Anda di halaman 1dari 63

OPERATION DAN MAINTENANCE LEVEL

TRANSMITTER LT – 167 PADA LOW PRESSURE


SEPARATOR C – 3 – 10 DI PT. PERTAMINA RU V
BALIKPAPAN

KERTAS KERJA WAJIB

Oleh:

Christian Putra Dinata Siburian


NIM : 201440007

PROGRAM STUDI TEKNIK INSTRUMENTASI KILANG


POLITEKNIK ENERGI DAN MINERAL AKAMIGAS

CEPU

2023
HALAMAN PENGESAHAN

OPERATION DAN MAINTENANCE LEVEL TRANSMITTER


LT–167 PADA LOW PRESSURE SEPARATOR C–3–10 DI PT.
PERTAMINA RU V BALIKPAPAN

Oleh:

Christian Putra D. Siburian


NIM 201440007
Program Studi Teknik Instrumentasi Kilang
Tingkat III

Telah menyelesaikan Praktek Kerja Lapangan di PT. Kilang Pertamina


Internasional RU V Balikpapan, pada:

Balikpapan, 31 Maret 2023


Menyetujui,

Suwega Drestantiarto.
Instrument Engineer

Mengetahui,

Adi Nugroho.
Lead of Electrical & Instrument Engineering

i
HALAMAN PENGESAHAN

OPERATION DAN MAINTENANCE LEVEL TRANSMITTER


LT–167 PADA LOW PRESSURE SEPARATOR C–3–10 DI PT.
PERTAMINA RU V BALIKPAPAN

KERTAS KERJA WAJIB

Oleh:
Christian Putra D. Siburian
NIM 201440007
Program Studi Teknik Instrumentasi Kilang
Tingkat III

Menyetujui,

Dosen Pembimbing

Wasis Waskito Adi, M.T.


NIP 19830316 201012 1 001

Mengetahui,

Ketua Program Studi


Teknik Instrumentasi Kilang

Chalidia Nurin Hamdani, S.T, M.T.


NIP 19901122 201503 1 003

ii
HALAMAN PERSETUJUAN

OPERATION DAN MAINTENANCE LEVEL TRANSMITTER


LT–167 PADA LOW PRESSURE SEPARATOR C–3–10 DI PT.
PERTAMINA RU V BALIKPAPAN

KERTAS KERJA WAJIB

Oleh:
Christian Putra D. Siburian
NIM 201440007
Program Studi Teknik Instrumentasi Kilang
Tingkat III

Menyetujui,

Dosen Penguji I Dosen Penguji II

Dr. Drs. Suka Handaja Budi, M.T. Pujianto, S.T., M.T.


NIP 19690117 199403 1 002 NIP 19680329 199103 1 002

iii
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : CHRISTIAN PUTRA DINATA SIBURIAN

NIM : 201440007

Tingkat : III

Program Studi : Teknik Instrumentasi Kilang

Perguruan Tinggi : Politeknik Energi dan Mineral Akamigas

Dengan ini menyatakan bahwa Kertas Kerja Wajib (KKW) dengan judul
“Operation Dan Maintenance Level Transmitter LT – 167 Pada Low
Pressure Separator C – 3 – 10 Di PT. Pertamina RU V Balikpapan” adalah
benar-benar karya saya sendiri dan bukan plagiat dari karya yang lain dan
sudah dilakukan verifikasi menggunakan program Turnitin (hasil terlampir).
Apabila dikemudian hari terbukti terdapat plagiat pada kertas kerja waib
(KKW) ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan penuh tanggung jawab.

Cepu, 21 Juni 2023

Christian Putra D. Siburian


NIM 201440007

iv
HASIL TURNITIN

v
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja Lapangan dan
dapat menyusun Laporan Praktek Kerja Lapangan yang berjudul “Operation Dan
Maintenance Level Transmitter LT – 167 Pada Low Pressure Separator C – 3 – 10
Di PT. Pertamina RU V Balikpapan”. Penulisan Laporan Praktikum Kerja
Lapangan ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, dalam kesempatan ini penulis dengan senang hati menyampaikan terima
kasih kepada:
1. Ibu Dr. Erdilla Indriani, S.Si., M.T. sebagai Direktur PEM Akamigas Cepu
2. Bapak Chalidia Nurin Hamdani, S.T., M.T. sebagai Ketua Program Studi
Teknik Instrumentasi Kilang PEM Akamigas Cepu
3. Bapak Wasis Waskito Adi, S.ST., M.T. sebagai Dosen Pembimbing Praktek
Kerja Lapangan dan Kertas Kerja Wajib
4. Bapak Adi Nugroho sebagai Lead of E&I Eng.
5. Bapak Suwega Drestantiarto sebagai Pembimbing Lapangan di E&I Eng
6. Pak Bayu Erfastianto sebagai Pembimbing Lapangan di Maintenance Area 3
7. Seluruh Instrument Technician dan pekerja TKJP di setiap Maintenance Area
yang sudah memberikan ilmu lapangan selama penulis melakukan PKL
8. Kedua orang tua, kakak, dan adik penulis tercinta.
9. Semua Pihak yang telah membantu proses Praktek Kerja Lapangan dan
penyusunan Laporan PKL ini
Penulis menyadari bahwa Kertas Kerja Wajib (KKW) ini masih jauh dari
kesempurnaan, karena masih terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun untuk
mendapatkan hasil yang lebih baik untuk keperluan pendidikan serta menambah
pengetahuan dan wawasan.

Cepu, Juni 2023

Christian Putra D. Siburian


NIM. 201440007

vi
ABSTRAK

Low Pressure Separator dengan tag C–3–10 merupakan vessel pemisah fasa
dengan panjang 9.2 m dengan diameter 4.4 m. Separator C-3-10 berfungsi
memisahkan fluida campuran dengan kondisi operasi pada pressure yang rendah
sehingga gas hidrogen (H2), air, dan minyak terpisah sesuai dengan spesifikasinya
untuk selanjutnya diproses pada masing-masing unit. Gas hidrogen (H2) yang
kemudian dialirkan ke kolom H2 Recovery C-38-03. Sedangkan air selanjutnya
dialirkan ke unit Sour Water Stripper (SWS) di Plant 7, dan Crack oil yang dialirkan
sebagai feed pada kolom Debutanizer E-3-22A. Level dari separator perlu
dikendalikan dengan bantuan elemen sistem instrumentasi. Displacer Level
Transmitter 03-LT-167 adalah electronic level transmitter yang digunakan untuk
mengendalikan level LPS bermanufaktur Masoneilan 12120. Pengoperasiannya
menggunakan daya buoyancy dari muatan transmitter yang akan menambah atau
mengurangi beban pada torque arm. Torsi menghasilkan sudut rotor pada Rotary
Variable Difference Transfo (RVDT) dimana perubahan tegangan sebanding
dengan torque arm yang nantinya diubah menjadi arus DC. Perubahan pada level
fluida akan mengangkat displacer sebanding dengan berat fluida yang berpindah,
hal ini sesuai dengan hukum Archimedes yang berlaku pada prinsip kerja displacer,
pergerakan displacer secara vertikal akan menghasilkan gerakan angular pada
displacer rod dan menyebabkan torque tube memutar setiap kali terjadi perubahan
level. Pemeliharaan pada Displacer Level Transmitter LT – 167 berupa kalibrasi
Interface karena level yang diukur merupakan level antar minyak dengan air.
Metode kalibrasi interface menggunakan hukum Buoyancy dimana nilai akan
dipengaruhi dari specific gravity fluida yang diukur.

v
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................. i

HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ ii

HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................... iii

PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ........................................................... iv

HASIL TURNITIN ................................................................................................. v

KATA PENGANTAR ........................................................................................... vi

ABSTRAK .............................................................................................................. v

DAFTAR ISI .......................................................................................................... vi

DAFTAR TABEL ................................................................................................ viii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. ix

DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... xi

PENDAHULUAN .................................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1

1.2 Permasalahan ............................................................................................ 1

1.3 Tujuan....................................................................................................... 2

1.4 Metode ...................................................................................................... 2

TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 3

2.1 Separator ...................................................................................................... 3

2.1.1 Klasifikasi Separator ............................................................................. 4

2.2 Fungsi Instrumentasi .................................................................................... 6

2.3 Sistem Instrumentasi .................................................................................... 6

2.3.1 Primary Element .................................................................................... 7

2.3.2 Secondary Element ................................................................................. 8

vi
2.3.3 Control Element ..................................................................................... 9

2.3.4 Final Control Element ......................................................................... 10

2.4 Pengukuran Level dengan Displacer.............................................................. 12

2.5 Pemeliharan Sistem Instrumentasi ............................................................. 14

METODE PENELITIAN...................................................................................... 16

PEMBAHASAN ................................................................................................... 23

4.1 Low Pressure Separator C-3-10 ............................................................ 23

4.2 Pengendalian Level pada Low Pressure Separator C-3-10 .................... 25

4.2.1 Level Transmitter LT – 167 ................................................................. 26

4.2.2 I/P Converter 03-LY-167 .................................................................... 27

4.2.3 Level Control Valve 03-LCV-167 ....................................................... 28

4.2.4 Level Controller 03-LIC-167 .............................................................. 29

4.2.5 Magnetic Level Gauge 03 – LG – 166 ................................................ 31

4.3 Wiring Configuration LT – 167 pada C – 3 – 10 ....................................... 33

4.4 Standarisasi untuk Displacer Level Transmitter ........................................ 33

4.5 Kalibrasi Level Transmitter 03 – LT – 167 ............................................... 34

4.6 Perhitungan Berat Displacer LT – 167 ...................................................... 37

4.4.1 Dry Calibration dari Displacer LT – 167 ........................................... 37

4.4.2 Interface Dry Calibration dari Displacer LT – 167 ........................... 38

4.7 Siklus Maintenance Alat Instrumentasi di C – 3 – 10 ............................... 39

4.8 Sistem Level Alarm pada LPS C – 3 – 10 .................................................. 40

PENUTUP............................................................................................................. 41

5.1 Kesimpulan ................................................................................................ 41

5.2 Saran .......................................................................................................... 41

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 42

vii
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Identifikasi Sistem Instrumentasi .......................................................... 21

Tabel 4.1 Spesifikasi LPS C – 3 – 10 ................................................................... 24

Tabel 4.2 Spesifikasi 03 – LT – 167 ..................................................................... 27

Tabel 4.3 Spesifikasi I/P 03 – LY – 167 ............................................................... 28

Tabel 4. 4 Spesifikasi Valve 03 – LCV – 167 ....................................................... 29

Tabel 4.5 Spesifikasi controller 03 – LC – 167 .................................................... 30

Tabel 4.6 Data Dry Calibration ............................................................................ 37

Tabel 4.7 Data Interface Dry Calibration............................................................. 39

viii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Bagian dari Separator .......................................................................... 3

Gambar 2.2 Three-phase Horizontal Separator ..................................................... 4

Gambar 2.3 Three-phase Vertical Separator .......................................................... 5

Gambar 2.4 Separator Spherical ............................................................................. 5

Gambar 2.5 Diagram Blok Close Loop Control 2 ................................................... 7

Gambar 2.6 Sensor jenis Displacer 8 ...................................................................... 8

Gambar 2.7 Level Transmitter sebagai secondary element 4 .................................. 9

Gambar 2.8 Blok Diagram Electronic Transmitter 6 .............................................. 9

Gambar 2.9 Blok Diagram Direct Acting 10.......................................................... 10

Gambar 2.10 Blok Diagram Reverse Acting 10 ..................................................... 10

Gambar 2.11 Bagian dari Actuator 5 ..................................................................... 11

Gambar 2.12 Bagian dari Body Valve 6................................................................. 11

Gambar 2.13 Karakteristik aliran valve ................................................................ 12

Gambar 2.14 Displacer pada tangki horizontal8 ................................................... 13

Gambar 3.1 Sumur Mathilda Balikpapan ............................................................. 16

Gambar 3.2 Process Flow RU V Balikpapan ....................................................... 17

Gambar 3.3 Lokasi PT. Pertamina RU V Balikpapan .......................................... 19

Gambar 3.4 Diagram Alir Penyusunan Laporan ................................................... 20

Gambar 3.5 Data dari PI Vision Pertamina........................................................... 21

Gambar 4.1 Low Pressure Separator C-3-10 ....................................................... 23

Gambar 4.2 Aliran Proses pada HPS dan LPS ...................................................... 23

Gambar 4.3 Diagram Blok Pengendalian Level LPS C-3-10 ............................... 25

ix
Gambar 4.4 P&ID untuk Pengendalian Level C-3-10 .......................................... 25

Gambar 4.5 Gambar Lapangan 03-LT-167 .......................................................... 26

Gambar 4.6 I/P 03-LY-167 ................................................................................... 27

Gambar 4.7 Gambar Lapangan 03-LCV-167 ....................................................... 28

Gambar 4.8 Mekanisme Pengendalian10 ............................................................... 29

Gambar 4.9 Data LIC – 167 dari HIS ................................................................... 30

Gambar 4.10 Grafik dari PV pada 03 – LC – 167 ................................................ 31

Gambar 4.11 Magnetic Level Gauge 03 – LG – 166 ............................................ 31

Gambar 4.12 Flag indicator 03 – LG – 166 15 ..................................................... 32

Gambar 4.13 Magnetic Floater 03 – LG – 166 15................................................. 32

Gambar 4. 14 Loop Drawing untuk 03 – LT – 167 .............................................. 33

Gambar 4.15 Prinsip Kalibrasi Displacer7............................................................ 34

Gambar 4.16 Bagian dalam dari LT – 167............................................................ 35

Gambar 4.17 Posisi “High” dan “Low” ................................................................ 35

Gambar 4.18 Zero LT – 167 ................................................................................. 35

Gambar 4.19 Span LT – 167 ................................................................................. 36

Gambar 4.20 Water Bottom Vessel di C – 3 – 10 ................................................. 36

Gambar 4.21 Maintenance Cycle pada C – 3 – 10................................................ 39

Gambar 4.22 Level Alarm di LPS C-3-10 ............................................................. 40

x
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. P&ID Low Pressure Separator C – 3 – 10 ....................................... 43

Lampiran 2. HMI untuk Low Pressure Separator C – 3 – 10 di HCU A ............. 44

Lampiran 3. Formulir Observasi ........................................................................... 45

Lampiran 4. Loop Drawing untuk LT – 167 dan LCV – 167 ............................... 46

Lampiran 5. Electronic Level Transmitter Manual ............................................... 47

Lampiran 6. Datasheet 03 – LT – 167 .................................................................. 48

Lampiran 7. Datasheet 03 – LCV – 167 ............................................................... 49

xi
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu kilang pengolah minyak (crude) di Kalimantan Timur yaitu


kilang milik PT Pertamina RU V Balikpapan. Minyak mentah yang dibuat atau
diproduksi melalui beberapa proses pemisahan karena crude oil masih terdapat
kandungan padatan, air serta gas. Demi efisiensi dan safety dari pengolahan crude
oil setelahnya, sehingga proses separasi ini penting untuk dilakukan. Separator
adalah equipment yang digunakan dalam proses pemisahan crude dengan fasa
lainnya.
Separator sebagai alat pemisah menggunakan tiga variabel proses dalam
prosesnya yaitu flow, level dan pressure. Pengendalian level merupakan sistem
yang mempunyai peran penting dalam kegiatan separasi minyak mentah dari ketiga
variabel proses. Karena ketika level pada separator overhigh atau terlalu tinggi,
liquid akan liquid carry over (cairan liquid memasuki outlet gas). Sebaliknya,
ketika level di separator overlow atau terlalu rendah maka menjadikan fenomena
gas carry over (fluida gas terbawa ke outlet fluida liquid). Untuk mengetahui
keadaan level di dalam separator, diperlukan instrument berupa level transmitter
beserta sensing elementnya. Sehingga, kinerja dari pemisahan crude antar fasa
lainnya dipengaruhi oleh instrument level transmitter ini. Hal ini agar produk yang
dihasilkan sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan.
Karena sifat yang krusial untuk pemantauan level di separator, penulis
menjadikan dasar proses tersebut dengan mengambil judul “Operation Dan
Maintenance Level Transmitter LT – 167 Pada Low Pressure Separator C–3–10
Di PT. Pertamina RU V Balikpapan” sebagai judul untuk Kertas Kerja Wajib.

1.2 Permasalahan
Penulis memberikan batasan – batasan masalah dalam pembahasan, antara lain:
1. Alat instrumentasi khususnya variabel level pada LPS C – 3 – 10
2. Prinsip dan cara kerja Electronic Level Transmitter LT – 167
3. Prinsip dan cara kerja Displacer Masoneilan 12120
3. Operation dan Maintenance pada instrument Level Transmitter LT – 167

1
1.3 Tujuan
Penulisan Laporan ini secara umum bertujuan sebagai syarat kelulusan D3
Teknik Instrumentasi Kilang PEM Akamigas Cepu. Sedangkan secara khusus
tujuan penulisan Kertas Kerja Wajib ini adalah :
1. Untuk mendalami pemahaman dari kinerja instrument level pada Low Pressure
Separator C-3-10
2. Mendalami pemahaman teknis mengenai Level Transmitter LT – 167 dengan
sensor displacer baik dari sisi operation dan maintenance
3. Mengembangkan ilmu teori yang sudah diperoleh dalam perkuliahan untuk
diaplikasikan di lapangan
4. Dapat membedakan ilmu teknis lapangan dari ilmu teori di perkuliahan dalam
Operation dan Maintenance

1.4 Metode
Dalam penyusunan laporan ini, penulis memakai metode yang sifatnya teknis
berdasarkan keadaan lapangan. Yang pertama, melakukan interview dengan
Instrument Technician di lapangan terhadap prinsip maupun cara kerja dari alat
instrument. Yang kedua, mencatat pekerjaan yang dilakukan oleh Instrument
Technician saat ada indikasi abnormal dalam keadaan proses. Yang ketiga,
melakukan overview dengan Supervisor agar data di lapangan lebih aktual

2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Separator
Separator adalah sebuah perangkat yang digunakan untuk memisahkan minyak
dan gas bumi dengan menggunakan tekanan tertentu agar fase gas dan minyak dapat
dipisahkan secara optimal1. Terdapat dua prinsip perbedaan dalam separator, yaitu
flash separation dan differential separation. Pada flash separation, tekanan dalam
sistem diturunkan sehingga cairan dan gas tetap berkontak, dimana gas tidak lepas
dari kontak dengan cairan saat tekanan menurun, yang memungkinkan gas keluar
dari larutan (proses ini menghasilkan lebih banyak gas dan lebih sedikit cairan).
Sedangkan pada differential separation, gas dipisahkan dari kontaknya dengan
cairan pada tekanan rendah dan memungkinkan gas keluar dari larutan (proses ini
menghasilkan lebih banyak cairan dan lebih sedikit gas)1.

Gambar 2.1 Bagian dari Separator

Separator mempunyai bagian yang digunakan untuk proses pemisahan antar


minyak dan gas, berikut ini bagian – bagian dari separator horizontal:
1. Deflector, yakni suatu plate yang letaknya ada di dalam separator dan
mempunyai fungsi memecah aliran inlet
2. Straightening vanes, adalah plate yang tersusun vertikal dan berfungsi untuk
penstabil permukaan liquid
3. Weir, yaitu suatu plate berfungsi untuk memisahkan minyak dan air, serta
mencegah masuknya air ke permukaan minyak
4. Mist extractor, memiliki fungsi mencegah serta menangkap minyak maupun
kondensat yang terikut dalam gas

3
5. Vortex breaker, memiliki fungsi untuk mencegah terjadinya pusaran pada outlet

2.1.1 Klasifikasi Separator


Separator bisa dibedakan menjadi beberapa macam dengan dasar bentuk
dari separator dibagi menjadi tiga, yaitu :
1) Separator Horizontal
Separator horizontal adalah pilihan yang baik untuk memisahkan minyak
dan air yang membutuhkan waktu tinggal (residence time), terutama pada fluida
yang berbusa2. Separator horizontal memiliki luas permukaan yang lebih besar
sehingga dapat menampung kapasitas yang lebih besar. Prinsip kerja separator ini
adalah saat liquid dan gas yang bertekanan masuk, mereka akan membentur
deflector plate, sehingga fasa tersebut terpisah. Gas akan naik ke atas dan mengalir
melalui straightening vanes, sehingga sisa-sisa liquid akan terjebak dan jatuh ke
bawah. Harapannya, gas yang telah bersih akan keluar melalui outlet gas,
sedangkan liquid akan keluar melalui outlet liquid 1.

Gambar 2.2 Three-phase Horizontal Separator

2) Separator Vertikal
Separator vertikal merupakan salah satu jenis separator berdasarkan
bentuknya, dan dirancang khusus untuk mengatasi fluida yang mengandung
konsentrasi padatan tinggi, seperti pasir atau lumpur. Perbedaan utama dari
separator ini terletak pada peralatan ekstraksi kebut (mist extraction) yang
digunakan untuk memurnikan gas. Namun, prinsip operasional separator vertikal
ini tetap sama dengan separator horizontal 3.

4
Gambar 2.3 Three-phase Vertical Separator

3) Separator Spherical
Separator sperikal adalah jenis separator yang berbentuk bola dan umumnya
didudukkan diatas skid dan digunakan pada lapangan minyak yang kecil atau
sebagai test unit

Gambar 2.4 Separator Spherical

Kemudian, selain berdasarkan bentuknya klasifikasi dari separator


dibedakan juga menurut working pressure yaitu:
1. High Pressure (HP) Separator dengan range 45.7 – 105 kg/cm2
2. Medium Pressure (MP) Separator dengan range 15.8 – 45.7 kg/cm2
3. Low Pressure (LP) Separator dengan range 0.7 – 15.8 kg/cm2

5
2.2 Fungsi Instrumentasi
Instrumentasi adalah seperangkat alat yang digunakan untuk mengontrol,
memanipulasi, mengukur, menampilkan atau menghitung nilai variabel kuantitatif
yang ada dalam proses industri4. Fungsi dari instrumentasi dapat diklasifikasikan
menjadi:
1. Measurement (Alat Ukur)
Alat ukur yang berarti proses tersebut memerlukan monitoring dari operasi
melalui pengukuran dari proses variabel yang lagi berjalan di operasi yang
bersangkutan.

2. Control (Pengendali)
Alat pengendali berarti untuk agar mendapat nilai yang diinginkan, maka
pengendalian jalan operasi proses dilakukan5.

3. Safety (Pengaman)
Alat pengaman berarti pencegahan kerusakan pada komponen dan pencegahan
kecelakaan pada pekerja. Selain itu, safety dapat juga berfungsi untuk
mengindikasi operator sebagai alarm.

4. Analyze (Penganalisa)
Alat analisa artinya penganalisaan produk layak atau tidakkah produk tersebut
dengan memenuhi spesifikasi yang telah diinginkan. Penganalisa digunakan pula
pencegahan polusi dalam produk seperti pencegahan timbulnya bahaya untuk
keadaan di sekitar 6

2.3 Sistem Instrumentasi


Sistem pengukuran dan kontrol umumnya terdiri dari beberapa komponen
instrumentasi yang digabungkan menjadi satu sistem. Komponen-komponen
tersebut meliputi:

a) Primary element (elemen sensor): Digunakan untuk mengukur variabel yang


akan dikontrol, seperti suhu, tekanan, atau level. Contohnya termometer, pressure
sensor, atau level sensor4.

6
b) Secondary element (elemen pengirim): Bertugas mengubah sinyal yang diterima
dari primary element menjadi bentuk yang dapat diproses lebih lanjut. Misalnya,
transmitter yang mengubah sinyal sensor menjadi sinyal listrik yang dapat diolah
oleh kontroler.

c) Control element (elemen penerima): Berfungsi menerima sinyal dari secondary


element dan melakukan perhitungan serta pengambilan keputusan berdasarkan
kontrol yang telah ditentukan. Contohnya, kontroler atau PLC (Programmable
Logic Controller).

d) Final control element (elemen pengendali akhir): Merupakan elemen yang


mengendalikan variabel yang akan dikontrol, seperti control valve atau motor.
Elemen ini mengubah energi yang diterima dari kontroler menjadi perubahan pada
sistem fisik5.

Pada sistem kontrol, keempat elemen di atas selalu digunakan, sedangkan


pada sistem pengukuran kontrol, elemen-elemen tersebut digantikan oleh indikator
sebagai penerima sinyal. Secara umum, susunan sistem kontrol dapat dilihat pada
gambar di bawah ini5.

Gambar 2.5 Diagram Blok Close Loop Control 2

2.3.1 Primary Element


Primary element atau biasa disebut elemen sensor adalah alat yang pertama
kali menerima bentuk energi dari media yang akan diukur dan menghasilkan suatu
nilai output yang besarnya sama dengan nilai besaran proses yang diukur 7. Primary
element sangat sensitive terhadap perubahan besaran fisik yang terjadi pada suatu
proses industri8.

7
Contoh primary element yang umum digunakan adalah Displacer dimana
sebuah pelampung diapungkan pada permukaan fluida, pelampung tersebut akan
naik dan turun mengikuti pergerakan permukaan fluida yang dimaksud8.
Selanjutnya dengan mekanisme pergerakan pelampung ini dapat diterjemahkan
menjadi alat ukur level displacer berdasarkan prinsip Archimedes9. Hukum
Archimedes berbunyi “suatu benda yang seluruhnya atau sebagian tercelup dalam
zat cair akan mengalami gaya ke atas sebesar berat zat cair yang dipindahkan oleh
benda tersebut” 6.

Gambar 2.6 Sensor jenis Displacer 8

2.3.2 Secondary Element

Secondary element memiliki peran penting dalam mengolah perubahan fisik


yang diterima dari sensor. Fungsinya meliputi penunjukkan (indicator) dan
transmisi sinyal standar kepada receiver (indicator) dan control element
(controller). Saat melakukan pengukuran, sinyal hasil dari sensor tidak dapat
langsung terbaca, melainkan perlu diubah menjadi sinyal pneumatik atau sinyal
listrik terlebih dahulu.

Dalam industri minyak dan gas, standar yang umum digunakan untuk sinyal
pneumatik adalah rentang 3-15 psig, sementara sinyal arus menggunakan rentang
4-20 mA. Perubahan ini dilakukan oleh perangkat khusus yang dikenal sebagai
transmitter. Tugas transmitter adalah mengubah besaran fisik atau gerakan
mekanik dari sensor menjadi sinyal standar yang dapat dibaca oleh elemen
selanjutnya dalam sistem dengan bantuan Transducer dan mengirim sinyal ke
controller berupa sinyal 4-20 mA6.

8
Gambar 2.7 Level Transmitter sebagai secondary element 4

Transmitter memiliki mekanisme umpan balik keseimbangan gaya untuk


mencapai akurasi dan stabilitas yang tinggi. Sistem ini menjaga keseimbangan daya
antara input dan output. Sinyal input atau variabel proses diubah menjadi gaya
melalui elemen transfer input, sinyal listrik output juga merupakan gaya karena
elemen transfer umpan balik. Keluaran akan berubah akibat perubahan beban,
akibatnya mekanisme balancing dari transmitter akan berubah 6. Jika hal ini terjadi,
sistem akan diseimbangkan kembali melalui mekanisme umpan balik ketika elemen
detector mendeteksi kesalahan. Setiap elemen transfer memiliki karakteristik linier
dan oleh karena itu keluarannya juga linier dan seimbang dengan sinyal masukan.

Gambar 2.8 Blok Diagram Electronic Transmitter 6

2.3.3 Control Element


Besaran fisis dari proses yang diterima sensor diubah dalam bentuk sinyal
listrik 4-20 mA melalui transmitter, kemudian diolah oleh control element. Pada
dasarnya elemen ini berfungsi :
1. Membuat perbandingan antara variable process dengan set point.
2. Mengkalkulasi perbedaan antara set point dengan process variable, yang
hasilnya error.
3. Mengoreksi terhadap variable process melalui control valve dengan melihat
nilai error 10.

9
Aksi yang dilakukan elemen pengendali untuk mengendalikan final element
ada dua yaitu :
• Direct, yakni sinyal keluaran kontroler naik jika sinyal dari transmitter naik. Jika
sinyal dari transmitter turun maka sinyal keluaran kontroler akan turun.

Gambar 2.9 Blok Diagram Direct Acting 10

• Reverse, yakni kontroler mempunyai aksi terbalik artinya, apabila sinyal


transmitter naik maka sinyal keluaran kontroler akan turun, jika sinyal
transmitter turun maka sinyal keluaran kontroler naik 3.

Gambar 2.10 Blok Diagram Reverse Acting 10

2.3.4 Final Control Element


Final Element (control valve) adalah instrumen terakhir dalam suatu susunan
yang secara langsung mengontrol besaran proses agar berada pada nilai yang
diinginkan sesuai dengan perintah dari controller. Bagian dari control valve dibagi
menjadi 2 bagian, yaitu actuator dan body11.
1) Actuator
Aktuator atau penggerak adalah bagian dari control valve yang diikat pada
body valve yang dapat mengatur posisi plug valve terhadap seatnya yang ada dalam
body valve 11. Aksi dari pergerakan plug valve memungkinkan range batas atas dan
bawah yang lebar untuk mengatur aliran yang melalui valve dari buka penuh sampai
tutup rapat.

10
Gambar 2.11 Bagian dari Actuator 5

2) Body Valve
Bentuk body control valve telah berkembang seiring dengan perkembangan
industri, namun secara umum dapat dibedakan ke dalam dua kelompok berdasarkan
kepada cara penutupan (Close action), yaitu gerak rotasi dan gerak linear12. Bagian
ini berguna untuk mengatur aliran fluida yang nanti dikendalikan sesuai dengan
kebutuhan industri. Fluida mengalir melalui body valve, sehingga bagian body
harus memiliki ketahanan yang cukup untuk erosi dan korosi. Selain erosi dan
korosi, body harus tahan pula terhadap tekanan dan temperatur fluida 13.

Gambar 2.12 Bagian dari Body Valve 6

11
Valve memiliki karakteristik yang dapat digambarkan secara grafik sebagai
hubungan antara persentase aliran yang melewati valve dengan persentase
pergerakan stem dari valve. Grafik ini dibuat berdasarkan rentang penuh valve,
yaitu dari 0 hingga 100%. Terdapat tiga karakteristik utama pada valve, yaitu
karakteristik aliran linier, karakteristik aliran equal %, dan karakteristik aliran quick
opening11.

Gambar 2.13 Karakteristik aliran valve

• Quick Opening: mengacu pada situasi perubahan kecil plug valve akan
menghasilkan perubahan besar pada kecepatan aliran
• Linier: menunjukkan kecepatan aliran berbanding langsung dengan gerakan
valve pada pressure drop konstan
• Equal Percent: mengacu pada penambahan yang sama dari gerakan plug
menghasilkan persen yang konstan dari kecepatan aliran saat plug bergerak11

2.4 Pengukuran Level dengan Displacer


Displacer dibuat berbentuk silindris dengan luas penampang konstan serta
dibuat panjang atau pendek yang menyesuaikan dengan kebutuhan proses. Saat
level fludia naik, batang displacer mengalami gaya apung yang lebih besaryang
mengakibatkan sensor mendeteksi berat displacer lebih ringan serta menafsirkan
kehilangan berat sebagai peningkatan level dan mengirim sinyal output8.

Menurut Prinsip Archimedes, gaya apung pada benda yang tenggelam


selalu sama dengan berat volume fluida yang dipindahkan oleh benda tersebut.
Dalam instalasi ini, panjang batang pemindah sebanding dengan ketinggian cairan

12
yang diukur8. Karena bentuk dari displacer berbentuk silindris, maka besar volume
dari displacer ditulis secara matematis:
Vdisplacer = 𝜋 𝑟 2 L
dimana, r = jari – jari displacer
L = panjang displacer

Gambar 2.14 Displacer pada tangki horizontal8

Namun dalam pengoperasiannya, displacer memiliki masing – masing


kelebihan dan kekurangan. Berikut ini merupakan kelebihan dan kekurangan dari
displacer:

2.4.1 Kelebihan Displacer


• Tingkat keakuratan yang cukup tinggi
• Bekerja optimal pada liquid yang bersih
• Metode pengukuran yang terbukti (proven)
• Dapat mengukur proses antarmuka (interface).

2.4.2 Kekurangan Displacer


• Range terbatas (level dengan ketinggian lebih dari 48 inch, tidak akurat)
• Pemesangan berupa external units kemungkinan memerlukan elemen pemanas
dengan maksud menghindari pembekuan (freezing).
• Pemasangan external units berpeluang membuat error yang disebabkan
bedanya temperature antara fluida di dalam vessel dengan fluida di dalam level
chamber.

13
2.5 Pemeliharan Sistem Instrumentasi
Maintenance atau pemeliharaan merupakan proses dan kegiatan yang dilakukan
untuk menjaga suatu peralatan dengan tujuan memperpanjang life time dari sebuah
alat14. Terdapat 6 alasan mengapa pemeliharaan dilakukan, yaitu:
1. Physical Integrity, yaitu menjaga performance kerja peralatan untuk
meminimalisasi downtimes
2. Risk Management, yaitu menjaga peralatan dalam kondisi sehat untuk
keamanan pekerja dan perusahaan
3. Aesthetic Presevation, yaitu menjaga peralatan agar tidak terlihat buruk
4. Responsible Stewardship, yaitu menjaga peralatan sampai dengan tercapai
sevice life-nya
5. Fiscal Resposibility, merupakan cara untuk meningkatkan nilai efisiensi
6. Duty to Mitigate, untuk menghindari kerusakan yang mengakibatkan
premature failure14

2.5.1 Maintenance pada Level Transmitter dan Displacer


Maintenance pada level transmitter dengan sensor displacer melibatkan
serangkaian langkah untuk memastikan kinerja yang optimal dan keandalan
pengukuran level fluida. Berikut adalah beberapa langkah umum yang terkait
dengan maintenance level transmitter dengan sensor displacer:

1. Pemeriksaan visual: Lakukan pemeriksaan visual pada level transmitter dan


sensor displacer untuk memastikan tidak ada kerusakan fisik seperti retak,
korosi, atau keausan yang dapat mempengaruhi kinerja.

2. Kalibrasi: Lakukan kalibrasi level transmitter secara berkala untuk memastikan


bahwa pengukuran level yang diberikan oleh sensor displacer akurat. Kalibrasi
melibatkan membandingkan pembacaan transmitter dengan level yang
diketahui secara pasti dalam tangki atau sistem yang sedang diukur. Jika ada
perbedaan signifikan, transmitter dapat dikalibrasi ulang untuk mengoreksi
kesalahan.

3. Pembersihan: Bersihkan sensor displacer secara teratur untuk menghindari


akumulasi kotoran atau endapan yang dapat mengganggu pengukuran. Periksa
apakah ada tanda-tanda kerak, lapisan minyak, atau material lain yang

14
menempel pada sensor dan bersihkan dengan hati-hati menggunakan metode
yang sesuai.

4. Pengecekan koneksi: Periksa koneksi kabel antara sensor displacer dan level
transmitter. Pastikan kabel terpasang dengan baik dan tidak ada kerusakan pada
konektor atau isolasi kabel. Pengecekan ini penting untuk mencegah
terganggunya sinyal pengukuran dan memastikan transmisi data yang akurat.

5. Pemeriksaan kebocoran: Periksa apakah ada kebocoran pada sistem fluida yang
dapat mempengaruhi kinerja level transmitter. Periksa perangkat penahan
tekanan atau segel dan pastikan tidak ada kebocoran yang signifikan yang dapat
mengurangi akurasi pengukuran.

6. Pemeliharaan rutin: Ikuti jadwal pemeliharaan rutin yang ditentukan oleh


produsen level transmitter dan sensor displacer. Hal ini dapat meliputi
pemeriksaan suhu operasional, pemantauan tegangan dan arus listrik, dan
pemeriksaan komponen elektronik lainnya7.

15
METODE PENELITIAN

4.1 Tentang Perusahaan


Sejarah PT Pertamina (Persero) RU V Balikpapan dimulai ketika sumur
minyak pertama ditemukan di Sanga-sanga, khususnya di Sumur Mathilda pada
tahun 1897, yang menandai awal dari sejarah bisnis migas di Balikpapan.
Penemuan sumber-sumber minyak lainnya di sekitar wilayah Balikpapan juga
terjadi setelah itu. Hasil penemuan-penemuan tersebut mendorong pembangunan
kilang minyak, yakni Kilang Balikpapan I dan Kilang Balikpapan II.

Gambar 3.1 Sumur Mathilda Balikpapan

Kilang Balikpapan I dan Kilang Balikpapan II, yang terletak di tepi Teluk
Balikpapan dengan luas area sekitar 2,5 km2, merupakan bagian dari unit
pengolahan (RU) V Balikpapan. Kilang Balikpapan secara keseluruhan mengolah
sekitar 260 MBSD (Metric Barrel per Stream Day) minyak mentah. Kilang
Balikpapan I memiliki kapasitas pengolahan sebesar 60 MBSD, sementara Kilang
Balikpapan II memiliki kapasitas pengolahan sebesar 200 MBSD. Fungsi kilang ini
adalah untuk mengolah minyak mentah menjadi berbagai produk bahan bakar
minyak (BBM) dan non-bahan bakar minyak (NBBM) yang siap untuk dipasarkan.

RU V Balikpapan merupakan salah satu dari enam kilang yang dimiliki oleh
PT Pertamina (Persero), dan memiliki kapasitas pengolahan sebesar 260.000 barel
per hari. Kilang ini terdiri dari dua kilang, yaitu Kilang Balikpapan I dan Kilang

16
Balikpapan II. Berikut ini adalah gambaran umum (overview) dari RU V
Balikpapan.

Gambar 3.2 Process Flow RU V Balikpapan

Minyak mentah atau crude oil dari Lawe – lawe dialirkan ke Crude Tank D-
20-01 untuk ditimbun agar jarak dari tangki ke unit proses tidak terlalu jauh. Crude
oil kemudian dialirkan ke Kilang Balikpapan II yaitu Hydro-Skimming Complex
(HSC) yang terdiri dari Crude Distilation Unit IV, Naphta Hydrotreater, Platformer
dan LPG Recovery Unit. Proses pada HSC termasuk Primary proses yakni proses
pertama dari pengolahan minyak mentah menjadi beberapa produk. Pada CDU IV,
crude oil dipisah berdasarkan titik didih menjadi fraksi ringan seperti LPG, Light
Naphta dan Reformate. Kemudian bottom product dikirim ke HVU II bagian HCC
karena CDU IV tidak bisa mengolah. Di HVU II, bottom product tadi diolah
menjadi Light Vacum Gas Oil (LVGO) dan High Vacum Gas Oil (HVGO)

Selain HSC terdapat juga Hydro-Cracking Complex (HCC) yang terdiri dari
High Vacuum Unit (HVU), Hydrocracking Unit (HCU), Hydrogen Plant Unit
(HPU). Proses pada HCC termasuk secondary proses yakni proses kedua dari
pengolahan produk jadi seperti HVGO yang tidak bisa diolah di HSC tadi. HVGO
dikirim ke HCU untuk proses pemecahan (cracking) rantai carbon. Agar bisa pecah,
HCU diinject Hidrogen (H2) dari HPU Plant 8. HPU A dan B berfungsi untuk
memproduksi hidrogen yang nantinya digunakan di HCU. Untuk mengalirkan

17
hidrogen dari HPU ke HCU, terdapat common facilities yaitu H2 Compressor di
Plant 8C.
Kilang Balikpapan I terdiri dari CDU V dan HVU III. Proses yang terjadi
pada CDU V dan HVU III sama seperti di HSC dan HCC, dimana CDU V memisah
crude berdasarkan titik didih dan HVU III memecah rantai carbon dari bottom
product dari CDU V. Perbedaan dari Kilang I dan Kilang II ialah pada kapasitasnya.
Kilang Balikpapan I berkapasitas 60 MBSD sedangkan Balikpapan II berkapasitas
200 MBSD.

Kilang Balikpapan I terdiri dari:


a. Crude Distilation Unit V (CDU V), High Vacuum Unit III (HVU III),
b. Dehydration Plant (DHP),
c. Wax Plant (sudah non-aktif)

d. Effluent Water Treatment Plant (EWTP)

Sedangkan, Kilang Balikpapan II terdiri dari dua unit produksi, yakni:


1. Hydroskimming Complex (HSC) yang meliputi:
a. Crude Distillation Unit IV (CDU IV) – Plant 1
b. Naphta Hydrotreater (NHT) – Plant 4
c. Platformer Unit – Plant 5
d. LPG Recovery Unit – Plant 6
e. Sour Water Stripper Unit (SWS) – Plant 7
f. LPG Treater Unit
2. Hydrocracking Complex (HCC) yang meliputi:
a. High Vacuum Unit (HVU) II – Plant 2
b. Hydrocracking Unit (HCU) – Plant 3
c. Hydrogen Plant Unit (HPU) – Plant 8
d. Unit Penunjang, seperti:
• Cooling Water Unit (Plant 32)
• Boiler Feed Water System (Plant 31),
• Fuel Gas System (Plant 15),
• Nitrogen Plant dan Air Instrument (Plant 35), dan
• Flare System (Plant 19)

18
4.2 Pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan

Nama Mahasiswa : Christian Putra D. Siburian


Nama Pembimbing : Suwega Drestantiarto – Instrument Engineer
Bayu Erfastianto – MA3 Instrument Spv.
Lokasi PKL : E & I Engineering - MPS
Waktu : 2 Januari 2023 – 31 Maret 2023
Tempat : PT. Pertamina RU V Balikpapan, Jalan Yos Sudarso, Mekar
Sari, Balikpapan Tengah, Prapatan, Kec. Balikpapan Kota,
Kota Balikpapan, Kalimantan Timur 76111

Gambar 3.3 Lokasi PT. Pertamina RU V Balikpapan

19
4.3 Diagram Alir Penyusunan KKW
Penyusunan Kertas Kerja Wajib (KKW) ini dilakukan dengan melewati
beberapa tahapan. Tahapan pengerjaan dapat dilihat pada Gambar 3.4, yaitu:

Gambar 3.4 Diagram Alir Penyusunan Laporan

3.5 Studi Literatur


Pada tahapan ini, penulis melakukan pembelajaran tentang berbagai
literatur. Pembelajaran diperoleh baik dari buku, jurnal, internet, dan juga
wawancara langsung dengan narasumber yaitu instrument technician dan pekerja
subcon di lapangan yang berpengalaman dalam bidangnya. Studi literatur ini
berfungsi sebagai penunjang dalam proses identifikasi alat, identifikasi sistem dan
juga pengumpulan data dari Low Pressure Separator C-3-10 dan Transmitter LT–
167 .

20
3.6 Identifikasi Sistem
Tahap identifikasi sistem berfungsi agar kita dapat mengetahui komponen
penyusun dan penunjang proses pada Low Pressure Separator C – 3 – 10.

Tabel 3.1 Identifikasi Sistem Instrumentasi

No. Tag Number Nama Komponen


1. 03 – LT – 167 Level Transmitter
2. 03 – LY – 167 Level Transduser (I/P Converter)
3. 03 – LCV – 167 Control Valve
4. 03 – LIC – 167 Controller
5. 03 – LG – 166 Magnetic Level Gauge

3.7 Pengumpulan Data


Data dari Low Pressure Separator C – 3 – 10 yang diperoleh di kilang dapat
dipantau melalui website milik Pertamina secara live yaitu “PI Vision Pertamina”.
PI Vision hanya berguna oleh technician dan supervisor sebagai monitoring saja,
tidak dapat mengendalikan. Selain melalui PI Vision, data diambil pula melalui HIS
dari RPPK (Ruang Pengendali Pusat Kilang) oleh Pembimbing Lapangan

Gambar 3.5 Data dari PI Vision Pertamina

Selain data dari “PI Vision Pertamina”, penulis juga memperoleh data dari
pembimbing lapangan berupa: Datasheet untuk LT – 167 dan LCV – 167, Loop
Drawing, P&ID, dan LPS C – 3 – 10 Drawing Sheet

21
3.8 Tindakan Maintenance
Penulis melalukan maintenance dengan Instrument Technician di daerah
kilang berupa corrective maintenance. Maintenance dilakukan ketika operator dari
kilang memberi panggilan kepada technician. Setelah mendapat panggilan,
technician akan menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan untuk melakukan
tindakan. Setelah tindakan selesai, technician akan mengkorfimasi pada operator
apakah instrumentasi sudah kembali ke keadaan normal.

Namun dalam melakukan tindakan penulis tidak diperbolehkan melakukan


pekerjaan karena beberapa persyaratan yang dibuat oleh pihak Pertamina, yaitu:
1. Penulis merupakan mahasiswa yang melakukan Kerja Praktik bukan pekerja
yang sudah memiliki SIKA (Surat Izin Kerja Aman) yang dikeluarkan oleh
bagian HSSE Pertamina
2. Alasan keamanan untuk Manusia: maksudnya ketika mahasiswa mengalami
kecelakaan atau injury pada saat melakukan pekerjaan, Pertamina tidak bisa
menjamin keselamatan dari mahasiswa tersebut karena mahasiswa tidak
terdaftar di data pusat.
3. Alasan keamanan untuk Lingkungan: maksudnya ketika mahasiswa melakukan
kesalahan dan menyebabkan kerusakan pada area kilang, apakah pihak kampus
akan bertanggung jawab kepada Pertamina. Mengingat Kilang RU 5
Balikpapan merupakan salah satu Kilang Vital Nasional.

22
PEMBAHASAN

4.1 Low Pressure Separator C-3-10

Gambar 4.1 Low Pressure Separator C-3-10

Di LPS C-3-10 terjadi pemisahan fluida antara beberapa fasa yaitu gas H2,
minyak dan air sesuai dengan spec agar fasa – fasa tersebut diproses ke unit
selanjutnya. Sesuai dengan namanya “Low Pressure”, maka kondisi operasi
pressure di kolom ini rendah sebesar 6,5 kg/cm2. Sebelum masuk ke LPS, fluida
terlebih dahulu memasuki HPS C – 3 – 8 yang bekerja sebagai pemisah fluida pula
dari outlet reaktor (prinsip sama dengan LPS) dengan kondisi tekanan tinggi
sebesar 162 kg/cm2 sesuai dengan namanya “High Pressure”. Baru setelah itu
produk minyak dari HPS dialirkan ke inlet di LPS C – 3 – 10.

Gambar 4.2 Aliran Proses pada HPS dan LPS

23
LPS C – 3 – 10 menerima feed dari outlet fluida minyak dari HPS C – 3 – 8
yang prinsip kerjanya sama. Dari HPS C – 3 – 8 yang memiliki pressure yang lebih
tinggi dari LPS C – 3 – 10. Penurunan tekanan yang signifikan dari 162 kg/cm2
menjadi 6,5 kg/cm2 ini dipengaruhi oleh temperature yang diturunkan karena sifat
gas ideal. Selanjutnya gas H2 yang terkandung dalam feed dipisah bersamaan
dengan kandungan air di dalam kandungan crack oil di dalam kolom. Tiga fase
yang merupakan outlet dari separator C-3-10 ini adalah:
• Gas H2 dibagi ke beberapa unit. Ada yang menuju ke fasilitas Hidrogen
Recovery C – 38 – 03, Fuel Gas System di Plant 15 dan Flare untuk
pembakaran
• Air pada bagian bottom akan menuju Plant 7 di fasilitas Sour Watter
Stripper, dan
• Minyak akan menuju kolom Debutanizer E – 3 – 22A sebagai feed dengan
bantuan pompa G – 3 – 5 A dan B.
Karena outlet minyak yang dialirkan ke E – 3 – 22A menjadi feed
fraksinator dengan tekanan yang harus dijaga, maka sistem kontrol atau kendali dari
level di C – 3 – 10 penting untuk dijaga. Berikut spesifikasi dari C-3-10:

Tabel 4.1 Spesifikasi LPS C – 3 – 10

Equipement : Low Pressure Separator

Tag Number : C-3-10

Diameter Dalam : 4400 mm

Panjang Kolom : 9200 mm

Feed Inlet : High Vacum Gas Oil (HVGO)

Produk : 1. Hidrogen (H2)

2. Oil

3. Air

Pressure Operating : 6.5 kg/cm2

Temperature Operating : 68.3 °C

24
4.2 Pengendalian Level pada Low Pressure Separator C-3-10
Variabel operasi dari level di LPS C – 3 – 10 harus dipantau dan diawasi
demi menjaga kualitas dan kuantitas produk minyak dengan tidak adanya
kandungan H2 dan air di dalamnya. Proses separasi fluida campuran akan
dipengaruhi oleh level di separator coloumn. Fluida akan meluap ketika permukaan
level fluida pada LPS terlalu tinggi hingga flooding dan dapat menjadi penyebab
minyak terbawa ke outlet gas.

Gambar 4.3 Diagram Blok Pengendalian Level LPS C-3-10

Sebaliknya, gas Hidrogen yang dibuat agar terpisah dari crack oil tidak
terpisah dan ikut ke outlet minyak apabila level fluida terlalu rendah yang menjadi
penyebab proses separasi pada kolom separator tidak bekerja dengan baik. Agar
menjaga keadaan level fluida pada kolom, LPS C – 3 – 10 dikendalikan oleh
controller 03 – LIC – 167 yang sistemnya single feedback control

Gambar 4.4 P&ID untuk Pengendalian Level C-3-10

Output dari variabel proses separator perlu dikontrol agar proses mencapai
set value yang sudah ditentukan. Untuk mencapai nilai yang telah ditetapkan,

25
kontrol pada separator harus dilakukan. Jika level melebihi nilai yang ditetapkan,
maka jumlah fluida yang keluar dari bagian bawah separator perlu ditingkatkan.
Sebaliknya, jika level berada di bawah nilai yang ditetapkan, jumlah keluaran dari
bagian bawah separator harus dikurangi. Sistem kontrol level ini menggunakan
loop tunggal, sehingga setiap perubahan kesalahan (error) akan langsung
mempengaruhi pengendali. Perubahan nilai pada pengendali dapat memengaruhi
pembukaan katup (valve), karena katup pengendali akan mengambil tindakan untuk
menjaga bukaan katup sesuai dengan kebutuhan level proses yang diinginkan.

Untuk mendukung proses pengendalian level, maka terdapat instrumen –


instrumen yang digunakan di separator C-3-10, yakni:

4.2.1 Level Transmitter LT – 167

Gambar 4.5 Gambar Lapangan 03-LT-167

Sensor level yang digunakan pada kolom separator C-3-10 adalah tipe
displacer, yang spesifikasinya adalah displacer dari produsen Masoneilan dengan
tag number 03-LT-167. Prinsip kerja displacer didasarkan pada hukum
Archimedes, di mana perubahan level fluida akan menggerakkan displacer sejajar
dengan berat fluida yang dipindahkan. Pergerakan vertikal pada displacer akan
menghasilkan pergerakan sudut pada batang displacer dan mengakibatkan tabung
torsi (torque tube) berputar setiap kali terjadi perubahan level. Kemudian, sensor

26
level 03 - LT - 167 mengubah perbedaan tersebut menjadi sinyal 4 - 20 mA. Berikut
spesifikasi dari LT – 167
Tabel 4.2 Spesifikasi 03 – LT – 167

Manufacture : Masoneilan

Model : 12120

Type : Displacer

Length : 810 mm

Output Signal : 4 – 20 mA

4.2.2 I/P Converter 03-LY-167

Gambar 4.6 I/P 03-LY-167

I/P Converter dengan kode 03 - LY - 167 berperan dalam mengubah sinyal


keluaran dari pengendali (controller) dengan rentang 4 - 20 mA DC menjadi sinyal
pneumatik dengan rentang 0.2 - 1 Kg/cm2. Sinyal pneumatik ini digunakan sebagai
masukan untuk mengendalikan valve kontrol level dengan kode 03 - LCV - 167,
karena aktuator valve hanya dapat menerima sinyal masukan dalam bentuk
pneumatik dengan rentang tekanan 3 - 15 psi atau 0.2 - 1 Kg/cm2. Berikut adalah
spesifikasi dari I/P Converter LY - 167:

27
Tabel 4.3 Spesifikasi I/P 03 – LY – 167

Manufacture : Yokogawa

Model : PK200

Input Signal : 4 – 20 mA atau 10 – 50 mA

Output : 1. 20 – 100 kPa

2. 0.2 – 1 kg/cm2

3. 3 – 15 psi

Operating Temp. : -40 / 80 oC

4.2.3 Level Control Valve 03-LCV-167

Gambar 4.7 Gambar Lapangan 03-LCV-167

Control valve dengan kode 03 - LCV - 167 berfungsi sebagai elemen


penggerak terakhir dalam sistem pengendalian level pada separator tekanan rendah
(LPS). Control valve ini bertugas mengatur bukaan aliran fluida dari bagian bawah
separator yang akan mengalir ke kolom Debutanizer. Besarnya bukaan valve
ditentukan oleh sinyal yang diterima oleh aktuator control valve. Berikut adalah
spesifikasi dari control valve LCV - 167:

28
Tabel 4. 4 Spesifikasi Valve 03 – LCV – 167

Manufacture : Masoneilan

Model Number : 48-11815

Characteristic : Linier

Size : 6 inch

Type : Globe

Operating Temp. : 45 / 120 OC

Flow Rate : 166.4 – 333.7 m3/hr

Fail Action : Close

4.2.4 Level Controller 03-LIC-167


Level Controller dengan tag number 03-LIC-167 yang berfungsi sebagai
pengatur laju aliran pada kolom separator memiliki aksi control direct, dengan cara
kerja seperti yang di bawah ini:
• Level naik (PV ↑) → valve dibuka → MV ↑ Direct

• Level turun (PV ↓) → valve ditutup → MV↓ Direct


Controller LC – 167 ini mengendalikan ketinggian cairan pada nilai
setpoint-nya. Contoh mekanisme dari pengendalian level dapat dilihat pada gambar
berikut ini.

Gambar 4.8 Mekanisme Pengendalian10

29
Level measuring device atau dalam hal ini transmitter mengukur ketinggian
h di dalam separator. Nilai h akan dibandingkan dengan nilai SP pada hSP, yaitu
level yang diinginkan. Lalu, controller akan mengoreksi error dengan
mengirimkan sinyal ke elemen pengendali akhir. Control valve akan melakukan
aksinya yaitu membuka atau menutup dengan acuan sinyal dari controller hingga
keadaan proses tercapai. Mekanisme kontrol yang tepat adalah jika h bertambah,
maka control valve akan membuka. Dan jika h berkurang, maka control valve akan
menutup.

Gambar 4.9 Data LIC – 167 dari HIS

Kemudian, spesifikasi dari LIC – 167 sebagai berikut:

Tabel 4.5 Spesifikasi controller 03 – LC – 167

Type : DCS Centum VP

Control Mode :P+I+D

Control Action : Direct

Output Signal : 4 – 20 mA

Setting Proportional (PB) : 75

Setting Integral (Ti) : 300

Setting Derivative (Td) :1

30
Process Variable (PV) merupakan besaran yang menyatakan keadaan
proses. PV pada LIC – 167 mengalami perubahan selama 1 hari namun
perubahannya tidak terlalu jauh dengan set value yang sudah ditentukan. Set value
(SV) pada controller diatur sebesar 25 % agar keadaan level di dalam separator
stabil. Gambar 4.9 menunjukkan grafik antara process variabel dan set value
dimana dalam sehari penuh, rata – rata PV berada pada kisaran 25.026 %

Gambar 4.10 Grafik dari PV pada 03 – LC – 167

4.2.5 Magnetic Level Gauge 03 – LG – 166

Gambar 4.11 Magnetic Level Gauge 03 – LG – 166

Komponen tambahan pada Low Pressure Separator C – 03 – 10 yakni


Magnetic Level Gauge yang berfungsi untuk memantau dan menunjukkan level air

31
yang telah dipisah pada bottom LPS. Air ini akan menuju proses Sour Water
Stripper di Plant 7. Prinsip kerja di balik MLG adalah bahwa alat pengukur berbagi
cairan yang sama dan karenanya, levelnya sama dengan bejana. Indikator level
terpasang pada bejana dan terhubung langsung dengan cairan yang akan diukur. Di
dalam ruangan ada floater dengan rakitan magnet di dalamnya. Komponen pada
MLG yaitu:
• Flag indicator, merupakanbbesi berwarna yang akan menunjukkan nilai
ketinggian cairan berdasarkan sensor. Warna dari flag dibuat cerah agar dapat
dilihat dari jarak yang cukup jauh. Pilihan dari opsi skalanya biasanya: Inch,
feet, meters, percent, gallons ataupun litres. Jarak yang akurat yakni 60 m, dan
view angle 1400.

Gambar 4.12 Flag indicator 03 – LG – 166 15

• Floater, yakni elemen terpenting dari MLG. Desain struktural, perpindahan


volume, berat, dan gaya daya apung semuanya dipertimbangkan dengan cermat
ketika float ditentukan untuk aplikasi tertentu. Selain itu, floater ini bersifat
magnetic dengan tujuan ada gaya magnet dengan flag indicator 15.

Gambar 4.13 Magnetic Floater 03 – LG – 166 15

32
4.3 Wiring Configuration LT – 167 pada C – 3 – 10

Gambar 4. 14 Loop Drawing untuk 03 – LT – 167

Controller LC – 167 berfungsi sebagai pengendali utama LCV – 167 atau


disebut “master”. LT – 167 dan LI – 167 berperan dalam mengirim dan
menunjukkan level pada separator atau disebut “slave”. Sinyal dari transmitter
melewati junction box agar kabel – kabel tertata secara rapi. Kemudian melewati
AM11 yakni Input Module sebelum masuk ke LC – 167. Controller akan
menghitung PV dan membandingkan dengan SV yang sudah ditentukan. Output
dari controller akan melewati Output Module AM51 dan junction box pula sebelum
masuk ke I/P LY – 167. Sinyal elektrik dari AM51 akan diubah menjadi sinyal
pneumatik 3 – 15 psi agar dapat digunakan oleh LCV – 167. Valve akan melakukan
koreksi bukaan aliran berdasarkan output dari controller yang sudah dihitung dan
dibandingkan

4.4 Standarisasi untuk Displacer Level Transmitter


a) API RP 554, sebuah rekomendasi praktik yang diterbitkan oleh American
Petroleum Institute (API) dengan judul "Process Instrumentation and Control".
Dokumen ini memberikan panduan tentang prinsip-prinsip dasar dan praktik-
praktik terbaik untuk pengaturan, pengoperasian, dan pemeliharaan sistem
instrumentasi dan kontrol proses industri.

b) Pedoman Manual Manufaktur, dimana setiap pabrikan displacer biasanya


memberikan petunjuk pemasangan terperinci dan panduan khusus untuk produk

33
mereka. Panduan ini harus selalu diikuti untuk memastikan pemasangan dan
pengoperasian yang benar dengan tipe, prinsip kerja, spesifikasi teknis, dan
pengujian yang harus dilakukan pada peralatan tersebut.

4.5 Kalibrasi Level Transmitter 03 – LT – 167


Field calibration dilakukan langsung di lapangan saat keadaan proses
sedang berlangsung. Dengan mengatur ulang besaran Span yang nilainya harus
sebanding dengan 20 mA atau 100%. Posisi dari displacer akan bergantung pula
dari specific liquid yang sedang diukur. Saat sedang kalibrasi span, displacer akan
mengambang dan memberikan gerakan ke torque rod. Gerakan ini nantinya akan
menghasilkan nilai span (100%) dari range
Sedangkan untuk melakukan kalibrasi zero, liquid yang diukur harus sesuai
dengan besar arus = 4 mA. Displacer akan menunjukan low reference sesuai dan
bergerak turun sehingga transmitter akan menunjukkan nilai zero (0%). Prinsip ini
selalu digunakan saat teknisi melakukan kalibrasi transmitter dengan sensor
displacer.

Gambar 4.15 Prinsip Kalibrasi Displacer7

Kalibrasi dari level transmitter LT – 167 dilakukan dengan prosedur yang


secara teknis sederhana. Alat yang diperlukan ialah avometer dan obeng minus.
Berikut prosedur dari “Dry Calibration”:
• Buka cover LT – 167. Kemudian bagian dalam akan terlihat seperti gambar di
bawah ini. Sambungkan kabel dari avometer pada terminal “+” dan “-“

34
Gambar 4.16 Bagian dalam dari LT – 167

• Blok sisi “High” dan sisi “Low”, kemudian kosongkan chamber dengan
melakukan draining

Gambar 4.17 Posisi “High” dan “Low”

• Avometer harus menunjukkan nilai arus sebesar 4 mA, jika tidak adjust bagian
“Zero” dengan obeng minus di bagian kiri LT – 167

Gambar 4.18 Zero LT – 167

35
• Setelah sesuai, buka valve “High” untuk mengisi chamber hingga 100%. Ukur
dengan avometer. Jika saat level 100% nilainya tidak 20 mA, adjust sisi span
dengan obeng minus di bagian kanan LT – 167

Gambar 4.19 Span LT – 167

Transmitter LT – 167 hanya mengukur minyak (crack oil). Oleh sebab itu
pin dari specific gravity digeser ke 0.8. Transmitter ini tidak mengukur level
interface dikarenakan posisi air ada di bottom vessel. Air ini nantinya akan dialirkan
ke unit Sour Water Stripper (SWS) di Plant 7.

Gambar 4.20 Water Bottom Vessel di C – 3 – 10

36
4.6 Perhitungan Berat Displacer LT – 167
Kalibrasi dari displacer dilakukan dengan melakukan perhitungan ulang
massa displacer. Perhitugan ini didasari dengan prinsip Gaya Buoyancy yang
menyatakan “Gaya ke atas yang dikerjakan oleh fluida yang melawan berat
dari benda yang direndam”8.

4.4.1 Dry Calibration dari Displacer LT – 167


Data untuk dry calibration:
Diameter Dislplacer : 7.5 cm
Panjang Displacer : 81 cm
Berat Diplacer : 3800 gram
SG minyak : 0.8
• Ketika vessel kosong (0%), LRV saat berat displacer = 3800 gram akan sama
dengan sinyal arus 4 mA
• Ketika vessel penuh, displacer akan terendam 100% di dalam minyak.
Sehingga, berat dari displaced liquid = volume displacer * SG minyak
= (3.14) * (3.75)2 * 81 * 0.8
= 2861.325 gram
• Berat yang di dapat oleh Transmitter = Berat displacer – weight loss saat 100%
= 3800 – 2861.325
= 938.675 gram
• Maka, URV saat berat displacer = 938.675 gram akan sama dengan sinyal arus
20 mA.
Tabel 4.6 Data Dry Calibration

Level (%) Berat (gram) Output (mA)

0 3800 4

25 3084.67 8
50 2369.34 12

75 1654 16

100 938.675 20

37
4.4.2 Interface Dry Calibration dari Displacer LT – 167
Data untuk interface dry calibration:
Diameter Dislplacer : 7.5 cm
Panjang Displacer : 81 cm
Berat Diplacer : 3800 gram
SG minyak : 0.8
SG air :1
Untuk perhitungan interface, menggunakan gaya Buoyancy
Gaya Buoyancy = V1 . SG1 + V2 . SG2
• Untuk perhitungan LRV,
Gaya buoyant = weight loss pada displacer
= SG2 . Volume minyak (l air = 0)
= 0.8 * (3.14) * (3.75)2 * 81
= 2861.325 gram

Berat yang didapat oleh Transmitter = Berat displacer – weight loss saat 0%
= 3800 – 2861.325
= 938.675 gram
Maka, LRV saat berat displacer = 938.675 gram akan sama dengan sinyal arus 4
mA.

• Untuk perhitungan URV


Gaya buoyant = weight loss pada displacer
= SG1 . Volume air (l minyak = 0)
= 1 * (3.14) * (3.75)2 * 81
= 3576.65 gram
Berat yang didapat oleh Transmitter = Berat displacer – weight loss saat 100%
= 3800 – 3576.65
= 223.35 gram
Maka, URV saat berat displacer = 223.35 gram akan sama dengan sinyal arus 20
mA.

38
Tabel 4.7 Data Interface Dry Calibration

Level (%) Berat (gram) Output (mA)


0 938.675 4
25 759.84 8
50 581.01 12
75 402.18 16
100 223.35 20

4.7 Siklus Maintenance Alat Instrumentasi di C – 3 – 10


Dalam melakukan maintenance untuk instrumentasi, Pertamina melakukan
perencanaan yang terdiri dari 5 tahap:
1. Assesment, yakni melakukan persiapan terhadap alat yang akan di-maintain
mulai dari datasheet, pengukuran hingga verifikasi
2. Planning, yakni perencanaan terhadap tenaga kerja (man power), spare
parts hingga penjadwalan
3. Quality Plan, yakni mempersiapkan kualitas dari pekerja dan kondisi
lapangan
4. Execution, yakni proses eksekusi pemeliharaan mulai dari izin kerja, risk
analysis dan workmanship
5. Historical Record, yakni menyajikan data dari pekerjaan yang dilakukan
mulai dari dokumentasi, dan work report

Gambar 4.21 Maintenance Cycle pada C – 3 – 10

39
4.8 Sistem Level Alarm pada LPS C – 3 – 10

Sistem alarm dan trip pada LPS C-3-10 dibuat sederhana agar kalibrasi

maupun pengujian dapat dilakukan tanpa mengganggu produksi. Sistem alarm juga

berfungsi untuk memberikan peringatan kepada operator agar operator mengambil

tindakan dan langkah supaya proses kembali ke daerah normal. Pada C-3-10,

terdapat 3 sistem level alarm, yakni: LAL, LAH, LAHH

Gambar 4.22 Level Alarm di LPS C-3-10

Saat level berada di area LAL, indikator alarm akan hidup pada HIS

operator. Namun alarm low tidak akan membuat sistem dari separator trip. Pada

level berada di area LAH, indikator alarm akan hidup dan operator diwajibkan

melakukan aksi agar proses kembali normal.

Keadaan pada Low Pressure Separator C-3-10 akan trip saat level mencapai

titik LAHH (High High). Hal ini dikarenakan, operator gagal membalikan keadaan

proses balik ke normal. Ketiga alarm ini merupakan lapisan perlindungan (Layers

of Protection – SIS) yang wajib ada agar tidak terjadi kecelakaan / fail. Karena

apabila sistem gagal, akan mempengaruhi proses lainnya dan kegiatan produksi

terhambat.

40
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Dari hasil Praktek Kerja Lapangan yang telah dilaksanakan dapat
disimpulkan bahwa:
1. Low Pressure Separator berfungsi untuk memisahkan campuran fluida dengan
hidrogen (H2) dialirkan ke fasilitas Hidrogen Recovery dengan tag C-38-03. Air
dialirkan ke unit Sour Water Stripper (SWS) di Plant 7. Sedangkan minyak
yang disebut sebagai Crack oil dialirkan sebagai feed pada kolom Debutanizer

2. LT-167 adalah electronic level transmitter yang digunakan untuk


mengendalikan level LPS bermanufaktur Masoneilan 12120. Pengoperasiannya
menggunakan daya buoyancy dari muatan transmitter yang akan menambah
atau mengurangi beban pada torque arm. Torsi menghasilkan sudut rotor pada
Rotary Variable Difference Transfo (RVDT) dimana perubahan tegangan
sebanding dengan torque arm yang nantinya diubah menjadi arus DC.

3. Maintenance yang dipakai pada LT – 167 berupa Corrective Maintenance yakni


kalibrasi menggunakan avometer dan mengadjust sisi zero dan span.
Mekanisme kalibrasi dapat menggunakan kabel torsi dengan pointer yang
terhubung dengan batang torsi di dalamnya. Dengan memutar pointer, torsi
akan menghasilkan pergerakan sensor sesuai dengan range. Selain itu, metode
lain yakni Dry Calibration juga dipakai untuk menghitung LRV dan URV dari
displacer antara densitas minyak dan air.

5.2 Saran

1. Melakukan pengecekan secara berkala pada alat – alat interumentasi, terutama


pada LPS C-3-10A agar proses berlangsung secara baik.

2. Menggunakan APD saat melakukan maintenance, baik preventive maupun


corrective. Agar meminimalisir terjadinya injury pada pekerja yang melakukan
pekerjaan

41
DAFTAR PUSTAKA

1. Sabrina, M., Kamal, M. & Jamaluddin, J. Simulasi Pengendalian Level


Kondensat Pada Separator D-418 Menggunakan Dcs Di Pertamina Hulu
Energi Nsb. J. Tektro 1, 65–69 (2018).
2. Heriyanto, I. Pengendalian Proses. Археология 1, 117–125 (2010).
3. Citrawati, A. P. ADVANCED CONTRROL SISTEM PENGENDALIAN
LEVEL PADA SEPARATOR C-3-19 DI HCU UNIT PT PERTAMINA RU
V BALIKPAPAN. (2014).
4. PUSDIKLAT MIGAS. Technical Development Program ‘BASIC
INSTRUMENT’. 421888, (2014).
5. Ramdhan, M. Modul ‘KENDALI PROSES’. 1–108 (2021).
6. Bimbingan Profesi Sarjana Teknik (BPST). Dasar Instrumentasi dan Proses
Kontrol. Direktorat Pengolah. Angkatan XVII-Balongan 2007 1–158 (2007).
7. Masoneilan. 12000 Series Liquid Level Control Instrumentation. 1–16
(1990).
8. Simanjuntak, A. M. ANALISA VERIFIKASI DAN KALIBRASI ALAT
INSTRUMENTASI LEVEL DISPLACER INTERFACE DI PT. DOMAS
AGROINTI PRIMA. Pap. Knowl. . Towar. a Media Hist. Doc. 12–26
(2013).
9. Reshma, R., Ramachandraiah, U., Devabalaji, K. R. & Sitharthan, R. Liquid
metal level measurement techniques. IOP Conf. Ser. Mater. Sci. Eng. 937,
(2020).
10. Heriyanto, A. Buku Controller. 1–13 (2021).
11. Heriyanto, A. Final Control Element. 1–12 (2021).
12. Yokogawa Electric Corporation. PK200 I/P Converter User’s Manual. 14th
Editi, (2021).
13. Baker Hughes Co. MasoneilanTM 41005 Series Globe Valves Instruction
Manual. (2020).
14. Jurika, R. R. Operasi, Maintenance, dan Troubleshooting Peralatan
Instrumentasi Kilang. (2020).
15. Orion Instruments, L. Magnetic Level Indicators. (2018).

42
Lampiran 1. P&ID Low Pressure Separator C – 3 – 10

43
Lampiran 2. HMI untuk Low Pressure Separator C – 3 – 10 di HCU A

44
Lampiran 3. Formulir Observasi

45
Lampiran 4. Loop Drawing untuk LT – 167 dan LCV – 167

46
Lampiran 5. Electronic Level Transmitter Manual

47
Lampiran 6. Datasheet 03 – LT – 167

48
Lampiran 7. Datasheet 03 – LCV – 167

49

Anda mungkin juga menyukai