Anda di halaman 1dari 5

Refleksi Pekan 7

Muhammad Aulia Adil Murtito - 2306191791

Apa itu CT?


CT adalah sebuah keahlian kognitif untuk meningkatkan peluang berhasilnya suatu
hasil (Halpern, 2001). Sebagai contoh, kita ingin membuat sebuah gedung. Dengan
menggunakan CT, kita akan memikirkan bagaimana cara gedung itu harus dibuat, apa
akibat jika menggunakan suatu desain gedung, dan sebagainya. Oleh karena itu, CT dapat
membantu seseorang dalam merealisasikan suatu ide atau solusi.
Selain itu, CT juga dapat didefinisikan sebagai analisis dan evaluasi objektif untuk
membangun sebuah keputusan (Ahmed et al., 2018). Dari definisi ini, kita dapat
menyimpulkan bahwa salah satu hal yang perlu dilakukan seorang critical thinker adalah
mengumpulkan informasi yang benar. Setelah itu, dia harus memproses informasi tersebut
tanpa mempertimbangkan biasnya sehingga hasil analisisnya tepat.
Seseorang yang menggunakan CT harus dapat menggunakan logical reasoning
dengan baik (Calderonello et al., 1990). Hal ini diperlukan agar orang tersebut
mempertimbangkan validitas dari informasi yang dijadikan pertimbangan. Orang tersebut
juga perlu melihat makna dibalik setiap pernyataan (Calderonello et al., 1990). Menurut
saya, alasan dibalik fakta ini adalah agar informasi yang dijadikan pertimbangan akan lebih
menyeluruh.

Mengapa CT itu penting?


CT merupakan keahlian yang penting dalam kehidupan seorang manusia. Sebagai
contoh, seorang manajer harus memiliki keahlian CT agar dapat melakukan analisis,
menggunakan intuisi, dan memecahkan masalah agar keputusannya tepat (Knap‑Stefaniuk
& Ambrozová, 2021). Contoh lain yang menunjukan pentingnya CT adalah dalam
pembelajaran sains karena hal ini diperlukan untuk mengembangkan keahlian dan
pengetahuan individu tersebut (Halim & Mokhtar, 2015).
Menurut saya sendiri, CT ini penting sebagai keahlian pekerjaan manusia terutama
di abad ini. Alasan saya menyatakan demikan karena komputer sudah dapat menggantikan
beberapa pekerjaan manusia. Bahkan alat-alat seperti ChatGPT dan Bard sudah dapat
menyaingi manusia dalam menyelesaikan masalah yang membutuhkan analisis.

Bagaimana Konsep Perkembangan CT?


Berdasarkan Gambrill dan Gibbs (2009), mereka mengungkapkan bahwa terdapat 5
karakteristik CT, yaitu clarity, accuracy, relevance, depth, dan breadth. Clarity memiliki
makna bahwa apa yang kita sampaikan harus bisa dimengerti dengan jelas oleh
pendengarnya. Accuracy bermakna bahwa apa yang kita sampaikan harus tepat sesuai
dengan yang dibutuhkan. Relevance bermakna bahwa apa yang kita sampaikan harus
relevan dengan masalah yang diangkat. Depth memiliki makna bahwa apa yang kita
sampaikan harus menyeluruh ke akar permasalahannya. Breadth memiliki makna bahwa
apa yang kita sampaikan harus melingkupi seluruh aspek dari masalah yang diangkat.
Janse Van Rensburg dan Rauscher (2022) mengungkapkan bahwa terdapat konsep
yang bernama CT skills (CTS) and CT dispositions (CTD). Perbedaan dari kedua konsep ini
adalah CTS berfokus kepada kemampuan kognitif sedangkan CTD berfokus kepada sikap
dan watak seorang critical thinker. Kedua konsep ini sangat mempengaruhi satu sama lain
dan akan sangat bermanfaat bagi individu yang menguasainya.
Gambar 1 menjelaskan tentang aspek-aspek dalam kedua konsep tersebut. Pada
CTS, terdapat interpretation, analysis, evaluation, inference, explanation, self-regulation
sedangkan pada CTD, terdapat systematicity, analyticity, truth-seeking, open-mindedness,
CT self-confidence, maturity of judgment, dan inquisitiveness.
Berikut apa yang saya pahami dari tiap aspek di CTS. Interpretation bermaksud
kemampuan untuk memahami fakta yang dianalisis baik di permukaannya maupun makna di
baliknya. Analysis bermaksud kemampuan untuk menganalisis suatu masalah menjadi
bagian yang lebih kecil. Evaluation bermaksud kemampuan untuk mengevaluasi kelebihan
dan kekurangan suatu informasi. Inference bermaksud kemampuan untuk membuat
kesimpulan dari informasi yang ada. Self-regulation bermaksud kemampuan untuk menahan
diri dan menjadikan diri bersemangat. Explanation bermaksud kemampuan diri dalam
menjelaskan apa yang ingin disampaikan.
Berikut apa yang saya pahami dari tiap aspek di CTD. Inquisitiveness bermakna
individu tersebut harus memiliki sifat penasaran terhadap suatu hal dan ingin
mempelajarinya. Analyticity bermakna individu tersebut mampu melakukan reasoning yang
baik serta mempertimbangkan konsekuensi dari solusi yang diajukannya. Systematicity
bermakna bahwa orang dapat membuat solusi dari pemikiran yang sistematis. Hal ini perlu
dilakukan karena pemikiran sistematis cenderung lebih komprehensif dalam mengumpulkan
dan menyaring informasi serta bagaimana cara memproses informasi tersebut. Truth
seeking bermakna bahwa individu tersebut terbiasa mencari kebenaran. Open-mindedness
bermakna bahwa individu tersebut menghormati pandangan yang berbeda terhadap suatu
hal. CT self-confidence bermakna bahwa individu tersebut percaya diri terhadap keputusan
yang dia buat. Maturity of judgement bermakna bahwa individu tersebut bijak dalam
membuat dan mengevaluasi keputusannya.

Gambar 1. CTS dan CTD serta hubungannya.

Hubungan CT dan self-regulated learning


CT dan self-regulated learning (SRL) memiliki hubungan yang erat. Seseorang
dalam melakukan SRL membutuhkan CT karena individu tersebut harus mengkritisi dan
mengevaluasi cara belajarnya. Di sisi lain, individu tersebut juga dapat menggunakan SRL
untuk meningkatkan kemampuan CT-nya.

Hubungan CT dan demokrasi


Dalam demokrasi, rakyat diharuskan memilih pemimpin. Dalam memilih pemimpin,
rakyat harus cerdas dalam mempertimbangkan keputusannya. Bukan merupakan hal yang
baik jika rakyat tersebut memilih pemimpin yang memberikan kepuasan dalam waktu dekat,
tetapi kepuasan tersebut sebenarnya memiliki efek yang buruk dalam jangka panjang.
Sebagai contoh, di Negara X, semakin banyak masyarakat lanjut usia. Karena mereka lanjut
usia, maka mereka memilih pemimpin yang memberikan banyak benefit kepada
orang-orang lanjut usia. Akan tetapi, benefit tersebut sebenarnya membahayakan
orang-orang muda yang mana akibat buruknya akan dirasakan beberapa dekade ke depan.
Dalam kasus ini, masyarakat memerlukan keahlian berpikir kritis untuk dapat memilih
pemimpin yang paling menguntungkan baik di jangka pendek maupun jangka panjang. Dari
keahlian CT tersebut, mereka dapat mengevaluasi janji-janji dari pemimpinnya dan menilai
apakah janji tersebut adalah hal yang baik atau akan dapat terlaksana.
Selain itu, keahlian CT ini juga mengharuskan orang tersebut untuk bersikap
open-minded terhadap orang-orang yang memilih pemimpin yang berbeda. Mereka harus
memahami alasan dibalik keputusan orang lain dan tidak memaksa mereka untuk memilih
pemimpin yang sama apalagi membencinya. Sayangnya, hal ini masih banyak dilakukan
orang Indonesia seperti adanya istilah kampret atau cebong untuk para pendukung di salah
satu pihak calon presiden.

Hal-hal yang sudah dan belum diterapkan CT pada mata kuliah PBK
Berikut adalah hal-hal yang sudah diterapkan dalam mata kuliah PBK:
1. Presentasi materi
2. Sesi tanya jawab dan tanggapan
3. Refleksi mingguan
4. Forum diskusi
5. Tugas systematic literature review (SLR)
Semua tugas yang ada pada PBK menerapkan CT. Sebagai contoh, presentasi
materi membutuhkan CT seperti memeriksa kebenaran pernyataan dan mengambil
kesimpulan dari fakta yang ada. Kemudian sesi tanya jawab dan tanggapan membutuhkan
CT seperti mengkritisi maksud dari suatu konsep dan melakukan interpretasi dari suatu
pertanyaan. Refleksi mingguan sudah pasti melakukan CT karena saya harus mengevaluasi
ilmu yang saya miliki. Forum diskusi juga mengharuskan saya menganalisis informasi yang
ada untuk menjawab pertanyaan pemicunya. Tugas SLR mengharuskan saya untuk
melakukan tindakan sistematis dalam mengumpulkan informasi dan menarik kesimpulan
dari informasi tersebut.
Hal-hal yang belum diterapkan tentu juga sangat banyak. Akan tetapi, saya
memahami bahwa mahasiswa memiliki keterbatasan waktu jika ada semakin banyak tugas
yang membutuhkan CT. Contoh hal-hal yang bisa diterapkan adalah forum group discussion,
problem-based learning, Socratic Questioning assignment, think-pair share, dan lain-lain.
Bagaimana cara saya menerapkan CT?
Saya menggunakan CT dengan cara melakukan metakognisi. Saya sendiri
belakangan ini bertanya kepada diri sendiri, “bagaimana sih supaya saya dapat
memaksimalkan utilisasi dari metakoginisi?”. Kemudian setelah saya menganalisis kurang
lebih 15 menit, saya menyadari bahwa sebenarnya hal terpenting dari metakognisi adalah
comprehensive questioning (CQ) atau dengan kata lain membuat pertanyaan yang
menyeluruh.
Cara kerja CQ adalah pertama-tama kita mengambil suatu masalah. Kemudian kita
pertanyakan terus-menerus sampai kita sudah tidak kepikiran pertanyaan lagi. Kemudian
setelah tidak kepikiran pertanyaan lagi, kita jawab pertanyaan yang ada. Dari jawaban yang
dikemukakan, diharapkan muncul (beberapa) pertanyaan lagi. Hal ini diulangi terus-menerus
hingga akhirnya pertanyaan yang kita buat komprehensif sehingga jawabannya pun juga
komprehensif. Setelah saya pikir-pikir, konsep ini mirip dengan algoritma breadth-first
search.
Dengan menggunakan cara ini, saya lebih bisa memikirkan hal yang lebih kritis lagi
terhadap suatu permasalahan. Saya ingin menerapkan hal ini dalam berbagai aspek
kehidupan saya. Saya yakin cara ini akan dapat membuat hidup saya lebih baik, Insyaallah.

Rujukan

Ahmed, T. F. A., Arja, S. B., Bala, S., Omer, A. K., & Fateh, R. (2018). Critical Thinking Idea

and Concept. 02(03).

Calderonello, A. H., Siegel, M., & Carey, R. (1990). Critical Thinking: A Semiotic Perspective.

College Composition and Communication, 41(3), 350. https://doi.org/10.2307/357670

Gambrill, E., & Gibbs, L. (2009). Critical thinking for helping professionals: A skills-related

workbook. New York: Oxford Press.

Halim, L., & Mokhtar, L. E. (2015). CRITICAL THINKING PROCESS IN SCIENCE

LEARNING.

Halpern, D. F. (2001). Critical Thinking, Cognitive Psychology of. In International

Encyclopedia of the Social & Behavioral Sciences (pp. 2990–2994). Elsevier.

https://doi.org/10.1016/B0-08-043076-7/01586-2

Janse Van Rensburg, J., & Rauscher, W. (2022). Strategies for fostering critical thinking

dispositions in the technology classroom. International Journal of Technology and

Design Education, 32(4), 2151–2171. https://doi.org/10.1007/s10798-021-09690-6

Knap‑Stefaniuk, A., & Ambrozová, E. (2021). Critical Thinking – the Basic Competency for
Leadership in the 21st century. Perspektywy Kultury, 33(2), 137–152.

https://doi.org/10.35765/pk.2021.3302.10

Anda mungkin juga menyukai