Anda di halaman 1dari 1

RESOLUSI JIHAD NU DAN PERTEMPURAN EMPAT HARI DI SURABAYA

-Sebuah Prolog-
Dibacakan oleh Lukman Hakim saat Upacara Hari Santri Nasional tahun 2022

Hari ini 77 tahun silam, tepatnya tanggal 22 Oktober 1945, terjadi peristiwa penting yang merupakan rangkaian sejarah perjuangan Bangsa,
melawan kolonialisme. Dikatakan penting, karena hari ini, 77 tahun silam, PBNU yang mengundang konsul-konsul NU di seluruh Jawa dan
Madura yang hadir pada tanggal 21 Oktober 1945 di kantor Pemuda ANSOR, berdasar amanat berupa pokok-pokok kaidah tentang kewajiban
umat Islam dalam jihad mempertahankan tanah air dan bangsanya yang disampaikan Rais Akbar KH Hasyim Asy’ari, dalam rapat PBNU yang
dipimpin Ketua Besar KH Abdul Wahab Hasbullah, menetapkan satu keputusan dalam bentuk resolusi yang diberi nama “Resolusi Jihad Fii
Sabilillah”.
Dalam tempo singkat, Surabaya Diguncang oleh kabar seruan jihad dari PBNU ini. Dari masjid ke masjid, dari musholla ke musholla tersiar
seruan jihad yang dengan sukacita disambut penduduk Surabaya yang sepanjang bulan September sampai Oktober telah meraih kemenangan
dalam pertempuran melawan sisa-sisa tentara Jepang. sejak dimaklumkan tanggal 22 Oktober 1945, Resolusi Jihad membakar semangat
seluruh lapisan rakyat hingga pemimpin di Jawa Timur terutama di Surabaya, sehingga dengan tegas mereka berani menolak kehadiran Sekutu
yang sudah mendapat ijin dari pemerintah pusat di Jakarta.
Bung Tomo melalui pidatonya menyampaikan pesan kepada arek-arek Suroboyo agar jangan gampang berkompromi dengan Sekutu. Sebagai
wartawan, Bung Tomo sudah mendapat informasi bahwa pasukan Sekutu akan mendarat di Surabaya tanggal 25 Oktober 1945, sehingga
tanggal 24 Oktober 1945, Bung Tomo sudah berpidato mengobarkan semangat rakyat Surabaya:
“Kita akan menembak, kita akan mengalirkan darah siapa pun yang merintangi jalan kita! Kalau kita tidak diberi Kemerdekaan sepenuhnya,
kita akan menghancurkan gedung-gedung dan pabrik-pabrik imperialis dengan granat tangan dan dinamit yang kita miliki, kita akan
memberikan tanda revolusi, merobek usus setiap makhluk hidup yang berusaha menjajah kita kembali!”
“Ribuan rakyat yang kelaparan, telanjang, dan dihina oleh kolonialis, akan menjalankan revolusi ini. kita yang memberontak dengan penuh
semangat revolusi, bersama dengan rakyat Indonesia, yang pernah ditindas oleh penjajahan, lebih senang melihat Indonesia banjir darah
dan tenggelam ke dasar samudera daripada dijajah sekali lagi! Tuhan akan melindungi kita! Merdeka! Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu
Akbar!” (Penggalan pidato Bung Tomo)
Suasana panas membakar semangat penduduk Kota Surabaya akibat pengaruh Resolusi Jihad dan pidato yang disampaikan Bung Tomo.
Sekitar jam 4 sore tanggal 26 Oktober 1945, tanpa ada yang mengomando, dengan didahului pekikan takbir, beratus-ratus santri tua dan
muda, pemuda-pemuda dari kampung-kampung dipimpin Ahyat Cholil, kader Anshor yang aktif di Hisbullah, beramai-ramai menyerang pos
pertahanan Sekutu di Benteng Miring, di sebelah utara gedung sekolah Al-Irsyad.
Ketika iring-iringan santri dan pemuda dari berbagai kampung sudah berada di lapangan sekolah al-Irsyad, pasukan Sekutu melepas tembakan.
Puluhan orang tumbang dengan tubuh bersimbah darah. pekikan Takbir mengumandang, Saut menyaut. beratus-ratus santri dan pemuda
kampung itu terus menyerbu sambil mengacungkan bambu runcing, menyabetkan clurit, menghujamkan samurai, menusukkan keris,
melempar tombak, dan senapan hasil rampasan.
Pagi tanggal 27 Oktober 1945 kota Surabaya gemetar diguncang kemarahan, sebab di tengah beredarnya kabar gugurnya santri dan pemuda
yang mengepung pos pertahanan Sekutu, beredar pula kabar bahwa Sekutu diam-diam mendaratkan lebih banyak pasukan ke Surabaya.
Sementara itu, warga kampung mulai memasang barikade-barikade di gerbang masuk kampungnya dengan kayu, bambu, drum, meja, kursi,
ban, gedek, kawat, dll.
Kira-kira jam 09.00 di atas langit Surabaya melayang-layang pesawat militer jenis Dakota dari Jakarta, menebarkan ribuan selebaran, yang
berisi perintah kepada penduduk Surabaya untuk menyerahkan segala persenjataan dan peralatan Jepang kepada Sekutu. Perintah itu disertai
ancaman, bahwa apabila masih ada orang membawa senjata akan langsung ditembak di tempat.
Kira-kira jam 12.00, pecah pertempuran di depan Rumah Sakit Darmo yang dalam sekejap diikuti pertempuran di semua pos pertahanan
Inggris.
Tanggal 28 Oktober 1945, TKR sebagai aparat pertahanan dan keamanan Negara yang harus tunduk dan patuh pada perintah pemerintah pusat
di Jakarta, ternyata terprovokasi perlawanan arek-arek Suroboyo , sehingga tanpa sadar ikut bertempur mengepung dan memburu tentara
Inggris.
Tanggal 29 Oktober 1945, sore hari, dalam usaha sosialisasi gencatan senjata, Brigadir Jenderal A.W.S. Mallaby tewas digranat.
Perang rakyat yang sungguh dahsyat, ganas dan brutal. Dugaan SEKUTU bahwa kota Surabaya bakal jatuh dalam tiga hari meleset, karena
arek-arek Suroboyo baru mundur ke luar kota setelah bertempur 100 hari. santri dan kiyai bersama Arek-arek Suroboyo telah membunuh
kurang lebih 2000 tentara Sekutu. Perang ini terjadi akibat seruan Resolusi Jihad PBNU yang dikumandangkan pada tanggal 22 Oktober 1945.

Kiyai Hasyim adalah


Api Sejarah,
Kyai Wahab adalah
Api Sejarah,
Bung Tomo adalah
Api Sejarah,
Santri dan Kyai yang gugur 77 Tahun silam adalah
Bara Api sejarah.

Kusimpan api sejarah


Dalam dada
Agar terus menyala membakar
Mendidihkan darah.

Anda mungkin juga menyukai