Anda di halaman 1dari 10

Rendahnya Minat Baca Siswa di Indonesia

Dea Azzahra 2305135706


Email: dea.azzahra5706@student.unri.ac.id

Abstrak

Minat baca mempunyai pengaruh yang besar terhadap kemajuan suatu bangsa. Dibandingkan
dengan beberapa negara tetangga, minat baca masyarakat Indonesia masih termasuk rendah.
Minat baca menjadi kunci penting bagi kemajuan suatu bangsa, karena penguasaan Iptek hanya
dapat diraih dengan minat baca yang tinggi. Aspek keluarga, masyarakat, dan lembaga
pendidikan mempunyai peran penting dalam meningkatkan minat baca masyarakat. Upaya
meningkatkan minat baca anak menjadi tanggungjawab bersama, antara pustakawan, guru, orang
tua, dan masyarakat. Pustakawan dan guru sesuai dengan beban tugas yang disandangnya,
mempunyai tanggung jawab langsung dalam meningkatkan minat baca. Dalam upaya
meningkatkan minat baca, sebaiknya anak-anak diberi stimulan agar minat baca itu muncul dari
diri murid itu sendiri. Upaya meningkatkan minat baca dengan memaksa siswa membaca buku
sebanyak-banyaknya tidak akan efektif.

Pendahuluan

Pendidikan di Indonesia memiliki peringkat yang masih terbilang rendah dibandingkan dengan
negara lain dalam aspek pendidikan. Ada beberapa penyebab Pendidikan di Indonesia masih
rendah dibanding dengan negara-negara lainnya. Salah satunya yaitu kurangnya literasi atau
minat baca pada siswa maupun mahasiswa khususnya di dunia pendidikan. Budaya literasi yang
mencakup kebiasaan membaca, memang belum menjadi budaya masyarakat khususnya di
Indonesia. Berdasarkan studi “Most Littered Nation In The World” yang dilakukan oleh Central
Connecticut State University pada maret 2016, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60
dari 61 Negara soal minat membaca. Fakta ini dinilai sangat memprihatinkan, apalagi jika
melihat bahwa dari segi penilaian infrastruktur peringkat Indonesia berada di atas negara-
negara Eropa (Tantri & Dewantara, 2017).

Terdapat data pada hasil sensus Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2016 yang menunjukkan
bahwa sebesar 85,9 % masyarakat Indonesia memilih menonton televisi daripada mendengarkan
radio (40,3 %) dan membaca koran (23,5 %) (Wiedarti, 2016). Selain itu Internasional
Education Achiecment (IEA) juga melaporkan bahwa kemampuan membaca siswa SD di
Indonesia berada pada urutan 38 dari 39 negara peserta studi, yang berarti Indonesia
menempati urutan ke-38 dari 39 negara (Wiedarti, 2018).

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengembangkan Gerakan Literasi Sekolah (GLS)


untuk mewujudkan sekolah sebagai organisasi pembelajaran (Vinet & Zhedanov, 2011).GLS
merupakan gerakan yang melibatkan semua warga sekolah (guru, peserta didik,
orangtua/wali murid) dan masyarakat, sebagai bagian dari penyelenggara pendidikan. Program
ini dilaksanakan untuk menumbuhkan minat baca peserta didik dalam meningkatkan
keterampilan membaca, agar pengetahuan dikuasai secara lebih baik.

Minat baca merupakan kecenderungan jiwa yang mendorong sesseorang berbuat sesuatu
terhadap membaca (Darmono, 2001). Minat baca tumbuh dari pribadi masing-masing seseorang,
sehingga untuk meningkatkan minat baca perlu kesadaran setiap individu. Negara-negara maju,
adalah Negara yang minat bacamasyarakatnya tinggi. Oleh karena itu minat baca menduduki
posisi penting bagi kemajuan suatu bangsa. Dibanding dengan Negara-negara yang tergabung
dalam ASEAN dan negara asing lainnya, Indonesia masih menduduki urutan terbawah dalam hal
minat baca.

Minat baca yang rendah dapat berdampak negatif pada perkembangan pengetahuan, kemampuan
berpikir kritis, serta daya saing individu dan bangsa di era global. Beberapa faktor yang dapat
menjelaskan rendahnya minat baca di Indonesia termasuk: 1) Keterbatasan Akses ke Bahan
Bacaan. Beberapa daerah di Indonesia masih memiliki akses terbatas ke perpustakaan, toko
buku, dan sumber bacaan. Hal ini membuat sulit bagi banyak orang untuk mendapatkan buku
atau materi bacaan. 2) Kurangnya Budaya Membaca. Budaya membaca masih kurang diterapkan
secara luas di masyarakat. Minat baca seringkali tidak ditanamkan sejak dini, dan kegiatan
membaca tidak selalu dianggap sebagai aktivitas yang menyenangkan. 3) Gangguan dari
Teknologi: Perkembangan teknologi, terutama gadget dan media sosial, telah mengalihkan
perhatian masyarakat dari membaca buku. Orang lebih sering menghabiskan waktu dengan
perangkat elektronik daripada membaca buku. 4) Kualitas Pendidikan. Rendahnya minat baca
juga terkait erat dengan masalah dalam sistem pendidikan. Kurikulum yang kurang mendukung
minat baca dan penekanan pada ujian dan tugas berat di sekolah dapat mengurangi minat baca.5)
Keterbatasan Literasi: Literasi, khususnya literasi fungsional, juga merupakan faktor penting
dalam minat baca. Orang yang memiliki keterampilan membaca yang rendah mungkin merasa
kesulitan dalam mengakses dan memahami teks. 6) Kurangnya Model Peran. Ketika tidak ada
contoh teladan yang aktif membaca di keluarga atau di lingkungan sekitar, minat baca anak-anak
cenderung rendah.

Pembahasan

Minat merupakan kegiatan yang dapat dilakukan seseorang secara terus-menerus dalam
melakukan proses belajar. Minat adalah kecenderungan yang bersifat tetap untuk
memperhatikan serta mengenang suatu kegiatan. Kegiatan di sini adalahkegiatan yang
diperhatikan secara terus-menerus dan disertai rasa senang hingga mendapatkan kepuasan
(Anjani et al., 2019). Kemampuan dan kemauan seseorang dalam membaca akan
mempengaruhi pengetahuan serta keterampilan seseorang. Dengan banyak membaca, dapat
dipastikan orang tersebut akan memiliki banyak pengetahuan yang akan membantu dirinya
sendiri dalam melakukan banyak hal,sehingga orangmembaca akan memiliki kualitas melebihi
orang yang tidak menaruh minat pada kegiatan membaca.

Penyebab rendahnya minat baca

Salma & Mudzanatun (2019) menyatakan faktor penyebab kurangnya literasi di


Indonesiakarena dipengaruhi oleh permasalahan yang terjadi dalam lingkungan sekolahdan
lingkungan luar sekolah yang meliputi beberapa hal. Pertama, terbatasnya sarana dan prasarana
membaca seperti ketersediaan perpustakaan bukubacaan yang bervariasi menjadi salah satu
faktor penyebabrendahnya budaya literasi di Indonesia. Masih banyaksekolahdi Indonesia
yang masih mengandalkan ketersediaan buku paket saja untuk kegiatan belajar mengajar
di dalam kelas. Padahal ketersediaan buku-buku bacaan penunjang yang tidak hanya menarik
tapi juga bermutu sehingga sangat memotivasi para siswa dalam memperluas
pengetahuannya.Namun, permasalahan lain juga terjadi di beberapa sekolah yang telah
memiliki fasilitas perpustakaan akan tetapi belum memiliki pelayanan yang baik.
Koleksi-koleksi buku perpustakaan yang masih didominasi oleh buku paket membuat para siswa
kehilangan minat membaca. Fasilitas di beberapa ruang perpustakaan pun dinilai masih sempit,
dan kekurangan ventilasi udara sehingga para murid merasa tidak betah berada di sanapada
saat membaca. Selain itu, buku-buku yang ditata secara tidakteratur akan membuat kegiatan
membaca di perpustakaan menjadi hal yang membosankan, tidak mengasyikkan dan tidak
nyaman(Anisa, 2021).

Kedua, pada situasi belajar yang kurang memotivasi para siswa untuk mempelajari buku
tertentu di luar buku paket. Seperti biasanya kadang pembelajaran di kelas juga lebih
sering berpusat pada guru (teacher-centered) atau bahkan hanya sekedar kegiatan
untukmentransfer ilmu saja di mana para siswa hanya dijejali oleh informasi maupun
pengetahuan yang dimiliki oleh guru. Jarangnya kegiatan diskusi atau pemberian suatu
permasalahan tentang materi yang sedang dibahas untuk kemudian diselesaikan bersama-
sama juga dapat membuat siswa tidak termotivasi untuk mencari informasi dari sumber yang
lain.

Ketiga, kurangnya role model(dari kalangan guru) bagi siswa dalam yaitu masih ada
beberapa guru yang belum menjadikan membaca sebagai kebutuhan dalam pendidikan. Hal ini
dapat dilihat dari pemanfaatan waktu luang di sekolah bagi para gurudan staf. Tidak banyak guru
yang mengisi waktu luangmerekauntuk membaca. Kebanyakan kalangan guru mengisi waktu
luangnya dengan mengobrol, bersenda gurau, atau kegiatan lainnya(Witanto, 2018).

Keempat, berkembangnya teknologi informasi menyebabkan kurangnya minat


masyarakat terhadap aktivitas membaca buku.Banyaknya siaran televisi yang menawarkan
beragam tayangan menarik sangat mampu menyita perhatian banyak orangkhususnya anak-anak.
Namun hal ini tidak diiringi dengan penyajian yang menarik dari media cetak atau buku. Apalagi
aktivitas membaca lebih membutuhkan kemampuan dalam berkonsentrasi dan kemampuan
dalam kebahasaan dibandingkan dengan aktivitas menonton TV atau mendengar radio, hal ini
menjadikan aktivitas membaca terkesan lebih berat/sulit(Idhamani, 2020).

Kelima, berkembangnya handphonedan internet menyebabkan kurangnya minat manusia


terhadap buku.Munculnya teknologi canggih seperti handphoneyang menawarkan berbagai
paket murah dalam berkomunikasi juga menjadi salah satu penyebab rendahnya minat membaca
seseorang karena biasanya orang lebih sering menghabiskan waktunya untuk mengobrol
lewat ponsel dibandingkan dengan menghabiskan waktu untuk membaca(Etnanta &
Irhandayaningsih, 2017). Demikian juga dengan banyaknya program komunikasi yang
menggunakan internet seperti di sosmed yaitu Twitter, Instagramdan Facebookjuga mampu
mengalihkan perhatian sebagian besar orang dari kebutuhan membaca buku.
Keenam, banyaknya keluarga yang belum menanamkan kebiasaan wajib membaca. Dalam
membentuk seorang anak yang memiliki minat dalam membaca, tentu harus dimulai dari
lingkungan terdekat anak yaitu keluarga. Seorang anak akan meniru apa yang menjadi
kebiasaan anggota keluarganya terutama pada orang tua. Namun, saat ini tengah banyakterjadi
ialah orang tua terutama para ibu yang lebih suka menonton siaran televisi dibandingkan
membacakan buku untuk anak-anaknya. Mereka lebih sering membiarkan anak-anak mereka
untuk menonton televisi atau bermain handphone dibandingkan harus repot-repot melatih
kebiasaan membaca pada anak yang mungkin dapat dimulai dari membacakan buku cerita.

Ketujuh, keterjangkauan daya beli masyarakat terhadap buku khususnya di Indonesia.Selain


memang harga buku yang masih terbilang cukup mahal bagi kalangan menengah ke bawah,
masyarakat juga belum bisa merasakan secara langsung keuntungan yang bisa didapat dari
banyak membaca. Hal itu terbukti dengan belum adanya sosialisasi mengenai orang yang
memiliki taraf hidup yang lebih baik dan memiliki banyak uang setelahmembaca buku. Oleh
sebab itu pada saat ini, masyarakat menganggap buku bukan sebagai kebutuhan. Harga buku
yang melebihi harga sembako akan tetapi manfaat membeli buku belum sebanding dengan
manfaat dalam membeli sembako sehingga buku masih menjadi barang mewah bagi
sebagian besar masyarakat Indonesia.

Dampak yang terjadi apabila tidak memiliki minat dalam membaca yang sangat merugikan
terutama bagi masyarakat. Seperti yang dikemukakan Mulyo (2017)sebagai berikut: Pertama,
sering terjadinya masalah dalam memahami, menguasai, serta menggunakan sebuah ilmu
pengetahuan serta teknologi untuk memanifestasikan produk yang berkualitas. Kedua,
kurangnya wawasan dan minimnya cara pola pikir positif seseorang sehingga orang
tersebut mudah dipengaruhi oleh berbagai doktrin dan pemahaman negatif. Ketiga,
Minimnya minat baca mengakibatkan kreativitas seseorang tidak akan berkembang. Seperti
yang kita ketahui bahwasanya pola pikir kreatif akan terwujud bila orang tersebut
mengembangkan pola pikirnya serta mampu meresponlingkungan sekitar dengan cepat.
Keempat, dampak tidak adanya rasa minat baca yaitu tidak akan mengetahui informasi
teraktual sehingga mengalami kesulitan untuk meningkatkan kualitas diri. Kelima,
ketidakmauan menambah ilmu pengetahuan serta meningkatkan kualitas diri dengan informasi
akan menimbulkan sikap ketidakpedulian. Hal tersebut akan membuat orang tersebut menutup
diri dan sibuk dengan dunianya sendiri serta mengabaikan lingkungan di sekitarnya. Keenam,
Seseorang yang tidak memiliki wawasan yang luas maka orang tersebut cenderung akan
mengalami sebuah kesulitan di kehidupan sosialnya, karena seseorang tersebut tidak dapat
berkomunikasi dengan baik karena input yang dimilikinya tidak sebanyak lingkungan
yang ada di sekitarnya. Ketujuh, Dampak yang lebih besar dari ketidakmauan untuk
membaca pada generasi muda menyebabkan kerugian bagi negara yang kehilangan aset
sumber daya sebagai kontribusi generasi muda dalam kemajuan bangsa yang berkualitas.

Upaya meningkatkan minat baca

Upaya dalam meningkatkan minat baca masyarakat tidak dapat dibebankan pada keluarga saja,
masyarakat saja, atau lembaga pendidikan saja. Aspek keluarga, masyarakat, dan lembaga
pendidikan mempunyai peran penting dalam meningkatkan minat baca masyarakat. Ketiga aspek
itu perlu dilakukan bersamaan. Guru dan pustakawan berperan penting dalam meningkatkan
minat baca baca peserta didik maupun masyarakat. Agar dapat berperan meningkatkan minat
baca, guru dan pustakawan harus mempunyai minat baca yang tinggi. Keteladanan perlu
diberikan kepada masyarakat. Apabila guru dan pustakawan tidak memiliki minat baca yang
tinggi, mustahil dapat menjalankan tugasnya dalam meningkatkan minat baca. Ratnaningsih
dalam (dalam Koswara, 1998) menyatakan Peran proaktif pustakawan berkaitan dengan upaya
menumbuhkan minat baca masyarakat sejak dini, memang utamanya dilakukan oleh pustakawan
yang bekerja di perpustakaan yang melayani anak-anak. Pustakawan harus mampu mengajar,
membimbing, serta memberi contoh pada anak-anak. Demikian pula guru yang berhadapan
langsung dengan anak didik kegiatan mengajar, membimbing, dan memberI contoh dalam
kegiatan minat baca tidak kalah pentingnya dari pustakawan.

Upaya ataupun langkah untuk mengembangkan sebuah kesukaan serta kemampuan


membaca masyarakat Indonesia pada umumnya dapat dilakukan dengan meningkatkan
pelayanan baik di dalam perpustakaan sekolah maupun di dalam lingkungan masyarakat. Pada
siswa sekolah dasar tentunya denganmenyediakan sebuah bahan bacaan dengan bermacam-
macam jenis buku yang mendukung serta mendorong baik siswa agar menyukai buku (Dewi, I
A, I Putu Oka Suardana, 2021).Selanjutnya dengan memperbaiki pola pembelajaran di
sekolah. guru yang harus memberikan sebuah tugas pembelajaran yang menarik bagi
siswa. Misalnya seperti dalam proses kegiatan pembelajaran guru memberikan suatu
permasalahan dalam proses pembelajaran tersebut yang kemudian dapat didiskusikan secara
bersama-bersama dengan para siswa sehingga dapat mendorong siswa tersebut untuk
menggali lebih banyak lagi informasi melalui aktivitas membaca

Mulai dari lingkungan rumah

Sebagian besar waktu anak adalah di rumah, berumpul bersama keluarga. Untuk meningkatkan
minat baca dapat dimulai sejak anak masih balita belum dapat membaca. Kegiatan mendongeng
biasanya dilakukan oleh ayah, ibu, kakek, atau nenek terhadap anak balita yang masih belum
lancar membaca. Lazimnya kegiatan mendongeng dilakukan saat anak menjelang tidur malam.
Kegiatan mendongeng penting untuk mengembangkan imajinasi anak dan memupuk rasa ingin
tahu anak. Dalam hal ini pendongeng perlu memilih materi yang sesuai dengan anak. Dongeng
tentang kancil, tupai, atau sejenisnya saat ini asing bagi anak, karena sudah anak-anak, terutama
anak perkotaan jarang yang mengenal binatang itu. Masalah yang timbul dalam mendongeng
biasanya pendongeng kehabisan materi dongeng, karena kegiatan mendongeng dilakukan hampir
setiap malam.

Menyediakan sebuah tempat berupa perpustakaan kecil di rumah. Dengan adanya sebuah
perpustakaan mini yang tersedia di rumah dapat membuat keluarga yang ada di rumah akan
terbiasa dengan membaca buku-buku bacaan yang tersedia di rumah.Membuat sebuah aturan
yang mewajibkan anggota keluarga untuk membaca. Upaya ini dipercaya dapat membuat
seluruh anggota keluarga yang ada di rumah terbiasa menyediakan waktu luang untuk
membaca sehingga dapat membangun sebuah kebiasaan baik dalam lingkungan
keluarga.Mengendalikan/membatasi anak dalam penggunaan alat media elektronik. Dalam
upaya satu ini, diharuskan adanya peran dari orang tua serta kerjasama dengan guru yang mana
dapat memberikan sebuah pemahamannya terhadap anak tentang penggunaan alat elektronik
yang kurang baik.

Kegiatan membaca dalam ilmu bahasa termasuk kegiatan reseptif, yaitu menyerap isi buku yang
dibaca, sedang kegiatan wicara adalah kegiatan produktif. Kegiatan membaca sebaiknya diikuti
dengan kegiatan berdiskusi, paing tidak orang tua di rumah bisa menanyakan tentang isi buku
yang dibaca oleh anak-anak di rumah. Kalau buku itu merupakan buku konsumsi segala usia
seperti buku keagamaan, atau buku tentang biografi seseorang, bisa didiskusikan dalam satu
keluarga.
Lingkungan sosial yang mendukung

Minat baca siswa dapat ditingkatkan berdasarkan hubungan sosial pembaca sebagai anggota
masyarakat. Apabila tokoh-tokoh masyarakat dapat memberi keteladanan dalam minat baca, hal
ini akan berpengaruh positif pada masyarakat. Minat baca masyarakat bisa dirintis melalui
perpustakaanperpustakaan kecil di tempat-tempat pertemuan (berkumpul) masyarakat, seperti di
masjid (perpustakaan masjid), di kantor RW, di pasar, di terminal, bandara, dan sebagainya.
Sebagai contoh di Malioboro ada “perpustakaan” yang diangkut dalam gerobak dorong. Koleksi
yang diangkut merupakan konsumsi untuk penjual souvenir, sambil berjualan mereka membaca
koleksi “perpustakaan” gerobak dorong. Di beberapa masjid juga sudah menyelenggarakan
perpustakaan kecil.

Kesimpulan

Upaya meningkatkan minat baca anak menjadi tanggungjawab bersama, antara pustakawan,
guru, orang tua, dan masyarakat. Nanum demikian pustakawan dan guru sesuai dengan beban
tugas yang disandangnya, mempunyai tanggung jawab langsung dalam meningkatkan minat
baca. Dalam upaya meningkatkan minat baca, sebaiknya anak-anak diberi stimulan agar minat
baca itu muncul dari diri murid itu sendiri. Upaya meningkatkan minat baca dengan memaksa
siswa membaca buku sebanyak-banyaknya tidak akan efektif. Demikian juga tidak etis memaksa
anak untuk membeli buku.

Rendahnya minat baca merupakan permasalahan yang harus diatasi adapun langkah -langkah
yang harus ditempuh untuk mengatasi permasalahan rendahnya minat baca ini adalah dengan
mengoptimalkan gerakan literasi pada siswa di sekolah dasar. Dalam mengatasi masalah
rendahnya minat baca peran penting adalah orang tua. Selain orang tua lingkungan keluarga, dan
guru juga sangat menentukan dalam menumbuhkan minat baca. Dukungan guru juga
sangat dibutuhkan, dalam meningkatkan minat baca. Adapun upaya yang dapat dilakukan oleh
guru antara lain menyiapkan pojok baca dan mengganti buku-buku setiap saat sehingga anak
merasa tertarik untuk membaca

Di lembaga pendidikan fasilitas yang baik diperlukan untuk meningkatkan minat baca, baik
fasilitas ruangan maupun kelengkapan koleksi di perpustakaan. . Di samping itu juga diperlukan
adanya kerja sama yang baik antara pustakawan dengan guru atau dengan dosen. Tempat
perpustakaan yang terpencil di sudut sekolah membuat anak-anak enggan berkunjung ke
perpustakaan. Anak-anak perlu keteladanan. Membaca juga berkaitan erat dengan menulis.
Sekolah perlu menyediakan fasilitas seperti majalah dinding dan majalah sekolah untuk para
siswa. Media itu mempunyai peran penting dalam mengekspresikan hasilminat baca melalui
kegiatan karya tulis, karena siswa yang suka menulis secara tidak langsung juga suka membaca.
Dan yang tidak kalah pentingnya adalah ketersediaan buku yang sesuai dengan kebutuhan
pembaca.

Saran

Untuk meningkatkan minat baca di Indonesia, beberapa langkah yang dapat diambil termasuk:

1) Membangun Budaya Membaca: Masyarakat, lembaga pendidikan, dan pemerintah perlu


bekerja sama untuk mempromosikan budaya membaca yang positif. Program-program
literasi dan kampanye membaca dapat membantu menciptakan minat baca yang lebih
tinggi.
2) Meningkatkan Akses ke Bahan Bacaan: Perpustakaan umum dan sekolah perlu
ditingkatkan, dan akses terhadap buku dan materi bacaan harus diperluas.
3) Mendorong Literasi Fungsional: Program literasi fungsional yang efektif dapat
membantu meningkatkan keterampilan membaca masyarakat.
4) Menggunakan Teknologi dengan Bijak: Teknologi dapat digunakan untuk
mempromosikan minat baca. Aplikasi e-book dan situs web pendidikan dapat menjadi
sumber bacaan yang mudah diakses.
5) Pendidikan dan Kesadaran Keluarga: Orangtua dan keluarga dapat memainkan peran
penting dalam mengembangkan minat baca anak-anak dengan membacakan buku dan
menjadi teladan yang aktif dalam membaca.
Rendahnya minat baca adalah masalah yang kompleks, tetapi dengan upaya bersama dari
berbagai pihak, minat baca di Indonesia dapat ditingkatkan, membantu meningkatkan
pengetahuan dan kompetensi masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

Anisa, A. R., A. A. Ipungkarti, D., & K. N. Saffanah. (2021). Pengaruh Kurangnya Literasi
Serta Kemampuan Dalam Berpikir Kritis Yang Masih Rendah Dalam Pendidikan
Di Indonesia. 1st National Conference on Education, System and Technology
Information, 01(01), 1–4.

Anjani, S., Dantes, N., & Artawan, G. (2019). Pengaruh Implementasi Gerakan Literasi
Sekolah Terhadap Minat Baca dan Kemampuan Membaca Pemahaman Siswa Kelas
V SD Gugus Kuta Utara. PENDASI: Jurnal Pendidikan Dasar Indonesia, 3(2), 74–83.

Darmono. 2001. Manajemen Perpustakaan Sekolah. Jakarta: Grasindo.

Dewi, I A, I Putu Oka Suardana, I. W. N. (2021). Pengembangan Bahan Bacaan Literasi Kelas
Rendah Dengan Memanfaatkan Cerita Folklor Bali. Jurnal Elementary, 4(1), 53–59.

Etnanta, Y., & Irhandayaningsih, A. (2017). Pengaruh Penggunaan Smartphone Terhadap


Minat Baca Siswa Sma Negeri 1 Semarang. Jurnal Ilmu Perpustakaan, 6(1), 371–
380. https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jip/article/view/23095

Idhamani, A. P. (2020). Dampak Teknologi Informasi terhadap Minat Baca Siswa. UNILIB:
Jurnal Perpustakaan, 11(1), 35–41. https://doi.org/10.20885/unilib.vol11.iss1.art4

Salma, A., & Mudzanatun. (2019). Analisis Gerakan Literasi Sekolah Terhadap Minat
Baca Siswa Siswa Sekolah Dasar. MIMBAR PGSD Undiksha, 7(2), 122–127.
http://www.mendeley.com/research/analisis-gerakan-literasi-sekolah-terhadap-minat-
baca-siswa-siswa-sekolah-dasar

Vinet, L., & Zhedanov, A. (2011). A “missing” family of classical orthogonal polynomials. In
Journal of Physics A: Mathematical and Theoretical (Vol. 44, Issue 8). Dirjen
Dikdasmen Kemendikbud RI. https://doi.org/10.1088/1751-8113/44/8/085201

Wiedarti, D. (2018). Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah (Edisi 2). In Jurnal
Pendidikan Dasar(Vol. 1, Issue 2). Dirjen Dikdasmen Kemendikbud RI.
https://training.unmuhkupang.ac.id/index.php/jpdf/article/view/217

Anda mungkin juga menyukai