Anda di halaman 1dari 6

Tujuan

• Agar mahasiswa mengetahui jenis HHBK


• Agar mahasiswa mengetahui klasifikasi HHBK berdasar asarnya
Cara kerja
1. Buatlah makalah secara individu mengenai HHBK yang berasal dari hutan alam dan hasil
budidaya. 2. Topik bahasan sudah ditentukan.
pendahuluan

Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya
alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu
dengan lainnya tidak dapat dipisahkan (UU No.41 Tahun1999). Hutan terdiri sumber daya
alam yang memberikan manfaat besar bagi kesejahteraan manusia. Sumber daya hutan dapat
memberikan manfaat tangible yang dirasakan secara langsung, maupun intangible yang
dirasakan secara tidak langsung. Manfaat langsung seperti penyediaan kayu, satwa, dan hasil
tambang. Sedangkan manfaat tidak langsung antara lain yaitu kegunaan rekreasi,
perlindungan dan pengaturan tata air, pencegahan erosi. Pemanfaatan hasil hutan yang
memanfaatkan lahan hutan untuk mengambil hasil hutan berupa kayu atau non-kayu,
termasuk jasa lingkungan secara maksimal untuk kesejahteraan masyarakat dengan tetap
menjaga kelestarian hutan. Kegiatan dari pemanfaatan hasil hutan ini dapat memberikan
manfaat ekonomi, sosial, dan lingkungan secara maksimal dan terintegrasi sehingga tidak
mengabaikan fungsi utama hutan.

Pemanfaatan hasil hutan oleh manusia telah berlangsung lama, seiring dengan
dimulainya interaksi manusia dengan alam sekitarnya. Salah satu fungsi hutan yang sering
diabaikan oleh masyarakat pada umumnya adalah fungsi hasil hutan bukan kayu (HHBK).
Hasil hutan bukan kayu (HHBK) adalah hasil hutan hayati baik nabati maupun hewani
beserta produk turunan dan budidaya kecuali kayu yang berasal dari hutan. Hasil Hutan
Bukan kayu (HHBK) merupakan bagian dari ekosistem hutan yang memiliki peranan yang
beragam, baik terhadap lingkungan alam maupun kehidupan manusia. HHBK akhir-akhir ini
dianggap semakin penting setelah produktifitas kayu dari hutan alam semakin menurun
(Silalahi et al., 2019). Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) adalah jenis tanaman yang tumbuh,
baik di dalam maupun di luar kawasan hutan. Walaupun peranan HHBK sudah dirasakan
masyarakat sebagai salah satu sumber pendapatan, namun pengelolaanya belum maksimal
sehingga kualitas produk yang dihasilkan masih jauh dari standar yang diharapkan dan
harganya tergolong masih rendah. HHBK memiliki nilai yang sangat strategis. HHBK
merupakan salah satu sumber daya tan yang memiliki keunggulan yang kooparatif dan
bersinggungan langsung dengan masyarakat sekitar hutan (Arey,2021)

Tipus

Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) dipandang sangat penting dalam beberapa tahun
terakhir untuk pengemabangan akibat produksi kayu dihutan selalu menurun.) Berubahnya
cara pandang didalam mengolah hutan sekarang lebih mengarah pada pengolahan
(ekosisitem) hutan secara utuh dan mengedepankan diversifikasi hasil hutan Non kayu,
HHBk didalam memanfaatkan mempunyai keebihan dibandingkan hasil kayu, oleh sebab itu
HHBK mempunyai peluang besar kedepannya. Memanfaatkan HHBK hutan tidak mengalami
degradasi yang kontras terhadap hutan dibanding memanfaatkan kayu. Sebagian HHBK
mempunyai nilai komersial yang tinggi persatu,volume, penggunaan teknologi juga dari
sederhana sampai kepada menengah, adapun bagian HHBK yang dimanfaatkan merupakan
buah,’daun,’akar cabutan,’kulit,’kayu,’getah,’bunga,’dan batang(Sihombing,2011). Jenis
tumbuhan tersebut beberapa diantaranya bahkan memiliki nilai ekonomi yang sangat tinggi
bila dijadikan produk olahan. HHBK ada yang berasal dari alam dan ada juga HHBK hasil
budidaya. Beraneka ragam jenis hasil hutan bukan kayu dapat dimanfaatkan oleh masyarakat
di sekitar hutan. Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu juga diatur dalam Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana
Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan, dan Penggunaan Kawasan Hutan. Pemanfaatan
HHBK adalah segala bentuk usaha yang memanfaatkan dan mengusahakan hasil hutan bukan
kayu dengan tidak merusak lingkungan dan tidak mengurangi fungsi pokok hutan.

Pembahasan :

Satu diantara plasma nutfah yang banyak terdapat di Indonesia adalah tanaman
kantong semar (Nepenthes sp.) (Mansur, 2006).Kantong semar merupakan salah satu hhbk
yang berasal dari alam. Habitat kantong semar umumnya berada di kawasan yang tidak subur
dengan kandungan unsur hara yang rendah (N, P, dan K), tanah masam dengan pH tanah
berkisar 2-4,5 dan tingkat kelembaban yang tinggi (Listiawati dan Siregar 2008). Habitat
kantong semar di Indonesia dapat ditemukan pada hutan kerangas, hutan rawa gambut,
pegunungan karst, hutan hujan tropis, hutan pegunungan atas, padang savana serta di tepi
danau (Mansur 2006). Daerah penyebaran utama Nepenthes terdapat pada region Indonesia,
Malaysia dan Philipina. ketiga negara tersebut termasuk ke dalam kawasan AsiaTenggara
ciri-ciri hutannya identik dengan hutan hujan tropis. Namun semua spesis Nepenthes berada
di kawasan tersebut, penyebarannya hanya terbatas pada hutan pegunungan dengan ciri hutan
hujan tropis sebab beberapa spesis Nepenthes dapat ditemukan pada lokasi yang kondisi
habitatnya tidak menunjukan ciri-ciri hutan hujan tropis (Mansur, 2006). Nepenthes diketahui
sangat baik beradaptasi untuk tumbuh di tanah miskin hara yang memiliki unsur hara esensial
seperti nitrogen, fosfor dan kalium yang sangat rendah serta tingkat kemasaman tanah yang
tinggi yang umumnya menjadi faktor pembatas bagi pertumbuhan tanaman. Dengan
demikian Nepenthes berpotensi dikembangkan di lahan-lahan miskin hara yang dievaluasi
sudah tidak sesuai untuk pertanaman tanaman pangan atau perkebunan.

Nepenthes (kantong semar) adalah tumbuhan yang hidup di hutan dataran rendah
mulai dari garis pantai hingga ketinggian 2750 m dpl. Nepenthes satu-satunya genus dalam
keluaga Nepentheceae. Tanaman ini merupakan tanaman tahunan yang hidup menjalar,
merambat, ataupun membentuk kecambahnya terdiri dari dua daun lembaga. Kantong semar
atau Nepenthes tergolong ke dalam tumbuhan liana (merambat). Tanaman Nepenthes
termasuk dalam tanaman berumah dua. Bunga biasanya baru muncul pada saat tanaman telah
tumbuh menjalar/merambat dan telah membentuk kantong atas. Pada tanaman muda, jenis
kelamin tanaman tidak dapat dibedakan berdasarkan morfologi tanaman. Bunga Nepenthes
bentuknya sangat sederhana, dengan empat kelopak tanpa mahkota dan terangkai dalam satu
tandan. Ukuran masing-masing bunga biasanya tidak lebih dari 1 cm diameternya. Tumbuhan
ini umumnya hidup di tanah (terrestrial), tetapi ada juga yang menempel pada batang atau
ranting pohon lain sebagai epifit. Keunikan dari tumbuhan ini adalah bentuk, ukuran dan
corak warna kantongnya. Kantong Nepenthes merupakan modifikasi ujung daun yang
berubah bentuk dan fungsinya menjadi perangkap serangga atau binatang kecil lainnya.
Berdasarkan kemampuannya itu maka tumbuhan tersebut digolongkan sebagai carnivorous
plant, namun sebagian peneliti menamakannya insectivorous plant karena 5 kelompok
serangga lebih sering terperangkap ke dalam kantongnya (Mansur, 2006).

Nepenthes mempunyai potensi manfaat sebagai tanaman hias, tali pengikat, obat
tradisional, wadah kue kantong semar (lemang), sumber air minum, dan karangan bunga.
Sedangkan peranan kantong semar terhadap lingkungan sebagai sumber pakan, akses jalan
serangga, habitat fauna, air minum kera, indikator lahan yang rusak, dan penyumbang unsur
hara(Handayani, 2021). Nepenthes memiliki potensi untuk dijadikan sebagai tanaman hias.
Kepopuleran Nepenthes saat ini sebagai tanaman hias yang unik semakin meningkat seiring
dengan minat masyarakat pecinta tanaman hias untuk menangkarkannya (Akhriadi dan
Hernawati, 2006). Kantong semar mempunyai variasi bentuk, ukuran, dan warna yang
menjadi daya tarik untuk dikembangkan sebagai tanaman hias komersial. Pemanfaatan
kantong semar sebagai tanaman hias di luar negeri sudah tidak asing lagi (D’amato, 1998). Di
Indonesia, bisnis kantong semar mulai marak sekitar tahun 2006-an. tetapi, tanaman yang
diperjualbelikan sebagian besar hasil pengambilan langsung dari hutan dan bukan hasil
perbanyakan. Sebagai tanaman hias, nilai ekonominya cukup tinggi, tergantung kelangkaan
dan ukurannya. Pemanfaatan kantong semar sebagai tali pengikat dikarenakan batang N.
gracilis, N. mirabilis, N. reinwardtiana rata-rata berukuran panjang dan memiliki tekstur yang
kuat. Batang yang kering umumnya tidak mudah lapuk sehingga tahan lama. Karena sifat
tersebut, di beberapa tempat batang digunakan sebagai pengikat kayu bakar, barang bawaan
dari hutan, atau tali pagar. Menurut Tamin & Hotta (1986), masyarakat di Sumatera Barat
menggunakan batang kantong semar untuk bahan pengikat. Di Bangka, batang kantong semar
digunakan untuk mengikat pagar atau memikul barang berat (Susanti, 2012). Pemanfaatan
kantong semar sebagai obat tradisional karena Seluruh bagian tanaman berpotensi untuk
dijadikan obat tradisional. Kantong semar telah digunakan dalam pengobatan tradisional
untuk mengobati berbagai penyakit, misalnya disentri, sakit perut, mata bengkak, dan
ngompol pada anak-anak. Kantong semar juga mempunyai aktivitas sebagai antibakteri,
antijamur, antimalaria dan anti diabetes. Ekstrak methanol batang dan daun N. mirabilis
mempunyai aktivitas antiosteoporosis, antiinflamasi, sedangkan ekstrak methanol seluruh
bagian tanaman menghambat bakteri Stapylococcus aureus. Ekstrak methanol
akar, batang, daun dan cairan kantong tertutup N. gracilis mempunyai aktivitas sebagai
antibakteri dan antidiabetes . Ekstrak methanol akar N. gracilis memiliki aktivitas
penghambatan terhadap glukoside, sehingga berpotensi sebagai antidiabetik (Rodzali &
Mydin (2017). Ukuran Kantong pada tanaman kantong semar yang sedang dan besar
dimanfaatkan oleh sebagian masyarakat sebagai pembungkus makanan tradisional, yang
dikenal sebagai kue kantong semar atau lemang kantong semar. Pemnafaatn kantong semar
laimmya yaittu cairan kantong semar yang tertutup dapat diminum untuk menghilangkan rasa
haus. Cairan kantong merupakan cairan yang dapat diminum karena pH nya netral 6-7.
Sebaliknya, cairan kantong yang telah terbuka dilarang untuk dikonsumsi karena khawatir
mengandung zat beracun dari mangsa yang masuk ke dalam kantong. Bentuk kantong yang
unik digunakan sebagai bahan untuk membuat rangkaian bunga.

Sedangkan pemanfaatn kantong semar terhadap lingkungan diantaranya yaitu sebagai


sumber pakan serangga karena Kantong semar menghasilkan nektar floral dan ekstrafloral
yang berguna sebagai sumber pakan polinator maupun serangga pengunjung.sebagai Habitat
hewan-hewan kecil Tanaman karena kantong semar dijadikan sebagai habitat bagi hewan-
hewan kecil, seperti semut, labah-labah, atau jentik-jentik nyamuk. Lalu pemnafaatan
kantong semar juga bisa sebagai Indikator lahan terdegradasi karena Kantong semar sangat
umum ditemukan di tempat terbuka yang tanahnya tidak subur (tanah podzol putih, tanah
gambut, tanah kersik, tanah tercuci berat), tempat tergenang atau miskin hara. Karena
kebiasaan hidup di habitat tersebut, maka kantong semar dijadikan sebagai indikator lahan
yang rusak atau terdegradasi. Dan yang terakhir pamnfaatan kantong semar sebagai
Penyumbang Unsur Hara karena Kantong semar mempunyai kemampuan untuk menyerap
unsur nitrogen dan fosfor dari mangsa yang jatuh ke dalam kantongnya. Banyaknya kantong
yang dibentuk berkorelasi positif dengan kebutuhan nitrogen dan fosfor untuk metabolisme
tubuhnya. Tempat tumbuh yang semakin miskin hara maka semakin banyak kantong yang
dibentuk. Sebaliknya, semakin subur habitatnya maka semakin sedikit kantong yang
dibentuk. Menurut Kissinger et al. (2015) bahwa N. gracilis merupakan salah satu pemasok
unsur nitrogen dan fosfor ke permukaan tanah kerangas yang dikenal rendah kandungan
unsur hara nitrogen dan fosfor. Eksploitasi yang dilakukan oleh para pemburu kantong semar,
baik untuk tanaman hias dan obat tradisional, menambah daftar penyebab lajunya penurunan
populasi kantong semar. Jenis-jenis kantong semar yang endemik dan langka terancam
punah. Meskipun kantong semar bernilai ekonomis namun apabila tanaman tersebut di ambil
secara langsung dari alam tanpa adanya upaya mengembangbiakkan akan membahayakan
kelestarian kantong semar. Oleh karena itu, kegiatan konservasi jenis-jenis endemik di habitat
alaminya perlu untuk dilakukan agar tidak punah dan bisa dimanfaatkan secara terus
menerus.

Kesimpulan

Hasil hutan bukan kayu (HHBK) adalah hasil hutan hayati baik nabati maupun
hewani beserta produk turunan dan budidaya kecuali kayu yang berasal dari hutan.jenis hhbk
nabati seperti buah, kinyak atsiri, bambu, palma, dan tumbuhan obat-obatan. Sedangkan jenis
hhbk hewani seperti penangkaran madu dan sutera. HHBK ada yang berasal dari alam dan
ada juga HHBK hasil budidaya. Pada praktikum kali ini saya mengambil tumbuhan kantong
semar. Kantong semar dapat dimanfaatkan diantaranya sebagai tanaman hias, tali pengikat,
obat tradisional, sumber air minum, indikator lahan yang rusak, dan penyumbang unsur hara.
Akhriadi, P dan Hernawati, 2006. A Field Guide to The Nepenthes Of Sumatera. Published by
PILINGO Movement and Nepenthes Team.
Arey, A. (2021). STRATEGI PENGEMBANGAN HASIL HUTAN BUKAN KAYU (HHBK)
BAMBU DI KAWASAN HUTAN DESA ANANKERTO DAN DESA DALISODO
KABUPATEN MALANG (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Malang).
D’amato, P. (1998). The Savage Garden. California: Ten Speed Press, Berkeley
Handayani, T. (2021, December). Peranan tanaman kantong semar (Nepenthes spp) dalam
kehidupan manusia dan lingkungannya. In Gunung Djati Conference Series (Vol. 6,
pp. 11-18).
Kissinger, K., Muhayah, R.N.P, Zuhud, E. A. M., Darusman, L. K., & Siregar, I. Z. (2015).
Analisis Fungsi Nepenthes gracilis Korth. terhadap Lingkungan Hutan Kerangas.
Jurnal Hutan Tropis, 3, 61-66.
Listiawati, A. dan Siregar, C. (2008). Entuyut (Nepenthes) Asal Kalimantan Barat. Pontianak:
Untan Press.
Mansur, M. 2006. Nepenthes (Kantong Semar yangUnik). Jakarta.
Rodzali, N. N., & Mydin, M. M. (2017). Antibacterial Activity of Leaves and Pitchers Extract
of Nepenthes gracilis against Bacillus subtilis and Escherichia. Journal of
Fundamental and Applied Sciences, 9, 81-88.
Sihombing. J. A. 2011. Pemanfaatan Hasil Hutan Non Kayu (HHNK) Oleh Masyarakat Desa
Sekitar Hutan Di IUPHHK-HA PT. Ratah Timber Samarinda, Kalimantan Timur
[Skripsi]. Bogor. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor
Silalahi, R. H., Sihombing, B. H., & Sinaga, P. S. (2019). Potensi Hasil Hutan Bukan Kayu
(HHBK) di Hutan Lindung Raya Humala Kabupaten Simalungun. Akar, 1(1), 38-51.
Susanti, T. (2012). Nepenthes dan Valuasi Ekonomi (suatu upaya Konservasi Nepenthes).
Jurnal Pendidikan Biologi, Edu-Bio, 3, 14-28.
Tamin, R & M. Hotta. 1986. Nepenthes di Sumatera: the genus Nepenthes of Sumatera
Island. Japan: Kyoto University.
Undang-Undang Republik IndonesiaNo.41 Tahun 1999.Tentang Kehutanan

Anda mungkin juga menyukai