Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK I

PERCOBAAN III

PENENTUAN BILANGAN KOORDINASI ION KOMPLEKS


DENGAN METODE PERBANDINGAN MOL

Oleh :
Nama : Rizaldi Haga Maulana

NIM : M0319067

Hari/Tgl. Praktikum : Rabu, 13 Oktober 2020

Asisten Pembimbing : Alma Nur Azizah

LABORATORIUM KIMIA

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2020
PERCOBAAN III

PENENTUAN BILANGAN KOORDINASI ION KOMPLEKS


DENGAN METODE PERBANDINGAN MOL
I. TUJUAN
Tujuan dilakukannya percobaan ini adalah untuk menentukan bilangan
koordinasi Cu2+ dengan amonia.
II. DASAR TEORI
Senyawa kompleks adalah senyawa yang terbentuk dari suatu ion logam
pusat dengan satu atau lebih ligan yang menyumbangkan pasangan elektron
bebasnya kepada ion logam pusat. Umumnya senyawa kompleks memiliki
bilangan koordinasi enam dengan struktur umum oktahedral (Male dkk., 2013).
Pembentukan senyawa kompleks yaitu ion logam pusat menerima pasangan
electron dari spesies yang disebut ligan. Namun, ada juga ion logam yang
menyumbangkan elek tron untuk pembentukan ikatan dan membentuk ikatan π.
(Katakis dan Gordon, 1987). Konsentrasi ligan hampir selalu melebihi
konsentrasi Cu karena Cu cenderung menjenuhkan ligan yang lebih kuat dan
meninggalkan ligan lemah (Boiteau dkk., 2016). Unsur transisi antara lain V, Cr,
Mn, Fe, Co, Ni, Cu dan Zn. Unsur-unsur ini hadir dalam jumlah ultra trace dan
memainkan peran penting di tingkat molecular dalam sisitem kehidupan (Gavali
dan Jadhav, 2016).
Spektrofotometer adalah alat pengukur untuk analisis kuantitatif yang
biasanya digunakan untuk mengkarakterisasi zat kimia dengan menentukan
jumlah cahaya yang sebagian diserap oleh hadir analit dalam solusi larutan.
(Morales dkk., 2020). Data yang dihasilkan oleh Spektrofotometri UV-Vis
berupa panjang gelombang maksimal, intensitas, efek pH dan pelarut, sedangkan
dalam analisis kuantitatif, suatu berkas radiasi dikenakan pada cuplikan (larutan
sampel) dan intensitas sinar radiasi yang diteruskan diukur besarnya (Putri dan
Setiawati, 2015). Spektrum UV-Vis dari kompleks diharapkan adanya perbedaan
pada posisi pita absorbansi antara ligandan kompleks terkait, yang disebabkan
oleh koordinasi antara ligan dan logam transisi. Struktur kompleks logam
tergantung pada rasio ligan terhadap logam dan pada oksidasi keadaan ion logam.
Bukti strukturnya dan keadaan ikatan dari logam disediakan oleh studi ESR dari
kompleks Mg, elektroforesis dan spektra IR (Obaidi, 2016).

III.DATA PENGAMATAN
Tabel 4.1. Data Pengamatan Perbandiangan Mol CuCl2.2H2O :
diphenilamin
No Perbandingan (mmol) CuCl2.2H2O Difenilamin
CuCl2.2H2O : diphenilamin ml ; mol ml ; mol
1. 1:0 2.5 ; 1 0;0
2. 1:1 2.5 ; 1 0,125 ; 1
3. 1:2 2.5 ; 1 0,25 ; 2
4. 1:3 2.5 ; 1 0,375 ; 3
5. 1:4 2.5 ; 1 0,5 ; 4
6. 1:5 2.5 ; 1 0,625 ; 5
7. 1:6 2.5 ; 1 0,75 ; 6
8. 1: 7 2.5 ; 1 0,875 ; 7

Tabel 4.2. Hasil Pengamatan Pengukuran Panjang Gelombang


Perbandingan (mmol) Panjang gelombang Absorbansi
CuCl2.2H2O : maksimal (nm)
diphenilamin
1:0 880,5 1,4082
1: 1 854,5 0,8549
1:2 860 0,6959
1:3 853 1,8970
1:4 845,5 0,8233
1:5 846,5 0,6905
1: 6 845,2 1,2981
1:7 836,5 0,9875

IV. PEMBAHASAN
Percobaan penentuan bilangan koordinasi ion kompleks dengan
perbandingan mol bertujuan untuk menentukan bilangan koordinasi Cu2+ dengan
NH3. Prinsip dari percobaan ini adalah menentukan bilangan koordinassi dari
kompleks [Cu(H2O)2(NH3)4]2+ dengan variasi perbandingan mol antara logam
CuCl2.2H2O dengan ligan NH3 yang kemudian dianalisis panjang gelombang
maksimum mengggunakan spektrofotometer UV-Vis. Prinsip spektrofotometer
UV-Vis adalah adanya interaksi antara materi dan energi yang berupa sinar
monokromatis yang menyebabkan elektron tereksitasi dari keadaan dasar
(groundstate) menuju ke keadaan yang memiliki energi lebih tinggi. Jika
elektron tidak stabil, maka elektron akan kembali ke keadaan dasar dengan
memancarkan energi yang diserap saat tereksitasi pada panjang gelombang
tertentu dan energi tersebut dideteksi oleh detector lalu dibaca oleh recorder
berupa panjang gelombang dan absorbansi. Selain itu juga didasarkan pada
Hukum Lambert Beer yang menyatakan absorbansi berbanding lurus dengan
konsentrasi, A= €.b.C.
Kompleks yang digunakan adalah Cu sebagai atom pusat, sedangkan ligan
yang digunakan adalah difeniliamin. Pembuatan kompleks dengan atom Cu dapat
terjadi karena menpunyai orbital kosong pada orbital d. Sedangkan ligan
difenilamin mempunyai lone pair electron yang dapat berikatan dengan atom
pusat membentuk ikatan kovalen koordinasi. Pada hal ini terjadi pemakaian
pasangan elektron bersama untuk menjadi stabil. Senyawa kompleks dari logam
Cu2+ menghasilkan warna sehingga dapat dianalisa dengan menggunakan sinar
tampak (400 – 900 nm).
Bilangan koordinasi merupakan jumlah ruangan yang tersedia di sekitar
atom atau ion pusat dalam suatu senyawa atau ion kompleks yang masing-masing
dapat dihuni oleh satu ligan. Penentuan bilangan koordinasi kompleks Cu2+
dilakukan dengan menggunakan CuCl2.2H2O yang merupakan kristal terhidrat
yang dapat mengikat air, sehingga jika dilarutkan dengan air sebagai pelarut
maka akan menyebabkan kristal Cu2+ lebih banyak dikelilingi oleh molekul air
akibat terjadinya proses solvasi yaitu pengurangan partikel zat terlarut oleh
pelarut. Penggunaan pelarut akuades disebabkan karena CuCl2.2H2O mudah larut
dalam air dan memiliki kepolaran yang sama.
Senyawa yang berasal dari logam transisi dalam hal ini yaitu Cu
merupakan senyawa yang memiliki warna tertentu dimana Cu memiliki warna
biru. Adanya warna pada senyawa tersebut disebabkan karena pada masing
masing atom tersebut memiliki orbital d yang tidak terisi penuh oleh elektron.
Selain itu, tingkat warna biru pada kompleks Cu juga dipengaruhi oleh ligan yang
terikat pada kompleks tersebut. Semakin kuat ligan atau semakin banyak
konsentrasi difenilamin yang ditambahkan maka warna akan semakin gelap atau
pekat dan sebaliknya, jika ligan yang terikat lemah atau lebih banyak H2O yang
terikat maka warnanya lebih terang atau bening. Sedangkan perubahan warna
larutan menjadi biru yang lebih tua atau tidak sebening sebelumnya menandakan
terjadinya pergantian ligan H2O menjadi ligan difenilamin yang memiliki
kekuatan lebih besar.
Pelarut yang digunakan adalah metanol yang bersifat polar dan mampu
melarutkan CuSO4.5H2O serta difenilamin. Ligan yang digunakan pada
percobaan ini yaitu difenilamin. Pemberian difenilamin pada larutan kompleks
akan menyebabkan molekul air tersubstitusi oleh difenilamin sehingga kompleks
yang terbentuk memiliki kekuatan medan ligan yang semakin besar dan
mengakibatkan spektra UV-VIS menghasilkan panjang gelombang yang semakin
kecil karena panjang gelombang berbanding terbalik dengan kekuatan ligan. Saat
difenilamin ditambahkan pada larutan terbentuk endapan sehingga sebelum
dilakukan uji dengan spektrofotometer larutan harus disaring terlebih dahulu.
Penyaringan bertujuan agar endapan tidak mengganggu jalannya sinar yang dapat
menyebabkan spektra yang dihasilkan terganggu. Penentuan bilangan koordinasi
Cu2+ terhadap ligan NH3 divariasikan perbandingan mol nya yaitu 1:0; 1:1: !:2;
1:3; 1:4; 1:5; 1:6; dan 1:7 sehingga diperoleh 8 spektra, dimana masing-masing
berpengaruh pada banyaknya ligan terhadap pergeserannilai absorbansi dan
panjang gelombang.
Berdasarkan percobaan diperoleh panjang gelombang maksimum untuk
masing-masing perbandingan CuCl2.2H2O : deifenilamin yaitu 1:0; 1:1; 1:2; 1:3;
1:4; 1:5; 1:6; dan 1:7 secara berurutan adalah 880,5; 854,5; 860; 845,5; 846,5;
845,2; dan 836,5. Pada perbandingan mol 1:1 dan 1:2 diperoleh panjang
gelombang maksimum yang artinya larutan yang diperoleh sudah tidak
mengandung endapan dan penyaringan telah murni sehingga spektra yang
dihasilkan juga murni. Selain itu, hasil percobaan kurang sesuai dengan teori
bahwa semakin banyak perbandingan mol difenilamin maka panjang gelombang
maksimum semakin pendek akibat energinya semakin besar. Hasil yang didapat
nilai panjang gelombangnya ada yang semakin naik dan turun, namun secara
garis besar dapat dikatakan panjang gelombang semakin pendek seiring dengan
banyaknya perbandingan mol difenilamin. Spektra yang diperoleh satu puncak,
hal tersebut seauai dengan teori bahwa Cu2+ memiliki konfigurasi elektron [Ar]
4s0 3d9 sehingga term symbol nya 2D yang tersplit menjadi dua yaitu Eg dan T2g
sehingga Cu2+ memiliki 1 energi transisi yang menyebabkan Cu2+ memiliki 1
puncak seperti gambar dibawah :

Gambar 5.1. Diagram orgel Cu Gambar 5.2. Spektra kompleks Cu


Cu memiliki nomor atom 29, sehingga hibridisasinya yaitu :
29Cu = [Ar] 4s1 3d10
29Cu = [Ar] 4s 3d
2+ 0 9

Hibridisasi :

Bilangan koordinasi Cu2+ dapat ditentukan dengan membuat plot pada


grafik antara perbandingan mmol Cu2+ : difenilamida sebagai absisnya (sumbu x)
dan panjang gelombang maksimum sebagai ordinat (sumbu y). Bilangan
koordinasi dilihat dari kestabilan grafik pada panjang gelombang tertentu,
sehingga dapat dicari jumlah perbandingan mol atom pusat. Grafik yang
diperoleh pada percobaan ini ada;ah sebagai berikut :

Gambar 5.1 Grafik Hubungan Panjang Gelombang Maksimum vs


perbandingan mmol Cu2+ : difenilamin
Berdasarkan grafik dapat diketahui bilangan koordinasi kompleks Cu2+
dengan difenilamin adalah 4 dengan kompleks yang terbentuk adalah
[Cu(H2O)2(NH3)4]2+. Hasil yang diperoleh sudah sesuai dengan literatur yang
menyatakan bahwa bilangan koordinasi kompleks Cu2+ adalah4 (Suciningrum,
2011). Sudah sesuainya hasil percobaan dengan literatur dapat diartikan bahwa
kompleks yang terbentuk sudah tidak mengandung zat lain, atau dapat dikatakan
murni.
V. KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
penentuan bilangan koordinasi Cu2+ dapat dilakukan dengan metode
perbandingan mol menggunakan spektrofotomeer UV-Vis. Berdasarkan hasil
percobaan diperoleh koordinasi Cu2+ dengan NH3 yaitu 4 dan kompleks yang
terbentuk [Cu(H2O)2(NH3)4]2+
VI. LAMPIRAN
1. Jurnal
2. Perhitungan
Surakarta, 21 Oktober 2020
Mengetahui
Asisten Laboratorium Praktikan

Alma Nur Azizah Rizaldi Haga Maulana


VII. DAFTAR PUSTAKA

Gavali, L.V. and Jadhav, M.R., 2016. Synthesis and Studies of Mixed ligand Ni
(II) and Cu (II) Metal Complexes with 2-Aminophenol and Schiff base of
Terephthalaldehyde. International Journal of Engineering Technology,
Management and Applied Sciences, 4(11) : 72-78.

Katakis, D dan Gordon, G. 1987. Mechanism of Inorganic Reaction. New York:


John Wiley.

Male, Y.T., Tehubijuluw, H., dan Pelata, P. M. 2013. Synthesis of Binuclear


Complex Compound of {[Fe(L)(Ncs)2]2oks} (L= 1,10-Phenantrolin and
2,2-Bypiridine). Ind. J. Chem. Res, 1: 15-22.

Morales, D. G., Valencia, A., Nunez, A. D., Estrada, M. F., Santos, O. L., dan
Beltrain, G. 2020. Development a low-Cost UV-Vis Spectrophotometer and
Its Application for the Detection of Mercuric Ions Assisted by
Chemosensors. Sensors, 20(906) : 1 – 16.

Obaidi, O. H. A. 2016. Sythesis, Characterization, Theoretical and Antimicrobial


Evaluation of New Mn(II), Cu(II), and Zn(II) Complexes of Flavylium Salt.
International Journal of Biochemistry, Biophysics & Molecular Biology,
1(1) : 31-35

Putri, M.P. dan Setiawati, Y.H., 2017. Analisis kadar vitamin C pada buah nanas
segar (Ananas comosus (L.) Merr) dan buah nanas kaleng dengan metode
spektrofotometri UV-Vis. Jurnal Wiyata: Penelitian Sains dan
Kesehatan, 2(1): 34-38.
LAMPIRAN I

PERHITUNGAN

Pembuatan larutan seri


a. Larutan 1:0

h
v= ‴㠱
= 0 mL difenilamin

b. Larutan 1:1

‴h h
v= ‴㠱
= 0,125 mL difenilamin

c. Larutan 1:2

‴o h
v= ‴㠱
= 0.,25 mL difenilamin

d. Larutan 1:3

‴㠱 h
v= ‴㠱
= 0,375 mL difenilamin

e. Larutan 1:4

‴h h
v= ‴㠱
= 0,5 mL difenilamin

f. Larutan 1:5

h
v= ‴㠱
= 0.,625 mL difenilamin

g. Larutan 1:6

‴h h
v= ‴㠱
= 0,75 mL difenilamin

h. Larutan 1:7
‴o h
v= ‴㠱
= 0,875 mL difenilamin
LAMPIRAN II

Anda mungkin juga menyukai