Anda di halaman 1dari 27

KIMIA KOORDINASI

Oleh :
DR. H. MOMO ROSBIONO, M.Pd., M.Si.

DEPARTEMEN PENDIDIKAN KIMIA


FPMPA UPI
2020
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
TUJUAN DAN TINJAUAN BUKU

BAB 1 : TERMINOLOGI-KARAKTERISTIK-METODE PENDEKTEKSIAN -


APLIKASI, KLASIFIKASI, TATA NAMA, DAN ISOMERISASI
SENYAWA KOORDINASI

1.1 Terminologi, Karakteristik, Metode Pendeteksian dan


Aplikasi Senyawa Koordinasi
1.2 Klasifikasi Senyawa Koordinasi
1.3 Tata nama Senyawa Koordinasi
1.4 Isomerisasi Senyawa Koordinasi
1.5 Rangkuman
1.6 Soal-soal

BAB 2 : IKATAN DALAM SENYAWA KOORDINASI

2.1 Teori Werner, Nomor Atom Efektif (NAE), dan Teori


Ikatan Valensi dalam Senyawa Koordinasi
2.2 Teori Medan Kristal
2.3 Teori Orbital Molekul dalam Senyawa Koordinas
2.4 Rangkuman
2.5 Soal-soal

BAB 3 : SPEKTRA ELEKTRONIK SENYAWA KOORDINASI

3.1 Hukum Serapan Cahaya dan Warna Komplementer, Warna


Senyawa Koordinasi, dan Faktor yang Mempengaruhi
Warna Senyawa Koordinasi
3.2 Term Spektra Senyawa Koordinasi
3.3 Aplikasi Diagram Orgel dan Tanabe-Sugano dalam
Menentukan Frekuensi Serapan
3.4 Rangkuman
3.5 Soal-soal

BAB 4 : PREPARASI DAN REAKSI SENYAWA KOORDINASI

4.1 Preparasi Senyawa Koordinasi Berdasarkan Reaksi


Substitusi
4.2 Preparasi Senyawa Koordinasi Berdasarkan Reaski
Disosiasi Termal, Reaksi Redoks, dan Reaksi Katalisis

i
4.3 Preparasi Senyawa Koordinasi Cis-Trans dan Aktif Optik
4.4 Rangkuman
4.5 Soal-soal

BAB 5 : KESTABILAN SENYAWA KOORDINASI

5.1 Tetapan Kestabilan dan Parameter Termodinamika


Senyawa Koordinasi
5.2 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kestabilan Senyawa
Koordinasi
5.3 Penentuan Tetapan Kestabilan Senyawa Koordinasi
5.4 Rangkuman
5.5 Soal-soal

BAB 6 : KINETIKA DAN MEKANISME REAKSI SENYAWA


KOORDINASI

6.1 Model Kinetika, Hukum Laju, serta Senyawa Koordinasi


Mantap dan Labil
6.2 Mekanisme Reaksi Substitusi dalam Senyawa
Koordinasi
6.3 Mekanisme Reaksi Oksidasi Reduksi dalam Senyawa
Koordinasi
6.4 Rangkuman
6.5 Soal-soal

GLOSARIUM
INDEKS
PETUNJUK DAN KUNCI JAWABAN SOAL
DAFTAR PUSTAKA

ii
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan rasa syukur ke hadlirat Allah Subhanahu Wata’ala, penulis


dapat menyelesaian buku berjudul KIMIA KOORDINASI ini dengan baik. Rasa
syukur juga penulis sampaikan kepada segenap jajaran Administrator di
Universitas Pendidikan Indonesia yang telah memotivasi dan mendukung
diterbitkatnya buku ini. Oleh karena itu penulis sampaikan penghargaan setinggi-
tingginya, semoga Allah Swt. memberkati atas segala kebaikannya.

Didorong oleh tanggung jawab profesional berkaitan dengan diluncurkannya


berbagai legislasi yang mengatur peningkatan kualitas pendidikan, penulis
mencoba menuangkan secercah pengalaman untuk mengisi dan memfasilitasi
para mahasiswa yang sedang mempelajari bidang keahlian pendidikan kimia
maupun keahlian kimia, sehingga kompetensi yang mereka miliki sesuai dengan
kualitas yang diharapkan.

Walaupun penulis telah mencoba mencermati konten yang dituangkan dalam


buku ini, tentunya masih banyak kekurangan yang harus diperbaiki. Oleh karena
itu dengan senang hati penulis menerima berbagai kritik konstruktif dari kalangan
pengguna untuk perbaikan buku ini di masa mendatang.

Akhirnya penulis menaruh harapan, semoga buku ini ada manfaatnya bagi para
pembaca yang sedang mendalami ilmu kimia dan mengisi pembendaharaan
sumber belajar yang dapat menunjang pencapaian kualitas pendidikan.

Bandung, September 2020


Penulis,

Momo Rosbiono

momo rosbiono 3
TUJUAN DAN TINJAUAN BUKU

Buku ini ditujukan untuk memfasilitasi para mahasiswa program sarjana


pendidian kimia dan program sarjana kimia yang mengikuti perkuliahan KIMIA
KOORDINASI khususnya di Departemen Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas
Pendidikan Indonesia. Di samping itu buku ini diharapkan bermanfaat juga bagi
para mahasiswa yang mempelajari ilmu kimia di perguruan tinggi lain serta para
pendidik, peneliti, dan praktisi lainnya.

Konten yang disajikan dalam buku ini melingkupi kimia koordinasi secara
komprehensif mulai dari konsep dasar, aplikatif, mutakhir, praktis yang digali dari
berbagai literatur standar dan web site yang dilengkapi dengan ilustrasi-ilustrasi
untuk memudahkan pemahaman para pembaca. Untuk membantu dan menggali
pemahaman para pembaca, buku ini dilengkapi dengan rangkuman, soal-soal
uraian dan pilihan ganda, petunjuk pengerjaan soal, kunci jawaban, dan
glosarium. Untuk memudahkan para pembaca dalam melacak konsep yang
diinginkan, buku ini dilengkapi dengan daftar indeks, sedangkan untuk
memfasilitasi para pembaca yang ingin memperluas wawasannya dilengkapi
dengan daftar literatur relevan.

momo rosbiono 4

BAB 3

SPEKTRA ELEKTRONIK SENYAWA


KOORDINASI

3.3 Aplikasi Diagram Orgel dan Tanabe-Sugano dalam


Menentukan Spektra Serapan

Pada bagian ini, Anda akan mempelajari bagaimana menafsirkan spektra


serapan UV-Vis dari berbagai ion kompleks logam transisi dengan menggunakan
diagram Orgel dan diagram Tanabe-Sugano.

Gambar-3.16 memberikan gambaran bagi Anda bahwa beberapa ion kompleks


aqua logam transisi deret pertama ada yang menunjukkan satu atau lebih pita
serapan UV-Vis. Ternyata teori medan kristal memiliki keterbatasan dalam
menganalisis fakta tersebut baik dalam menentukan panjang gelombang, tingkat
energi, maupun peralihan elektron yang terjadi. Fenomena ini hanya dapat
dijelaskan oleh diagram Orgel dan Tanabe-Sugano.

momo rosbiono 5
Gambar-3.16 Spektra Serapan UV-VIS Ion Kompleks Aqua
Logam Transisi Deret Pertama
A. Aplikasi Diagram Orgel dalam Menentukan Spektra Serapan
A.1 Spektra Serapan Ion d1 vs d9 dan d4 vs d6
Ion logam bebas dalam keadaan gas dari orbital d tidak menunjukkan adanya
tansisi d-d. Namun ketika membentuk kompleks, medan elektrostatik dari
ligan akan membelah orbital d menjadi dua kelompok yaitu t 2g dan eg. Contoh
ion kompleks d1 berbentuk oktahedral dari Ti 3+ adalah [Ti(H2O)6]3+ dan
[TiCl6]3-. Pembelahan orbital dan spektra serapan [Ti(H 2O)6]3+ ditunjukkan
pada Gambar-3.17. Dalam keadaan tingkat dasar satu elektron (d 1) akan
menempati orbital berenergi terendah t 2g, dan hanya ada satu jenis transisi
yang mungkin ke tingkat eg yaitu 2Tg  2Eg. Sebagai konsekuensinya, maka
spektrum separan [Ti(H2O)6]3+ hanya menunjukkan satu puncak pada 20.300
cm-1 bertepatan dengan panjang gelombang 500 nm. Besarnya energi
pembelahan O bergantung pada sifat ligan dan pengaruh energi transisi. Ion

momo rosbiono 6
kompleks sejenis seperti [TiCl 6]3- memiliki puncak serapan pada 13.000 cm-1,
[TiF6]3- pada 18.900 cm-1, dan [Ti(CN)6]3- pada 22.300 cm-1. Ternyata
besarnya energi pembelahan orbital d dalam ion kompleks sesuai dengan
urutan kekuatan ligan dalam deret spektrokimia. Term dasar ion bebas (d 1)
adalah 2D, dan ketika berada dalam medan oktahedral digambarkan dengan
2
simbol Mulliken T2g dan 2Eg. Berdasarkan harga multiplitsitas spinnya,
puncak serapan [Ti(H2O)6]3+ mestinya harus ada dua seperti pada Gambar-
3.16 walaupun pemisahannya kecil karena ligan H 2O termasuk medan lemah.
Pemisahan kedua puncak akan kelihatan jelas jika berada dalam medan kuat
seperti pada [Ti(CN)6]3- (dalam buku ini tidak ditunjukkan spektranya).

Sekarang mari kita lihat ion kompleks dengan konfigurasi d9. Sifat ion
kompleks oktahedral dengan konfigurasi d 9 seperti [Cu(H2O)6]2+ dilukiskan
dengan cara yang sama seperti pada Ti 3+ (d1). Di dalam ion kompleks d1,
satu elektron yang dimilikinya akan mengisi orbital t 2g, sedangkan pada d9
elektron ke-9 nya akan berupa elektron tunggal seperti d 1 dan berada pada
orbtal eg. Demikian pada orbital eg tentu masih ada satu tempat kosong yang
bisa diisi elektron, tempat kosong ini dinamakan lubang (hole).

momo rosbiono 7
d1 oktahedral 2E A [Ti(OH2)6]3+
g
2E
g  2T2g

2D

2T
2g
10 000 20 000 30 000

- / cm-1

Energi Eg atau E
T2g atau T2

D

T2g atau T2
Eg atau E

 d1, d6 tetrahedral d1, d6 oktahedral


0 
d4, d9 oktahedral d4, d9 tetrahedral
Kekuatan medan ligan

Gamba-3.17 Diagram Orgel dan Pita Serapan [Ti(H 2O)6]3+

Anda perlu ingat bahwa timbulnya puncak serapan ion kompleks yang muncul
dari pengukuran spektrofotometer UV-Vis, tidak lain karena elektron
mengalami transisi dari tingkat energi rendah ke tinggi. Dimana transisi
elektron tersebut harus mengikuti aturan seleksi Laporte (L = + 1) dan aturan
seleksi spin (S = 0). Sederhananya bahwa transisi elektron yang
diperbolehan itu, jika perbedaan bilangan kuantum azimut (orbitalnya)
berbeda satu tingkat, juga arah spinnya harus sama (sebelum dan sesudah
perpindahan).

Dalam kasus ion kompleks logam transisi, perpindahan elektronnya termasuk


transisi d-d, berati tergolong ke dalam transisi yang melanggar aturan
Laporte, akan tetapi transisi spinnya masih diperbolehkan. Oleh karena itu
intensitas serapan ion kompleks relatif lemah (puncak serapannya pendek-
pendek). Namun kenyataannya banyak transisi elektrom logam transisi yang
tidak murni d-d melainkan terjadinya campuran diantara orbital berbeda

momo rosbiono 8
seperi d dengan p dan lain-lain, sehingga intensitas puncak serapan menjadi
agak tinggi.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka pindahnya 1 elektron dalam ion


kompleks d1 terjadi dari t2g ke eg dengan syarat arah spin sewaktu di orbital
t2g dan di eg sama (digambarkan dengan arah panah sama).

Sekarang bagaimanakah terjadinya perpindahan elektron pada d9 ? Gambar-


3.18 bagian kiri menunjukkan susunan elektron awal dimana terdapat satu
’hole’ pada orbital eg yang masih bisa ditempati satu elektron. Gambar bagian
kanan menunjukkan susunan elektron setelah ada perpindahan satu elektron.
Susunan tersebut diperbolehkan karena arah spin sebelum dan sesudah
perpindahan adalah sama. Pindahnya satu elektron berspin sama dari t2g ke
eg tidak memungkinkan karena akan menghasilkan dua spin sejajar dalam
suatu orbital (melanggar asas Pauli). Akhirnya ada dua kemungkinan yang
dapat dipertimbangkan, yaitu pindahnya elektron dengan spin berlawanan
dari t2g dan pindahnya hole dari eg ke t2g. Pandangan para ahli menetapkan
bahwa pindahnya hole dari eg yang paling mungkin karena memerlukan
energi rendah. Dengan demikian energi terendah dalam sistem d 9 adalah Eg
yang merupakan kebalikan dari sistem energi dari d 1 (Gambar-3.19). Ilustrasi
lain pada diagram Orgel (Gambar-3.17) sistem energi d1 oktahedral
ditempatkan sebelah kanan dan sistem d 9 oktahedral sebelah kiri.

peralihan spin diperbolehkan

Gambar-3.18 Peralihan elektron d9 dalam Oktahedral

momo rosbiono 9
Energi Eg Energi T 2g

6Dq 6Dq
2D 2D

4Dq 4Dq
T 2g Eg

Kekuatan medan ligan, okt Kekuatan medan ligan, okt

d1 d9
transisi T2g Eg transisi Eg T2g

Gambar-3.19 Pembelahan Enegi dan Transisi Elektron


pada Kompleks d1 dan d9 Oktahedral

Di dalam sistem tetrahedral orbital d terbelah menjadi dua kelompok orbital


juga, tetapi energi orbital eg lebih rendah daripada t2g. Dengan demikian
diagram energi d1 oktahedral merupakan kebalikan dari d 1 tetrahedral atau
kebalikan dari d9 oktahedral.

Dengan cara yang sama, susunan oktahedral spin-tinggi d6 sama dengan


kasus d1 oktahedral. Karena transisi elektron yang melibatkan pemutaran spin
melanggar aturan seleksi, maka dalam kasus ini transisi elektron yang hanya
diperbolehkan adalah satu elektron dari elektron berpasangan pada t 2g yang
spinnya berlawanan dengan semua elektron yang ada di orbital eg (Gambar-
3.20). Oleh karena itu diagram energi kompleks oktahedral spin tinggi d 6
sama dengan d1 oktahedral atau energi T2g < Eg (Gambar-3.17).

peralihan spin terlanggar peralihan spin dibolehkan

(a) (b)
Gambar-3.20 Peralihan elektron dalam d6 spin tinggi

momo rosbiono 10
Dalam ion kompleks oktahedral spin-tinggi dengan konfigurasi d4 (Gambar-
3.21) peralihan elektronnya digambarkan akibat adanya peralihan hole pada
orbital eg yang cukup longgar sehingga mendesak elektron yang ada di orbital
t2g. Dalam kasus ini maka pada diagram tingkat energi d 4 oktahedral spin
tinggi energi Eg < T2g mirip dengan kasus yang terjadi pada d 9 oktahedral.

peralihan spin dibolehkan

Gambar-3.21 Peralihan elektron dalam d4 Spin-tinggi

Berdasarkan kasus-kasus yang digambarkan di atas, maka spektra serapaan


ion kompleks d1, d4, d6, dan d9 dalam oktahedral dan tetrahedral dapat
diketahui energi dasarnya dengan memanfaatkan diagram Orgel (Gambar-
3.17).

A.2 Spektra Serapan Ion d2 vs d8dan d3 vs d7


Ion kompleks dengan konfigurasi d2 memiliki term kedaan dasar dalam
bentuk ion bebas adalah 3F dan keadaan eksitasi 3P, 1G, 1D, dan 1S. Di dalam
keadaan dasar kedua elektron tersebut memiliki spin sejajar, sedangkan di
dalam keadaan eksitasi 3P sejajar namun dalam keadaan 1G, 1D, dan 1S
adalah berpasangan. Transisi elektron dari 3F ke 1G, 1D, dan 1S termasuk
spin terlarang yang menghasilkan spektra serapan sangat lemah sehingga
transisi ini dapat diabaikan. oleh karena itu transisi yang diperbolehkan hanya
terjadi pada 3F ke 3P. Namun perlu diingat bahwa orbital p tidak terpecah
dalam medan oktahedral, tetapi ditransformasi ke dalam term T 1g. Adapun
orbital f terpecah menjadi tiga kelompok yaitu A2g + T1g + T2g seperti tertera
pada diagram Orgel Gambar-3.22.

momo rosbiono 11
3
A2g

3
T1g(P)
3T 3 3
2g T1g T1g
3
P 3+
V 2
(d ) 3 3
A2g T1g (P)
Energi

3F
3T 3T
 1g 2g

3
T1g(F)
cm-1
kekuatan medan ligan

nm

(a) (b)
Gambar-3.22 Diagram Orgel Spektrum Ion d 2
(a) Diagram energi d2 oktahedral
(b) Spektrum serapan UV-Vis d2, [V(H2O)6]3+

Sesuai multiplisitas spin untuk term 3F dan 3P, ada tiga transisi yang mungkin
dari keadaan dasar, yaitu 3T1g(F)  3T2g, 3T1g(F)  3T1g(P) , dan 3T1g(F) 
3
A2g. Hal ini menandakan bahwa spektrum serapan ion kompleks oktahedral
dengan konfigurasi d2 harus memiliki tiga puncak. Namun pada Gambar-
3.22-(b) yang muncul hanya dua puncak serapan. Gejala ini dikarenakan
medan ligan H2O termasuk medan ligan lemah, sehingga terjadi tumpang
tindih diantara dua tingkat energi yaitu 3T1g(P) dengan 3A2g. Tumpang tindih
ini (garis saling berpotongan) mengakibatkan tidak terpecahnya dua puncak
yang harus muncul dari transisi 3T1g(F)  3T1g(P) , dan 3T1g(F)  3A2g. Namun
untuk ion kompleks V3+ dengan ligan-ligan kuat tentu akan menunjukkan tiga
puncak.

Penjelasan yang sama dapat juga diterapkan terhadap ion kompleks Ni2+
dengan konfigurasi d8 yang berada dalam medan oktahedral. Untuk kasus d 8
ada dua hole pada orbital eg, sehingga peralihan elektron akan terjadi melalui
tranfer hole dari eg ke t2g. Peristiwa ini merupakan kebalikan dari kasus d2.
Term 3P tidak terpecah dan tidak terbalik, sedangkan term 3F terpecah

momo rosbiono 12
menjadi tiga kelompok dengan susunan energi dalam keadaan terbalik
(Gambar-3.23). Term keadaan dasar untuk Ni2+ oktahedral untuk adalah 3A2g.
Adapun energi keadaan dasar sebagai ion bebas dari d2 dan d8 adalah sama
yaitu 3F. Dalam ion kompleks [Ni(H2O)6]2+, [Ni(NH3)6]2+, dan [Ni(en)3]2+ ada
tiga transisi spin diperbolehkan dan ketiga-tiganya teramati dalam spektra
serapannya.

3
T1g(P)
3P
3
T1g(F) Ni2+ (d8) 3
A2g 3
T2g(P)
3 3
3
T2g A2g T1g(F)
3F
3 3
A2g T2g

3
A2g
kekuatan medan ligan

Gambar-3.23 Diagram Orgel Spektrum Ion d8


(c) Diagram energi d8 oktahedral
(d) Spektrum serapan UV-Vis d8, [Ni(H2O)6]3+

Ion kompleks Cr3+ dengan konfigurasi d3 memiliki diagram energi oktahedral


yang merupakan kebalikan dari d 2 oktahedral tetapi sama dengan d 8
oktahedral (Gambar-3.24). Term dasar ion bebasnya adalah 4F dan 4D
dengan urutan tingkat energi dalam medan oktahedral yaitu 4A2g < 4
T2g <
4
T1g(F) < 4T1g(P).

Diagram Orgel pada Gambar-3.24 memperlihatkan terjadinya pencampuran


orbital. Perlu menjadi perhatian Anda bahwa term T 1g ada dua macam,
pertama berasal dari term F dan satu lagi berasal dari term P. Kedua term
T1g tersebut digambarkan dengan garis yang sedikit lengkung, karena saling
berinteraksi. Tolakan antar elektron pada term 3F lebih kecil daripada pada
term 3P karena energi 3F < 3P. Pengaruh-pengaruh tersebut sangat nampak
pada diagram bagian kiri karena kedua tingkat energi itu berdekatan.
Seandainya garis tersebut lurus, maka akan saling berpotongan dan hal ini

momo rosbiono 13
tidak mungkin bahwa dua elektron dalam satu atom memiliki kesimetrian dan
energi yang sama. Adanya tolakan antar elektron tersebut menyebabkan
garis menjadi lengkung dan kuantitas kelengkungan tersebut dinyatakan
dengan parameter Racah B dan C.

Kuantum Campuran
Energi

A2 atau A2g

T1 atau T1g
4
P T1 atauT1g

T1 atau T1g T2 atau T2g


4
F
T2 atau T2g

T1 atau T1g

A2 atau A2g

d2, d7 tetrahedral 0 d2, d7 oktahedral


d3, d8 oktahedral d3, d8 tetrahedral
Kekuatan medan ligan (Dq)

Gambar-3.24 Diagram Orgel untuk konfigurasi d2, d3, d7 dan d8 Oktahedral

Parameter Racah ditentukan secara empiris dari spektra ion bebas (belum
4
membentuk ion kompleks). Umumnya perbedaan energi diantara F dan 4P
adalah 15B. Demikian apabila spektrum serapan yang diamati ada tiga
puncak, maka tetapan B dapat ditentukan. Di dalam beberapa kasus, untuk
menjelaskan keadaan spektrum cukup hanya menggunakan parameter B.
Kedua parameter B dan C sangat diperlukan untuk kasus yang memiliki
multiplisitas spin berbeda. Misalnya untuk ion V2+ (d3) pemisahan spektrum
antara 4F dan 2G adalah 4B + 3C. Dalam beberapa kasus ion logam transisi
memiliki harga parameter B sekitar 700-1000 cm-1 dan parameter C sekitar 4
kali lipat dari harga B.

momo rosbiono 14
Misalnya kita ambil contoh tentang keadaan spektrum Cr 3+ (d3). Pada
keadaan dasar masing-masing orbital dxy, dxz, dan d yz akan terisi satu
elektron, sedangkan dua orbital e g kosong. Susunan elektron dalam d3
tersebut akan memiliki term 4F dan 4P. Di dalam medan oktahedral term 4F
akan terpecah menjadi 4A2g(F), 4T2g(F), dan 4T1g(F), sedangkan term 4P tidak
4
terpecah tetapi ditransformasi ke dalam term T1g(P) sebagaimana
ditunjukkan pada Gambar-3.25. Kalau Anda perhatikan, transisi elektron
yang akan terjadi yaitu dari 4
A2g  4T2g, 4A2g  4T1g(F), dan 4A2g  4T1g(P).
Parameter Racah untuk ion Cr3+ telah diketahui yaitu (B = 918 cm-1 dan C =
4133 cm-1). Beberapa parameter Racah ion logam lainnya disajikan pada
Tabel-3.11 berikut.

Tabel-3.11 Parameter Racah (B) Ion Logam Transisi (Cm-1)


Logam Ion Logam (M2+) Ion Logam (M3+)
Ti 695 -
V 755 861
Cr 810 918
Mn 860 965
Fe 917 1015
Co 971 1065
Ni 10030 1115

Dua hal yang perlu diperhatikan mengenai munculnya puncak serapan yang
pemisahannya kurang baik, yaitu :
(1) Apabila terjadi pencampuran term P dan F (terbentuknya garis lengkung
pada kurva diagram Orgel), maka energi dari 4T1g(P) akan naik sebesar
x, dan energi 4T1g(F) akan turun sebesar x pula.
(2) Harga parameter Racah B menyatakan perbedaan antara term ion bebas
4
F dengan 4P (tolakan antar elekrton dari term dengan multiplisitas dan
kesimerian yang sama). Adapun harga B’ adalah tolakan elektron diantara
term 4F dan 4P dalam ion kompleks, dimana harganya selalu lebih kecil
daripada harga pada keadaan ion bebas (15 B > 15 B ’) karena elektron
logam mengalami delokalisasi ke dalam orbital molekul yang

momo rosbiono 15
bercampur
tidak 4
T1g(P)
bercampur x 15 B > 15 B '
4P

 = 10 Dq
15 B 15 B '
x 4
6Dq T1g(F)
Energi

4F
2Dq
4
T2g

10Dq

4A
2g

Gambar-3.25 Pembelahan 4F dan 4P dalam Cr3+ (d3)

terbentuk diantara logam dan ligan. Besarnya pengaruh delokalisasi


dinamakan parameter nephelauxetic yang dinyatakan dengan . Dimana
harga beta tersebut adalah :  = B’/B.

Harga  bergantung pada jenis ligan yang dikenal dengan deret


nephelauxetic ligan dan ukuran ion logam yang dikenal dengan deret
nepheauxetic ion logam.

Deret nephelauxetic ligan :


I- > Br- > Cl- > (NCS)- > (ox)2- > en > NH3 > H2O > F-

Deret nephelauxcetic ion logam :


Mn4+ > Co3+ > Ir3+ > Fe3+ > Re4+ > Mo2+ > Co2+ > Ni2+ > Mn2+

Harga  akan turun apabila delokalisasi meningkat, dan harganya selalu lebih
kecil dari satu, sedangkan harga B’ biasa berkisar antara 0,7B – 0,9 B. B’
mudah ditentukan apabila (tiga) keadaan transisi teramati.

momo rosbiono 16
Contoh-1 :
Tentukan parameter Racah (B’), energi pencampuran orbital (x), energi
pembelahan medan kristal oktahedral (O), dan parameter nephelauxetic ()
dari ion kompleks [CrF6]3- jika puncak-puncak serapan yang diamati dari hasil
eksperiman adalah 1 = 14.900 cm-1, 2 = 22.700 cm-1, dan 3 = 34.400 cm-1.

Diagram pembelahan energi pada d 3 yang digunakan adalah Gambar-3.15


dimana :
transisi dari 4A2g  4T2g 1 = 10 Dq (1)
transisi dari 4A2g  4T1g (F) 2 = 18 Dq – x (2)
transisi dari 4A2g  4T1g (P) 3 = 15 B’ + 12 Dq + x (3)

Dengan menyelesaikan persamaan (1)


1 = 10 Dq
14.900 cm-1 = 10 Dq, maka
Dq = 1490 cm-1
Dengan memasukkan harga Dq ke dalam persamaan (2)
2 = 18 Dq – x
22.700 cm-1 = 18 (1490 cm-1) - x
x = 4120 cm-1

Dengan memasukkan harga Dq dan x pada persamaan (3) didapat


3 = 15 B’ + 12 Dq + x
34.400 cm-1 = 15 B’ + 12 (1490 cm-1) + 4120 cm-1
B’ = 826,7 cm-1
Dari Tabel-3.11 didapat harga B untuk Cr3+ adalah 918 cm-1, sehingga harga
parameter nephelauxetic  = B’ / B = 826,7 / 918 = 0,90

Contoh-2 :

momo rosbiono 17
Larutan ion kompleks [Co(H2O)6]2+ (d7) memberikan warna merah muda
dengan tiga puncak serapan ditunjukkan pada Gambar-3.26. Tentukan jenis
transisi pada setiap puncak serapan, tolakan antar elektron logam dan ligan
(B’), energi pencampuran orbital p dan f (x) dan harga Dq !

Dengan mengacu pada diagram Orgel (Gambar-3.17) dan pemecahan orbital


(Gambar-3.24) ion kompleks d7 oktahedral ini memiliki jenis pembelahan term
4
F adalah kebalikan dari kondifurasi d 3, dimana energi 4T1g < 4T2g < 4A2g.

7
kompleks oktahedral d

[Co(H2O)6]2+

A 3

2 1

v / cm-1
25 000 20 000 15 000 10 000

1 = 8 000 cm-1
2 = 16 000 cm-1
3 = 19 400 cm-1

Gambar-3.26 Spektra Serapan


Ion Kompleks [Co(H2O)6]2+ term 4F (d7)

Dengan menggunakan diagram pada Gambar-3.27, maka jenis transisi


elektron pada ion kompleks [Co(H2O)6]2+ adalah :
transisi dari 4T1g (F)  4T2g 1 = 8 Dq +x (1)
transisi dari 4T1g (F)  4T1g(P) 2 = 15 B’ + 6 Dq + 2x (2)
transisi dari 4T1g (F)  4A2g 3 = 18 Dq + x (3)

momo rosbiono 18
A2(g)


T1(g)
 10 Dq
4
x
P

15 B 15 B'
T 2(g)

4F
 2 Dq

6Dq

T1(g) x

Gambar-3.27 Pembelahan 4F dan 4P dalam Co2+ (d7)

Dengan menyelisihkan persamaan (3) terhadap (1) akan didapatkan :


3 - 1 = (18 Dq + x) – ( 8 Dq + x)
cm-1 = 10 Dq
Dq = 1140 cm-1
Dengan memasukkan harga Dq ke persamaan (1)
1 = 8 Dq +x
8000 cm-1 = 8 (1140 cm-1) + x
x = - 1120 cm-1
Dengan memasukkan harga Dq dan x ke dalam persamaan (2) akan didapat
:
2 = 15 B’ + 6 Dq + 2x
16.000 cm-1 = 15 B’ + 6 (1140 cm-1) + 2 (- 1120 cm-1)
B’ = 760 cm-1

Harga B untuk Co2+ dari Tabel-3.11 adalah 971 cm-1, maka harga parameter
nephelauxetic adalah :
 = B’ /B = 760 / 971 = 0,78

momo rosbiono 19
Contoh-3 :
Kompleks tetrahedral Co2+ sebagai [CoCl4]2- memiliki warna biru dengan
intensitas  = 6001 mol-1 cm-1 jauh lebih tinggi dari ion kompleks oktahedral
Co2+ yang berwarna merah muda dengan e = 61 mol -1 cm-1. Ion Co2+ memiliki
konfigurasi d7, dan dalam [CoCl4]2- memiliki susunan elektron (eg)4 (t2g)3
dengan urutan tingkat energi mirip Cr 3+ (d3) oktahedral. Tiga puncak
serapannya ditunjukkan pada Gambar-3.28.

[CoCl4]2- d7 kompleks tetrahedral

3

2 1

25 000 20 000 15 000 10 000 5 000


v / cm-1

1 = 3 300 cm-1 daerah IR


2 = 5 800 cm-1 visible
3 = 15 000 cm-1 visible

Gambar-3.28 Spektra Serapan


Ion Kompleks [CoCl4]2- term 4F (d7)

Tentukan jenis transisi pada setiap puncak serapan, tolakan antar elektron
logam dan ligan (B’), energi pencampuran orbital p dan f (x) dan harga Dq dari
spektra yang ditunjukkan ion kompleks [CoCl4]2- tersebut !

Sesuai dengan pengerjaan pada contoh-1, diagram pembelahan energi pada


d7 tetrahedral (catatan bahwa g pada term dihilangkan, misal T 2g menjadi T2)
ini adalah menggunakan diagram pada Gambar-3.25 dimana
transisi dari 4A2  4T2 1 = 10 Dq (1)
transisi dari 4A2  4T1(F) 2 = 18 Dq – x (2)
transisi dari 4A2  4T1 (P) 3 = 15 B’ + 12 Dq + x (3)

momo rosbiono 20
Dengan menyelesaikan persamaan (1)
1 = 10 Dq
3.300 cm-1 = 10 Dq, maka
Dq = 330 cm-1
Dengan memasukkan harga Dq ke dalam persamaan (2)
2 = 18 Dq – x
5.800 cm-1 = 18 (330 cm-1) - x
x = 140 cm-1

Dengan memasukkan harga Dq dan x pada persamaan (3) didapat


3 = 15 B’ + 12 Dq + x
15.000 cm-1 = 15 B’ + 12 (330 cm-1) + 140 cm-1
B’ = 726,7 cm-1
Dari Tabel-3.11 didapat harga B untuk Co2+ adalah 971 cm-1, sehingga harga
parameter nephelauxetic  = B’ / B = 726,7 / 971 = 0,75

B. Aplikasi Diagram Tanabe-Sugano dalam Menentukan Spektra Serapan


Diagram tingkat energi Orgel relatif sederhana untuk digunakan dalam
menginterpretasi spektra ion kompleks. Namun diagram tersebut memiliki
keterbatasan diantaranya :
(1) Diagram Orgel hanya digunakan untuk ion-ion kompleks yang memiliki
spin-tinggi atau yang berada dalam medan ligan lemah.
(2) Diagram Orgel hanya digunakan untuk transisi elektron yang
diperbolehkan (allowed transition) ketika jumlah puncak serapan yang
diamati lebih banyak atau sama dengan parameter empiris dari
pembelahan medan kristal Dq dengan diperkenalkannya parameter
Racah B’ dan tetapan kelengkungan kurva x.

Sekalipun diagram Orgel memiliki peluang untuk digunakan dalam mengkaji


ion kompleks spin rendah, namun umumnya diagram Tanabe-Sugano lebih
mampu menginterpretasi spektra baik dalam medan ligan lemah maupun

momo rosbiono 21
medan ligan kuat. Ada kesamaan diantara diagram Orgel dan diagram
Tanabe-Sugano misalnya dalam menunjukkan perubahan tingkat energi
dimana keduanya menggunakan besaran Dq.

Adapun prinsip-prinsip yang diterapkan di dalam diagram Tanabe-Sugano


adalah :
(1) Term keadaan tingkat dasar selalu dijadikan sumbu horizontal sebagai titik
nol dan dijadikan titik acuan untuk term-term tingkat energi yang lebih
tinggi.
(2) Semua term simbol baik yang multiplisitas rendah maupun tinggi selalu
dituliskan pada sumbu vertikal.
(3) Energi di atas term dasar dinyatakan pada sumbu vertikal dengan satuan
parameter Racah (B)
(4) Energi pembelahan medan kristal dalam satuan parameter Racah (B)
dinyatakan pada sumbu horizontal
(5) Keadaan spin tinggi dan spin rendah dipisahkan dengan garis vertikal

Diagram Tanabe-Sugano telah dirancang untuk setiap konfigurasi d n


sebagaimana ditunjukkan pada Gambar-3.29.
d2 d3

(a) T-S-d2 (b) T-S-d3

momo rosbiono 22
d4 d5

(c) T-S-d4 (d) T-S-d5

d7
d6

(e) T-S- d6 (f) T-S-d7


d8

(g) T-S-d8
Gambar-3.29 Diagram Tanabe-Sugano untuk Setiap d2-d8

momo rosbiono 23
Aplikasi diagram Tanabe-Sugano dalam menganalisis spektra serapan UV-
Vis ion-ion kompleks logam transisi disajikan pada beberapa contoh berikut.

B.1 Analisis Spektra Ion Kompleks dengan Konfigurasi d 2


Ion Heksaaqua Vanadium(III) [V(H2O)6]3+ merupakan salah satu contoh ion
kompleks yang memiliki konfigurasi d2. Ion tersebut menunjukkan dua puncak
spektrum serapan sebagaimana dapat Anda lihat pada Gambar-3.16,
Gambar-3.22 atau Gambar-3.30. Puncak serapan pertama dan kedua yang
teramati dari eksperimen masing-masing 1 = 17.800 cm-1 dan 2 = 2.700 cm-
1
. Permasalahan yang harus dipecahkan adalah berapa besarnya energi
pembelahan medan kristal (0), parameter Racah (B) dan frekuensi puncak
ketiga (3) yang tidak muncul dari eksperimen ?
Untuk memecahkan permasalahan ini, langkah yang harus Anda lakukan
yaitu :
(1) Mengidentifikasi diagram Tanabe-Sugano yang akan digunakan
sebagai alat analisis. Pada kasus ini, ion kompleks [V(H2O)6]3+ termasuk
ion yang memiliki konfigurasi d 2, maka diagram Tanabe-Sugano untuk
d2 itulah yang harus digunakan dari Gambar-3.3.14. Sebagai
cuplikannya kita tampilkan lagi pada Gambar-3.3.15. berikut ini.
(2) Menurunkan term ion bebas dan term dalam medan ligan oktahedral
keadaan dasar (ground state). Untuk konfigurasi d 2 tentu Anda sudah
faham akan memiliki term ion bebas keadaan daar 3F dan 3P. Kedua
term tersebut memiliki multiplisitas spin yang sama yaitu 3, sehingga
memenuhi syarat transisi elektron yang diperbolehkan. Pada diagarm
tersebut lihat garis-garis yang merupakan pemecahan dari term 3F dan
3
P (ingat term ini tidak terpecah). Pemecahan term 3F dalam sistem
oktahedral ini ada tiga dengan urutan tingkat energinya yaitu 3T1g < 3T2g
< 3A2g. Setelah digabung dengan term dari 3P yaitu 3T1g , maka urutan
tingkat-tingkat energi oktahedral adalah 3T1g(F) < 3T2g < 3T1g(P) < 3A2g
(lihat term-term yang diberi tanda lingkaran).

momo rosbiono 24
10

[V(H2O)6]3+ (d2) 
5

E/B
30 000 20 000 10 000

  cm-1
3 1 = 17 800 cm-1 visible
61
2 = 25 700 cm-1 visible
3 = tertutup oleh transisi campuran
2
E/B = 43 cm-1
2 25 . 700
  1, 44
1 17 . 800
E/B = 30 cm-1 1
/B = 32

E/B = 43 cm-1 E = 25 700 cm-1


B = 598 cm-1
o / B = 32
o = 19.136 cm-1
/B = 32
3 = 2 1 = 2 x 17 800
 3 = 35.600 cm-1

Gambar-3.30 Diagram Tanabe-Sugano Konfigurasi d2

(3) Tentukan jumlah transisi elektron yang diperbolehkan. Dalam contoh ini
akan terjadi tiga jenis transisi yaitu :
3
T1g(F)  3
T2g (lihat tanda panah pendek) akan menghasilkan puncak
pertama dalam kurva serapan yaitu
1 = 17.800 cm-1 (harga hasil eksperimen)
3
T1g(F)  3
T1g (P) puncak kedua, 2 = 25.700 cm-1
3
T1g(F)  3
A2g 3 = ... ? tidak muncul puncak serapannya, tetapi
dapat dihitung. Adanya perpotongan garis antara
3 3
T1g(P) dengan A2g diartikan terdapat
pencampuran orbital yang akan menghalangi
munculnya serapan dari 3T1g(F)  3A2g, sehingga
puncak serapan ketiga tidak muncul atau
intensitasnya sangat kecil.

momo rosbiono 25
(4) Buat perbandingan antara harga frekuensi 2 terhadap 1 dimana hasil 2/1
= 1,44 (lihat perhitungan yang ada dalam kotak di atas. harga rasio ini
memberikan patokan bahwa dua pita serapan yang berdekatan misan 3 /
2 pun harus memiliki harga yang sama. Perlu diingat bahwa rasio ini adalah
bervariasi bergantung pada kekuatan medan ligan.
(5) Pada diagram Tanabe-Sugano frekuensi serapan () dinyatakan sebagai
E/B (E = energi, dan B = parameter Racah = besarnya tolakan diantara
term yang multiplisitasnya sama) dan diletakan pada garis vertikal kurva.
(6) Memplot rasio 2/1 (pada sumbu vertikal ) vs O/B (sumbu horozontal).
Ternyata rasio 2/1 = 1,44 bertepatan dengan harga O/B = 32. Pada O/B
= 32 dibuatkan garis tegak, kemudian lihat perpotongannya dengan garis
dari term 3T2g, 3T1g(P), dan 3A2g. Pada ttitik-titik potong tersebut butkan garis
mendatar hingga berpotongan dengan sumbu vertikal dan dapat diketahui
harganya. Pada contoh ini :
E
2 akan menunjukkan skala  43 , sehingga
B
E  2 25.700 cm 1
B     598 cm 1
43 43 43
E
1 akan menunjukkan skala  30 , sehingga
B
E 1 17.800 cm 1
B     593 cm 1
30 30 30
Demikian B rata-rata adalah 596 cm-1
(7) Menghitung harga 0 dari 0 / B = 32 , maka 0 = 19072 cm-1.
Perhitungan ini lebih tepat daripada yang dilakukan dalam kotak.
(8) Memperkirakan frekuensi serapan ke-3, 3 = 61/30 x 17.800 cm-1 = 35.600
cm-1
Dari analisis di atas disimpulkan bahwa energi pembelahan medan kristal (0)
ion [V(H2O)6]3+ adalah 19072 cm-1; tolakan diantara elektron dengan spin sama
(B) adalah 596 cm-1 dan frekuensi puncak serapan ketiga adalah 35.600 cm-1.

momo rosbiono 26

Anda mungkin juga menyukai