Anda di halaman 1dari 6

Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256

Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

Terapi Okupasi Bina Diri Terhadap Kemandirian Pada Anak Tunagrahita

Yendrizal Jafri1, Esa Putri Nabella, Nofriadi Nofriadi


STIKes Perintis Padang
Email: yendrizaljafri@ymail.com

ABSTRAK

Sekolah Luar Biasa Al-azra’iyah telah memberikan terapi bina diri untuk meningkatkan
keterampilan baik motorik maupun kognitif bagi anak tuna grahita, namun Sekolah Luar Biasa Al-
azra’iyah belum pernah menerapkan teknik terapi okupasi yang memiliki keunggulan jika
dibandingkan dengan jenis terapi lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh terapi
okupasi bina diri terhadap kemandirian anak tunagrahita di Sekolah Luar Biasa Al-azra’iyah. Jenis
penelitian quasi eksperimen dengan pendekatan pre test-post test one group design. Sampel pada
penelitian ini menggunakan teknik probability sampling. Sampel sebanyak 13 orang anak tunagrahita
sedang. Instrumen penelitian menggunakan lembar observasi tingkat kemandirian anak yang diukur
sebelum dan sesudah intervensi dan dianalisis menggunakan uji t- dependent test. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa sebelum intervensi rata-rata tingkat kemandirian anak adalah 85,92 dan setelah
intervensi meningkat menjadi 144,38 yang berada pada kategori tinggi. Hasil analisis statistik
menunjukkan bahwa ada perbedaan rata-rata tingkat kemandirian anak tunagrahita antara sebelum dan
sesudah intervensi dengan beda rata-rata 58,46 dan p=0,000. Penerapan terapi okupasi binadiri
berpengaruh signifikan terhadap peningkatan kemandirian anak tunagrahita sedang. Diharapkan pihak
sekolah menerapakan teknik terapi okupasi di sekolah secara terus-menerus demi meningkatkan
kemandirian pada anak tunagrahita.
Kata Kunci: Kemandirian,Terapi Okupasi Bina Diri, Tunagrahita

ABSTRACT

The Al-Azhra'iyah Special School has provided self-development therapy to improve both motor
and cognitive skills for children with visual impairment, but Al-azra'iyah Special School has never
applied occupational therapy techniques that have an advantage over other types of therapy. This
study aims to determine the influence of self-esteem occupational therapy to the independence of
children with tunagrahita. This type of quasi experimental research with pre test-post test approach
one group design. The sample in this research 13 samples of children with moderate tunagrahita. The
research instrument used the child's independence observation sheet measured before and after the
intervention and was analyzed using t-dependent test. The results showed that before the intervention
the average child self-reliance was 85.92 and after intervention increased to 144.38 high category.
The result of statistical analysis shows that there is difference of mean of independence level of
children of tunagrahita between before and after intervention with mean difference 58,46 and
p=0,000. The application of binadiri occupational therapy has a significant effect on the improvement
of the independence of children with moderate tunagrahita. It is expected that the school apply the
techniques of occupational therapy in schools continuously in order to improve independence in
children tunagrahita.
Keywords: Independence, Occupational Therapy Occupational Self, Tunagrahita

PENDAHULUAN dunia mengalami kecacatan dan 80% dijumpai


Anak merupakan anugrah Tuhan yang di negara-negara berkambang. Prevasi
harus dijaga dengan baik agar mampu Amerika serikat, setiap tahun sekitar 3000-
melewati setiap fase tumbuh kembang dalam 5000 anak penyandang tunagrahita dilahirkan.
hidupnya. Periode emas atau golden (0-3 Pada tahun 2016 Badan Pusat Statiska (BPS)
tahun) (Ekowarni, 2014). Tunagrahita menerbitkan survey ketanaga kerjaan nasional
merupakan masalah dunia dengan implikasi (sakernas). Hal ini mengemungkakan analisis
yang besar terutama pada negara-negara yang lebih dalam tentang kondisi penyandang
berkembang. Menurut PBB, hingga tahun disabilitas di pasar tenaga kerja Indonesia.
2014 diperkirakan sekitar 500 juta orang di Kepala Tim Riset LPEM FEB Universitas

105
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

Indonesia Alin Halimatussadiah menjelaskan anak akan fokus untuk mengerjakan sesuatu.
estimasi jumlah penyandang disabilitas di Terapi ini digunakan sebagai bagian dari
Indonesia sebesar 12,15% yang masuk program pengobatan untuk anak yang
kategori sedang sebanyak 10,29% dan kategori mengidap suatu penyakit, seperti keterlambatan
berat sebanyak 1,87%. perkembangan sejak lahir, maslah psikologis,
Di Sumatera Barat penyandang tunagrahita atau cedera jangka panjang. Tujuan utama dari
sebanyak 72.316 jiwa dengan kategori anak terapi okupasi adalah untuk membantu
tunagrahita ringan 55.380 dan anak tunagrahita meningkatkan kualitas hidup anak dalam
berat 16.936, dengan anak usia 10-14 tahun memaksimalkan kemandirian (Khokasih,
sebanyak 22.402 pada anak perempuan dan 2012).
sebanyak 22.117 pada anak laki-laki, Berdasarkan hasil wawancara peneliti
sedangkan pada anak usia 15-19 tahun dengan kepala sekolah luar biasa Al-azra’iyah
sebanyak 18.045 pada anak laki-laki dan mengatakan bahwa “di sekolah tempat dia
17.073 pada anak perempuan (Riskesdas, mengajar hanya khusus untuk anak disabilitas
2013). Berdasarkan Dinas Kesehatan penyandang tunagrahita atau yang disebut juga
Kabupaten Lima Puluh Kota pada tahun 2013 dengan SLB C” siswa yang SDLB C
penyandang disabilitas berjumlah 2.555 jiwa berjumlah 37 siswa dengan rentang usia 11-20
yang terdiri 511 jiwa cacat fisik, 532 jiwa cacat tahun, dari wawancara peneliti dengan kepala
mata, 445 jiwa tunarungu, 635 jiwa cacat sekolah siswa SDLB bina dirinya kurang atau
mental, dan 432 jiwa cacat psikotik. ketergantungan, contoh kekurangannya seperti
Anak Tungrahita memiliki keterbatasan siswa tidak bisa memakai, membuka pakian
terkait dalam dua bidang keterampilan adaptasi dan sepatu sendiri dan masih perlu bantuan dari
atau lebih misalan: komunikasi, perawatan diri, orang tua dan guru di sekolah. Tindakan yang
aktivitas hidup sehari-hari (bina diri), sudah dilakukan oleh guru untuk meningkatkan
keterampilan sosial, fungsi dalam masyarakat, bina diri terhadap kemandirian siswa yaitu
pengarahan diri, kesehatan dan keselamatan, sudah adanya pembelajaran bina diri dan/
fungsi akademis, dan bekerja (Abdul Muhith: tindakan yang dilakukan orang tua hanya
2015). mengawasi anak dan lebih banyak
Dalam hal ini, anak Tunagrahita sedang menyerahkan kesekolah. Tujuan dari penelitian
mengalami hambatan dalam kemampuan ini yaitu Mengetahui Pengaruh Terapi Okupasi:
kegiatan sehari-hari (Bina Diri). Mengalami Bina Diri Terhadap Kemandirian Pada Anak
hambatan dalam kemampuan dalam mengurus Tunagrahita di Sekolah Luar Biasa (SLB) Al-
dirinya sendiri yang meliputi makan minum, Azra’iyah.
kebersihan diri, berpakaian, keselamatan diri,
dan orientasi ruang. Oleh karena itu, METODE PENELITIAN
kemampuan kegiatan sehari-hari (Bina Diri) Penelitian ini menggunakan metode
pada anak Tunagrahita sedang perlu untuk penelitian Pra- Eksperimen dengan uji statistik
ditingkatkan dan dioptimalkan (Astati, 1995: t-test. Desain ini menggunakan pendekatan one
21). group pretest posttest. Sampel dalam penelitian
Untuk mengurangi hambantan atau diambil dengan cara Probability Sampling.
masalah pada anak Tunagrahita dapat Populasi dalam penelitian ini adalah siswa usia
dilakukan dengan memberikan beberapa terapi sekolah di sekolah luar biasa Al-Azra’iyah
yaitu occupasional teherapy (terapi okupasi), Tabek Panjang Kec. Payakumbuh sebanyak 37
palay terapi (terapi bermain), aktivity daily orang siswa tunagrahita usia sekolah.
living (ADL), liver skill (keterampilan hidup) Pengambilan dilakukan dengan teknik simple
dan fokastional terapy (terapi bekerja). Salah random sampling, pengambilan sampel dengan
satu terapi untuk memandirikan anak pencabutan lotre. Pengambilan data
tunagrahita adalah occupasional teherapy dilakukan dengan pengisian lembaran observasi
(terapi okupasi) (Khon, dikutip dari Numeric Rating Scale sebelum dan sesudah
http://lib.ui.ac.id ). intervensi. Instrumen dalam penelitian ini
terapi okupasi adalah jenis terapi yang mengukur tentang kemandirian dengan 5
secara khusus digunakan untuk membantu anak kopetensi dan 45 indikator dengan jawan 4
untuk hidup mandiri dengan berbagai kondisi memandiri, 3 dengan bantuan verbal, 2 denga
kesehatan yang telah ada dengan cara bantuan fisik, 1 dengan bantuan verbal dan
memberikan kesibukan atau aktivitas sehingga fisik. Data berikutnya dianalisi dengan

106
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

menilai nilai rerata untuk data univariat prinsip keadilan. Aplikasi dari prinsip etika
sedangkan untuk data bivariat dianalisi dengan adalah dengan memberikan penjelasan tentang
uji t dependen. Penelitian dilakukan dengan tujuan dan pelaksanaan peneltian kepada calon
perpedoman pada prinsip etika penelitian yaitu responden (informed consend). Semua
Anonimity (tampa nama), kerahasian, prinsip responden mendapatkan intervensi dan
manfaat, prinsip menghargai hak asasi manusia, perlakuan yang sama.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 1 Rata-rata Tingkat Kemandirian Anak Tunagrahita Sebelum Intervensi di Sekolah


Luar Biasa (SLB) Al-Azra’iyah

Variabel Mean SD Min – Max 95 % CI N


Pre Test 85,92 18,36 51-119 74,82-97,02 13

Berdasarkan tabel 1 diketahui bahwa dididik untuk mengurus diri sendiri. Hal ini
rata-rata skor kemandirian responden sebelum didasari oleh teori yang menyatakan bahwa
intervensi adalah 85,92 + 18,36, skor Anak tunagrahita sedang disebut juga imbisil.
kemandirian terendah adalah 51 dan tertinggi Kelompok ini memeliki IQ antara 54-40
119. Sebelum intervensi diketahui bahwa menurut skala Weschler. Mereka sangat sulit
terdapat sebagian besar responden dengan bahkan tidak dapat belajar secara akademik
kategori kemandirian membutuhkan bantuan seperti belajar menulis, membaca dan berhitung
fisik. walaupun mereka masih dapat menulis, secara
Hasil penelitian pada tabel 1 menunjukkan sosial seperti menulis namanya sendiri dan
bahwa rata-rata skor tingkat kemandirian menulis alamat rumahnya (Sumaryana, dikutip
responden sebelum intervensi adalah 85,92 + dalam Zuldi,2017).
18,36. Berdasarkan hasil penelitian diketahui Sejalan dengan penelitian terdahulu yang
bahwa secara umum sebagian besar responden telah dilakukan oleh Yuemi & Mundakir (2015)
yaitu sebanyak 84,62% dengan kategori dengan judul Terapi Okupasi: Diorama Gambar
kemandirian membutuhkan bantuan fisik, Terhadap Kemampuan Motorik Halus Pada
dimana tingkat kemandirian terendah terlihat Anak Retardasi Mental Ringan, didapatkan
pada indikator keterampilan hidup, dimana hasil bahwa sebagian besar (78%) responden
sebanyak 61,5% responden tidak mampu dengan kemampuan motorik halus kurang dan
mandiri (membutuhkan bantuan fisik dan penelitian yang telah dilakukan oleh Widajati
verbal) untuk mengenali uang, mengenal fungsi (2014) dengan judul Pengaruh Terapi Okupasi
uang dan tidak mampu membelanjakan uang Dengan Teknik Kolase Terhadap Kemampuan
dengan cara yang benar dan hanya 38,5% Motorik Halus Anak Autis di SLB Pgri
responden yang mampu membelanjakan uang Plosoklaten Kediri didapatkan hasil bahwa rata-
hanya dengan bantuan fisik saja. Sedangkan rata skor kemampuan motorik halus responden
tingkat kemandirian tertinggi terlihat pada sebelum intervensi adalah 42,67 < dari post test
indikator merawat atau mengurus diri dimana (68,52).
secara umum responden hanya membutuhkan Asumsi peneliti, sebelum pemberian
bantuan fisik dalam kemandirian mengurus diri intervensi berupa terapi okupasi bina diri
sendiri, seperti menggunakan alat makan, tata diketahui bahwa secara umum responden
cara makan dan minum dengan benar. adalah anak tunagrahita dengan kriteria
Tunagrahita adalah istilah yang digunakan membutuhkan bantuan secara fisik dalam
untuk menyebut anak yang mempunyai kemandirian bina diri. Tingkat kemandirian
kemampuan intelektual dibawah rata-rata. bina diri terlihat sangat rendah pada indikator
Dalam bahasa asing istilah yang digunakan mengenali uang, mengenali fungsi uang dan
seperti retardation, mentally retarded, dan kegiatan membelanjakan uang sesuai dengan
mental deficiency (Agustyawati dan Solicha, harga barang, dimana pada indikator ini
dikutip dalam Zuldi, 2017). ditemukan sebagian besar responden
Fokus sampel pada penelitian adalah anak membutuhkan bantuan fisik maupun verbal.
tunagrahita sedang karena pada kelompok ini Kemampuan bina diri juga terlihat rendah pada
anak masih bisa berkomunikasi dan masih bisa indikator berkomunikasi dimana sebagian besar

107
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

responden tidak mampu menggunakan bahasa dengan orang lain sehingga responden harus
sesuai dengan etika ketika berkomunikasi selalu diarahkan baik secara verbal dan fisik.

Tabel 2 Rata-rata Tingkat Kemandirian Anak Tunagrahita Sesudah Intervensi di Sekolah Luar
Biasa (SLB) Al-Azra’iyah

Variabel Mean SD Min - Max 95 % CI N


Post Test 144,38 18,07 107-170 133,46-155,30 13

Berdasarkan tabel 2 diketahui bahwa membantu meningkatkan kualitas hidup anak


rata-rata skor kemandirian responden sesudah dalam memaksimalkan kemandirian (Khokasih,
intervensi adalah 144,38 + 18,07, skor 2012).
kemandirian terendah adalah 107 dan tertinggi Sejalan dengan penelitian terdahulu yang
170. Berdasarkan hasil estimasi interval telah dilakukan oleh Yuemi & Mundakir (2015)
diyakini bahwa pada tingkat kepercayaan 95% dengan judul Terapi Okupasi: Diorama Gambar
rata-rata tingkat kemandirian responden Terhadap Kemampuan Motorik Halus Pada
sesudah intervensi berkisar antara 133,46 – Anak Retardasi Mental Ringan, didapatkan
155,30. Sesudah intervensi diketahui bahwa hasil bahwa sebagian besar (78%) responden
sebagian besar responden dengan kategori dengan kemampuan motorik halus baik dan
kemandirian membutuhkan bantuan verbal. penelitian yang telah dilakukan oleh Widajati
Hasil penelitian pada table 2 menunjukkan (2014) dengan judul Pengaruh Terapi Okupasi
bahwa rata-rata skor kemandirian responden Dengan Teknik Kolase Terhadap Kemampuan
sesudah intervensi adalah 144,38 + 18,07. Motorik Halus Anak Autis di SLB Pgri
Sesudah intervensi ditemukan bahwa sebagian Plosoklaten Kediri didapatkan hasil bahwa rata-
besar yaitu 84,62% responden dengan kategori rata skor kemampuan motorik halus responden
tingkat kemandirian hanya membutuhkan sesudah intervensi adalah 68,52 dan mengalami
bantuan verbal dan hanya 15,38% responden peningkatan dibandingkan pre test (42,67).
yang masih membutuhkan bantuan visik dalam Asumsi peneliti, setelah 4 minggu
kemandirian dina diri. pemberian terapi okupasi terlihat tingkat
Intervensi yang diberikan dalam penelitian kemandirian anak tuna grahita menjadi lebih
ini adalah terapi okupasi bina diri yaitu suatu baik, dimana setelah 4 minggu pemberian
jenis terapi yang secara khusus digunakan terapi okupasi sebagian besar responden
untuk membantu anak untuk hidup mandiri dengan tingkat kemandirian hanya
dengan berbagai kondisi kesehatan yang telah membutuhkan bantuan verbal dan tidak
ada dengan cara memberikan kesibukan atau ditemukan lagi responden yang membutuhkan
aktivitas sehingga anak akan fokus untuk bantuan fisik dan verbal dalam kemandirian
mengerjakan sesuatu. Terapi ini digunakan bina diri. Setelah intervensi terlihat bahwa
sebagai bagian dari program pengobatan untuk mayoritas responden sudah mampu mengurus
anak yang mengidap suatu penyakit, seperti diri, berkomunikasi, bersosialisasi dan
keterlambatan perkembangan sejak lahir, menggunakan uang untuk berbelanja hanya
maslah psikologis, atau cedera jangka panjang. dengan bantuan verbal atau perintah dari orang
Tujuan utama dari terapi okupasi adalah untuk tua maupun guru.

Tabel 3 Perbedaan Rata-rata Kemandirian Responden Sebelum dan Sesudah Intervensi di


Sekolah Luar Biasa (SLB) Al-Azra’iyah

Mean
Variabel Mean SD df p-value N
Different
Pre Test 85,92
58,461 6,66 12 0,000 13
Post Test 144,38

Berdasarkan tabel 3 diketahui bahwa meningkat menjadi 144,38. Terdapat perbedaan


rata-rata skor kemandirian responden sebelum rata-rata tingkat kemandirian responden antara
intervensi adalah 85,92 dan setelah intervensi sebelum dan sesudah intervensi dengan beda

108
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

rata-rata 58,461 dan nilai p = 0,0001 (p < 0,05),


dimana terjadi peningkatan kemandirian setelah KESIMPULAN
intervensi. Dapat disimpulkan bahwa Rata-rata skor kemandirian responden
pemberian terapi okupasi bina diri berpengaruh sebelum intervensi adalah 85,92 dengan
signifikan terhadap peningkatan kemandirian Standar deviation (SD) 18,36. Rata-rata skor
anak tuna grahita. kemandirian responden sesudah intervensi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa adalah 144,38 dengan Standar deviation (SD)
sebelum pemberian intervensi terapi okupasi 18,07. Uji statistik yang digunakan yaitu uji-T
sebagian besar yaitu 84,62% responden dengan (paired sample test) dengan p ≤ α (0,05), di
kemandirian bina diri membutuhkan bantuan dapatkan perbedaan rata-rata kemandirian
secara fisik dan setelah 4 minggu intervensi responden antara sebelum dan sesudah
pemberian terapi okupasi diketahui bahwa intervensi dengan perbedaan rata-rata 58,46 dan
sebagian besar yaitu 84,62% tingkat p=0,000 dimana terjadipeningkatan
kemandirian bina diri responden hanya kemandirian setelah intervensi.
membutuhkan bantuan secara verbal saja.
Berdasarkan skor kemandirian diketahui bahwa REFERENSI
rata-rata kemandirian responden sebelum Asmorowati, N. (2016). ‘Bimbingan
intervensi 85,92 dan setelah intervensi kemandirian pada anak tunagrahita’,
meningkat menjadi 144,38, terdapat Jurnal Indonesia, p.20-27.
peningkatan rata-rata skor kemandirian Astuti. Menuju Kemandirian Anak
responden sebesar 58,46 dengan nilai p = 0,000 Tunagrahita, diakses tanggal 18 Oktober
(p < 0,05), artinya pemberian terapi okupasi 2017,http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR.
berpengaruh signifikan terhadap peningkatan _PEND._LUAR_BIASA/1948080119740
kemandirian bina diri pada anak tuna grahita. 32-ASTATI/BAHAN_AJAR-
Tetapi okupasi pada anak memfasilitasi KEMANDIRIAN.pdf
sensori dan fungsi motorik yang sesuai pada Efendi, D. (2017). ‘ Efektifitas pemberian
pertumbuhan dan perkembangan anak untuk terapi okupasi: kognitif (mengingat
menunjang kemampuan anak dalam bermain, gambar) terhadap peningkatan
belajar dan berinteraksi di lingkungan. Terapi kemampuan kognitif anak autis usia
okupasi adalah terapi yang dilakukan melalui sekolah di slb autis permata bunda kota
kegiatan atau pekerjaan terhadap anak yang Bukittinggi tahun 2017’. Jurusan S1
mengalami gangguan kondisi sensorik motor Keperawatan STIKes PERINTIS Padang.
(Kosasih, dikutip dari Zuldi 2017). Ekowarni. (2014). Autisme.
Sejalan dengan penelitian yang telah www.autism.society.org. 2014, diakses
dilakukan oleh Agustiningish (2016) Pelatihan tanggal 02 Oktober 2017.
Menggosok Gigi Untuk Meningkatkan Handojo. (2009). Autisme pada anak. PT
Kemampuan Bina Diri Anak Tunagrahita Bhuana Ilmu Populer Kelompok
Sedang Di SLB Dharma Wanita Lebo Sidoarjo Gramedia: Jakarta.
didapatkan hasil pelatihan menggosok gigi InfoDATIN (2014). Penyandang Disabilitas
mampu meningkatkan kemampuan bina diri Pada Anak. Kementerian Kesehatan RI,
anak tugagrahita sedang dengan nilai Zhitung Jakarta.
(2,20) > Ztabel (1,96). Khokasih, E. (2012). Cara Bijak Memahami
Menurut asumsi peneliti, pemberian terapi Anak Berkebutuhan Khusus. Yrama Widya
okupasi bina diri berpengaruh signifikan : Bandung.
terhadap tingkat kemandirian bina diri pada Muhith, A., (2015). Pendidikan Keperawatan
anak tuna grahita, dimana terjadi peningkatan Jiwa Teori dan Aplikasi. CV Andi Offset:
tingkat kemandirian bina diri anak tuna grahita Yogyakarta.
setelah 4 minggu pemberian terapi okupasi bina Widya, M. Bina Diri Bagi Anak Berkebutuhan
diri. Sebelum intervensi diketahui bahwa Khusu (ABK), diakses tanggal 18 oktober
sebagian besar responden membutuhkan 2017,
bantuan fisik dalam kemandirian bina diri http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PE
sedangkan setelah 4 minggu intervensi ND._LUAR_BIASA/195208231978031-
sebagian besar responden hanya membutuhkan MAMAD_WIDYA/Artikel_Bina_Diri.pdf
bantuan secara verbal dalam tindakan bina diri Yuemi,C.P., (2015). ‘Terapi okupasi: diorama
dalam kegiatan sehari-hari. gambar terhadap kemampuan motorik

109
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

halus pada anak retasi mental ringan, vol pendidikan luar biasa nusantara Depok, p.
2(2), p. 54-60. 37-51.
Zuldi,M. H. (2017). ‘Evaluasi hasil terapi
okupasi bagi anak tunagrahita di yayasan

110

Anda mungkin juga menyukai