Anda di halaman 1dari 11

Pembahasan

Ikan merupakan salah satu bahan pangan bersifat perishable, karena mengandung air, protein
dan lemak tinggi, sehingga menjadi media pertumbuhan mikroba. Selama ini untuk
meningkatkan masa simpan ikan dapat dilakukan dengan proses pengalengan. Lemuru
merupakan salah satu ikan yang kaya akan asam lemak ω-3. Kadar asam lemak ω-3 pada
minyak ikan lemuru dapat mencapai 19,37%, dengan jenis asam lemak ω-3 yang dominan
adalah EPA (eicosapentaenoic acid, C20:5ω-3) mencapai 14,46%, sedangkan kadar DHA
(docosahexaenoic acid) 4,60% (Suseno et al. 2014). Minyak lemuru dihasilkan sebagai hasil
samping pengalengan ikan lemuru (Purwanto et al. 2015). Minyak hasil samping pengalengan
bergantung pada penanganan setelah dihasilkan, dapat memenuhi standar mutu minyak ikan
untuk konsumsi (edible fish oil) (Estiasih et al. 2013a), sehingga dapat dimanfaatkan untuk
produk pangan. Salah satu kandungan asam lemak tidak jenuh pada ikan yaitu omega-3.
Kandungan omega-3 dapat ditemukan pada ikan kembung, bandeng, lemuru, layang, dan
tongkol (Gunawan et al. 2014). Asam lemak yang termasuk ke dalam golongan omega-3 yaitu
EPA (Eicosa Pentaenoic Acid), DHA (Docosa Hexaenoic acid) dan Linoleat (Sarker, 2020).
Asam lemak omega-3 pada minyak ikan yang lebih dominan adalah EPA dan DHA
(Manduapessy, 2017)
Suseno SH, Saraswati, Hayati S, Izaki AF. 2014. Fatty acid composition of some potential fish
oil from production centers in Indonesia. Oriental Journal of Chemistry. 30(3): 975-980.
Purwanto MGM, Maretha MV, Wahyudi M, Goeltom MT. 2015. Whole cell hydrolysis of
sardine (Sardinella lemuru) oil waste using mucor circinelloides NRRL 1405 immobilized in
poly-urethane foam. Procedia Chemistry. 14: 256-262.
Estiasih T, Ahmadi K, Nisa FC. 2013a. Optimizing conditions for the purification of omega-3
fatty acids from the byproduct of tuna canning processing. Advance Journal of Food Science
and Technology. 5(5): 522-529.
Gunawan, E. R., Handayani, S. S., Kurniawati, L., Murniati, Sehendra, D., dan Nurhidayanti.
(2014). Profil kandungan asam lemak tak jenuh pada ekstrak minyak ikan lele (Clarias Sp)
hasil reaksi esterifikasi dan transesterifikasi secara enzimatis.
Sarker, S. (2020). By-products of fish-oil refinery as potential substrates for biogas production
in Norway: A preliminary study. Results in Engineering.
Manduapessy K. R. W. (2017). Profil Asam Lemak Ikan Layang Segar (Decapterus
macrosama). Majalah Biam Vol 13 (1): 42-46
Pengawetan makanan dalam kaleng diartikan sebagai suatu cara pengolahan dengan
menggunakan suhu sterilisasi (110o C – 120o C) yang bertujuan menyelamatkan bahan
makanan itu dari proses pembusukan. (Moeljanto, 1982). Pada pengalengan makanan, bahan
pangan dikemas secara hermetis dalam suatu wadah kaleng. Pengemasan secara hermetis
mengandung arti bahwa penutupannya sangat rapat, sehingga tidak dapat ditembus oleh udara,
air, mikroba atau bahan asing lainnya. Perlakuan panas untuk bahan pangan berasam rendah
dirancang untuk menginaktifasikan sejumlah besar spora organisme C. botulinum. Walaupun
spora ini tidak setahan spora – spora dari tipe Clostridium lainnya dan bacillus. C. botulinum
mampu menghasilkan racun yang mematikan kadang – kadang tanpa menggembungkan wadah
atau mengubah kenampakan secara nyata (Buckle et al, 1987). Selain penerapan suhu tinggi,
tingkat keasaman (pH) suatu produk mempunyai peranan terhadap daya hambat pertumbuhan
bakteri patogen. Clostridium botulinum termasuk salah satu bakteri yang mudah tumbuh
dengan baik pada substrat atau produk – produk makanan yang mempunyai kisaran pH 4,6 –
7,5 (Winarno, 1994).
Buckle, K. A. et al. 1987. Ilmu Pangan. Diterjemahkan Oleh Hadi P., Adiono. Universitas
Indonesia (UI Press). Jakarta
Winarno, F. G. 1994. Sterilisasi Komersial Produk Pangan. PT. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
Secara umum proses pengalengan meliputi tahap – tahap persiapan bahan mentah, pemasakan
pendahuluan, pengisian bahan ke dalam kemasan, pengisian medium, penghampaan udara,
proses sterilisasi, pendinginan dan penyimpanan (Winarno, 1994). Ikan secara alami dalam
proses pemanfaatannya akan mengikuti pola kemunduran mutu, dimana setelah ikan mati akan
menjadi busuk dalam waktu 5 – 8 jam pada suhu kamar (25 – 30 oC). Oleh karena itu ikan
yang masih segar hendaknya segera diolah atau dimanfaatkan. Memastikan dapat dihasilkan
olahan ikan (produk akhir) yang bermutu diperlukan tingkat kesegaran bahan baku yang tinggi,
yaitu dengan tingkat mutu organoleptik minimal 7,5. Sebab ikan segar akan melewati tahap –
tahap pengolahan yang mengarah pada seringnya penanganan secara fisik, sehingga bila
tingkat kesegaran bahan baku tidak cukup tinggi akan dihasilkan produk ikan kaleng yang tidak
bermutu.
Pemasakan pendahuluan atau Precooking merupakan salah satu tahap dalam proses
pengalengan ikan yang mempengaruhi produk pengalengan. Precooking bertujuan
menghilangkan udara dalam jaringan ikan, mengurangi lemak dan air, membuat daging ikan
menjadi kompak dan padat, mengurangi jumlah mikroba, dan menginaktivasi enzim.
Penggunaan suhu dan waktu sangat mempengaruhi hasil proses precooking , karena dapat
menyebabkan kehilangan kandungan dan merubah sifat fisik ikan menjadi lebih keras apabila
penggunaan suhu dan waktu yang kurang tepat (1).
E. K. Harimurti, M. Sudjatinah, dan I. Fitriana, “Pengaruh Perbedaan Waktu Pengukusan Pada
Proses Pemindangan Ikan Kembung Terhadap Sifat Fisik , Kimia dan Organoleptik,” J. Teknol.
Pangan dan Has. Pertan., vol. 15, no. 1, hal. 1–7, 2021.
Warna
Kecenderungan perubahan warna akibat peningkatan fortifikasi minyak ikan disebabkan
minyak lemuru memiliki warna coklat gelap. Faktor yang mempengaruhi warna lemak atau
minyak sangat banyak, dan adanya metmioglobin menyebabkan warna lemak menajdi lebih
merah (Irie 2001). Kemungkinan faktor penting yang mempengaruhi perubahan warna
kemerahan pada bakso adalah peningkatan fortifikasi menyebabkan warna lebih merah yang
berasal dari minyak ikan. tetapi kemerahan meningkat yang disebabkan oleh perubahan suhu
internal di dalam produk dan keadaan pigmen sarkoplasma (Perez-Alvarez dan Fernandez
Lopez,2009). Warna daging ikan lemuru rata-rata berwarna putih sehingga memberikan kesan
bahwa daging ikan dalam keadaan segar sesuai dengan jenis ikan sedangkan daging ikan yang
berwarna merah merupakan daging yang kaya akan oksigen, sehingga warna merah pada
daging ikan akan dapat lebih cepat mengalami reaksi oksidasi lemak yang dapat mempengaruhi
ketengikan ikan. Ikan yang memiliki warna kecokelatan pada bagian daging seperti ikan tuna,
ikan kembung, tongkol dan hiu [7]. Pengaruh perlakuan suhu pada warna ikan lemuru
precooking juga dapat mengakibatkan warna ikan menjadi lebih kecoklatan yang menandakan
ikan tersebut mengalami tingkat kematangan. Menurut [1] reaksi pencoklatan non-enzimatis
(maillard) yang terjadi antara protein, polipeptida dan asam amino dengan hasil dekomposisi
lemak. Menurut [10] menyatakan bahwa proses pemanasan menyebabkan perubahan struktur
protein myofibrillar dan struktur membran yang menyebabkan reduksi air sehingga ikan
terlihat matang.
Irie M. 2001. Optical evaluation of factors affecting appearance of bovine fat. Meat Science.
57(1): 19-22.
Perez-Matute P, Perez-Echarri N, Martınez JA, Marti A, Moreno-Aliaga MJ. 2007.
Eicosapentaenoic acid actions on adiposity and insulin resistance in control and high-fat-fed
rats: role of apoptosis, adiponectin and tumour necrosis factor-α. British Journal of Nutrition.
97: 389-398.
L. J. Damongilala, “Kandungan Gizi Pangan Ikan,” Patma Media Graf. Bandung, hal. 12–20,
2021. (7)
E. K. Harimurti, M. Sudjatinah, dan I. Fitriana, “Pengaruh Perbedaan Waktu Pengukusan Pada
Proses Pemindangan Ikan Kembung Terhadap Sifat Fisik , Kimia dan Organoleptik,” J. Teknol.
Pangan dan Has. Pertan., vol. 15, no. 1, hal. 1–7, 2021. (1)
Tekstur
Saeed dan Howell (2002) oksidasi lipid berkontribusi pada pembentukan ikatan kovalen
menyebabkan tekstur menjadi lebih keras. Oksidasi lipid juga berkontribusi terhadap
denaturasi protein. Denaturasi protein pada kondisi kering menyebabkan tekstur menjadi lebih
keras. Adapun pada kondisi basah tidak menyebabkan perubahan kekerasan tekstur. Hal ini
disebabkan karena semakin tinggi suhu maka dapat meningkatkan laju reaksi, atau
mempercepat laju reaksi, namun hal ini hanya dalam batas waktu tertentu. Suhu yang terlalu
tinggi dapat menyebabkan enzim mengalami terdenaturasi, ini yang menyebabkan laju
enzimatik menurun. Pemanasan dapat menyebabkan pemutusan ikatan hidrogen suatu protein
sehingga menyebabkan sisi hidrofobik dari gugus samping polipeptida akan terbuka,
menyebabkan kelarutan pada protein menurun sehingga menyebabkan protein mengalami
penggumpalan. Menurut [8] lipatan-lipatan molekul protein yang lepas membuat reaksi antara
rantai asam amino dengan molekul lemak, sehingga berat molekul protein akan meningkat dan
bentuk fisiknya akan semakin memadat atau menjadi penggumpalan. Pemanasan juga
menyebabkan protein pecah dan larut dalam air yang menyebabkan air terikat kuat, pemanasan
tinggi akan menguapkan air terikat sehingga protein yang tersisa mengalami dehidrasi atau
hilangnya kelembapan, sehingga ikan akan mengalami tekstur yang lebih keras akibat
hilangnya kelembapan.
Saeed S, Howell NK. 2002. Effect of lipid oxidation and frozen storage on muscle proteins of
Atlantic mackerel (Scomber scombrus). Journal of the Science of Food and Agriculture. 82(5):
579-586.
A. I. Setyastuti et al., “KARAKTERISTIK KUALITAS IKAN TONGKOL ( Euthynnus affinis
) ASAP QUALITY CHARACTERISTICS OF SMOKED EASTERN LITTLE TUNA (
Euthynnus affinis ) USING CORN COB LIQUID SMOKE DURING FROZEN STORAGE,”
J. Akuatika Indones., vol. 6, no. 2, hal. 62–69, 2021. (8).
Bobot tuntas
Hal ini menyatakan bahwa semakin tinggi suhu yang digunakan maka bobot tuntas ikan lemuru
precooking juga semakin rendah. Penggunaan suhu yang semakin tinggi menyebabkan
menguapnya air bebas, senyawa volatil yang rentan terhadap panas seperti mineral, vitamin
dan senyawa yang terakumulasi di bawah jaringan lemak juga semakin tinggi. Kelompok
senyawa volatil yang mudah menguap dapat dihasilkan dari lemak atau asam lemak yaitu
aldehid dan keton [3].
R. I. Pratama, I. Rostini, dan E. Rochima, “Profil Asam Amino, Asam Lemak dan Komponen
Volatil Ikan Gurame Segar (Osphronemus gouramy) dan Kukus,” J. Pengolah. Has. Perikan.
Indones., vol. 21, no. 2, hal. 219, 2018.
Kenampakan
Pengaruh pemanasan menyebabkan komponen daging ikan dapat mengalami perubahan fisik
dan kimia. Perpindahan panas terhadap daging ikan mengeluarkan sebagian air yang
terkandung, protein yang terdenaturasi dan berikatan dengan kandungan lemak sehingga
menghasilkan daging ikan yang padat dan berkesan matang. Ikan yang terlalu matang,
mengakibatkan hilangnya kelembaban/ lemak/protein. Menurut [9] tingkat kematangan dapat
dikaitkan dengan faktor-faktor seperti denaturasi protein, kehilangan kelembaban, hangus, atau
hal lain yang dapat diukur secara numerik. Menurut Putri et al., (2020) warna minyak ikan
dipengaruhi oleh zat pigmen alami, seperti xantofil, karoten, dan antosianin. Selain itu juga
disebabkan adanya senyawa hasil degradasi zat warna alami sehingga menghasilkan minyak
ikan berwarna kuning atau kuning kecoklatan.
J. Debeer, F. Nolte, C. W. Lord, dan J. Colley, “Precooking tuna: A heat of summation analysis
of different heating profiles,” Food Prot. Trends, vol. 39, no. 2, hal. 127–136, 2019.
Putri D. N., Wibowo Y. M. N., Santoso E. N., Romadhania P. (2020). Sifat Fisikokimia dan
Profil Asam Lemak Minyak Ikan Pari dari Kepala Kakap Merah (Lutjanus malabaricus).
AgriTech. Vol.40 (1): 31-38
Bau atau aroma
Bau pada minyak ikan dihasilkan karena adanya oksidasi selama penyimpanan. Hal ini
didukung dengan bilangan peroksida yang meningkat. Dalam Sarker (2020), cepatnya proses
oksidasi terjadi disebabkan oleh tingginya asam lemak tak jenuh yang terkandung dalam
minyak ikan sehingga menimbulkan aroma minyak ikan yang khas. Pada riset ini, aroma
minyak ikan lemuru yang dihasilkan berbau amis dan spesifik khas minyak ikan dengan sedikit
tengik. Perbedaan aroma pada hari ke-1 dengan ke-30 tidak berbeda signifikan. Menurut Dari
et al. (2017) dan Hatrooshi et al. (2020), minyak ikan yang berkualitas baik dan telah dilakukan
pemurnian akan menghasilkan warna kuning jernih dengan aroma khas yang spesifik minyak
ikan. Adanya air pada ikan akan menyebabkan campuran bumbu-bumbu yang digunakan
semakin homogen dan akan membantu proses penguapan sehingga memberi aroma dari bahan
baku maupun bumbu. Menurut (Tumion & Hastuti, 2017) dapat menghasilkan bau, zat zat bau
harus dapat menguap, sedikit dapat larut dalam air, dan sedikit dapat larut dalam lemak. Tinggi
dan rendahnya nilai aroma nugget tidak hanya dipengaruhi oleh jumlah ikan lemuru yang
digunakan, tetapi juga dipengaruhi oleh kadar air dari ikan dan bumbu-bumbu (Setyowati,
2019).
Sarker, S. (2020). By-products of fish-oil refinery as potential substrates for biogas production
in Norway: A preliminary study. Results in Engineering. Vol. 6.
Setyowati, E. (2019). Karakteristik mutu fisikokimia dan sensori kamaboko ikan lemuru
(Sardinella sp.) dengan variasi jenis bahan pengikat. In Faculty of Agricultural Technology and
Enginering, Bogor Agricultural University. Bogor Agricultural University (IPB).
Dari, D. W., Astawan, M., Wulandari, N., dan Suseno, S.H. (2017). Karakteristik minyak ikan
sardin (Sardinella sp.) hasil pemurnian bertingkat. JPHPI, 20(3): 456-467.
Hatrooshi, A. S. A., Eze, V. C., Harvey, A. P. (2020). Production of biodiesel from waste shark
liver oil for biofuel applications. Renewable Energy. Vol. 145. 99-105.
Tumion, F. F., & Hastuti, N. D. (2017). Pembuatan Nugget Ikan Lele (Clarias Sp) dengan
Variasi Penambahan Tepung Terigu. AGROMIX, 8(1), 25–35.
Kebocoran
Pemeraman dilakukan setelah pendinginan selama satu minggu dengan cara menempatkan
kaleng dalam posisi terbalik pada suhu kamar (25o – 30oC) untuk mengetahui kebocoran
kaleng (SNI 01-3548-1994). Kebocoran yang terjadi tidak hanya berakibat pada satu kaleng
yang bocor, tetapi akan mempengaruhi kaleng – kaleng lain di sekitarnya. Pengepakan
dilakukan setelah pengeraman. Kaleng diletakkan dalam master karton double wall dan disusun
posisi tegak. Pada tahap ini dilakukan inspeksi akhir untuk melihat mutu produk akhir. Head
space dalam kaleng harus cukup, sebab apabila kurang akibat pengembangan isi kaleng selama
pemanasan dapat menyebabkan kebocoran pada kaleng. Faktor penyebab terjadinya defect
false seam dikarenakan terjadinya kerusakan pada bagian lipatan kaleng sehingga
menyebabkan ukuran tutup kaleng tidak sesuai dengan lipatan kaleng sehingga tutup kaleng
tidak dapat melipat secara sempurna. Rusaknya bagian lipatan kaleng dapat disebabkan oleh
kerasnya benturan antar sesame kaleng, penggunaan penjepit yang terlalu menekan pada
lipatan body kaleng sehingga tipatan pada kaleng menjadi rusak. Namun defect false seam juga
dapat disebabkan oleh faktor mesin yang mana ketika komponen seaming roll terjadi eror
mengakibatkan seaming roll tidak dapat melipat tutup kaleng secara sempurna. Oleh karena itu
tidakan perbaikan yang diperoleh dari peneliti yaitu dilakukan pengecekan kondisi komponen
seaming roll secara berkala setiap mesin akan digunakan dan mengurangi benturan yang terlalu
keras sesama kaleng ketika proses pemasakan awal (pre-cooking) serta penggunaan alat
penjepit lebih hatihati ketika menjepit bodi lipatan kaleng. Kerusakan latex disebakan oleh
produsen langung. Oleh karena itu tindakan perbaikan yang diperoleh penaliti bahwasannya
untuk dapat meminimaisir terjadinya defect bocor akibat latex rusak maka perusahaan harus
segera melakukan komunikaisi/komplen kepada produsen mengenai banyaknya kebocoran
yang terjadi akibat latek pada tutup yang diproduksi sudah dalam keadaan rusak. (Ditjenkan,
1994).
Direktorat Jenderal Perikanan, 1994. Standar Nasional Indonesia (SNI 01-3548-1994), Sardin
Media Saus Tomat dalam Kaleng. Jakarta.
Arini dan Subekti S. (2019). Proses Pengalengan Ikan Lemuru (Sardinella Iongiceps) in CV.
Pasific Harvest, Banyuwangi, Provinsi Jawa Timur. Journal of Marine and Coastat Science.
Ice cream
Es krim merupakan salah satu jenis makanan yang sangat disukai oleh konsumen segala usia
dari anak- anak hingga dewasa. Konsumsi es krim saat ini meningkat dari waktu ke waktu
ditandai dengan makin meningkatnya varian dan jumlah es krim di pasaran. Konsumsi es krim
di Indonesia berkisar 0,5 liter/orang/tahun dan diperkirakan makin meningkat seiring dengan
memasyarakatnya es krim (Setiadi, 2002). Es krim dapat didefinisikan sebagai makanan beku
yang dibuat dari produk susu (dairy) dan dikombinasikan dengan pemberi rasa (flavor) dan
pemanis (sweetener). Menurut Standar Nasional Indonesia, es krim adalah sejenis makanan
semi padat yang dibuat dengan cara pembekuan tepung es krim atau campuran susu, lemak
hewani maupun nabati, gula, dan dengan atau tanpa bahan makanan lain yang diizinkan.
Campuran bahan es krim diaduk ketika didinginkan untuk mencegah pembentukan Kristal es
yang besar. Secara tradisional, penurunan temperatur campuran dilakukan dengan cara
mencelupkan campuran ke dalam campuran es dan garam (Arbuckle, 2000).
Setiadi, Aldi. 2002. Es Krim Campina Bidik Pasar dengan “Hati”.
Prinsip pembuatan es krim adalah membentuk suatu rongga udara pada campuran bahan-bahan
es krim sehingga dihasilkan pengembangan volume yang membuat es krim menjadi lebih
ringan, tidak terlalu padat dan mempunyai tekstur yang lembut. Es krim yang berkualitas tinggi
tidak cepat meleleh saat dihidangkan pada suhu kamar, sedangkan tekstur yang diinginkan pada
es krim adalah lembut dan berpenampilan kreami. Bahan baku es krim pada umumnya adalah
susu sapi, karena mengandung laktosa yang merupakan karbohidrat utama pada susu sapi. Pada
pembuatan es krim bahan tambahan makanan yang diizinkan mengandung lemak minimal 5%,
bahan pemanis minimal 8% dan total padatan minimal 34% (SNI 01-3715-1995).
Stándar Nasional Indonesia (SNI) 01-3715- 1995. Es Krim. Penerbit Dewan Standarisasi
Nasional (DSN)
Stabilizer mempunyai daya ikat air yang tinggi sehingga efektif dalam pembentukan tekstur
halus yang memperbaiki struktur es krim (Arbuckle & Marshall, 2000). Stabilizer bekerja
dengan cara menurunkan tegangan permukaan melalui pembentukan lapisan pelindung yang
menyelimuti globula fase terdispersi sehingga senyawa yang tidak larut akan lebih terdispersi
dan lebih stabil dalam emulsi (Fennema, 1985). Bahan penstabil merupakan
senyawasenyawa hidrokoloid biasanya polisakarida yang berperan meningkatkan kekentalan
dari adonan es krim terutama pada keadaan sebelum pembekuan dan penambahan bahan
penstabil dengan persentase yang terlalu banyak akan membuat adonan lebih kental (Winarno,
1990).
Padaga, M., M.E. Sawitri, 2005, Membuat Es Krim Yang Sehat, Trubus Agrisarana, Surabaya.
Fennema, O. R., 1985. Food Chemistry 2nd edition. Marcell Dekker Inc. New York.
Arbuckle, W.S. and Marshall, R.T. 2000. Ice Cream. Chapman and Hall, New York.145pp.
Pembuatan es krim probiotik juga ditambahkan bahan lain seperti bahan penstabil. Menurut
Istiqomah (2017) Batas maksimum penggunaan penstabil carboxy methyl cellulose (CMC)
dalam produk es krim yaitu 10 g/kg (b/b). Dalam pembuatan es krim bahan penstabil berupa
carboxy methyl cellulose berfungsi untuk mencegah pembentukan kristal es yang kasar,
membentuk tekstur yang lembut, menghasilkan produk seragam, memberikan daya tahan yang
baik terhadap proses pencairan, tidak berpengaruh terhadap titik beku namun cenderung
membatasi pengembangan adonan (Mailoa et al., 2017).
Istiqomah K., W.S. Windrati, Y. Praptiningsih. 2017. Karakteristik es krim edame dengan
variasi jenis bahan dan jumlah penstabil. Jurnal Agroteknologi, 11(2): 139-147.
Mailoa M., S. Rodiyah, dan S. Palijama. 2017. Pengaruh konsentrasi Carboxy Methyl Cellulose
terhadap kualitas es krim ubi jalar (Ipomea batatas L). Jurnal Teknologi Pertanian, 6(2): 45-51.
Overrum
Overrun menunjukkan jumlah udara yang terperangkap dalam es krim karena proses agitasi
sehingga membentuk rongga udara yang terlepas bersamaan dengan melelehnya es krim.
Overrun es krim biasanya antara 70 - 80%, sedang untuk industri rumah tangga berkisar antara
35 – 50% [25]. Laju leleh dipengaruhi oleh viskositas, total padatan, dan overrun es krim.
Semakin tinggi viskositas dan total padatan es krim maka laju lelehnya akan semakin rendah
dan sebaliknya. Sedangkan semakin tinggi overrun es krim maka laju lelehnya akan semakin
tinggi dan sebaliknya..semakin tinggi penambahan sari buah merah dan semakin tinggi
penambahan CMC yang ditambahkan menyebabkan overrun es krim buah merah semakin
menurun. Hal ini disebabkan karena dengan tingginya konsentrasi sari buah merah maka
semakin banyak jumlah kandungan lemak yang ada dalam es krim buah merah, dengan
banyaknya kandungan lemak dalam es krim buah merah dapat menghalangi kemampuan
berkembang es krim sehingga overrun menjadi berkurang. Hal ini didukung pendapat Eckless
(1984), faktor –faktor yang mempengaruhi overrun adalah lemak, emulsifier, suhu, kecepatan
pembuihan, komposisi es krim dan lama pembuihan. Demikian juga hal ini didukung oleh Goff
(2000) kandungan lemak yang terlalu tinggi dalam es krim dapat menghalangi kemampuan
proses whipping (mengembang) dari campuran es krim.
Eckles, C.H., W.B. Combs, and H. Macy. 1984. Milk and Milk Products. McGraw-Hill
Company. New York.
Goff, H.D. 2000. Controlling Ice Cream Structure by Examining Fat Protein Interactions. J.
Dairy Technology. Australia.
Suprayitno, E, H, Kartikaningsih, dan S, Rahayu, 2001, Pembuatan Es Krim dengan
MenggunakanStabilisator Natrium Alginat dari Sargassum sp. Jurnal Makanan Tradisional
Indonesia ISSN: 1410-8968, Vol, 1 No, 3, Hal, 23-27.

Rasa
Penstabil tidak mempengaruhi rasa es krim karena CMC, gum arab dan karagenan merupakan
zat yang tidak berasa dan berbau [15]. Rasa es krim juga dipengaruhi oleh beberapa hal seperti
bahan penstabil, penggunaan bahan bahan (gula, susu, telur) yang ditambahkan dalam adonan
yang dapat mengubah cita rasa es krim, sehingga semakin tinggi konsentrasi yang diberikan,
maka rasa khas es krim dapat menyebabkan penurunan nilai rata-rata. Rasa suatu pangan dapat
berasal dari sifat bahan baku itu sendiri atau berasal dari penambahan zat lain pada proses
pengolahannya (Winarno, 1993). Penggunaan bahan penstabil CMC tidak memberi rasa pada
es krim. Menurut Ganz (1997) menyatakan bahwa CMC mempengaruhi ambang batas rasa.
Menurut Tarigan (2010) menyebutkan pengaruh yang tidak nyata dari penambahan CMC ini
karena karakteristik CMC yang bersifat tawar atau tidak memiliki rasa.
Prasetyo, D. 2013. Pengaruh Penambahan dan Lama Blanching Sari Kedelai (Glycine max)
terhadap Sifat Fisik, Kimia, serta Organoleptik Es Krim Ubi Jalar Kuning (Ipomea batatas
L).Skripsi. Universitas Brawijaya. Malang.
Warna
Warna coklat itu disebabkan oleoresin yang berwarna coklat tua. Penambahan penstabil dalam
jumlah 0.25% tidak berpengaruh karena warna dari penstabil putih kecoklatan dalam bentuk
bubuk namun saat dilarutkan akan berwarna bening. Menurut (Basito et al., 2018), CMC
adalah bahan penstabil yang tidak mempengaruhi warna.
Basito B., B. Yudhistira, dan D.A. Meriza. 2018. Kajian penggunaan bahan penstabil CMC
(Carboxyl Methyl Cellulose) dan karagenan dalam pembuatan velva buah naga super merah
(Hylocereus costaricensis). Jurnal Teknologi dan Industri Pertanian Indonesia, 10(1), 42-49.

Aroma
Bahan penstabil yang digunakan tidak memberikan bau karena CMC termasuk dalam jenis
bahan penstabil yang tidak memberikan bau. Menurut Widiantoko (2014) bahan penstabil
CMC termasuk dalam kategori bahan penstabil yang tidak berbau, sehingga penambahan bahan
penstabil tidak mempengaruhi aroma. Menurut Yahdiyani, dkk (2015) menyatakan bahwa
CMC tidak memiliki komponen volatile yang dapat menguap sehingga tidak memberikan
aroma terhadap bahan makanan. Menurut Tarigan (2010) menyatakan bahwa karakteristik
CMC tidak memiliki aroma.
Widiantoko R.K. dan Yunianta. 2014. Pembuatan es krim tempe – jahe (Kajian Proporsi Bahan
dan Penstabil terhadap Sifat Fisik, Kimia dan Organoleptik). Jurnal Pangan dan Agroindustri,
2(1): 54 - 66
Tekstur
Hal ini diduga karena pada proporsi 7:3 memiliki overrun paling tinggi sehingga tercipta
tekstur yang lembut. Penambahan CMC juga membantu mengikat sejumlah air bebas sehingga
didapatkan tekstur es krim yang relatif lebih halus. Sedikit air bebas yang tersedia untuk
membentuk kristal es memungkinkan dihasilkannya Kristal es yang lebih kecil dalam es krim
dan ukuran kristal es sangat memberikan pengaruh pada tekstur es krim [32]. Pemakaian CMC
akan memperbaiki tekstur dan kristal laktosa yang terbentuk akan lebih halus. Rasa berpasir
kristal laktosa disebabkan laktosa mempunyai daya larut hanya sekitar 20% dan akan
mengendap dari larutan sebagai kristal yang keras seperti pasir yang mempengaruhi tekstur es
krim meski keberadaan laktosa juga memberi rasa enak (palatabilitas) [33].
Tekstur menyebabkan semakin kental suatu bahan maka resistensi untuk melakukan penetrasi
oleh probe akan semakin tinggi sehingga menghasilkan nilai kekerasan yang semakin tinggi
pula (Hartel, dkk, 2004). Penggunaan ekstrak umbi bit dan CMC dapat menyebabkan tekstur
es krim yang dihasilkan akan semakin lembut Suprayitno (2001) dan Abdullah, dkk (2003)
semakin lembutnya es krim yang dihasilkan dipengaruhi oleh globula lemak dan gelembung
udara yang terperangkap di dalam adonan es krim. Menurut Arbuckle dan Marshall (2000),
CMC memiliki beberapa kelebihan lain selain dapat mengikat air yang mudah larut dalam
adonan es krim yaitu CMC dapat mempertahankan tekstur yang halus.
Pengaruh penggunaan CMC terhadap tekstur yang dihasilkan adalah lembut, Menurut Hartatie
(2011) yang menyatakan CMC berperan untuk memperbaiki tekstur karena bahan penstabil
berfungsi menjaga air dalam es krim agar tidak membeku benar dan mengurangi kristalisasi
es. Menurut (Umar et al., 2019) Tekstur es krim juga sangat dipengaruhi oleh ukuran dari kristal
es, globula lemak, gelembung udara, kristal laktosa serta komposisi bahan penstabil, cara
mengolah, dan kondisi penyimpanan.
Moeerfard, M. dan M. M. Tehrani. 2008. Effect of some stabilizer on the physicochemical and
sensory properties of ice cream type frozen yoghurt. AmericanEurasian Journal of
Agriculture Environment and Science. 4 (5): 584-589.
Hartatie E.S. 2011. Kajian formulasi (bahan baku, bahan pemantap) dan metodepembuatan
terhadap kualitas es krim. Jurnal Gamma, 7(1) : 20 - 26.
Pada pembuatan es krim sari jagung manis membutuhkan stabilizer gelatin dalam jumlah kecil
untuk mempertahankan emulsi dan memperbaiki kelembutan es krim. Gelatin banyak
digunakan sebagai bahan penstabil (stabilizer) pada pembuatan es krim, karena pada produk
pangan gelatin berfungsi sebagai zat pengental, pengemulsi, penstabil (Hastuti dan Sumpe,
2007). Berdasarkan hasil penelitian Susilawati dkk (2014) penggunaan gelatin sebesar 0,5%
pada es krim susu kambing mudah meleleh.
Gelatin merupakan polipeptida yang terdiri atas ikatan kovalen dan ikatan peptida antara asam-
asam amino yang membentuknya. Polipeptida ini memiliki dua atom terminal, ujung kiri
mengandung gugus amino dan ujung kanan mengandung gugus karboksil. Kedua ujung itu
memungkinkan untuk gelatin membentuk ikatan hidrogen dengan molekul gelatin lainnya,
ataupun dengan molekul air. Asam amino 4-hidroksiprolin memiliki dua gugus fungsi yang
memungkinkan untuk membentuk ikatan hidrogen, yakni atom H dari gugus OH, atom H dan
atom O dari gugus karboksil (Fatimah, 2009).
Overrum
Menurut Hartatie (2011) campuran adonan es krim tidak boleh terlalu kental karena akan
menyulitkan pengembangan sehingga memperkecil overrun. Pada pengembangan volume es
krim proses mixing dapat mempengaruhi. Karena proses mixing mengakibatkan komponen-
komponen lemak menyebar dan membentuk jaringan disekitar udara dan mengikat air. Proses
mixing dilakukan pada suhu rendah (dibawah 10oC) agar terjadi kristalisasi lemak. Proses
kristalisai lemak ini sangat penting membentuk fat globule menjadi struktur tiga dimensi yang
dapat memerangkap air dan udara sehingga mengakibatkan pengembangan volume es krim.
Jika mixing dilakukan pada suhu tingi, maka ukuran globula lemak akan membesar tetapi tidak
mampu membentuk struktur tiga dimensi (Bennion dan Hughes, 1975 dalam Purnamayati,
2008).
menunjukan bahwa semakin tinggi konsentrasi gelatin yang digunakan maka waktu leleh es
krim makin lama. Menurut Priastami (2011) waktu leleh pada es krim dipengaruhi oleh jenis
dan jumlah bahan yang digunakan sebagai penstabil, semakin tinggi konsentrasi penstabil yang
digunakan maka resistensi pelelehan semakin besar sehingga kecepatan pelelehan akan
semakin lambat. Kecepatan leleh pada yogurt beku mengalami penurunan seiring dengan
penambahan gelatin.
Gelatin mampu meningkatkan viskositas yogurt, memperbaiki tekstur dan memperlambat
pelelehan (Purwanto, 2007 dalam Zahro dan Nisa, 2015), karena gelatin akan mengikat dan
menyerap air oleh karena itu adonan akan menjadi kental. Hal ini disebabkan karena rantai
polipeptida hasil hidrolisis mengalami degradasi melalui hidrolisis lanjutan akibat adanya sisa
ion H+ yang menyebabkan rantai polipeptida menjadi semakin pendek. Rantai polipeptida
yang pendek akan menghasilkan nilai viskositas yang rendah. Hal ini karena polipeptida
memiliki dua atom terminal yaitu pada ujung kanan mengandung gugus karboksil dan ujung
kiri mengandung gugus amino. Kedua ujung itu memungkinkan gelatin membentuk ikatan
hidrogen dengan molekul gelatin lainnya, sehingga mampu untuk mengikat air membentuk
cairan gelatin menjadi kental (Lestari, 2015 dalam Abidin, 2016). Gelatin dapat mengikat air
dalam jumlah besar karena memiliki komposisi asam amino prolin dan hidroksiprolin yang
mengandung gugus-gugus hidroksil dan karbonil sebagai gugus pembentuk ikatan hidrogen (
Abidin, 2016).
Bahan penstabil merupakan senyawa-senyawa hidrokoloid yang berperan meningkatkan
kekentalan dari adonan es krim terutama pada keadaan sebelum pembekuan. Penambahan
bahan penstabil dengan persentase yang tinggi akan membuat adonan menjadi lebih kental,
sehingga meningkatkan resistensi pelelehan (Winarno, 1996 dalam Priastami, 2011).
penggunaan gelatin sebagai stabilizer tidak berpengaruh pada rasa es krim karena gelatin hanya
bersifat sebagai pengemulsi, dan karakteristik dari gelatin adalah tidak berasa dan beraroma
(Susanto, 1995 dalam Wahid, 2015). Bahan baku utama pada pembuatan es krim adalah sari
jagung manis yang memberikan rasa jagung, dan ditambah dengan perasa yakni gula, dan non
dairy cream, maka rasa yang ditimbulkan adalah rasa manis karena pada semua formula
menggunakan kadar yang sama yakni gula 15%, non dairy cream 20%. Dilihat dari hasil (Tabel
5) menunjukan panelis menyukai es krim sari jagung manis karena rasa jagung yang dominan
yang mampu ditangkap oleh indera pencicip panelis.
Perlakuan gelatin tidak berpengaruh pada aroma es krim, hal ini berdasarkan sifat dari gelatin
tidak berasa dan beraroma (Susanto, 1995 dalam Wahid, 2015). Oleh karena itu gelatin, tidak
terdeteksi oleh indera pembau panelis begitupun gula dan non diary cream.
Tekstur es krim yang ideal menurut Purnamayati (2008) adalah tekstur yang sangat halus dan
ukuran partikel padatannya sangat kecil, sehingga tidak terdeteksi di dalam mulut. Seperti yang
dilaporkan oleh Nur (2011) Pada penelitian Widiantoko (2011) bahwa homogenisasi sangat
mempengaruhi tekstur es krim. Pada proses homogenisasi juga tak luput dari peran penstabil
yang digunakan dalam hal ini adalah gelatin. Adanya bahan penstabil seperti gelatin dalam
formula es krim akan membuat bahan campuran es krim agar tetap homogen, mencegah
dispersi globula lemak selama pembekuan dan memperbaiki tekstur. Karena bahan penstabil
berfungsi menjaga air di dalam es krim agar tidak membeku benar dan mengurangi kristalisasi
es. Salah satu fungsi penstabil adalah dapat membentuk selaput yang berukuran mikro untuk
mengikat lemak dan air serta dapat menstabilkan molekul udara dalam adonan sehingga air
bebas yang membeku tinggal sedikit dan lemak tidak akan mengeras karena adanya penstabil.
(Darma, dkk., 2013).

Anda mungkin juga menyukai