Anda di halaman 1dari 7

RESUME PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK II

PERCOBAAN II
PEMBUATAN ASETAMIDA

Oleh :

Nama : Aninditya Sekar Wardani

No.Mhs : M0319009

Hari/Tgl. Praktikum : Rabu, 31 April 2021

Asisten Pembimbing : Aulia Azizah

LABORATORIUM KIMIA
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNUVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2021
PERCOBAAN II
PEMBUATAN ASETAMIDA

Asetamida (asam asetat amida) adalah senyawa organik dengan rumus kimia H3C-CO-NH2, yang
telah menjadi fokus banyak studi eksperimental dan teoritis. Alasan utama tingginya minat terhadap
asetamida terletak pada strukturnya, yaitu amida kecil seperti asetamida dan formamida yang merupakan
satu-satunya molekul alami yang mengandung gugus peptida tunggal O=C—N—H di dalam strukturnya.
Hal itu menjadikannya model molekul paling sederhana untuk ikatan peptida yang hadir sebagai ikatan
unit berulang dalam protein. Struktur dari asetamida adalah sebagai berikut (Tarkanovskaja dkk., 2016):

Gambar 1. Struktur Asetamida


Asetamida merupakan kelompok gugus fungsi yang efisien untuk meningkatkan kapasitas
adsorpsi kesetimbangan dari adsorben polimer karena pembentukan ikatan hidrogen yang mungkin antara
gugus asetamida dan adsorbat (Wang dkk., 2015). Asetamida dapat terbentuk dari dehidrasi amonium
asetat, hidrolisis asetonitril, atau amonolisis ester asetat dari dinding sel tumbuhan (Vismeh dkk., 2018).
Cara yang lebih mudah dan paling sederhana untuk membuat amida adalah dengan kondensasi langsung
asam karboksilat dan amina. Akan tetapi, proses ini membutuhkan kondisi suhu lebih dari 100oC untuk
menghindari pembentukan garam-garam karboksilat-amonium yang tidak reaktif menuju pembentukan
ikatan amida yang diinginkan (de Figueiredo dkk., 2016).
Pembentukan ikatan amida adalah salah satu transformasi yang paling sering digunakan dalam
kimia organik. Sintesis amida yang paling diinginkan, yaitu kondensasi langsung asam karboksilat
dengan amina, terhambat oleh reaktivitas asam basa intrinsik dari bahan awal. Pembentukan ikatan amida
termal dari garam amonium karboksilat membutuhkan suhu tinggi, yang dapat diturunkan dengan asam
Lewis atau turunan asam boronat. Akan tetapi, pada sistem yang paling terkenal pun terbatas pada kisaran
amina yang sempit dan memerlukan pembersihan air reaksi, misalnya dengan saringan molekuler dalam
jumlah besar. Oleh karena itu, amida biasanya disintesis dengan aminolisis turunan asam karboksilat
teraktivasi, seperti halida, anhidrida, azida, atau ester teraktivasi, yang sebagian besar dihasilkan dalam
langkah ekstra dengan reagen agresif (Krause dkk., 2016).
Percobaan pembuatan asetamida ini bertujuan untuk membuat amida alifatis dengan berdasarkan
prinsip reaksi dehidrasi garam ammonium asetat. Pembuatan asetamida dilakukan dengan mereaksikan
urea dengan asam asetat glasial. Asam asetat yang digunakan dalam jumlah sedikit karena kemurniannya
hanya 95%. Sedangkan alat yang digunakan dalam percobaan in yaitu labu alas bulat leher dua, labu
destilasi, kondensor udara, kondensor jalur pendek, heating mantle, pengaduk kaca, termometer, statif,
dan klem.
Metode yang digunakan dalam percobaan ini yaitu refluks dan destilasi suhu tinggi. Proses
pertama yang dilakukan adalah refluks untuk mensintesis asetamida dalam sampel. Proses ini juga
digunakan untuk menghomogenkan larutan sehingga urea akan larut ke dalam asam asetat tanpa
mengurangi jumlah komponennya. Prinsip dari metode refluks yaitu pelarut yang digunakan akan
menguap pada suhu tinggi dan didinginkan kembali oleh kondensor, sehingga pelarut yang tadinya telah
berbentuk uap akan mengembun pada kondensor dan turun kembali ke dalam wadah. Oleh karena itu,
dalam proses ini pelarut akan tetap ada selama reaksi berlangsung (Susanty and Bachmid, 2016). Proses
ini menggunakan asam asetat dengan kemurnian 95% sehinga akan berlangsung lebih lama karena
kandungan air yang terkandung di dalamnya lebih banyak. Kondensor yang digunakan dalam metode ini
yaitu kondensor udara yang panjang karena titik didih asetamida yang cukup tinggi, yaitu sekitar 220o C
(Brahma dkk., 2020). Oleh karena itu, penggunaan kondensor ini tidak dialiri dengan air karena akan
membuat kondensor semakin dingin sehingga lebih cepat terbentuk kristal yang akan menyumbat
kondensor. Berikut ini adalah rangkaian alat refluks.

Gambar 2. Rangkaian Alat Refluks


Pemanasan dalam proses refluks harus tepat, jika terlalu panas maka akan banyak produk yang
hilang, sedangkan jika panasnya terlalu kecil akan menyebabkan reaksi yang terjadi membutuhkan waktu
lebih lama. Suhu mulai stabil ketika pemanasan mencapai 140o C. Kemudian secara perlahan suhu naik
mencapai 200o C, proses ini membutuhkan waktu sekitar 4 jam. Dimana selama proses berlangsung
terbentuk padatan asam karbamat pada kondensor. Semua padatan mulai mencair selama 30 menit
berikutnya. Proses ini berlangsung lebih lama daripada yang dilakukan sebelumnya karena kandungan air
dalam asam asetat glasial lebih banyak sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama untuk proses
dehidrasinya, maka untuk meminimalkan kandungan airnya dapat digunakan asam asetat kering atau
bubuk dengan kemurnian 99%. Selama proses berlangsung terbentuk padatan asam karbamat, ammonium
karbonat, dan sedikit asam asetat pada kondensor, maka harus dibersihkan secara berkala menggunakan
pengaduk kaca sehingga kembali ke dalam labu. Hal itu dilakukan supaya sistemnya tidak tertutup oleh
padatan yang dapat menyebabkan pecahnya alat. Campuran yang telah homogen didiamkan akan
mengkristal, maka dicairkan dengan heat gun lalu didestilasi suhu tinggi untuk memperoleh asetamida
yang murni.
Destilasi merupakan cara pemisahan zat cair dari campurannya berdasarkan perbedaan titik didih
atau berdasarkan kemapuan zat untuk menguap. Dimana zat cair dipanaskan hingga titik didihnya, serta
mengalirkan uap ke dalam alat pendingin (kondensor) dan mengumpulkan hasil pengembunan sebagai zat
cair (Delly dkk., 2016). Destilasi suhu tinggi dilakukan untuk memisahkan asetamida murni dari
campuran larutan tersebut. Prinsip dari destilasi adalah pemisahan larutan yang didasarkan pada
perbedaan titik didih, dimana zat yang memiliki titik didih lebih rendah akan menguap terlebih dahulu
(Hambali dkk., 2014). Rangkaian alat proses destilasi susu tinggi ini yaitu sebagai berikut:

Gambar 3. Rangkaian Alat Destilasi Suhu Tinggi


Pemanasan pada awal proses destilasi dilakukan hingga suhu hampir mencapai 200o C, tetapi
sebelum mencapai suhu 200o C terdapat senyawa yang menguap dan terkumpul pada labu destilat.
Senyawa yang menguap terlebih dahulu adalah asam karbamat karena titik didihnya lebih rendah
daripada asetamida. Oleh karena itu, kondensor diganti dengan yang baru ketika suhu telah mencapai ±
200o C supaya asetamida yang dihasilkan tidak akan terkontaminasi dengan asam karbamat. Proses
destilasi ini tidak menggunakan air pada kondensornya karena dengan destilasi suhu tinggi uap air akan
tetap turun walaupun tanpa pendinginan dengan air. Selain itu, penggunaan air pada kondensor juga akan
membuat asetamida mengkristal dan menyumbat kondensor. Asetamida yang dihasilkan berwarna bening
dan kental, lalu mengkristal ketika didiamkan pada suhu ruang sehingga diperoleh massa asetamida
sebanyak 104 gram. Sebagian asetamida yang telah mengkristal berbentuk seperti jarum panjang dan
kristal yang dihasilkan cukup murni.
Kemurnian dari kristal yang diperoleh dapat diuji melalui titik lelehnya. Jika titik lelehnya telah
sesuai dengan titik leleh asetamida maka kristal asetamida tersebut telah murni, menurut literatur titik
lelehnya yaitu 78o C (Yadav dkk., 2019). Apabila produk yang dihasilkan belum murni maka dapat
dilakukan proses destilasi kembali. Mekanisme reaksi yang terjadi pada percobaan ini yairu asam asetat
akan mendeprotonasi urea untuk membentuk asam karbonat intermediet yang akan terdekomposisi
menjadi asetamida pada suhu tinggi, sehingga menghasilkan produk samping berupa karbondioksida,
amonia, air, dan amonium karbamat. Reaksi dan mekanisme reaksi yang terjadi pada proses pembuatan
asetamida yaitu sebagai berikut:

Gambar 4. Reaksi pembentukan Asetamida

Gambar 5. Mekanisme reaksi pembentukan Asetamida

Gambar 6. Reaksi penguraian asam karbamat


Berdasarkan pengamatan percobaan pembuatan asetamida, dapat disimpulkan bahwa asetamida
dapat diperoleh melalui reaksi dehidrasi. Dimana reaksi dehidrasi yang terjadi yaitu reaksi antara urea
dengan asam asetat glasial dan dihasilkan produk samping berupa asam karbamat. Asetamida yang
dihasilkan berwarna bening, lalu ketika didinginkan akan terbentuk kristal warna putih yang berbentuk
seperti jarum panjang.

Daftar Pustaka
Brahma, B., Narzary, R., dan Baruah, D.C. 2020. Acetamide for latent heat storage: thermal stability and
metal corrosivity with varying thermal cycles. Renewable Energy, 145(1): 1932-1940.
de Figueiredo, R.M., Suppo, J.S. and Campagne, J.M. 2016. Nonclassical Routes for Amide Bond
Formation. Chemical Reviews, 116(19): 12029–12122.
Delly, J., Hasbi, M., dan Zenius, A. 2016. Analisa Bioetanol dari Nira Aren Menggunakan Destilasi
Fraksinasi Ganda sebagai Bahan Bakar. Enthalpy, 2(2): 1-7.
Hambali, M., Mayasari, F. and Noermansyah, F. 2014. Variasi Konsentrasi Solven , dan Lama Waktu.
Teknik Kimia, 20(2): 25–35.
Krause, T., Baader, S., Erb, B. and Gooßen, L.J. 2016. Atom-Economic Catalytic Amide Synthesis from
Amines and Carboxylic Acids Activated in Situ with Acetylenes. Nature Communications, 7: 1–7.
Susanty, S. and Bachmid, F. 2016. Perbandingan Metode Ekstraksi, Maserasi, dan Refluks Terhadap
Kadar Fenolik Dari Ekstrak Tongkol Jagung (Zea Mays L.). Jurnal Konversi, 5(2): 87–93.
Tarkanovskaja, M., Kooser, K., Levola, H., Nõmmiste, E. and Kukk, E. 2016. Photoinduced
Intermolecular Dynamics and Subsequent Fragmentation in VUV-Ionized Acetamide Clusters.
Journal of Chemical Physics, 145(12): 1–9.
Vismeh, R., Haddad, D., Moore, J., Nielson, C., Bals, B., Campbell, T., Julian, A., Teymouri, F., Jones,
A.D. and Bringi, V. 2018. Exposure Assessment of Acetamide in Milk, Beef, and Coffee Using
Xanthydrol Derivatization and Gas Chromatography/Mass Spectrometry. Journal of Agricultural
and Food Chemistry, 66(1): 298–305.
Wang, X., Patil, P.D., He, C., Huang, J. and Liu, Y.N. 2015. Acetamide-Modified Hyper-Cross-Linked
Resin: Synthesis, Characterization, and Adsorption Performance to Phenol from Aqueous
Solution. Journal of Applied Polymer Science, 132(10): 1–9.
Yadav, A., Verma, A., Bhatnagar, P.K., Jain, V.K. and Kumar, V. 2019. Enhanced Thermal
Characteristics of NG Based Acetamide Composites. International Journal of Innovative
Technology and Exploring Engineering, 8(10): 4227–4231.

Lampiran
1. Tugas
Surakarta, 6 April 2021
Mengetahui,
Asisten Pembimbing Praktikan

Aulia Azizah Aninditya Sekar Wardani


Lampiran Tugas
1. Apa yang dimaksud senyawa amina, amida dan amonium?
Jawab :
 Amina merupakan senyawa organik dan gugus fungsional yang mengandung atom nitrogen
trivalen yang berikatan dengan satu/dua/tiga atom karbon. Amina adalah turunan organik dari
ammonia dimana satu atau lebih atom hidrogen pada nitrogen telah tergantikan oleh gugus alkil
atau aril. Karena itu amina memiliki sifat mirip dengan ammonia seperti alkohol dan eter terhadap
air. Rumus umum untuk senyawa amina adalah CnH2n+3 N, dimana R dapat berupa alkil atau aril.
 Amida adalah suatu jenis senyawa kimia yang dapat memiliki dua pengertian. Jenis pertama
adalah gugus fungsional organik yang memiliki gugus karbonil (C=O) yang berikatan dengan
suatu atom nitrogen (N), atau suatu senyawa yang mengandung gugus fungsional ini. Jenis kedua
adalah suatu bentuk anion nitrogen.
 Amonium adalah ion poliatomik bermuatan positif dengan rumus kimia NH4+. Amonium
terbentuk melalui protonasi amonia (NH3). Amonium juga merupakan nama umum untuk amina
tersubstitusi melalui protonasi atau bermuatan positif dan kation amonium kuarterner (NR4+),
yang satu atau lebih atom hidrogennya digantikan oleh gugus organik (R).
2. Tuliskan reaksi dan mekanisme reaksi yang terjadi pada percobaan ini!
Jawab:
 Reaksi pembentukan Asetamida:

 Mekanisme reaksi pembentukan Asetamida:

3. Tuliskan rumus struktur dari senyawa-senyawa di atas yang mengandung gugus amida!
Jawab: Rumus senyawa asetamida dan urea:

Anda mungkin juga menyukai