Anda di halaman 1dari 7

 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TETANUS

A Pengkajian
1. Identitas
Kaji identitas pasien misa nama, umur, tempat tanggal lahir, alamat, agama, pekerjaan, dan
pendidikan terakhir.
2. Keluhan utama
Keluhan utama pada pasien tetanus adalah kejang, kekakuan otot, penurunan kesadaran, dan
demam tinggi.
3. Riwayat kesehatan sekarang
Tanyakan kepada klien atau keluarga klien tentang kapan kejang terjadi, demam dan penurunan
kesadaran. Keluhan kejang harus mendapatkan perhatian untuk dilakukan pengkajian yang
mendalam, bagaimana sifat timbulnya kejang, rangsangan apa yang dapat menimbulkan
kejang, dan tindakan apa yang dilakukan dalam upaya menurunkan keluhan kejang tersebut.
4. Riwayat kesehatan dahulu
Pengkajian penyakit yang pernah dialami pasien yang memungkinkan adanya hubungan atau
menjadi predisposisi keluhan sekarang atau meliputi pernahkah klien mengalami tubuh terluka
dan luka tusuk yang dalam misanya tertusuk paku, pecahan kaca, terkena kaleng, atau luka
yang menjadi kotor. Adanya port de entry lainya seperti luka gores yang ringan kemudian
menjadi bernanah.

B Pemeriksaan fisik per system


1. B1 (breath)
Inspeksi : klien batuk, bagaimana dengan produksi sputum, pengembangan dada simetris,
penggunaan otot bantu pernapasan (+), pernapasan cuping hidung (-), trakipnea, RR diatas
batas normal (>16-20x/menit). Klien dengan tetanus akan mengalami peningkatan RR akibat
supai O2 ke jaringan untuk memenuhi kebutuhan tubuh tidak adekuat, sehingga klien akan
melakukan upaya kompensasi dengan meningkatkan frekuensi pernapasan untuk memenuhi
kebutuhan oksigen tubuh.
Palpasi : tidak teraba massa atau benjolan di daerah dada, vocal fremitus teraba jelas di lapang
paru kanan kiri.
Perkusi : sonor di seluruh lapang paru : ICS ke 1 hingga ICS ke 6 di seluruh lobus paru.
Auskultasi : ada bunyi napas tambahan ronchi di akhir pernapasan sebagai komplikasi dari
tetanus akibat kemampuan batuk klien menurun.

2. B2 (blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskuler didapatkan syok hipovolemik yang sering terjadi pada
klien tetanus. TD biasanya normal, peningkatan heart rate, adanya anemis karena adanya
hancurnya eritrosit.

3. B3 (brain)
a) Kesadaran klien biasanya kompos mentis. Pada keadaan lanjut tingkat kesaadaran pasien
tetanus mengalami penurunan pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa. Apabila klien
sudah mengalami koma maka penilaian GCS sanat penting utnuk menilai tingkat kesadaran
klein dan bahan evaluasi untuk memonitoring pemberian asuhan.
b) Status mental : observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai gaya bicara klien dan
observasi ekspresi wajah dan aktifitas motorik yang pada klien tetanus tahap lanjut biasanya
status mental klien mengalami perubahan.
c) Pemeriksaan sraf kranial
- Saraf I, biasanya pada klien tetanus tidak ada kelainan dan fungsi penciuman tidak ada
kelainan.
- Saraf II, tes ketajaman penghlihatan pada kondisi normal.
- Saraf III,IV,VI. Dengan alasan yang tidak diketahui , klien tetanus mengeluh
mengalami fotophobia atau sensitif berlebih terhadap cahaya, respon kejang umum
akibat stimulus rangsang cahaya perlu di perhatikan perawat untuk memberikan
intervensi menurunkan stimulus cahaya tersebut.
- Saraf V. Refleks masester meningkat. Mulut mencucu seperti mulut ikan (ini adalah
gejala khas pada tetanus).
- Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam bayas normal, wajah simetris.
- Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
- Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik, kesukaran membuka mulut
(trismus).
- Saraf XI. Di dapatkan kaku kuduk. Ketegangan otot rahang dan leher (mendadak).
- Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada suatu sisi dan tidak ada pasikulasi,
indra pengecapan normal.

d) kekuatan otot

kekuatan otot menurun, kontrol keseimbangan dan kordinasi pada tetanus tahap lanjut
mengalami perubahan

e) pemeriksaan refleks

pemeriksaan reflek dalam, pengetukan pada tendon, ligamentum, atau periesteum


derajat reflek pada respon normal.

f) gerakan involunter

tidak ditemukan adanya tremor, tic dan distonia. Pada keadaan tertentu klien mengalami
kejang umum tetanus disertai peningkatan suhu tubuh yang tinggi. Kejang berhubungan
sekunder akibat area fokal kortikal yang peka.

g) sistem sensori
pemeriksaan sensorik pada tetanus biasaya di dapatkan perasaan raba normal, perasan
nyeri normal, perasaan suhu normal. Tidak ada perasaa abnormal di permukaan tubuh.
Perasaan proprioseftif normal dan perasaan diskriminatif normal.

4. B4 (bladder)
Penurunan volume haluaran urin berhubungan dengan penuruann perpusi dan penurunan curah
jantung ke ginjal. Adanya retensi urin karena kejang umum. Pada klien tang sering kejang
sebaiknya pengeluaran urine dengan menggunakan kateter.
5. B5 (bowel)
Mual sampai muntah dihubungkan dengan peningkatakan produksi asam lambung. Pemenuhan
nutrisi pada klien tetanus menurun karena anoreksia dan adanya kejang, kaku dinding perut
(perut papan) merupkana tanda khas dari tetanus. Adanya spasme otot menyebabkan kesulitan
BAB.
6. B6 (bone)
Adanya kejang umum sehingga mengganggu mobilitas klien dan menurunkan aktivitas sehari-
hari. Perku dikaji apabila klien mengelami patah tulang terbuka yang menungkinkan menjadi
port de entree bakteri C. Tetany, sehingga memerlukan perawatan luka yang optimal. Adanya
kejang memberikan resiko raktur pertibra pada bayi, ketegangan, dan spasme otot pada
abdomen.

C Diagnosa keperawatan
a. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan aliran arteri atau vena.
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kekakuan sendi.
c. Hipertermi berhubungan dengann proses penyakit.
d. Risiko cedera berhubungan dengan hipoksia jaringan.

D Intervensi

Diagnosa keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi


Perfusi perifer tidak efektif Setelah dilakukan asuhan Observasi :
berhubungan dengan penurunan keperawatan diharapkan perfusi 1. Periksa sirkulasi perifer
aliran arteri atau vena perifer meningkat atau (mis. Nadi perifer,
membaik. edema, pengisapan
Kriteri Hasil : kapiler, warna, suhu,
1. Denyut nadi (...) ankle-branchial index).
2. Penyembuhan luka (...) 2. Identifikasi faktor risiko
3. Sensasi (...) gangguan sirkulasi (mis.
4. Nyeri Ekstrimitas (...) Diabtes, perokok, orang
5. Kelemahan otot (...) tua, hipertensi, dan kadar
6. Kram otot (...) kolestrol tinggi).
3. Monitor panas,
7. Turgor kulit (...) kemerahan, nyeri, atau
bengkak pada
ekstrimitas.
Terapeutik :
1. Hindari pengukuran
tekanan darah pada
ekstrimitas dengan
keterbatasan perfusi.
2. Lakukan pencegahan
infeksi.
Edukasi :
1. Anjurkan menggunakan
obat penurun tekanan
darah, antikougulan, dan
penurunan kolestrol, jika
perlu.
2. Anjurkan perawatan
kulit yang tepat.
3. Ajarkan program diet
untuk memperbaiki
sirkulasi.
4. Informasikan tanda dan
gejala darurat yang harus
dilaporkan.
Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan asuhan Observasi :
berbubungan dengan kekakuan keperawatan diharapkan 1. Identifikasi adanya nyeri
sendi. mobilitas fisik membaik atau atau keluhan fisik
meningkat. lainnya.
Kriteria Hasil : 2. Identifikasi toleransi
1. Pergerakan esktrimitas fisik melakukan
(...) pergerakan.
2. Kekuatan otot (...) 3. Monitor frekuensi
3. Rentang gerak/ROM (...) jantung dan tekanan
4. Kaku sendi (...) darah sebelum memulai
5. Gerakan terbatas (...) mobilisasi.
Terapeutik :
1. Fasilitasi aktivitas
mobilisasi dengan alat
bantu.
2. Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan
pergerakan.
Edukasi :
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur mobilisasi.
2. Anjurkan melakukan
mobilisasi dini.
3. Ajarkan mobilisasi
sederhan yang harus
dilakukan.
Hipertermia berhubungan Setelah dilakukan asuhan Observasi :
dengan proses penyakit keperawatan diharapkan 1. Identifikasi penyebab
termoregulasi membaik. hipertermia.
Kriteria Hasil : 2. Monitor suhu tubuh.
1. Kejang (...) 3. Monitor komplikasi
2. Konsumsi oksigen (...) akibat hipertermia.
3. Vasokontriksi perifer Terapeutik :
(...) 1. Sediakan lingkungan
4. Takipnea (...) yang dingin.
5. Hipoksia (...) 2. Longgarkan atau
6. Suhu tubuh (....) lepaskan pakaian.
7. Ventilasi (....) 3. Berikan oksigen, jika
8. Tekanan darah (....) perlu.
Edukasi :
1. Anjurkan tirah baring.
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu.
Risiko cedera berhubungan Setelah dilakukan asuhan Observasi :
dengan hipoksia jaringan. keperawatan diharapkan Tingkat 1. Identifikasi area
Cedera menurun. lingkungan yang
Kriteria Hasil : berpotensi menyebabkan
1. Toleransi aktivitas (....) cedera.
2. Toleransi makanan (....) 2. Identifikasi obat yang
3. Kejadian cedera (....) berpotensi menyebabkan
4. Ketegangan otot (...) cedera.
5. Gangguan mobilitas (....) Terapeutik :
1. Sosialisasikan pasien dan
6. Tekanan darah (....) keluarga dengan
7. Frekuensi napas (....) lingkungan ruang rawat
8. Frekuensi nadi (....) (mis. Penggunaan
telepon, tempat tidur,
penerangan ruangan, dan
lokasi kamar mandi).
2. Sediakan pispot atau
urinarial untuk eleminasi
di tempat tidur.
3. Pertahankan posisi
tempat tidur pada posisi
terendah.
4. Pastikan roda tempat
tidur atau kursi roda
dalam kondisi terkunci.
5. Gunakan pengaman
tempat tidur sesuai
dengan kebijakan
fasilitas pelayanan
kesehatan.
6. Tingkatkan frekuensi
observasi dan
pengawasan pasien,
sesuai kebutuhan.
Edukasi :
1. Jelaskan alasan
intervensi pencegahan
jatuh ke pasien dan
keluarga.

E Implementasi
Implementasi merupakan tahap pelaksanaan yang telah disusun sebelumnya dan disesuaikan
dengan kondisi klien untuk mengaplikasikan tindakan prioritas.
F Evaluasi
Pada tahap akhir adalah mengevaluasi respon pasien terhadap perawatan yang diberikan untuk
memastikan bahwa hasil yang telah diharapkan telah dicapai.
Ref :
 Smeltzer, S. Bare, B. Hinkle, J. & Cheever, K. 2010. Brunner & Suddarth’s Textbook of
Medical Surgical Nursing. 11th edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
 SDKI, SLKI, SIKI.

Anda mungkin juga menyukai