Anda di halaman 1dari 5

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Udang merupakan salah satu hasil perairan yang menempati urutan komoditas
ekspor tertinggi dalam perdagangan internasional [1]. Hal ini menjadikan
udang sebagai komoditas perikanan yang berkontribusi cukup besar dalam
meningkatkan nilai perekonomian. Salah satu jenis udang dengan nilai
ekonomis tinggi yaitu udang vannamei (Litopenaeus vannamei). Selain banyak
diminati, udang vannamei juga memiliki beberapa keunggulan seperti mudah
dibudidayakan, tahan terhadap penyakit, dan harga jualnya yang tinggi.
Tingginya permintaan udang juga disebabkan oleh kandungan gizi yang ada di
dalamnya. Udang kaya akan kandungan protein, yang berkisar antara 19 - 20%
serta kandungan lemak 1,2 - 1,3% [2].

Volume ekspor udang tahun 2017 naik 0,53% dibanding tahun sebelumnya
sekitar 136,3 ribu ton sedangkan nilai ekspor udang naik 23,9 % dibanding
tahun sebelumnya yaitu sekitar US$ 1,13 miliar. Ekspor udang Indonesia
mencapai 137,1 ribu ton dengan nilai US$ 1,4 miliar sepanjang Januari hingga
November 2017 [3]. Komoditas udang dalam negeri yang banyak diekspor
antara lain udang beku, udang segar, dan udang olahan. Industri udang
Indonesia berfokus pada pengolahan udang dari bahan baku mentah (raw
material) menjadi produk antara (intermediate products). Produk antara
(intermediate products) adalah bahan baku yang sudah melalui proses
pengolahan dan digunakan kembali dalam proses produksi [4]. Salah satu
produk antara yang banyak diproduksi yaitu jenis produk PnD (Peeled and
Deveined). Produk PnD (Peel and deveine) vannamei merupakan produk hasil
perikanan yang terbuat dari udang yang telah dihilangkan kulit dan kepalanya
lalu melalui proses soaking dan dibekukan [5]. Penerapan rantai dingin selama
proses produksi udang beku sangat diperhatikan sebagai kunci untuk
mempertahankan mutunya. Panjangnya alur yang ditempuh selama proses
pengolahan udang beku PnD berpotensi menyebabkan terjadinya kemunduran
2

mutu udang [6]. Faktor-faktor utama yang memengaruhi mutu udang beku
adalah penerapan suhu, kecepatan kerja (faktor waktu), kebersihan dan
kecermatan [1].

Sebelum udang dibekukan, udang melalui proses soaking. Tahapan proses


soaking dilakukan untuk pemulihan kondisi udang (recovery) dan
pengembalian nilai berat udang awal yang hilang [6]. Proses soaking pada
udang selama waktu tertentu akan membuat udang mengalami sejumlah
perubahan. Perubahan yang terjadi selama proses perendaman sifatnya
bermacam-macam antara lain perubahan fisik, biokimiawi dan mikrobiologis.
Proses perendaman dapat menyebabkan terjadinya denaturasi protein pada
daging saat proses penyimpanan sehingga mengakibatkan berkurangnya
kemampuan protein daging dalam menahan air dan hilangnya senyawa bioaktif
seperti fukosantin, lutein, astaksantik, dan beberapa asam amino glisin, prolin
dan alanine sebagai komponen pembentuk rasa selama proses pelelehan
(thawing) [7]. Kemampuan daging untuk menahan air merupakan suatu sifat
yang penting. Sifat daya tahan air yang tinggi mengartikan bahwa daging
tersebut mempunyai kualitas yang baik untuk tujuan mengikat air dan
meningkatkan keempukan, polyposphate banyak digunakan misalnya pada
pembuatan keju, sosis daging, dan sosis udang. Poliposphate dimanfaatkan
pula pada pembekuan udang guna mengurangi drip, dimana udang direndam
ke dalam larutan STPP [8].

Sodium tripolyposphate digunakan pada produk daging untuk beberapa alasan


yaitu mengubah atau menstabilkan pH, meningkatkan daya ikat air daging,
mengurangi hilangnya berat daging saat dimasak, dapat memperbaiki tekstur
dan sifat sensori daging (fleksibilitas, kadar jus, warna dan rasa) serta
memperpanjang umur simpan daging. Alkali fosfat berfungsi untuk
meningkatkan daya ikat air protein daging, meningkatkan keempukan dan
kadar jus daging, meningkatkan daya terima warna, serta melindungi dari
kemungkinan pencoklatan selama penyimpanan [8].

Beberapa penelitian yang sudah dilakukan menunjukkan bahwa perbedaan


konsentrasi STPP berpengaruh nyata terhadap kenaikan bobot udang setelah
3

proses perendaman. Menurut hasil penelitian dengan perlakuan konsentrasi 5%


menghasilkan kenaikan bobot udang (Recovery net) lebih besar dibandingkan
perlakuan konsentrasi 3% dengan waktu perendaman yang sama yaitu 4 jam
[9]. Hasil penelitian yang dilakukan dengan perlakuan konsentrasi STPP 2%
menghasilkan kenaikan bobot lebih kecil yaitu 2,01±2,08% sedangkan
konsentrasi STPP 2,5% menghasilkan kenaikan bobot lebih besar yaitu
4,31±0,11% [8]. Waktu perendaman pada proses soaking juga memengaruhi
kenaikan bobot udang. Hal ini dibuktikan dari penelitian yang telah dilakukan
dengan perlakuan konsentrasi STPP 3% dan 3 variasi waktu perendaman yaitu
2, 4 dan 6 jam rendaman. Hasil penelitian didapatkan bahwa makin lama waktu
perendaman yang dilakukan, kenaikan bobot udang semakin menurun [10].

Kadar air merupakan salah satu kualitas kimia yang perlu diperhatikan pada
produk udang. Kadar air yang tidak sesuai pada produk udang akan
menyebabkan udang mengalami kemunduran mutu seiring berjalannya proses
penanganan. Perlakuan perendaman dengan larutan sodium tripolifosfat
diharapkan dapat membantu daging udang mengikat air. Perlakuan lama
perendaman pada proses soaking udang memengaruhi kenaikan kadar air pada
produk akhir. Hal ini dibuktikan dari penelitian yang telah dilakukan dengan
perlakuan konsentrasi STPP 3% dan waktu perendaman 2, 4 dan 6 jam
rendaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin lama waktu
perendaman, kadar air yang didapat semakin menurun [10]. Penelitian terkait
pengaruh penambahan konsentrasi sodium tripolifosfat terhadap kadar air
belum pernah dilakukan sehingga perlu dilakukan pengujian kadar air pada
produk udang vannamei peel and deveined (PD).

Water holding capacity atau daya ikat air merupakan kemampuan suatu bahan
pangan untuk mengikat air dari struktur tiga dimensional protein yang
ditambahkan selama adanya pemrosesan [8]. Pengikatan air pada udang dapat
ditingkatkan dengan penambahan sodium tripolifosfat pada saat dilakukan
proses soaking. Perlakuan perendaman dengan larutan sodium tripolifosfat
dapat meningkatkan nilai WHC pada produk akhir. Hasil penelitian yang telah
dilakukan menunjukkan bahwa semakin banyak konsentrasi sodium
4

tripolifosfat maka nilai WHC yang dihasilkan akan semakin tinggi. Hal ini
dibuktikan dari penelitian yang telah dilakukan dengan perlakuan konsentrasi
STPP 4% menghasilkan nilai WHC yang lebih tinggi dibandingkan dengan
penambahan konsentrasi 2% [11].

Proses penanganan dan pengolahan udang harus memenuhi standar yang telah
ditetapkan agar didapat produk akhir yang baik. Titik kritis pengolahan udang
vannamei ini adalah suhu. Udang termasuk komoditas yang sangat mudah
rusak/busuk (perishable food) atau mudah dicemari bakteri pembusuk. Oleh
karena itu, saat proses pengolahan udang suhu harus tetap terjaga sesuai
standar. Penanganan juga harus dilakukan secara steril agar terhindar dari
kontaminasi. Pengujian Angka Lempeng Total dilakukan untuk melihat adanya
perkembangan mikroba pada produk akhir. Menurut hasil penelitian terdahulu
menunjukan bahwa hasil ALT pada pengolahan udang vannamei kupas mentah
beku Peeled Deveined (PD) dengan perlakuan konsentrasi 5% dan lama
perendaman selama 60 menit di PT Central Pertiwi Bahari Lampung yaitu
sebesar 3,1 × 104 koloni/gram sampai 3,6 × 104 koloni/gram [1].

Berdasarkan latar belakang tersebut, pengecekan Angka Lempeng Total dan


kadar air pada proses soaking perlu dilakukan agar melengkapi informasi
terkait kualitas mikrobiologi dan kualitas kimia produk udang vannamei Peeled
and Deveined (PnD). Secara khusus penelitian kali ini dilakukan dengan tujuan
untuk melihat pengaruh penambahan BTP Sodium Tripolifosfat (STPP) dan
waktu perendaman pada proses soaking terhadap penambahan berat udang
(Recovery net) vannamei PnD (Peeled and Deveined), kadar air, water holding
capacity dan Angka Lempeng Total (ALT).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, berikut adalah rumusan


masalah :

1. Bagaimana pengaruh penambahan sodium tripolifosfat dan waktu


perendaman terhadap kenaikan bobot udang vannamei?
5

2. Bagaimana pengaruh penambahan sodium tripolifosfat dan waktu


perendaman terhadap kadar air dan water holding capacity udang
vannamei?

3. Berapa pertumbuhan mikroorganisme selama proses soaking dan apakah


pertumbuhannya sesuai dengan standar yang ditetapkan pada SNI
3458:2016?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk :

1. Membuktikan adanya pengaruh penambahan sodium tripolifosfat dan


waktu perendaman terhadap kenaikan bobot udang vannamei.

2. Membuktikan adanya pengaruh penambahan sodium tripolifosfat dan


waktu perendaman terhadap kadar air dan water holding capacity udang
vannamei.

3. Mengidentifikasi jumlah mikroorganisme selama proses soaking


menggunakan metode Angka Lempeng Total (ALT) dengan standar yang
ditetapkan pada SNI 3458:2016.

1.4 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah hubungan antara proses soaking udang
vannamei dengan kadar penambahan sodium tripolifosfat dan waktu
perendaman. Pengaruh perbedaan perlakuan pada proses soaking udang
vannamei terhadap kenaikan bobot udang vannamei, kadar air, water holding
capacity dan Angka Lempeng Total (ALT).

Anda mungkin juga menyukai