II
MODEL PEMBELAJARAN BERBAHASA DAN
SASTRA DAERAH

BAGIAN 1
PEMBELAJARAN MENULIS CERPEN

I. Cerita Pendek (Cerpen)


1.1 Pengertian Cerpen

Cerpen atau cerita pendek merupakan karya sastra dalam bentuk


tulisan yang mengisahkan tentang sebuah cerita fiksi lalu dikemas secara
pendek, jelas dan ringkas. Cerpen biasanya hanya mengisahkan cerita
pendek tentang permasalahan yang dialami satu tokoh saja. Cerpen juga
bisa disebut sebagai fiksi prosa karena cerita yang disuguhkan hanya
berfokus pada satu konflik permasalahan yang dialami oleh tokoh mulai
dari pengenalan karakter hingga penyelesaian permasalahan yang dialami
oleh tokoh. Cerpen juga terdiri atas tidak lebih dari 10.000 kata. Cerpen
adalah singkatan dari cerita pendek. Saat membaca cerpen biasanya sangat
cepat selesai. Selain itu isi pada cerpen juga sangat mudah dipahami
karena ceritanya yang relatif pendek. Oleh karena itu, banyak orang yang
suka dengan cerita yang singkat dan tidak rumit seperti pada cerpen. Pada
umumnya, permasalahan yang dikisahkan pada cerpen tidak terlalu rumit.
Oleh karena itu, jumlah kata pada cerpen juga dibatasi. Biasanya cerpen
terdiri atas berbagai kisah seperti genre percintaan, kasih sayang, jenaka,
dan lain-lain. Pada cerpen juga terkandung pesan dan amanat untuk para
pembaca.

6
1.2 Struktur Cerpen

Cerpen biasanya terdiri atas beberapa struktur yang diperlukan


seperti elemen dasar dan tambahan abstrak. Struktur tersebut sangat
diperlukan ketika menyusun sebuah cerpen. Berikut ini adalah beberapa
elemen dasar untuk membangun sebuah cerpen.

1) Abstrak. Abstrak adalah pemaparan gambaran awal dari cerita yang


dikisahkan. Pada cerpen, abstrak biasanya digunakan sebagai
pelengkap cerita. Oleh karena itu, abstrak bersifat opsional atau bisa
jadi tidak ada pada sebuah cerpen.

2) Orientasi. Orientasi pada cerpen biasanya menjelaskan tentang latar


cerita, seperti waktu, suasana, atau tempat/lokasi yang digunakan
dalam penggambaran cerpen.

3) Komplikasi. Komplikasi menjelaskan tentang struktur yang berkaitan


dengan pemaparan awal suatu masalah yang dihadapi oleh tokoh.
Watak dari tokoh juga dijelaskan pada bagian ini. Selain itu,
komplikasi juga menjelaskan urutan kejadian yang berhubungan
dengan sebab akibat.

4) Evaluasi. Pada evaluasi inilah terjadi konflik masalah yang semakin


memuncak. Konflik mulai menuju klimaks dan mendapatkan
penyelesaian atas masalah yang terjadi.

5) Resolusi. Resolusi adalah bagian akhir permasalahan yang terjadi pada


cerpen. Pada bagian ini terdapat penjelasan dari pengarang mengenai
solusi permasalahan yang dialami tokoh.

7
6) Koda. Koda adalah nilai atau pesan moral yang terdapat pada sebuah
cerpen yang disampaikan oleh penulis kepada para pembaca. Pesan
moral yang disampaikan sesuai dengan jenis cerpen.

1.3 Fungsi Cerpen

Pada umumnya cerpen memiliki cerita yang sangat singkat dan


jelas. Namun, cerpen juga memiliki fungsi seperti karya sastra lainnya.
Berikut ini adalah yang termasuk fungsi cerpen.

1) Fungsi rekreatif, yaitu sebagai sarana penghibur bagi para pembaca.

2) Fungsi estetis, yaitu sebagai nilai estetika atau keindahan sehingga


memberikan kepuasan kepada pembaca.

3) Fungsi didaktif, yaitu sebagai pemberi pelajaran atau pendidikan


yang dapat bermanfaat bagi para pembaca.

4) Fungsi moralitas, yaitu sebagai nilai moral berdasarkan isi cerita


untuk mengetahui nilai-nilai kebaikan dan keburukan yang
disampaikan penulis kepada para pembaca.

5) Fungsi religiusitas, yaitu sebagai pemberi pelajaran yang religius


yang nantinya bisa dijadikan sebagai contoh baik oleh pembaca.

Meskipun hanya memiliki kisah cerita yang singkat, cerpen


mengandung makna dan pengetahuan di dalamnya. Biasanya cerpen
memberikan nilai positif yang dapat diambil oleh pembacanya. Dengan
begitu, nilai positif tersebut dapat dimanfaatkan untuk kehidupan sehari-
hari.

8
1.4 Ciri-ciri Cerpen

Sebuah cerpen memiliki ciri-ciri tertentu yang khas yang nantinya


dapat digunakan sebagai pembeda dari karya sastra lainnya. Berikut inilah
ciri-cirinya.

1) Pada umumnya cerpen bersifat fiktif atau berupa karangan dari


penulis.

2) Cerpen memiliki susunan kata yang tidak lebih dari 10.000 (sepuluh
ribu) kata.

3) Saat membaca cerpen biasanya selesai dengan sekali duduk.

4) Cerpen memiliki bentuk cerita yang sangat singkat.

5) Cerpen memiliki diksi atau pilihan kata yang tidak rumit sehingga
mudah dipahami oleh pembaca.

6) Cerpen hanya memiliki alur cerita tunggal atau satu jalan cerita saja.

7) Kisah cerita pada cerpen biasanya berasal dari peristiwa dalam


kehidupan sehari-hari.

8) Karakter tokoh pada cerpen sangat sederhana.

9) Di akhir bagian biasanya terdapat pesan moral yang sangat mendalam


sehingga membuat pembaca ikut merasakan kisah pada cerpen
tersebut.

1.5 Unsur Intrinsik Cerpen

Sebuah cerpen atau cerita pendek memiliki suatu unsur


pembentuk yang harus ada di dalam cerpen itu sendiri. Unsur ini
dinamakan dengan unsur intrinsik. Unsur intrinsik dapat membangun

9
kisah yang ingin disampaikan oleh penulis. Berikut ini adalah beberapa
unsur intrinsik.

1. Tema. Sebuah cerpen harus memiliki tema cerita karena tema


menjadi unsur utama yang ingin disampaikan penulis pada ceritanya.

2. Alur atau Plot. Alur atau plot adalah urutan peristiwa atau jalan cerita
pada sebuah cerpen. Pada umumnya alur pada cerpen diawali
dengan perkenalan, konflik masalah, lalu penyelesaian. Namun, ada
beberapa jenis alur cerita yaitu alur maju, alur mundur, dan alur
campuran.

3. Latar (setting). Latar adalah penjelasan mengenai latar atau tempat,


waktu, dan suasana yang terjadi dalam cerpen tersebut.

4. Tokoh. Tokoh adalah pemeran yang diceritakan dalam sebuah


cerpen. Tokoh terdiri atas pemeran utama dan pemeran pendukung.

5. Watak. Watak adalah gambaran sifat dari para pemeran. Watak


terdiri atas tiga jenis yaitu protagonis (baik), antagonis (jahat), dan
netral.

6. Sudut pandang (point of view). Sudut pandang adalah cara pandang


pengarang saat menceritakan kisah pada sebuah cerpen. Sudut
pandang dibagi menjadi dua bentuk, yaitu sudut pandang orang
pertama yang terdiri atas pelaku utama (“aku” merupakan tokoh
utama) dan pelaku sampingan (“aku” menceritakan orang lain).
Sementara itu, sudut pandang orang ketiga terdiri atas serba tahu
(“dia” menjadi tokoh utama) dan pengamat (“dia” menceritakan
orang lain).

10
7. Amanat. Amanat adalah pesan moral atau pelajaran yang
disampaikan oleh penulis kepada pembaca. Pesan moral yang
disampaikan biasanya dalam bentuk tersirat maupun tersurat.

1.6 Unsur Ekstrinsik Cerpen

Pada sebuah cerpen seringkali terdapat penambahan peristiwa


yang terjadi di sebuah lingkungan. Hal tersebut dinamakan dengan unsur
ekstrinsik atau unsur yang berasal dari luar untuk membangun sebuah
cerpen. Berikut ini adalah beberapa unsur ekstrinsik pada sebuah cerpen.

1) Terdapat latar belakang dari pengarang. Biasanya latar belakang pada


kisah cerpen berasal dari pengalaman pribadi pengarangnya.
Namun, tak jarang pengarang mengambil cerita dari kisah orang
lain.

2) Terdapat latar belakang dari masyarakat. Latar belakang dari


masyarakat ini dapat membantu berlangsungnya jalan cerita.
Biasanya memengaruhi isi ceritanya juga.

3) Terdapat biografi yang memaparkan biodata, riwayat hidup, dan


pengalaman secara menyeluruh dan lengkap dari pengarangnya.

4) Terdapat aliran sastra yang mempengaruhi gaya bahasa yang


digunakan oleh penulis saat menyampaikan ceritanya.

5) Terdapat kondisi psikologis berupa keadaan senang, sedih, suka, dan


duka yang mempengaruhi mood penulis saat membuat sebuah cerita
pendek.

11
1.7 Kaidah Kebahasaan Cerpen

1) Cerpen memiliki ciri-ciri kebahasaan yang dapat dilihat melalui


pemilihan gaya bahasa dan diksi yang digunakan. Pada cerpen
umumnya penulis menggunakan pendeskripsian fisik tokoh secara
kuat. Tentang ini dapat membantu menggambarkan suasana yang
tepat dan sesuai dengan ceritanya.

2) Pada cerpen juga digunakan frasa adverbial atau kata keterangan yang
membantu menunjukan latar tempat atau waktu seperti di pagi hari,
sore hari atau di sebuah tempat pada peristiwa kejadian. Selain itu
juga harus menerapkan penggunaan kalimat langsung dan tak
langsung atau berupa dialog.

3) Cerpen juga identik dengan penggunaan kata-kata kiasan atau


konotatif untuk menambah kesan estetis sehingga dapat menambah
nilai kepuasan para pembaca. Selain itu, digunakan juga kalimat
informal dan semi formal sesuai dengan peristiwa/kejadian.

1.8 Ketentuan Menulis Cerpen

a) Tema ditentukan oleh panitia pada saat lomba akan dimulai berupa
stimulasi visual (gambar/foto/video).

b) Cerpen merupakan karangan siswa dan tidak mengandung unsur


plagiarisme, SARA, dan pornografi.

c) Cerpen ditulis menggunakan tangan dengan memperhatikan tingkat


keterbacaan yang baik dan tanda baca sesuai kaidah ejaan.

d) Cerpen ditulis di kertas folio bergaris menggunakan pensil 2B yang


disediakan oleh panitia dengan panjang karangan maksimal 1 (satu)

12
halaman folio bergaris untuk jenjang SD dan 2 (dua) halaman folio
bergaris untuk jenjang SMP.

e) Paragraf ditulis menjorok bukan rata kiri dan renggang antaralinea.

f) Durasi mengarang cerpen maksimal 3 jam.

g) Cerpen karangan siswa adalah fiksi hasil dari pengolahan imajinasi


bukan sekadar pengalaman sehari-hari atau catatan harian (diary).

h) Penilaian lomba meliputi aspek-aspek berikut.

No. Aspek Penilaian Indikator


1. Bahasa - Proporsi ukuran huruf
- Dapat dibaca dengan jelas (menunjukan
tingkat keterbacaan yang baik)
- Penggunaan ejaan yang baik dan benar
- Penggunaan kosakata dan struktur
bahasa daerah yang baik
- Panjang karangan sesuai dengan
ketentuan
2. Isi - Kesesuaian isi dengan tema
- Orisinalitas karangan
- Pengembangan gagasan
- Memenuhi unsur intrinsik cerita pendek

13
BAGIAN 2
PEMBELAJARAN MENULIS DAN MEMBACA
PUISI

II. Puisi/Sajak

Sajak adalah bentuk karya sastra yang penyajiannya dibuat


dengan baris-baris yang teratur dan terikat. Sajak sangat mementingkan
keselarasan bunyi bahasa. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI), sajak adalah bentuk karya sastra yang teratur dan terikat dalam
baris-barisnya. Dalam KBBI dijelaskan bahwa sajak adalah gubahan karya
sastra yang sangat didominasi oleh kesepadanan bunyi, kekontrasan,
keselarasan bunyi bahasa, dan kesamaan. Sajak merupakan jenis puisi yang
tidak terikat pada aturan. Sajak termasuk ke dalam puisi Melayu. Ada juga
yang mengatakan sajak adalah puisi baru yang bebas dari sebuah aturan
dalam pembentukan baris, kata-kata, rangkap, dan irama. Pendalaman
mengenai sajak melibatkan pengetahuan mengenai ciri-ciri, sifat, dan
jenis-jenis sajak.

2.1 Ciri-ciri Sajak

Sajak memiliki beberapa ciri yang membedakannya dari karya sastra


yang lainnya. Ciri-ciri sajak adalah sebagai berikut.

a) Memiliki bentuk tertentu, berurutan di dalam baris yang sejajar,


memiliki pola (untuk puisi tradisional), atau memiliki bentuk bebas.

b) Ungkapan kata dan bahasa pada sajak dipengaruhi oleh unsur lagu,
irama, dan keharmonisan bunyi.

14
c) Baris pada sajak disusun membentuk pola atau ikatan tertentu (untuk
puisi tradisional) dan tanpa pola ikatan tertentu.

2.2 Sifat-sifat Sajak

Selain memiliki ciri khusus, sajak juga memiliki sifat-sifat


tertentu, yaitu

a) tidak memiliki pengucapan bunyi yang tetap;

b) sajak tidak mengemukakan pertentangan bunyi atau rima akhir di


ujung tiap-tiap barisnya;

c) memiliki bait, tetapi jumlah baris pada tiap baitnya tidak tetap;

d) mempunyai baris-baris yang membentuk bait;

e) mempunyai harmoni atau kesesuaian yang baik antara isi dengan


tata bahasa.

2.3 Jenis-jenis Sajak


2.3.1 Jenis-jenis Sajak Berdasarkan Posisinya

Berdasarkan posisinya, sajak dibagi menjadi dua jenis, yaitu:

a) Sajak Awal

Sajak awal adalah persesuaian bunyi suku kata yang letaknya di


awal kata.

b) Sajak Akhir

Sajak akhir adalah penyesuaian bunyi suku kata yang terletak di


akhir kata.

15
2.3.2 Jenis Sajak Berdasarkan Kesesuaian Bunyi Suku Kata

Berdasarkan kesesuaian bunyi suku katanya, sajak dibagi menjadi


enam, yaitu:

a) Sajak Penuh atau Sajak Sempurna

Sajak penuh atau sajak sempurna, yaitu jenis sajak yang ditandai
dengan kesesuaian bunyi pada suku kata terakhir secara penuh.

b) Sajak Paruh atau Sajak Tidak Sempurna

Sajak paruh atau sajak tidak sempurna memiliki kesesuaian bunyi


pada suku kata terakhir, namun tidak penuh secara keseluruhan.

c) Sajak Aliterasi

Kesesuaian bunyi pada sajak aliterasi terletak pada huruf konsonan


dalam setiap kata dalam puisi. Kesesuaian bunyi pada sajak ini
terletak pada seluruh kata.

d) Sajak Asonansi

Hampir serupa dengan sajak aliterasi yang memiliki kesesuaian pada


seluruh katanya, kesesuaian bunyi pada sajak asonansi terletak pada
huruf vokalnya.

e) Sajak Rangkai

Kesesuaian bunyi pada sajak rangkai terletak pada huruf vokal,


namun hanya pada beberapa suku kata.

f) Sajak Rangka

Sajak rangka memuat kesesuaian bunyi pada huruf vokal dalam


beberapa kata.
16
2.3.3 Jenis-jenis Sajak Berdasarkan Kesesuaian Bunyi Akhir
Setiap Kata

Berdasarkan kesesuaian bunyi akhir setiap katanya, sajak dibagi


menjadi 5 jenis di antaranya sebagai berikut.

a) Sajak Rata atau Sajak Sama

Sajak rata atau sajak serupa adalah sajak yang memiliki kesesuaian
bunyi akhir a-a-a-a.

b) Sajak Silang atau Sajak Senkelang

Sajak silang atau sajak sengkelang adalah sajak yang memiliki


kesesuaian bunyi akhir a-b-a-b.

c) Sajak Kembar atau Sajak Pasangan

d) Sajak kembar atau sajak pasangan adalah sajak yang memiliki


kesesuaian bunyi akhir a-a-b-b.

e) Sajak Peluk atau Sajak Paut

Sajak peluk atau sajak paut adalah sajak yang memiliki kesesuaian
bunyi akhir a-b-b-a.

f) Sajak Patah atau Sajak Putus

Sajak patah atau sajak putus adalah sajak yang memiliki kesesuaian
bunyi akhir a-a-a-b, a-b-a-a, atau a-a-b-a.

17
2.3.4 Sajak Bebas

Selain jenis-jenis sajak yang telah disebutkan di atas, dikenal juga


sajak bebas. Sajak bebas adalah sajak yang tidak mempunyai bentuk
ataupun bunyi yang serupa. Tidak ada aturan keserupaan sama sekali
dalam jenis sajak ini. Bentuk-bentuk sajaknya sebagai berikut.

a) Disitkhon merupakan sajak yang ditulis dalam bentuk dua baris bagi
tiap-tiap bait. Sajak yang sebaitnya terdiri dari tiga baris dianggap tak
sesuai.

b) Quantrain merupakan sajak yang tiap baitnya terdiri dari empat baris.
Bentuknya lebih mirip pantun dan syair.

c) Quintain merupakan sajak yang baitnya terdiri atas 5 baris atau


kalimat.

d) Sextet merupakan sajak yang berisi sekitar enam baris dalam tiap
baitnya.

e) Oktaf (stanza) Oktaf merupakan sajak yang tiap baitnya terdiri dari
delapan baris atau kalimat.

2.4 Ketentuan Lomba Membaca Sajak

a) Peserta tidak diperkenankan menggunakan perlengkapan/aksesoris


atau properti apapun kecuali naskah/teks sajak.

b) Peserta tidak diperkenankan diiringi oleh musik.

c) Peserta harus menyebutkan dengan jelas judul sajak yang dibaca serta
siapa pengarangnya.

d) Peserta tampil di tempat yang telah ditentukan oleh panitia.

18
e) Sajak wajib dan pilihan untuk tiap jenjang adalah sebagai berikut.

Jenjang Sajak Wajib Sajak Pilihan

-
SD -

-
SMP

f) Aspek penilaian secara umum meliputi beberapa indikator


berikut ini.
No. Aspek Penilaian Indikator
1. Tafsir - Pemahaman isi (pemahaman makna
bahasa daerah)
2. Vokal - Artikulasi
- Dinamika
- Tempo
3. Penghayatan - Ketepatan emosi (penguasaan bahasa
daerah)
4. Penampilan - Penguasaan panggung
- Mimik dan gerak (Gesture)

19
BAGIAN 3
PEMBELAJARAN BERPIDATO

III. Pidato

Menurut KBBI, pidato adalah pengungkapan pikiran dalam


bentuk kata-kata yang ditujukan kepada orang banyak, atau wacana yang
disiapkan untuk diucapkan di depan khalayak. Secara umum, pidato
merupakan kegiatan berbicara di depan umum yang dilakukan untuk
menyatakan pendapat atau memberikan gambaran mengenai suatu hal.
Tujuan teks pidato adalah

a) informatif: memberikan pemahaman atau informasi terhadap orang


lain;

b) argumentatif: meyakinkan pendengar;

c) rekreatif: membuat orang lain senang dengan teks pidato yang


disampaikan karena bersifat menghibur;

d) persuasif: memberikan pengaruh pada orang lain agar bersedia untuk


mengikuti kemauan yang diinginkan oleh orator atau orang yang
berpidato.

Ada 4 macam pidato menurut KBBI, yaitu

a) pidato kenegaraan: pidato kepala negara di depan DPR/MPR atau


pidato resmi kepala Negara;

b) pidato pengukuhan: pidato yang diucapkan secara tradisional oleh


seorang guru besar universitas pada saat diangkat secara resmi;
20
c) pidato radio: pidato yang diucapkan atau disiarkan melalui radio

d) pidato televisi: pidato yang diucapkan atau ditayangkan melalui


televisi.

Mungkin bagi sebagian orang, kesempatan berbicara di hadapan


orang banyak terasa menakutkan. Namun, suatu saat nanti di sekolah atau
saat sudah bekerja, ada saatnya seeorang diminta untuk berpidato, baik itu
pidato resmi maupun pidato tidak resmi di hadapan teman-teman. Salah
satu langkah yang bisa diterapkan sebelum berpidato adalah membuat
teks pidato. Teks pidato adalah sebuah teks yang berisi gagasan, pendapat,
dan pengetahuan terhadap suatu hal yang akan disampaikan di depan
umum.

3.1 Struktur Teks Pidato

Adapun yang menjadi struktur teks pidato di antaranya sebagai


berikut.

1) Pembukaan

Bagian pembuka pidato terdiri atas 4 bagian, yaitu:

a) salam pembuka;

b) ucapan penghormatan, biasanya menyebutkan dari orangorang


yang memiliki jabatan tertinggi sampai ke orangorang yang
memiliki jabatan rendah;

c) ucapan syukur, biasanya berisi ucapan rasa syukur orator (orang


yang berpidato) karena diberikan kesempatan untuk
menyampaikan pidato dan berkumpul dengan para tamu;

21
d) pengantar ke topik utama.

Pembuka pidato harus memiliki karakter yang kuat. Ada 5 unsur


yang dapat membuat pembuka pidato yang berkesan, yaitu

a) merebut perhatian, melalui pernyataan yang dramatis atau dengan


bantuan visual;

b) hubungan dengan penonton atau audiens, yang menunjukkan


kesamaan dan empati kepada audiens;

c) kelayakan, menunjukkan bahwa orator layak berbicara dengan


topik tersebut yang diungkapkan dengan santun dan berdasarkan
fakta;

d) tujuan, menjelaskan harapan orator setelah pidato selesai;

e) peta jalan, mengatakan pokok-pokok pikiran pidato kepada


audiens.

2) Isi

Isi pidato harus berisi info-info penting yang ingin disampaikan.


Isi pidato sebaiknya disertai alasan yang meyakinkan untuk mendukung
pandangan orator. Pandangan tersebut disusun secara logis,
menggunakan sumber terpercaya, menggunakan contoh yang logis, dan
dikenal audiens.

3) Penutup Pidato

Bagian penutup berisi kesimpulan dari hal yang disampaikan,


permintaan maaf jika terjadi kesalahaan saat menyampaikan suatu hal, dan
salam penutup.

22
3.2 Metode Pidato

Saat berpidato, beberapa metode yang dapat digunakan adalah


sebagai berikut.

a) Impromptu, yaitu suatu metode pidato yang dilakukan secara


langsung atau spontanitas tanpa adanya persiapan terlebih dahulu.

b) Memoriter, yaitu metode berpidato dengan cara menghapalkan


naskah teks pidato terlebih dahulu.

c) Naskah, yaitu metode berpidato ketika seseorang yang menyampaikan


pidato membaca naskah pidato yang sudah disiapkan sebelumnya.
Naskah tersebut disusun, kemudian dibaca lengkap dari awal sampai
akhir pidato.

d) Ekstemporan, yaitu metode berpidato dengan terlebih dahulu


menyiapkan konsep pidato secara garis besar dengan membuat
catatan kecil.

Pidato yang baik adalah pidato yang dapat memberikan kesan


positif untuk orang banyak yang mendengarkan pidato. Jadi,
mempersiapkan teks pidato sangat penting agar topik yang dibicarakan
sesuai dengan tema.

3.3 Ketentuan Lomba Pidato

Dalam sebuah lomba berpidato, tentunya ada rambu-rambu atau


ketentuan yang harus diikuti oleh peserta lomba. Ketentuan itu dapat
dilihat dalam uraian sebagai berikut.

a) Saat lomba berlangsung, peserta tidak diperbolehkan membawa atau


membaca naskah.
23
b) Durasi waktu pidato antara 5 – 7 menit dan jika ada peserta yang
belum selesai pada waktu yang telah ditentukan maka dewan juri
berhak menghentikan penampilan peserta.

c) Setiap peserta menyerahkan naskah pidato masing-masing sebanyak


4 rangkap untuk diserahkan kepada panitia (1 rangkap) dan dewan
juri (3 rangkap). Pada naskah pidato tidak disebutkan nama dan asal
sekolah, cukup disebutkan nomor peserta saja.

d) Setiap peserta lomba berdiri di tempat yang telah disediakan panitia.

e) Isi pidato berkaitan dengan tema “utamakan bahasa Indonesia,


lestarikan bahasa daerah, kuasai bahasa asing”.

f) Aspek penilaian secara umum, meliputi beberapa hal berikut.

No. Aspek Penilaian Indikator


1. Aspek Bahasa - Pilihan kata (diksi)
- Gaya Bahasa
- Tata krama bahasa
- Intonasi dan pelafalan
2. Aspek Materi (Isi) - Kesesuaian topik/tema dengan isi
- Substansi isi, aktualitas ide, dan
keaslian gagasan
- Penguasaan dan pemahaman isi
- Organisasi dan sistematika
penyampaian isi
3. Aspek Penampilan - Mimik dan gerak (gesture)
(Ekspresi) - Gaya bicara dan teknik vokal

24
BAGIAN 4
PEMBELAJARAN MENDONGENG

IV. Mendongeng
4.1 Pengertian Mendongeng

Dongeng adalah bentuk sastra lama yang bercerita tentang suatu


kejadian yang luar biasa, terjadi di luar nalar manusia yang penuh fantasi
dan khayalan (fiksi). Dongeng dianggap oleh masyarakat suatu hal yang
tidak benar-benar terjadi di dunia nyata. Dongeng memang sudah menjadi
pelajaran lama dalam bidang studi Bahasa Indonesia, bahasa daerah,
ataupun bahasa asing.

Menurut KBBI, dongeng adalah cerita yang tidak benar-benar


terjadi (terutama tentang kejadian zaman dulu yang aneh-aneh). Dongeng
diceritakan terutama untuk hiburan walaupun banyak juga melukiskan
tentang kebenaran, berisikan pelajaran (moral), bahkan sindiran.
Pengisahan dongeng mengandung harapan-harapan, keinginan-
keinginan, dan nasihat baik yang tersirat maupun tersurat.

Dongeng adalah media yang sangat efektif untuk menanamkan


berbagai nilai dan etika terhadap anak, termasuk menimbulkan rasa
empati dan simpati anak. Nilai-nilai yang bisa dipetik dari dongeng adalah
nilai kejujuran, kerendahan hati, kesetiakawanan, kerja keras, dan
sebagainya. Bagi murid SD dan SMP sekalipun, ternyata mendongeng
masih tetap selalu dinantikan. Cerita atau dongeng adalah salah satu media

25
komunikasi guna menyampaikan beberapa pelajaran atau pesan moral
kepada anak. Selain itu, tentu saja, metodemetode pembelajaran lainnya
yang pada saat ini telah menggunakan teknologi canggih yang menarik
untuk para peserta didik.

Dongeng tidak hanya terdiri atas satu jenis, melainkan terdapat


beberapa jenis dongeng. Jenis-jenis dongeng yang umumnya dikenal
masyarakat di antaranya adalah mitos, legenda, sage dan fabel.

Mendongeng dapat menjadi aktivitas berkomunikasi dengan


anak yang mudah dan murah. Di samping itu, mendongeng juga dapat
menjadi sarana efektif dalam menyampaikan pesan kepada anak. Anak
tidak merasa dinasehati atau digurui oleh orang tua/pendidik karena
tercipta suasana yang menyenangkan. Anak pun diposisikan sebagai
subyek aktif yang ikut bermain peran dan/atau melibatkan seluruh
inderanya untuk larut dalam cerita. Materi dongeng dapat diambil dari
buku cerita anak-anak yang memuat pesan moral atau dari kejadian sehari-
hari yang berlangsung di sekitar lingkungan tempat tinggal anak. Kegiatan
mendongeng juga dapat menumbuhkan kecintaan anak pada buku karena
anak menemukan banyak hal positif yang bisa diperoleh dengan membaca
buku.

Dongeng dapat memengaruhi perkembangan fisik, intelektual,


dan mental anak. Ini disebabkan oleh keterlibatan seluruh indera anak
ketika mendengarkan dongeng. Kecerdasan kognitif anak terasah lewat
keterampilan berimajinasi dan menyimpulkan makna yang terkandung
dalam cerita.

26
Keterlibatan secara aktif dalam aktivitas mendongeng dapat
memberikan pengalaman konkret pada anak sehingga tertanam kuat
dalam struktur kognitif anak. Dongeng berpotensi memberikan
sumbangsih besar bagi anak sebagai manusia yang memiliki jati diri yang
jelas. Jati diri anak ditempa melalui lingkungan yang diusahakan secara
sadar dan tidak sadar. Dongeng dapat digunakan sebagai sarana
mewariskan nilai-nilai luhur kepribadian. Secara umum dongeng dapat
membantu anak menjalani masa tumbuh kembangnya. Anakanak dapat
memahami pola drama kehidupan melalui tokoh dongeng. Melalui
dongeng, anak-anak terlibat dalam alur cerita dongeng sehingga
menumbuhkembangkan intelektualitasnya. Dongeng mampu membawa
anak melanglang buana, memasuki dunia fantasi, menyeret mereka ke
dunia antah-berantah dan membayangkan berbagai “kehidupan lain” yang
tidak ada di dekat mereka. Dalam hal ini, dongeng dapat menumbuhkan
dan menggerakkan daya ciptanya. Di dalam dongeng ada pesan moral
yang mengajarkan makna hidup yang penuh suri tauladan.

Namun, di masa sekarang ini, dongeng mulai dilupakan.


Banyak anak-anak yang tidak tahu dan tidak mengenal dongeng.
Dongeng hampir pasti digantikan oleh televisi. Televisi bukan hanya
merupakan hiburan, melainkan juga sebagai gaya hidup, pendamping
hidup, pengasuh atau pengganti orang tua untuk menemani
sang anak. Anak-anak cenderung lebih suka dengan film kartun seperti
Sponge Bob, Avatar, Shaun the Sheep, Sinchan, Doraemon dan film
sinetron serial anak seperti Garuda Impian dan Anak Kaki Gunung.
Selain itu, pada saat ini anak-anak juga lebih suka memainkan

27
permainan yang ada di komputer daripada membaca buku kisah-kisah
dongeng.

4.2 Jenis-jenis Dongeng

Ada beberapa jenis dongeng yang perlu diketahui. Berikut ini


adalah pembagian jenis-jenis dongeng.

a) Mite adalah salah satu bentuk dongeng yang menceritakan mengenai


hal-hal gaib seperti cerita dewa, hantu, peri, dan halhal gaib lainnya.

b) Sage adalah cerita dongeng yang menceritakan tentang


kepahlawanan, keperkasaan, dan kesaktian dari seseorang tokoh.

c) Fabel adalah bentuk dongeng yang tokoh utamanya adalah hewan


yang memiliki perilaku seperti manusia.

d) Legenda adalah dongeng yang menceritakan tentang peristiwa atau


kejadian, atau asal-usul dari suatu tempat atau benda.

e) Cerita jenaka adalah cerita yang berisi tentang kejadian-kejadian lucu


yang menghibur siapa saja yang menyimaknya.

6. Cerita pelipur lara adalah cerita yang biasanya digunakan untuk


menjamu tamu dan menggunakan media seperti wayang dan alat
lainnya.

7. Cerita perumpamaan adalah bentuk dongeng yang mengandung


kiasan/ibarat atau nasihat-nasihat.

4.3 Metode Mendongeng

Ada suatu ungkapan, ”Seorang Guru yang tidak bisa bercerita,


ibarat orang yang hidup tanpa kepala.” Betapa tidak, bagi para pengasuh

28
anak-anak (guru, tutor) keahlian bercerita merupakan salah satu
kemampuan yang wajib dikuasai. Melalui metode bercerita inilah para
pengasuh mampu menularkan pengetahuan dan menanamkan nilai budi
pekerti luhur secara efektif dan anak-anak menerimanya dengan senang
hati. Pada saat ini begitu banyak cerita yang tersebar, tetapi masih jarang
tulisan dari para praktisi ahli dongeng, yang mampu mengarahkan secara
khusus untuk ditujukan kepada anak-anak usia dini sehingga penceritaan
yang disampaikan kurang mengena. Apalagi model cerita yang secara
khusus didasarkan pada material kurikulum pengajaran di
TPA/KB/RA/BA/TK yang berlaku. Padahal, panduan praktis semacam
ini sangat dibutuhkan oleh tenaga pendidik di seluruh Nusantara. Pada
umumnya mereka masih terbatas pengetahuannya tentang metode
bercerita. Tulisan ini kami susun dengan maksud agar menjadi salah satu
bahan pengayaan ketrampilan mendidik anak, bagi para pendidik anak
usia dini dalam kegiatan kepengasuhan yang mereka lakukan.

4.4 Manfaat Mendongeng

Kegiatan mendongeng memiliki beberapa manfaat bagi


anakanak. Berikut ini adalah beberapa manfaat mendongeng.

a) Media menanamkan nilai dan etika

Dongeng merupakan media yang sangat efektif untuk menanamkan


berbagai nilai dan etika kepada anak, termasuk menimbulkan rasa
empati dan simpati anak. Nilai-nilai yang bisa dipetik dari dongeng
adalah nilai kejujuran, kerendahan hati, kesetiakawanan, kerja keras,
dan sebagainya.

29
b) Memperkenalkan bentuk emosi

Dongeng yang diberikan pastinya memiliki karakter dan tokoh yang


berbeda-beda. Orang tua harus memahami makna dari dongeng
tersebut sehingga dapat memberikan penekanan tertentu pada dialog
dan ekspresi. Selain itu, orang tua juga bisa menceritakan emosi para
tokoh seperti emosi negatif dan positif. Hal ini dapat membantu anak
dengan masalah agresivitas dan mengajarkan untuk berempati pada
sesama temannya.

c) Mempererat ikatan batin

Bagi orang tua yang memiliki kesibukan yang padat, mendongeng


adalah salah satu trik untuk mendekatkan diri orang tua kepada anak.
Kesibukan membuat orang tua tidak dapat bermain dengan si kecil
setiap saat. Oleh karena itu, pergunakan waktu senggang orang tua di
rumah untuk memberikan cerita atau dongeng kepada anak.

d) Memperluas kosakata

Semakin banyak membaca, semakin banyak tahu. Orang tua dapat


menggunakan dongeng sebagai media untuk memperkenalkan kosa
kata asing pada anak yang pastinya akan berguna di sekolah nantinya.

e) Merangsang daya imaginasi

Selain membacakan cerita atau dongeng dari buku, orang tua dapat
membuat cerita singkat tanpa panduan buku. Kemudian, pandulah
anak untuk melanjutkan cerita tersebut berdasarkan imajinasi mereka
sendiri. Ajukan juga beberapa pertanyaan untuk memancing daya
imajinasinya.

30
4.5 Persiapan Mendongeng

Sebelum bercerita, pendidik harus memahami terlebih dahulu


tentang cerita apa yang hendak disampaikannya. Tentu saja ceritanya
harus disesuaikan dengan karakteristik anak-anak. Agar dapat bercerita
dengan tepat, pendidik harus mempertimbangkan materi ceritanya.
Pemilihan cerita antara lain ditentukan oleh:

1) Pemilihan tema dan judul yang tepat

Bagaimana cara memilih tema cerita yang tepat berdasarkan usia


anak? Seorang pakar psikologi pendidikan bernama Charles Buhler
mengatakan bahwa anak hidup dalam alam khayal. Anak-anak
menyukai hal-hal yang fantastis, aneh, yang membuat imajinasinya
“menari-nari”. Bagi anak-anak, hal-hal yang menarik, berbeda pada
setiap tingkat usia. Misalnya

a) sampai ada usia 4 tahun, anak menyukai dongeng fabel dan


horor, seperti “Si Wortel”, “Tomat yang Hebat”, “Anak Ayam
yang Manja”, “Kambing Gunung dan Kambing

Gibas”, “Anak Nakal Tersesat di Hutan Rimba”, “Cerita


Nenek Sihir”, “Orang Jahat”, “Raksasa yang Menyeramkan”,
dan sebagainya.

b) pada usia 4—8 tahun anak-anak menyukai dongeng jenaka,


tokoh pahlawan dan kisah tentang kecerdikan, seperti
“Perjalanan ke Planet Biru”, “Robot Pintar”, “Anak yang
Rakus”, dan sebagainya.

31
c) pada usia 8-12 tahun, anak-anak menyukai dongeng
petualangan fantastis rasional (sage), seperti “Persahabatan si
Pintar dan si Pikun”, “Karni Pemenang Menyanyi”, dan
sebagainya.

2) Waktu penyajian

Dengan mempertimbangkan daya pikir, kemampuan bahasa,


rentang konsentrasi dan daya tangkap anak, para ahli dongeng
menyimpulkan sebagai berikut.

a) Sampai usia 4 tahun, waktu bercerita hingga 7 menit

b) Usia 4—8 tahun, waktu bercerita hingga 10—15 menit

c) Usia 8—12 tahun, waktu bercerita hingga 25 menit

Namun, tidak menutup kemungkinan waktu bercerita menjadi


lebih panjang apabila tingkat konsentrasi dan daya tangkap anak
dirangsang oleh penampilan pencerita yang sangat baik, atraktif,
komunikatif, dan humoris.

3) Suasana (situasi dan kondisi)

Suasana disesuaikan dengan acara/peristiwa yang sedang atau akan


berlangsung. Acara kegiatan keagamaan, hari besar nasional, ulang
tahun, pisah sambut anak didik, peluncuran produk, pengenalan
profesi, program sosial dan lain-lain akan berbeda jenis dan materi
ceritanya. Pendidik dituntut untuk memperkaya diri dengan materi
cerita yang disesuaikan dengan suasana. Jadi, selaras materi cerita
dengan acara yang diselenggarakan, bukan satu atau beberapa cerita
untuk segala suasana.

32
4.6 Intonasi Suara dan Gerakan Mata Sangat Menentukan Cerita

Bagaimana cara mengatur intonasi suara dan gerakan mata?


Berikut ini adalah kiat-kiatnya.

a) Suara yang dikeluarkan harus cukup keras (tidak perlu berteriak)


untuk dapat didengar oleh semua anak di kelas.

b) Untuk dapat menyajikan cerita secara dramatis jalan cerita harus


betul-betul dikuasai sehingga pendongeng tahu kapan harus
membuat penekanan pada kata-kata tertentu atau memperlihatkan
mimik muka tertentu. Misalnya, ketika sedang bercerita tentang
seorang yang sedang berlari ketakutan, pendongeng perlu ikut
mempercepat suaranya dengan mimik muka yang tepat untuk
menggambarkan kejadian tersebut.

c) Cara pendongeng memperbesar atau memperkecil suara adalah


sesuai dengan penjiwaannya terhadap cerita tersebut. Jika itu
tercapai, akan mudah sekali pendongeng menirukan suara-suara
tertentu, misalnya suara anak kecil atau orang tua, suara orang
memerintah atau suara lembut seorang ibu, suara orang ketakutan
atau suara orang marah, dan sebagainya.

d) Tunjukkan gerakan yang sesuai dengan cerita yang dibawakan.


Misalnya, jika sedang bercerita tentang seseorang yang sedang
berbisik, pendongeng perlu menirukan gaya orang yang sedang
berbisik, dan sebagainya.
e) Hal yang paling penting dalam bercerita adalah gerakan mata
pendongeng. Jangan sekali-sekali membiarkan mata pendongeng
menerawang ke angkasa. Tataplah mata anak-anak secara bergantian.

33
Dengan bertatapan mata dengan anak-anak, pendongeng dapat
menguasai seluruh kelas.

Untuk dapat menguasai aspek-aspek keterampilan teknis dari


penyajian cerita di atas, tentunya membutuhkan persiapan yang matang.
Selain itu, kemampuan dalam bercerita agar dapat memunculkan berbagai
unsur di atas, dan tersaji secara padu, hanya dapat dikuasai dengan
pengalaman dan latihan-latihan yang tekun. Bercerita memang salah satu
bagian dari keterampilan mengajar. Sebagai sebuah keterampilan,
penguasaannya tidak cukup hanya dengan memahami ilmunya secara
teoretis. Yang lebih penting dari itu adalah keberanian dan ketekunan
dalam mencobanya secara langsung. Itulah sebabnya, latihan-latihan
tertentu yang rutin sangat dibutuhkan. Yang jelas, keterampilan teknis
bercerita hanya dapat dikembangkan melalui latihan dan pengalaman
praktik bercerita. Akhirnya, ketika pendongeng berbicara atau bercerita
kepada anak di depan kelas, ingatlah bahwa suara pendongeng dan mimik
muka serta sorotan mata pendongeng sangat menentukan
keberhasilannya.

4.7 Struktur Dongeng

Sebuah dongeng dibangun oleh tiga bagian penting, yaitu


pendahuluan, isi atau peristiwa, dan penutup. Berikut penjelasan dari
masing-masing bagian dari dongeng.

1) Pendahuluan, yaitu bagian yang berisi kalimat pengantar untuk


memulai dongeng.

2) Isi (Peristiwa), yaitu bagian penting dari dongeng yang isinya


mengenai urutan kejadian dari suatu peristiwa.

34
3) Penutup, yaitu bagian akhir cerita yang dibuat untuk mengakhiri
cerita.

4.8 Ciri-ciri Dongeng

Seperti layaknya cerita-cerita yang lain, dongeng memiliki


beberapa ciri yang membedakannya dengan bentuk cerita yang lain.

Berikut beberapa ciri-ciri dongeng yang benar.

1) Diceritakan dengan alur yang sederhana.

2) Alur cerita singkat dan cepat.

3) Tokoh yang ada tidak diceritakan secara detail.

4) Peristiwa yang ada didalamnya kebanyakan fiktif atau khayalan.

5) Ditulis dengan gaya pencitraan secara lisan.

6) Lebih menekankan pada bagian isi atau persitiwa.

4.9 Ketentuan Lomba Mendongeng

a) Konsep yang digunakan dalam Lomba mendongeng adalah


‘menyimak pendongeng’ dan ‘mendengarkan pendongeng’.

b) Materi dongeng yang dilombakan bebas berdasarkan hasil


musyawarah di daerah masing-masing.

c) Materi dongeng yang dipilih harus memperhatikan konvensi cerita


dongeng, yaitu berupa fabel, parabel, legenda, mite, atau babad.

d) Selama tampil, perserta lomba mendongeng harus tetap berdiri di


tempat yang disediakan oleh panitia.

35
e) Peserta hanya mengandalkan kekuatan vokal dan ekspresi, dan tidak
diperkenankan membawa atau menggunakan properti apapun.

f) Jika dalam materi dongeng yang dipilih terdapat bagian yang harus
dinyanyikan, peserta harus menyanyikan bagian tersebut dan akan
menjadi bagian dari penilaian dewan juri.

g) Durasi waktu mendongeng adalah 5—7 menit. Jika ada peserta yang
belum selesai pada waktu yang telah ditentukan, dewan juri berhak
menghentikan penampilan peserta.

h) Aspek penilaian lomba mendongeng secara umum meliputi hal-hal


sebagai berikut.
No. Aspek Penilaian Indikator
1. Aspek Bahasa - Pilihan kata (diksi)
- Gaya Bahasa
- Kepaduan alur cerita dongeng
- Intonasi dan pelafalan
2. Pemahaman Isi - Penguasaan isi dongeng
- Penghayatan dan penjiwaan
3. Aspek Penampilan - Mimik dan gerak (gesture)
(Ekspresi) - Gaya bercerita dan teknik vokal

36
BAGIAN 5
PEMBELAJARAN MENYANYI

V. Menyanyi

5.1 Pengertian Menyanyi

Bernyanyi adalah hal yang sangat menyenangkan dan kita


semua tahu bahwa semua orang senang bernyanyi. Bernyanyi bisa
mewakili ekspresi jiwa dan emosi seseorang. Bernyanyi merupakan
aktivitas mengungkapkan rangkaian kata dengan nada (intonasi)
tertentu membentuk sebuah lagu dengan irama (musik). Aktivitas
bernyanyi dapat diiringi alat musik dapat juga tanpa alat musik.
Biasanya bernyanyi menjadi hiburan tersendiri untuk setiap orang.
Dari kalangan usia balita, remaja, dewasa hingga orang tua senang
dengan aktivitas bernyanyi. Bernyanyi dengan diiringi alat musik dapat
memberikan semangat bagi yang mendengarkan. aktivitas bernyanyi.
Bernyanyi dengan diiringi alat musik dapat memberikan semangat bagi
yang mendengarkan.

Menurut kamus Bahasa Indonesia bernyanyi adalah


mengeluarkan suara bernada atau berlagu. Adapun nyanyian yang
diistilahkan juga dengan lagu adalah komponen musik pendek yang terdiri
atas perpaduan lirik dan lagu/nada. Dalam lirik terdapat susunan kata-kata
yang mengandung arti/makna tertentu. Makna yang terdapat dalam
sebuah nyanyian berbeda-beda sesuai tujuan dibuatnya nyanyian tersebut.
Selajutnya makna yang ada dapat digunakan untuk melakukan sugesti,

37
persuasi dan memberikan nasehat. Kemampuan mempengaruhi sebuah
lirik lagu terjadi karena pengarang lagu menyampaikan ide dan gagasan
tertentu.

5.2 Metode Menyanyi

Pengertian metode bernyanyi, secara umum, seorang anak mulai


mengenal suatu nyanyian tertentu pada saat berusia dua tahun. Paling
tidak, nyanyian tersebut bersifat sangat spotan atas dasar idenya sendiri.
Pada perkembangan selanjutnya, ia secara alami akan mengenal frasa,
irama, dan lagu. Pada dasarnya, keterampilan bernyanyi anak meningkat
manakala kemampuan bahasanya sudah berkembang dengan baik.

Bagi anak, kegiatan bernyanyi adalah kegiatan yang


menyenangkan, dan pengalaman bernyanyi ini memberikan kepuasan
kepadanya. Bernyanyi juga merupakan alat bagi anak untuk
mengungkapkan pikiran dan perasaannya. Kemampuan anak bernyaanyi
secara umum dapat dibagi dalam beberapa kelompok di bawah ini.

a. Mereka yang dapat bernyanyi tanpa bantuan. Anak yang termasuk


golongan ini adalah anak-anak yang dapat menyanyikan nada
dengan tepat dan tetap, serta mau dan mampu bernyanyi sendiri.
b. Mereka yang dapat bernyanyi dengan bantuan. Anak-anak ini
adalah mereka yang belajar bernyanyi secepat anak macam
pertama yang telah desebutkan, jika bernyanyi bersama-sama.
c. Mereka yang memulai atau mengakhiri lagu tidak tepat. Mereka
dapat bernyanyi dengan tinggi nada yang benar tetapi pada saat
yang salah.

38
d. Mereka yang bernyanyi dalam oktaf yang salah. Mereka cenderung
menyanyikan melodi dengan nada satu oktaf lebih rendah dari
tinggi nada yang sudah ditentukan.
e. Mereka yang bernyanyi kurang teapat dengan oktaf yang salah.
Anak-anak dalam kelompok ini adalah mereka menghadapi dua
masalah: pertama, mereka memulai atau mengakhiri lagu tidak
pada waktu yang tepat; kedua, mereka cenderung menggunakan
suara rendah.
5.3 Manfaat Metode Bernyanyi

Bernyanyi memiliki banyak manfaat untuk praktik pendidikan


anak dan perkembangan pribadinya secara luas karena:

a. Bernyanyi bersifat menyenangkan;


b. Bernyanyi dapat dipakai untuk mengatasi kecemasan;
c. Bernyanyi merupakan media untuk mengekspresikan perasaan;
d. Bernyanyi dapat membangun rasa percaya diri anak;
e. Bernyanyi dapat membantu daya ingat anak;
f. Bernyanyi dapat mengembangkan rasa humor;
g. Bernyanyi dapat membantu pengembangan keterampilan berpikir
dan kemampuan motorik anak; serta dapat meningkatkan
keeratan dalam sebuah kelompok.
5.4 Langkah-langkah metode bernyanyi

Metode pembelajaran melalui bernyanyi terdiri atas langkah-


langkah sebagai berikut:

39
a. Tahap perencanaan, (penetapan tujuan pembelajaran, penetapan
materi pembelajaran, menetapkan metode dan teknik
pembelajaran, dan menetapkan evaluasi pembelajaran).
b. Tahap pelaksanaan, yang tediri atas:
a. Kegiatan awal: guru memperkenalkan lagu.
b. Kegiatan tambahan: anak diajak mendramatisasikan lagu.
c. Tahap penilaian dilakukan dengan memakai pedoman
observasi untuk mengetahui sejauh mana perkembangan
yang telah dicapai oleh anak.
5.5 Langkah-langkah menggunakan metode bernyanyi dalam
pembelajaran

Metode bernyanyi merupakan metode pembelajaran yang


menggunakan syair-syair yang dilagukan. Biasanya syair-syair tersebut
disesuaikan dengan materi-materi yang akan diajarkan. Menurut pendapat
ahli, bernyanyi membuat suasana belajar menjadi riang dan bergairah
sehingga perkembangan anak dapat distimulasi secara lebih optimal.
Anak sangat suka bernyanyi sambil bertepuk tangan dan juga menari.
Dengan menggunakan metode bernyanyi dalam setiap pembelajaran anak
akan mampu merangsang perkembangannya, khususnya dalam berbahasa
dan berinteraksi dengan lingkungannya. Adapun Langkah-langkah
kegiatan menyanyi, yaitu:

a. Guru menyanyikan lagu asli dari gubahan tersebut, serta


mengajak peserta didik untuk menyanyikan lagu aslinya yang
belum digubah.
b. Guru menyanyikan lagu gubahan tersebut secara bertahap,
peserta didik mendengarkan kemudian menirukan.

40
c. Lakukan pengulangan menyanyikan lagu gubahan tersebut hingga
peserta didik menghafalnya.
d. Jika peserta didik sudah mulai mengahafalnya, perderetan bangku
atau perbangku peserta didik menyanyikannya.
5.6 Fungsi Menyanyi

Nyanyian berfungsi sebagai alat untuk mencurahkan pikiran dan


perasaan untuk berkomunikasi. Pada hakikatnya nyanyian bagi anak-anak
adalah sebagai:

a. Bahasa Emosi, di mana dengan nyanyian anak dapat


mengukapkan perasaannya, rasa senang, lucu, kagung dan haru.
b. Bahasa Nada, karena nyanyian dapat didegar, dapat dinyanyikan,
dan dikomunikasikan.
c. Bahasa Gerak, gerak pada nyanyian tergambar pada irama
(gerak/ketukan yang teratur), pada irama (gerak/ketukan panjang
pendek, tidak teratur), dan pada melodi (gerakkan tinggi rendah).

Nyanyian di sini sifatnya ialah untuk membantu anak dalam


memahami materi dan bisa menghafal sebuah kosakata yang akan
dipraktikkan langsung dalam berkomunikasi di sekolah atau di luar
sekolah. Manfaat penggunaan lagu (menyanyi) dalam pembelajaran
adalah sebagai berikut:

a. Sarana relaksasi dengan menetralisasi denyut jantung dan


gelombang otak.
b. Menumbuhkan minat dan menguatkan daya tarik pembelajaran.
c. Menciptakan proses pembelajaran lebih humanis dan
menyenangkan.

41
d. Sebagai jembatan dalam mengingat materi pembelajaran.
e. Membangun retensi dan menyentuh emosi dan rasa etika siswa.
f. Proses internalisasi nilai yang terdapat pada materi pembelajaran.
g. Mendorong motivasi belajar siswa.
5.7 Ketentuan Lomba

a) Menyanyi yang dibawakan adalah nyanyian bahasa daerah, dengan


ketentuan dibawakan oleh seorang peserta.

b) Setiap peserta hanya memilih 1 (satu) nyanyian yang disediakan oleh


panitia sesuai dengan setiap jenjang.

c) Peserta menggunakan pakaian tradisional daerah yang tidak


mengganggu gerak dan penampilan siswa dalam membawakan lagu.

d) Pengiring dan musik disediakan oleh panitia.

e) Adapun nyanyian yang dibawakan adalah sebagai berikut.

Jenjang Menyanyi
SD
SMP
f) Aspek penilaian secara umum meliputi beberapa indikator
sebagai berikut.
No. Aspek Penilaian Indikator
1. Vokal - Artikulasi
- Teknik menyanyi
2. Penghayatan - Penjiwaan isi dan penjiwaan
musikalitas
3. Penampilan - Mimik dan gerak (gesture)
- Penguasaan panggung dan
koreografi

42
BAGIAN 6
PEMBELAJARAN LAWAKAN TUNGGAL

VI. Lawakan Tunggal/Stand up Comedy

Lawakan tunggal atau komedi tunggal (dari bahasa Inggris


stand-up comedy makna harfiahnya ‘komedi berdiri’) adalah salah satu
genre profesi melawak yang pelawaknya (kadang disebut komika, dari
bahasa Inggris comic) membawakan lawakannya di atas panggung
seorang diri, biasanya di depan pemirsa langsung, dengan cara
bermonolog mengenai sesuatu topik. Orang yang melakukan kegiatan
ini disebut pelawak tunggal (bahasa Inggris: stand-up comedian), komika,
atau komika berdiri (komik tunggal). Lawakan mereka biasanya direkam
dan kemudian dijual melalui DVD, internet, atau televisi.

Komedi tunggal biasanya dilakukan oleh satu orang (ada juga


yang berbentuk grup), membawakan materi yang orisinal atau dibuat
sendiri (ada juga yang membawakan lawakan umum), dan biasanya
dilakukan di kafe-kafe. Orang yang melakukannya dinamakan Standup
Comedian, Stand-up Comic, atau hanya disebut Comic. Biasanya para Comic
membawakan materi mereka dengan gaya monolog walaupun ada
beberapa jurus yang mengharuskan mereka berinteraksi dengan
penonton.

Stand-up Comedy, yaitu bentuk seni komedi atau melawak yang


disampaikan secara monolog kepada penonton. Biasanya ini dilakukan
secara langsung dan komedian akan melakukan penampilan tunggal.
Meskipun disebut dengan Stand-Up Comedy, komedian tidaklah selalu
43
berdiri dalam menyampaikan komedinya. Ada beberapa komedian yang
melakukannya dengan duduk di kursi persis seperti orang yang sedang
bercerita. Dalam masalah penampilan, pertunjukan ini dapat katakan
tidak terlalu sulit mengaturnya. Begitu sederhananya bentuk pertunjukan
ini sehinga seorang komedian dapat tampil meski dengan hanya
memakai kaos oblong dan celana pendek. Meskipun begitu, tetaplah
tidak mudah untuk menjadi pelaku Stand-Up Comedy. Selain faktor harus
bisa melucu, tekanan mental juga pasti akan hadir selama penampilan.
Jika lelucon yang diberikan tidak dimengerti atau bahkan tidak dianggap
lucu, para audiens tentu tidak akan tertawa dan yang lebih parah mereka
malah mencibir komedian yang tampil.

6.1 Macam-macam Humor Verbal

Lawakan tunggal adalah bentuk dari humor verbal. Humor


verbal pada dasarnya adalah suatu bentuk permainan kata atau permainan
bahasa. Hal ini dapat diteliti secara linguistik sebagai salah satu cabang
ilmu yang meneliti fenomena kebahasaan.

Humor verbal dibagi ke dalam beberapa jenis sebagai berikut.

a) Fonologi

Fonologi adalah ilmu bahasa yang menyibukkan diri dengan satuan


terkecil kebahasaan, yakni bunyi. Satuan bunyi terkecil yang disebut
dengan fonem adalah bagian yang menciptakan bunyi-bunyi yang
dilambangkan dengan susunan alfabet. Pada bagian ini dapat
memunculkan humor verbal, seperti kesalahan pengucapan.

44
b) Morfologi
Morfologi, yaitu ilmu yang berkaitan dengan pembentukan kata, juga
dapat menjadi humor verbal. Kesalahan pengucapan kata yang biasa
dinamakan “ keseleo lidah” dan salah ucap dapat menjadi humor.

c) Pragmatik
Pragmatik adalah ilmu yang mempelajari hubungan suatu tanda
kebahasaan yang didasarkan pada konteks pemakaian, fungsi, dan
makna yang ditimbulkan. Pragmatik adalah kajian triadik dan
membahas makna yang timbul dari suatu tanda kebahasaan melalui
konteks penggunaannya oleh penutur dan petuturnya.

d) Semantik
Semantik adalah kajian diadik dan mendefinisikan makna sebagai
satuan ciri tertentu suatu bahasa dan terpisah dari cara
penggunaannya lewat penutur, petutur, dan konteks. Semantik
adalah ilmu tentang makna.

6.2 Teknik Stand up Comedy


Berbicara adalah cara berkomunikasi yang memiliki tujuan dasar
menyampaikan pesan. Jadi, lawakan tunggal (Stand-Up Comedy) bersifat
lebih mendasar dari sekedar lawakan, tetapi juga mengenai menyampaikan
materi yang menarik. Inilah yang disebut seni berbicara. Sebagaiman salah
satu prinsip seni, yaitu keseimbangan, isi materi dan cara penyampaian
harus sama-sama kuat. Apabila keduanya hebat, pasti dapat menjadi
pelawak tunggal yang dahsyat.
Terkait dengan materi yang dibawakan, ada beberapa teknik dan
tips dalam melakukan lawakan, yaitu

45
a) pilihlah sebuah ide yang tidak biasa dari sebuah fenomena yang
familiar/akrab. Sebuah kejadian mungkin sederhana, tetapi menarik
untuk kita;
b) tonjolkan bagian yang menarik dari ide sehari-hari yang dijadikan
cerita. Meskipun materi diangkat dari fenomena biasa, tetaplah mencari
satu bagian yang menarik untuk ditonjolkan;
c) berdayakan ekspresi secara maksimal;
d) amati hadirin dan buat sudut pandang yang proporsional ke semua
arah. Perhatikan semua penonton, terutama di awal. Amati reaksi
mereka sebagai tanda penerimaan terhadap komedian. Selanjutnya jaga
perhatian secara proporsional, termasuk memperhatikan ke bagian
yang kosong;
e) Bedakan ekspresi pada bagian yang biasa dengan bagian yang menjadi
kejutan. Dengan menggunakan teknik yang benar seorang komedian
tidak akan diragukan lagi dalam penampilannya karena teknik
merupakan suatu bagian yang mutlak dan harus dikuasai oleh seorang
komedian untuk menuju dunia profesional.
6.3 Ketentuan Lomba Stand up Comedy
Berikut ini adalah beberapa ketentuan dalam Lomba Stand up
Comedy.
a) Stand up Comedy bukan menceritakan kisah (dongeng) lucu, tetapi
tuturan yang disampaikan yang mengandung kelucuan.
b) Peserta mengenakan pakaian yang sopan dan disesuaikan dengan
materi lomba.
c) Tema bebas, tidak mengandung unsur SARA dan pornografi.

46
d) Durasi waktu Stand up Comedy adalah 4—5 menit. Jika ada peserta
yang belum selesai pada waktu yang telah ditentukan, dewan juri
berhak menghentikan penampilan peserta.
e) Materi yang dibawakan peserta adalah karya asli.
f) Lomba Stand up Comedy diikuti oleh siswa dan guru SD dan SMP.
Setiap sekolah mengirimkan 1 (satu) orang perwakilan.
g) Pakaian peserta dapat disesuaikan dengan materi lomba dengan
memperhatikan adat dan kesopanan.
h) Tema bebas dan tidak melanggar unsur SARA.
i) Stand up Comedy berbentuk lawakan tunggal, bukan ledekan atau bulan-
bulanan (roasting).
j) Durasi waktu Stand up Comedy antara 4—5 menit. Jika ada peserta yang
belum selesai pada waktu yang telah ditentukan, dewan juri berhak
menghentikan penampilan peserta.
k) Materi yang dibawakan peserta adalah karya asli peserta.
l) Penilaian Lomba Stand up Comedy meliputi aspek-aspek berikut ini.
No. Aspek Penilaian Indikator
1. Bahasa - Menggunakan bahasa daerah yang
baik dan benar
2. Materi - Lucu, tidak mengandung unsur
SARA dan/atau pornografi
- Sesuai dengan batas waktu (4—5
menit)
- Karya Sendiri (original)
3. Penampilan - Artikulasi
- Emosi (penghayatan/penjiwaan)
- Gerak anggota tubuh (gestur)
- Gerak wajah

47
BAGIAN 7
PEMBELAJARAN MENULIS AKSARA DAERAH

VII. Aksara Daerah


7.1 Pengertian Aksara Daerah

Aksara merupakan ragam aksara atau tulisan tradisional yang digunakan


di wilayah Nusantara. Istilah ini umumnya digunakan untuk merujuk pada
aksara-aksara abugida turunan Brahmi yang digunakan oleh masyarakat
Indonesia pra-kemerdekaan. Sebagian besar aksara Nusantara masih
diajarkan sebagai bagian dari muatan lokal di daerah masing-masing,
tetapi dengan penerapan yang terbatas dalam kehidupan sehari-hari.

Aksara bahasa daerah adalah sistem penulisan huruf yang digunakan


untuk menuliskan kata-kata dalam bahasa daerah. Aksara ini merupakan
hasil tradisi ortografi atau sistem ejaan suatu bahasa melalui perjalanan
sejarah dari abad ke 5 hingga kini. Aksara bahasa daerah memang
terbilang jarang digunakan oleh masyarakat. Penutur bahasa daerah lebih
banyak menulis bahasa daerah dengan huruf latin. Namun begitu, aksara
ini perlu tetap dipelajari oleh siswa-siswi. Aksara daerah digunakan untuk
memperkuat lambang kebanggaan dan identitas daerah.

Untuk meningkatkan keberhasilan pengenalan aksara daerah, disarankan


untuk mengajarkan aksara ini kepada siswa. Salah satu fungsi aksara
daerah adalah sebagai alat kesenian. Karya seni kaligrafi aksara daerah
menggunakan aksara untuk menghasilkan karya seni yang
menganggumkan. Oleh sebab itu, perlu untuk menerapkan aksara daerah
ini di ranah pendidikan.

48
Pembelajaran aksara daerah di sekolah, secara umum terkendala beberapa
permasalahan. Pembelajaran aksara daerah dianggap sulit karena aksara
daerah sudah tidak dipakai lagi sebagai media baca tulis sehari-hari.
Penggunaan aksara daerah pada masa sekarang ini hanya terbatas sebagai
simbol kedaerahaan yang disematkan pada nama-nama jalan, gedung-
gedung pertemuan, gedung-gedung pemerintahan, dan lain-lain.
Pengajaran membaca dan menulis aksara daerah yang cenderung
monoton dan memaksa siswa untuk menghafal bentuk-bentuk dan aturan
penulisannya, membuat siswa semakin tidak tertarik untuk mengikuti
pelajaran membaca dan menulis aksara daerah. Adapula kurangnya media
pembelajaran bahasa daerah yang atraktif, interaktif, dan modern yang
mampu menarik minat siswa dalam mempelajari aksara daerah.
7.2 Metode Pembelajaran Aksara Daerah
Sebagai pengajar, harus mencari dan melakukan inovasi terhadap
pembelajaran aksara daerah. Bisa diperbaiki dari metode ataupun media
pembelajaran. Metode yang bisa digunakan adalah metode drill. Metode
latihan atau drill dapat diimplementasikan dalam pembelajaran membaca
dan menulis aksara daerah. Setiap jam pelajaran bahasa daerah, metode ini
dapat diterapkan. Adapula metode kerja kelompok untuk pembelajaran
membaca dan menulis aksara daerah. Cara penerapannya dengan
membagi siswa dalam kelompok-kelompok kecil, terdiri atas 5-8 siswa.
Setiap kelompok diketuai oleh siswa yang kemampuan baca tulis aksara
daerahnya paling baik di antara anggota kelompoknya. Masing-masing
kelompok diberikan tugas untuk mempelajari materi aksara daerah.
Misalnya penggunaan pasangan. Ketua kelompok bertanggung jawab

49
penuh untuk mengajar teman-temannya agar kemampuan baca tulis
aksara daerah teman-teman satu kelompok meningkat.
Selain diperbaiki dari segi metode, pengajar juga bisa memperbaiki dari
segi media pembelajaran. Media permainan sangat cocok untuk anak-anak
usia sekolah, karena dapat menumbuhkan semangat berkompetisi dengan
teman. Namun dalam aplikasinya perlu dilihat kesesuaiannya dengan
materi, usia siswa, serta penguasaan kompetensi siswa. Media permainan
ini sangat diharapkan bisa membuat siswa lebih aktif dan interaktif dalam
pembelajaran.
7.3 Langkah-langkah Pembelajaran Aksara Daerah
7.3.1 Membuat Media Belajar
Peserta didik diberi tugas membuat kartu berjumlah lima yang kemudian
ditulisi aksara daerah oleh Peserta didik itu sendiri.
7.3.2 Menghafal Aksara
Aksara daerah yang ditulis tersebut harus dihafalkan oleh Peserta didik
dalam waktu satu minggu, misalnya. Penentuan waktu tergantung dari
tingkat kemampuan Peserta didik. Di proses ini, guru harus “memaksa”
peserta didik untuk hafal aksara daerah yang harus dihafalkannya dalam
rentang waktu yang ditentukan.
7.3.3 Membiasakan
Langkah belajar membiasakan ini dilakukan secara mandiri oleh peserta
didik di rumah (atau di mana saja). Membiasakan yang dimaksud adalah
peserta didik membiasakan melihat dan menghafal aksara daerah yang
diletakkan oleh peserta didik sendiri di rumah di semua tempat yang sering
terlihat oleh peserta didik.

50
7.3.4 Mengajar
Diawal pertemuan dengan peserta didik di materi pembelajaran membaca
aksara daerah, guru membuat kelompok belajar. Diusahakan kelompok
peserta didik terdiri atas peserta didik yang rumahnya berdekatan. Dengan
harapan, peserta didik dapat belajar kelompok di luar jam pelajaran di
sekolah. Kelompok ini diketuai oleh peserta didik yang lebih baik
hafalannya. Tugas ketua kelompok mengajari dan menguji hafalan teman-
temannya serta memotivasi teman-temannya untuk lebih giat belajar dan
menghafal. Waktu belajar kelompok berdasarkan kesepakatan kelompok.
Jumlah kelompok belajar dan jumlah anggota disesuaikan dengan jumlah
Peserta didik di kelas tersebut.
7.3.5 Membaca
Mampu membaca adalah hasil akhir pembelajaran. Setelah melalui proses
langkah-langkah yang telah diterangkaan di atas, peserta didik diberi soal
ujian membaca aksara daerah. Hasilnya akan dievaluasi untuk menentukan
tindakan selanjutnya.
7.4 Ketentuan Lomba Menulis Aksara Daerah
1. Peserta wajib mengalihaksarakan 1 tulisan ke aksara daerah.
2. Naskah tulisan disediakan oleh panitia di tempat lomba.
3. Alih aksara berupa tulisan tanngan.
4. Lama waktu mengalihaksara maksimal 1 jam.
5. Penilaian lomba meliputi:
a) ketepatan penulisan huruf
b) kesesuaian dengan pedoman/aturan
c) kerapian tulisan.

51
7.5 Penilaian
Keterampilan
a. Teknik Penilaian : Tes praktik
b. Bentuk Instrumen : Tes uji petik kerja dan produk
c. Kisi-kisi :
No. Indikator No. Butir
1. Membaca aksara 1
daerah yang
ditunjukkan.
7.6 Aspek Penilaian
No. Aspek Penilaian Indikator
1. ketepatan penulisan Menggunakan aksara daerah dengan
huruf bahasa daerah yang baik dan benar.
2. Materi tulisan • tidak mengandung unsur SARA
dan/atau pornografi.
• Sesuai dengan batas waktu.
• Karya sendiri (original)
3. kerapian tulisan • Tidak ada coretan
• Jarak spasi yang jelas
• Dapat dibaca oleh orang lain

52
BAB IV
PENUTUP

A. Simpulan

Buku panduan ini disusun bukan untuk mengejar pelaksanaan


lomba dalam Lomba bahasa dan sastra daerah melainkan sebagai model
untuk proses pembelajaran bahasa dan sastra daerah di Sumatera Utara.
Buku panduan ini disusun sebagai rambu-rambu pembelajaran bahasa dan
sastra daerah meskipun masih mengandung banyak kekurangan yang
memerlukan penyempurnaan seiring waktu.

Rangkaian kegiatan yang dimulai dengan rapat koordinasi dengan


para pakar dan pemangku kepentingan dalam pelestarian bahasa daerah
di Sumatera Utara telah usai. Kemudian diikuti dengan kegiatan pelatihan
calon pengajar untuk menjalankan model pembelajaran yang telah disusun
dalam buku panduan ini. Kegiatan Lomba Festival Tunas Bahasa Ibu
Tingkat SD dan SMP akan menjadi penutup model pembelajaran bahasa
dan sastra daerah di Sumatera Utara. Semoga setapak langkah awal dalam
upaya pemertahanan dan pelestarian bahasa dan sastra daerah di Sumatera
Utara ini mendapat izin dari Tuhan Yang Maha Esa. Sehingga dapat
terlaksana secara lancar dan mendapatkan hasil sesuai dengan yang
diharapkan, yaitu

1) memperkuat sikap (karakter), memperluas pengetahuan (wawasan),


serta melatih dan mengembangkan sikap positif siswa SD dan SMP
terhadap bahasa daerah melalui kegiatan Lomba (perlombaan) bahasa,
sastra, dan seni daerah;

53
2) menunjukkan sekaligus mengevaluasi hasil pembelajaran
ekstrakurikuler bahasa dan sastra daerah pada jenjang SD dan SMP
sebagai penutur muda yang menjadi sasaran kegiatan;

3) mengupayakan pemertahanan dan pelestarian bahasa daerah di


wilayah Provinsi Sumatera Utara;

4) terpeliharanya bahasa, sastra, dan seni daerah pada bidang pendidikan,


khususnya pada jenjang satuan pendidikan.

B. Saran

Buku panduan ini baru merupakan produk awal dari model


pembelajaran bahasa dan sastra daerah di sekolah di Provinsi Sumatera
Utara. Sebagai produk, buku panduan ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, saran, masukan, dan kritik yang membangun diperlukan untuk
penyempurnaan buku panduan ini.

54

Anda mungkin juga menyukai