Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

KEWARGANEGARAAN
“KEUANGAN DAERAH”
“PEMBINAAN DAN PENGAWASAN”

Disusun oleh:

AKADEMI KEBIDANAN PERMATA HUSADA


SAMARINDA
TAHUN 2023
Kata Pengantar

Segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah, atas karunia-Nya lah kami
akhirnya bisa menyelesaikan makalah ini. Makalah ini membahas tentang pentingnya nilai-
nilai Pancasila dalam implementasi kewarganegaraan dan kemasyarakatan.

Betapa pentingnya mempelajari nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.


Disamping karena Pancasila adalah ideologi bangsa kita, nilai-nilainya pun telah lama
mendarah daging di tubuh semua rakyat Indonesia. Maka dari itu, melalui makalah ini, kami
harap kita lebih bisa menghargai dan bisa mengaplikasikan nilai-nilai Pancasila dalam
kehidupan kita sehari-hari.

Dalam penyusunan makalah ini, kami banyak mendapat tantangan dan hambatan akan
tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi. Olehnya itu, kami
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan makalah ini, semoga bantuannya mendapat balasan yang setimpal dari
Tuhan Yang Maha Esa.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……………………………………………………………………….

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang …………………………………………………………………..

BAB II PEMBAHASAN

A. Pembinaan dan Pengawasan………………………………………………….

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan…………………………………………………………………….

3.2 Kritik dan Saran……………………………………………………………….


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


1. Keuangan Daerah

Keuangan Daerah memegang peranan yang sangat penting dalam menyelenggarakan


kegiatan pemerintahan dan pelayanan publik. Oleh karena itu, dalam pengelolaannya harus
dilakukan secara efektif dan efisien agar tepat guna dan berhasil guna. Berkaitan dengan hal
tersebut, berbagai cara untuk memperoleh sumber keuangan, dan untuk apa saja sumber
keuangan tersebut digunakan menjadi perhatian utama bagi pemerintah daerah.

Menurut Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah


Daerah, diuraikan sebagai berikut :
“Penyerahan sumber keuangan Daerah baik berupa pajak daerah dan retribusi daerah maupun
berupa dana perimbangan merupakan konsekuensi dari adanya penyerahan Urusan
Pemerintah kepada Daerah yang diselenggarakan berdasarkan Asas Otonomi. Untuk
menjalankan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangannya, Daerah harus mempunyai
sumber keuangan agar Daerah tersebut mampu memberikan pelayanan dan kesejahteraan
kepada rakyat di Daerahnya. Pemberian sumber keuangan kepada Daerah harus seimbang
dengan beban atau urusan pemerintahan yang diserahkan kepada Daerah. Keseimbangan
sumber keuangan ini merupakan jaminan terselenggaranya urusan pemerintahan yang
diserahkan kepada Daerah. Ketika Daerah mempunyai kemampuan keuangan yang kurang
mencukupi untuk membiayai Urusan Pemerintahan dan khususnya urusan pemerintahan
wajib yang terkait Pelayanan Dasar, Pemerintah Pusat dapat menggunakan instrumen DAK
untuk membantu Daerah sesuai dengan prioritas nasional yang ingin dicapai”.

Diberlakukannya reformasi keuangan daerah, selanjutnya diterbitkan pula Peraturan Menteri


Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 selanjutnya diubah menjadi Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah yang menyebutkan
bahwa, pengelolaan keuangan daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi
perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan
keuangan daerah.
Berdasarkan pengertian di atas menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan pengelolaan
keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah yang dapat dinilai dengan uang
termasuk di dalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban
daerah yang harus ada dalam kegiatan perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan,
pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan daerah dalam rangka menyelenggarakan
pemerintahan daerah.
Pemerintah Daerah diberi kewenangan untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan sesuai dengan Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah dan Undang- Undang Nomor 33 Tahun
2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah sebagai pengganti
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999. Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan daerah seperti yang disebut di atas didanai dari dan atas beban
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), yang merupakan dasar pengelolaan
keuangan daerah dalam masa satu tahun anggaran. Selanjutnya Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dalam Pasal 19 ayat (1) dan (2) menyebutkan bahwa,
dalam rangka penyusunan RAPBD Satuan Kerja perangkat Daerah (SKPD) selaku pengguna
anggaran menyusun rencana kerja dan anggaran dengan pendekatan berdasarkan
prestasi kerja yang akan dicapai.
Era otonomi daerah sekarang ini, pemerintah telah melakukan perubahan penting dan
mendasar yang dimaksudkan untuk memperbaiki berbagai kelemahan dan kekurangan yang
ada serta upaya untuk mengakomodasikan berbagai tuntutan dan aspirasi yang berkembang di
daerah dan masyarakat. Pemberlakuan Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah membawa perubahan fundamental dalam hubungan
tata pemerintahan dan hubungan keuangan, sekaligus membawa perubahan penting dalam
pengelolaan anggaran daerah, khususnya masalah penganggaran. Peraturan Pemerintah
Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah sebagai terjemahan dari Pasal
150 s/d Pasal 194 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, nampaknya
berusahamenjembatani tuntutan masyarakat dan daerah dalam pengelolaan keuangan daerah
yang baik dan berorientasi pada kepentingan publik. Dalam kaitan dengan anggaran daerah,
Peraturan Pemerintah ini telah meyiratkan adanya arah kebijakan pengelolaan keuangan
daerah yang berorientasi pada publik. Hal ini sangat jelas tercantum pada Pasal 19 Peraturan
Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 bahwa Anggaran Daerah disusun berdasarkan anggaran
kinerja. Selanjutnya pada ayat (2) Pasal 19 dimaksud, menyatakan bahwa guna menunjang
penyiapan anggaran kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat 1 Pemerintah Daerah
mengembangkan standar analisa belanja, tolak ukur kinerja dan standar biaya. Bagian Kedua
Pasal 58 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 diatur mengenai Asas Penyelenggaraan
Pemerintahan yaitu :
1. Kepastian hukum
2. Tertib penyelenggaraan negara
3. Kepentingan umum
4. Keterbukaan
5. Proporsionalitas
6. Profesionalitas
7. Akuntabilitas
8. Efsiensi
9. Efektivitas
10. Keadilan

Dalam rangka menyelenggarakan pemerintahan, tiap-tiap daerah memiliki


Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Pasal 179 Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 menguraikan, APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah
dalam masa 1(satu) tahun anggaran terhitung mulai 1 Januari sampai dengan tanggal 31
Desember. Berdasarkan Pasal 181 dikemukakan bahwa Kepala Daerah mengajukan
rancangan Perda tentang APBD disertai penjelasan dan dokumen- dokumen pendukungnya
kepada DPRD untuk memperoleh persetujuan bersama.
Dalam proses pelaksanaanya, anggaran dibagi menjadi 4 (empat) periode atau triwulan yang
kesemuanya sudah tercantum dalam APBD. akan tetapi jika dalam pelaksanaanya ada
kekurangan dan ketidaksesuaian dikarenakan faktor teknis dan non teknis maka diadakan
anggaran perubahan sebagaimana diatur dalam Pasal 318 Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah. Pasal tersebut mengemukakan,
1. Perubahan APBD dapat dilakukan apabila terjadi:
a. Perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi kebijakan umum APBD
b. Keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antar unit organisasi,
antar kegiatan, dan antar jenis belanja
c. Keadaan yang menyebabkan sisa lebih perhitungan anggaran tahun sebelumnya harus
digunakan untuk pembiayaan dalam tahun anggaran berjalan
d. Keadaan darurat; dan/atau
e. Keadaan luar biasa
2. Perubahan APBD hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun anggaran,
kecuali dalam keadaan luar biasa
3. Keadaan luar biasa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan keadaan yang men
yebabkan estimasi penerimaan dan/atau pengeluaran dalam APBD mengalami kenaikan atau
penurunan lebih besar dari 50 % (lima puluh) persen.
Berdasarkan data yang diperoleh penulis dari salah satu SKPD Pemerintah Daerah Kabupaten
Bandung Barat selama kurang lebih 6 (enam) bulan terhitung sejak bulan Agustus tahun 2015
sampai dengan bulan Januari tahun 2016, terdapat ketidaksesuaian antara peraturan dan
pelaksanaan (das sollen dan das sein) terkait dengan pelaksanaan anggaran perubahan atau
APBD Perubahan (APBD-P). Anggaran perubahan sebagaimana diatur dalam Pasal 317 ayat
(2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah seharusnya
ditetapkan paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum tahun anggaran bersangkutan berakhir, yang
artinya seharusnya sudah ditetapkan Tanggal 1 Oktober. Akan tetapi dalam pelaksanaanya
anggaran tersebut ditetapkan pada Tanggal 4 November 2015, yang artinya terdapat
keterlambatan dalam proses penganggarannya.
Keterlambatan penetapan APBD Perubahan tersebut berdampak pada terhambatnya
pelayanan publik dan pembangunan infrastruktur daerah, tidak maksimalnya penyerapan
dana, dan masih banyak lagi dampak lainnya.
Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
menyatakan bahwa, Pemerintah Daerah mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentang
APBD, disertai penjelasan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD pada
minggu pertama bulan Oktober tahun sebelumnya. Hal tersebut berarti bahwa Rancangan
Peraturan APBD tahun berikutnya sudah disampaikan kepada DPRD pada bulan Oktober di
tahun berjalan. Berkaitan dengan hal tersebut

Undang - Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 317 ayat 2 yang
berbunyi Pengambilan keputusan mengenai rancangan perda tentang perubahan apbd
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh DPRD bersama kepala daerah paling
lambat 3 (Tiga) bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan berakhir. Penjelasan
mengenai pasal tersebut menurut penulis berarti Kepala Daerah tersebut bersama-sama
DPRD harus sudah menetapkan APBD perubahan paling lambat tanggal 01 oktober ditahun
anggaran berjalan.
Oleh karena itu kedua hal di atas harus saling berkesinambungan satu dan lainnya, karena
APBD Perubahan pada umumnya berisikan tentang kegiatan yang dirasakan perlu dilakukan
dalam rangka pelayanan masyarakat, dimana terdapat keadaan yang mengharuskan anggaran
tersebut dilakukan pergeseran. Dan juga akan mempengaruhi kegiatan yang akan dilakukan
pada tahun anggaran berikutnya. Dengan kata lain akan tidak efektif dan optimal anggaran
perubahan dan anggaran tahun berikutnya apabila penetapan anggaran perubahan dilakukan
pada Tanggal 04 (Empat) November atau 2 (Dua) bulan sebelum tahun anggaran berjalan
berakhir.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pembinaan dan Pengawasan

Penerapan Undang-Undang tentang Otonomi Daerah menuntut good governance dalam


penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang harus mengedepankan akuntanbilitas dan
transparansi. Sehubungan dengan hal tersebut maka peran dari anggota Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (selanjutnya disebut Dewan) menjadi semakin strategis dalam pencapaian tujuan
pembangunan daerah dengan cara mengawasi penggunaan keuangan daerah (APBD).

Salah satu tujuan utama pemerintah adalah meningkatkan kesejahteraan seluruh rakyat.
Sehubungan dengan itu pemerintah berupaya untuk mewujudkan keseimbangan fiskal dengan
mempertahankan kemampuan keuangan negara yang bersumber dari pendapatan pajak dan
sumber-sumber lainnya guna memenuhi keinginan masyarakat. Salah satu ciri yang penting
dalam mewujudkan keseimbangan tersebut adalah berlangsungnya proses politik untuk
menyelaraskan berbagai kepentingan yang ada di masyarakat.

Perubahan sistem politik, sosial, dan kemasyarakatan serta ekonomi yang dibawa oleh arus
reformasi telah menimbulkan tuntutan yang beragam terhadap pengelolaan pemerintah yang baik
(good public governance). Tuntutan ini perlu dipenuhi dan disadari langsung oleh para manajer
pemerintahan daerah. Seiring dengan PP No 105/2000 yang diganti menjadi PP No. 58/2005
mensyaratkan perlu diperlakukannya pertanggungjawaban (akuntabilitas) dalam bentuk laporan
keuangan (neraca daerah, arus kas, dan realisasi anggaran) oleh kepala daerah.

Secara umum, lembaga legislatif (DPR/DPRD) mempunyai tiga fungsi yaitu: 1) Fungsi legislasi
(fungsi membuat peraturan perundang-undangan), 2) Fungsi anggaran (fungsi untuk menyusun
anggaran) dan 3) Fungsi pengawasan (fungsi untuk mengawasi kinerja eksekutif). Menurut
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 105 Tahun 2000 Tentang Pengelolahan dan
Pertanggungjawaban Anggaran menjelaskan bahwa: 1) Pengawasan atas anggaran dilakukan oleh
dewan, 2) Anggota dewan berwenang memerintahkan pemeriksa eksternal di daerah untuk
melakukan pemeriksaan terhadap pengelolahan anggaran.
Pengawasan terhadap pengelolaan keuangan daerah oleh lembaga legislatif (DPRD) terhadap
lembaga eksekutif (pemerintah daerah) sangat penting dilakukan, karena pengawasan merupakan
suatu usaha untuk menjamin adanya keserasian antara penyelenggaraan tugas pemerintah
didaerah (pusat) dan menjamin kelancaran penyelenggaraan pemerintah secara berdaya guna
(Halim, 2004). Menurut Halim (2004), pengawasan keuangan daerah (APBD) adalah segala
kegiatan untuk menjamin agar pengumpulan pendapatan-pendapatan daerah, dan pembelanjaan,
pengeluaran-pengeluaran daerah berjalan sesuai dengan rencana, aturan-aturan dan tujuan yang
ditetapkan. Dalam melaksanakan fungsi pengawasan terhadap APBD, DPRD dapat melakukan
pengawasan preventif yaitu pengawasan yang dilakukan sebelum suatu tindakan dalam
pelaksanaan kegiatan dilakukan.

Pentingnya anggaran dalam suatu daerah dan dengan semakin kuatnya fungsi DPRD maka
dengan sendirinya mutu atau kualitas anggota DPRD sangat menentukan. Penyusunan kebijakan
daerah yang sangat tepattergantung pada pengetahuan dan kecakapan DPRD. Yudoyono (2008)
mengatakan, bahwa DPRD akan mampu mengunakan hak-haknya secara tepat, melaksanakan
tugas dan kewajiban yang efektif serta menempatkan kedudukannya secara proposional, dengan
kata lain jika setiap anggota DPRD mempunyai pengetahuan yang cukup dalam hal konsepsi
teknik penyelenggaraanpemerintah, kebijakan publik dan lain sebagainya.

Pengetahuan yang dibutuhkan dalam mewujudkan akuntabilitas publik melalui anggaran adalah
pengetahuan tentang anggaran, dengan mengetahui tentang anggaran diharapkan anggota dewan
dapat mendeteksi pemborosan tentang Pengelolaan dan Anggaran menjelaskan bahwa:
a). pengawasan atas anggaran dilakukan oleh dewan

b). dewan berwenang memerintahkan pemeriksaan eksternal di daerah untuk melakukan


pemeriksaan terhadap pengelolaan anggaran.

Penelitian Andriani (2002) dalam Setyawati (2010) menyimpulkan bahwa pengetahuan anggaran
berpengaruh secara signifikan terhadap pengawasan keuangan daerah yang dilakukan oleh
dewan. Winarni dan Murni (2007) juga menyimpulkan bahwa pengetahuan dewan tentang
anggaran memiliki pengaruh signifikan terhadap pengawasan keuangan daerah (APBD).
Sementara Pramono (2002) dalam Coryanata (2007) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang
menunjang fungsi pengawasan adalah adanya reformasi dan legitimasi wakil rakyat sedangkan
faktor-faktor yang menghambat fungsi pengawasan adalah minimnya kualitas sumber daya
manusia (SDM) dan kurangnya sarana dan prasarana.

Penelitian sejenis pernah dilakukan oleh Sopanah dan Mardiasmo (2003) dan hasilnya
menunjukkan bahwa pengetahuan anggaran berpengaruh signifikan terhadap pengawasan APBD.
Pengaruh yang ditunjukan adalah positif artinya semakin tinggi pengetahuan dewan tentang
anggaran maka pengawasan yang dilakukan semakin meningkat. Disamping itu, interaksi
pengetahuan anggaran dengan partisipasi masyarakat berpengaruh signifikan terhadap
pengawasan APBD yang dilakukan oleh dewan. Sedangkan interaksi pengetahuan anggaran
dengan transparansi kebijakan publik tidak berpengaruh signifikan terhadap pengawasan yang
dilakukan oleh anggota dewan.

Werimon dkk (2007) menyimpulkan bahwa pengetahuan anggaran memiliki pengaruh signifikan
terhadap pengawasan APBD yang dilakukan oleh Dewan dan juga ditemukan adanya hubungan
interaksi antara pengetahuan anggaran dengan partisipasi masyarakat yang memiliki pengaruh
signifikan terhadap pengawasan APBD yang dilakukan oleh Dewan. Sedangkan interaksi antara
pengetahuan anggaran dengan transparansi kebijakan publik tidak memiliki pengaruh terhadap
pengawasan APBD yang dilakukan oleh Dewan. Hasil penelitian Werimon dkk (2007) ini
merupakan studi empiris di propinsi Papua.

Kabupaten Grobogan mendapatkan sorotan yang cukup tajam dari masyarakat akibat adanya
kasus korupsi yang dilakukan oleh Ketua DPRD. Ketua DPRD Kabupaten Grobogan, Jawa
Tengah, M Yaeni duduk sebagai terdakwa dalam sidang perkara anggaran fiktif pemeliharaan
mobil dinas senilai Rp 1,95 miliar. Perbuatan tersebut dilakukan bersama sejumlah pejabat
Sekretariat DPRD tahun 2006-2008, antara lain dengan merekayasa kuitansi.Hasil audit yang
dilakukan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Jawa Tengah pada 29
Desember 2009 menyebutkan, akibat penyimpangan itu negara dirugikan sebesar Rp 1,95 miliar.

Target Pendapatan Kabupaten Grobogan tahun 2012 adalah sebesar Rp.1.297.756.363.000,- dan
terealisasi sebesar Rp.1.323.837.610.516,- atau 102,01% dengan perincian target Pendapatan Asli
Daerah sebesar Rp.88.139.303.000,- terealisasi sebesar Rp.105.463.320.984,- atau 119,66%,
target Dana Perimbangan sebesar Rp.972.655.932.000,- terealisasi sebesar Rp. 976.816.606.098,-
atau 100,43%, dan target lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah Rp.236.961.128.000,- terealisasi
sebesar Rp. 241.557.683.434,- atau 101,94%. Berdasarkan data tabel tersebut diketahui bahwa
Dana Perimbangan memberikan kontribusi terbesar dalam pendapatan APBD tahun 2012, yaitu
sebesar 73,79%. Sedangkan komponen Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah menyumbang
Pendapatan APBD sebesar 18,25% dan dari komponen Pendapatan Asli Daerah sebesar 7,97%
(www.grobogan.go.id).

Pengawasan keuangan daerah (APBD) secara efektif hanya dapat dilakukan oleh DPRD apabila
anggotanya terdiri dari SDM yang berkualitas tinggi. Masalah utama yang dihadapi Daerah
adalah kurangnya sumberdaya manusia daerah yang berkualitas sehingga fenomena yang ada
lemahnya pengawasan terhadap keuangan daerah (APDB).

BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Setelah kita mempelajari makalah ini dapat kita simpulkan bahwa kewarganegaraan
merupakan hal penting yang harus diketahui oleh setiap warga negara.Ini dikarenakan bahwa
dengan pemahaman kewarganegaraan yang baik maka kehidupan berbangsa dan bernegara akan
menjadi tentram dan jelas.Dan kita sebagai warga negara yang bertanggung jawab terhadap
masyarakat, bangsa dan negara hendaknya kita berusaha untuk meningkatkan pengamalan prinsip
serta nilai-nilai luhur bangsa terutama memahami manusia yang pada dasarnya memiliki harkat
dan martabat yang sama sebagai mahluk ciptaan Tuhan,agar tercipta suatu keadilan dalam
kehidupan bernegara.

3.2 Kritik dan saran

Akhirnya terselesaikannya makalah ini kami selaku pemakalah menyadari dalam


penyusunan makalah ini yang membahas tentang kewarganegaraan masih jauh dari
kesempurnaan baik dari tata cara penulisan dan bahasa yang dipergunakan maupun dari segi
penyajian materinya.
Untuk itu kritik dan saran dari pembimbing atau dosen yang terlibat dalam penyusunan makalah
ini yang bersifat kousteuktif dan bersifat komulatif sangat kami harapkan supaya dalam
penugasan makalah yang akan datang lebih baik dan lebih sempurna.

Anda mungkin juga menyukai