Anda di halaman 1dari 10

Muhammad Ammar Fauzan(0220101278); Manajemen S1 Kelas A

HUMAN RESOURCE PERFORMANCE APPRAISAL

RANGKUMAN BAB 1

(Konsep Dasar Penilaian Kinerja)

Menurut Rivai (2005) Kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara
keseluruhan selama periode tertentu didalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai
kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan
terlebih dahulu dan disepakati bersama.

Sedangkan pemahaman dan makna kinerja yang dirangkum dari Lebas dan Euske (2004)

adalah sebagai berikut:

a. Kinerja merupakan sesuatu yang dapat diukur, baik diukur menggunakan angka atau
menggunakan sebuah ekspresi yang memungkinkan terjadinya komunikasi.
b. Kinerja berarti upaya, sesuai dengan maksud tertentu, untuk menghasilkan sesuatu (misal
upaya menciptakan nilai).
c. Kinerja adalah hasil dari sebuah tindakan.
d. Kinerja adalah kemampuan untuk menghasilkan atau potensi untuk menciptakan hasil
(sebagai contoh, kepuasan pelanggan bisa dilihat sebagai potensi bagi organisasi untuk
menciptakan penjualan di masa yang akan datang).
e. Kinerja adalah perbandingan antara hasil dengan benchmark (patokan) tertentu baik yang
ditetapkan secara internal maupuk patokan eksternal.
f. Kinerja adalah hasil yang tidak terduga (mengejutkan) dibandingkan dengan yang
diharapkan.
g. Dalam disiplin psikologi, kinerja adalah bertindak (acting out).
h. Kinerja adalah pergelaran, khususnya dalam seni pertunjukan yang melibatkan aktor,
peran mereka dan bagaimana peran dimainkan serta melibatkan orang luar yang
menonton pergelaran tersebut.
i. Kinerja adalah judgement (sebuah keputusan dan penilaian) yang didasarkan pada
sesuatu yang lain sebagai pembanding. Persoalannya adalah siapa yang harus menjadi
pengambil keputusan dan bagaimana kriterianya.
Muhammad Ammar Fauzan(0220101278); Manajemen S1 Kelas A

Penilaian Kinerja (performance appraisal), atau evaluasi kinerja (performance evaluation), atau
istilah lain seperti performance rating, performance assessment, employee evaluation, merit
rating, efficiency rating, termasuk service rating pada dasarnya merupakan proses yang
digunakan perusahaan untuk mengevaluasi job performance. Penilaian kinerja (dan berbagai
istilah lainnya) dapat diartikan sebagai suatu proses yang sistematis untuk menilai kinerja aktual
pegawai dibandingkan dengan standar kinerja yang telah ditetapkan. Berdasarkan hasil
perbandingan tersebut maka pimpinan (organisasi) kemudian memberikan umpan balik
(feedback) secara berkelanjutan sehingga kinerja pegawai dapat terus ditingkatkan yang akan
berakumulasi mendorong kinerja organisasi.

Menurut Gary Dessier (2017) Penilaian kinerja adalah mengevaluasi kinerja karyawan di masa
sekarang atau di masa lalu secara relatif terhadap standar kinerjanya. Penilaian prestasi kerja
adalah menilai rasio hasil kerja nyata dengan standar kualitas maupun kuantitas yang dihasilkan
setiap karyawan. Tiga tahap proses penilaian kinerja, yaitu:

a. Menetapkan standar kinerja.


b. Melakukan penilaian (assessing) kinerja aktual pegawai relatif dibandingkan dengan standar
kinerja yang ditetapkan.
c. Memberikan umpan balik kepada pegawai dengan tujuan untuk membantu mengurangi
kekurangan/kesenjangan kinerjanya atau untuk meningkatkan kinerja sehingga mampu
melebihi standar yang ditetapkan.

Dessler (2017) mendefinisikan Manajemen Sumber Daya Manusia sebagai berikut: “Human
resource management (HRM) is the process of acquiring, training, appraising, and compensating
employees, and of attending to their labor relations, health and safety, and fairness.” Artinya,
manajemen sumber daya manusia merupakan proses memperoleh, mengembangkan, MENILAI,
memberikan apresiasi dan memelihara hubungan ketenagakerjaan, termasuk memperhatikan
kesehatan serta keselamatan orang-orang di dalam organisasi. Praktik Sumber Daya Manusia
yang strategis biasanya dimulai dari :

1. Analysis and design of work


2. HR planning
3. Recruiting
Muhammad Ammar Fauzan(0220101278); Manajemen S1 Kelas A

4. Selection
5. Training and development
6. Compensation
7. Performance Management
8. Employee relation

Penting bagi manajer/pimpinan di organisasi memahami bagaimana mengelola sumber daya


manusia dengan cara yang baik dan benar sehingga dapat menghindari kesalahan yang dapat
menyebabkan tujuan organisasi tidak tercapai. Sebagai contoh, manfaat penting yang dapat
diperoleh jika penilaian kinerja dapat dilakukan dengan efektif adalah sebagai berikut:

1. Menempatkan the right person in the right job at the right time.
2. Menurunkan tingkat perputaran pegawai.
3. Mendorong pegawai bekerja dengan baik.
4. Meningkatkan kinerja untuk setiap orang pegawai.
5. Mengembangkan kompetensi setiap pegawai dengan efektif dan efisien.
6. Mengurangi risiko kegagalan.
7. Meningkatkan kepuasan pelanggan.
8. Meningkatkan produktivitas.

Faktor penilaian terdiri dari 4 aspek, yaitu:

1. Hasil kerja, yaitu keberhasilan karyawan dalam pelaksanaan kerja (output) biasanya
terukur, seberapa besar yang telah dihasilkan, berapa jumlahnya, dan berapa besar
kenaikannya. Misalnya omset pemasaran, jumlah keuntungan, total perputaran asset.
2. Perilaku, yaitu aspek tindak-tanduk karyawan dalam melaksanakan pekerjaan, pelayanan,
kesopanan, sikap, dan perilakunya, baik terhadap sesame karyawan maupun kepada
nasabah/pelanggan.
3. Atribut dan kompetensi, yaitu kemahiran dan penguasaan karyawan sesuai tuntutan
jabatan, pengetahuan, keterampilan, dan keahliannya seperti halnya kepemimpinan,
inisiatif, dan komitmen.
4. Komparatif, yaitu membandingkan hasil kinerja karyawan dengan karyawan lainnya yang
selevel dengan yang bersangkutan.
Muhammad Ammar Fauzan(0220101278); Manajemen S1 Kelas A

Agar berbagai pendekatan tersebut dapat dilakukan dengan memberikan hasil penilaian kinerja
yang dilakukan, maka terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi:

1. Input (potensi), perlu ditetapkan dan disepakati serta diketahui faktor-faktor yang akan
dinilai, sehingga karyawan mengetahui pasti faktor-faktor yang akan dinilai.
2. Proses (pelaksanaan), konsultasi individu dan kelompok sebanyak mungkin harus
dilakukan, untuk menjamin seluruh aspek dari sistem penilaian kinerja dapat dihubungkan
secara menyeluruh dari pokok-pokok yang berhubungan dengan praktik sehingga dapat
berjalan dengan baik.
3. Output (hasil), Perlu kejelasan hasil penilaian, seperti manfaat, dampak, risiko, serta tindak
lanjut dari rekomendasi penilaian dari penilai (atasan) dapat menggunakan satu atau lebih
faktor yang dapat dijadikan sebagai standar

Dalam pelaksanaan Performance Appraisal, terdapat masalah potensial yang perlu mendapatkan
perhatian karena akan sangat mempengaruhi kualitas dari penilaian itu sendiri, seperti halnya
yang disampaikan Dessler (2017), yaitu:

1. Unclear standards, Sistem penilaian harus memiliki standar penilaian yang jelas, yang
harus dipahami oleh penilainya. Perbedaan pemahaman akan menghasilkan penilaian yang
tidak efektif.
2. Halo Effect, Masalah ini terjadi apabila seorang penilai terpengaruh oleh salah satu aspek
dari seorang karywan yang akan dinilai, baik dari sikap dan penampilan sehari-hari,
maupun prestasi kerjanya di masa lalu, sehingga dapat memberikan nilai positif maupun
negatif mendahului nilai yang sebenarnya yang harus diberikan setelah proses penilaian
berlangsung.
3. Central Tendency, Terkadang beberapa penilai cenderung untuk memberikan penilaian
yang merata di tengah-tengah ketika mengisi skala penilaian. Misalnya, jika skala
penilaian mempunyai rentang 1-7, maka penilai akan menghindari angka tinggi seperti 6
atau 7 dan lebih memilih angka 3-5 sehingga penilaian yang diberikan lebih bersifat rata-
rata.
4. Leniency/strictness, Penilai khususnya atasan, cenderung untuk memberikan nilai terhadap
bawahannya secara konstan tinggi atau rendah. Hal ini terjadi jika perusahaan tidak
menekan para penilai untuk menghindari pemberian nilai yang terlalu tinggi atau rendah.
Muhammad Ammar Fauzan(0220101278); Manajemen S1 Kelas A

Atau dengan kata lain yaitu skala penilaian dapat mendorong para atasannya hanya untuk
membedakan kinerja yang tinggi atau kinerja yang rendah.
5. Bias Merupakan kecenderungan untuk membiarkan perbedaan individu seperti umur, ras,
dan jenis kelamin mempengaruhi dalam pemberian nilai yang akan diterima oleh
karyawannya.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, terdapat langkah-langkah yang dapat dilakukan seperti
halnya yang dikemukakan Dessler (2017), yaitu:

1. Pelajari dan pahami masalah potensial yang mungkin muncul serta solusi untuk setiap
masalah tersebut.
2. Gunakan metode dan alat penilaian yang tepat, karena setiap metode mempunyai
keuntungannya dan kelemahannya sendiri.
3. Melatih para penilai untuk mengurangi masalah Halo effect, Leniency, dan Central
tendency.
4. Gunakan catatan yang fungsinya untuk mendokumentasikan kejadian yang dianggap
penting yang bisa digunakan sebagai referensi dalam menilai bawahan.
5. Mendapatkan persetujuan atas rencana dengan tujuan penilaian seharusnya meningkatkan
kinerja yang tidak memuaskan.

Terdapat beberapa pihak yang dapat memiliki peran sebagai penilai dalam penilaian kinerja
pegawai.

1. Rekan kerja. Penilaian kinerja yang melibatkan rekan kerja semakin banyak dilakukan di
berbagai organisasi. Penilaian kinerja oleh rekan (peer appraisal) dapat efektif jika rekan
kerja ini dapat melihat kinerja yang mungkin tidak dapat terlihat oleh atasan. Namun,
seorang pegawai dapat mengubah perilaku terhadap rekan kerjanya ketika mengetahui
rekan kerja yang akan menilai kinerjanya.
2. Komite penilaian. Komite ini dapat terdiri dari berbagai kombinasi seperti atasan
pegawai yang dinilai, manajer yang berada satu level dengan penilai, dan manajer SDM.
Manfaat dari penggunaan komite penilaian ini adalah dapat mengurangi potensi bias jika
penilaian dilakukan secara individual. Selain itu, penggunaan komite penilaian dapat
memberikan berbagai pandangan berbeda terhadap kinerja seorang pegawai.
Muhammad Ammar Fauzan(0220101278); Manajemen S1 Kelas A

3. Self-ratings. Beberapa organisasi menerapkan penilaian oleh pegawai itu sendiri, yang
dapat digabungkan dengan penilaian oleh atasan. Permasalahan utama yang dapat muncul
adalah seorang pegawai dapat menilai dirinya sendiri lebih tinggi dibanding atasan atau
rekan kerjanya.
4. Penilaian oleh bawahan (subordinates). Banyak organisasi menerapkan penilaian
kinerja atasan (manajer) oleh bawahan. Penilaian tidak mencantumkan nama (anonim)
sehingga harapannya umpan balik bagi manajer dapat dilakukan dengan fair.
5. Penilaian 360 derajat (360-degree feedback). Penilaian ini melibatkan berbagai sumber
informasi yang diperlukan dalam melakukan penilaian kinerja. Pihak-pihak ini adalah
mereka yang berada di dalam lingkungan pegawai yang akan dinilai seperti atasan
(supervisors), bawahan (subordinates), rekan kerja, dan konsumen internal maupun
eksternal. Sistem penilaian ini biasanya dipergunakan untuk tujuan pengembangan atau
perbaikan dibandingkan jika dihubungkan dengan sistem kompensasi

Intisari : Penilaian kinerja dapat diartikan sebagai suatu proses yang sistematis untuk menilai
kinerja aktual pegawai dibandingkan dengan standar kinerja yang telah ditetapkan.
Berdasarkan hasil perbandingan tersebut maka pimpinan (organisasi) kemudian memberikan
umpan balik (feedback) secara berkelanjutan sehingga kinerja pegawai dapat terus ditingkatkan
yang akan berakumulasi mendorong kinerja organisasi. Penilaian Kinerja tersebut merupakan
salah satu bentuk praktik yang dilakukan dalam Manajemen Sumber Daya Manusia. Dalam
praktik penilaian kinerja tentunya aka nada beberapa masalah seperti unclear standards, halo
effect, central tendency leniency, dan bias. Maka dari itu kita sebagai MSDM haru lebih
mempelajari masalah potensial yang akan muncul dan untuk mengurangi masalah tersebut
manajemen harus menggunakan metode dan alat penilaian yang tepat. Tentunya dari penerapan
penilaian kinerja dengan metode yang dan alat penilaian yang tepat dan benar akan
menghasilkan manfaat yang akan berguna untuk perusahaan seperti memabntu perusahaab
menempatkan the right person in the right job, meningkatkan kinerja karyawan, mengurangi
resiko kegagalan dan masih banyak manfaat yang akan didapatkan. Penilaian kinerja juga
melibatkan beberapa pihak seperti rekan kerja, komite penilaian, self ratings, penilaian oleh
bawahan, dan penilaian 360 derajat.
Muhammad Ammar Fauzan(0220101278); Manajemen S1 Kelas A

RANGKUMAN BAB II

(Isu dan Teori Motivasi Dalam Penilaian Kinerja)

Grote (2002) menyatakan terdapat beberapa faktor yang dapat mengakibatkan penilaian kinerja
tidak berfungsi dengan baik:

1. No ownership. Hal ini terjadi karena seringkali manajer ataupun individual pegawai tidak
memiliki rasa memiliki terhadap sistem penilaian kinerja. Manajer atau pegawai tidak
dilibatkan dalam desain atau administrasi sistem, atau tidak diberikan pemahaman (pelatihan)
bagaimana melakukan penilaian yang efektif.
2. Bad news. Manajer tidak menyukai untuk menyampaikan pesan negatif terhadap para
pegawai di dalam organisasi. Hal ini bisa diakibatkan karena kesungkanan atasan yang setiap
hari harus bekerja dengan pegawai yang dinilai rendah kinerjanya. Pesan yang negatif dapat
memunculkan reaktif defensif dan meningkatkan permusuhan, dibandingkan munculnya
umpan balik terhadap kinerja.
3. Adverse impact. Manajer dan pegawai mengetahui bahwa penilaian yang buruk akan
berdampak pada karir seseorang. Catatan penilaian yang buruk akan menjadi rekam jejak
sehingga manajer dapat memiliki keraguan untuk menuliskan penilaian kinerja yang
berisikan hal negatif.
4. Scarce rewards. Organisasi pada praktiknya tidak menghubungkan penilaian kinerja dengan
rewards, atau tidak berdampak signifikan sehingga penilaian kinerja hanya dilakukan
business as usual.
5. Personal reflection. Rasionalisasi yang muncul adalah jika pegawai diberikan penilaian yang
buruk, maka dapat diartikan manajer tidak memiliki kemampuan yang memadai dalam
melakukan rekrutmen dan seleksi pegawai termasuk dalam hal mengembangkan kemampuan
bawahannya ini.
6. EEO (Equal Employment Opportunity) terror. Faktor ini akan muncul akibat kekhawatiran
manajer dalam memberikan penilaian yang buruk akan disangkutpautkan dengan adanya
diskriminasi terhadap pegawai.

Berikut beberapa hal yang diduga dapat terjadi jika penilaian kinerja tidak didesain dan atau
diimplementasikan dengan benar.
Muhammad Ammar Fauzan(0220101278); Manajemen S1 Kelas A

1. Para pegawai dapat tidak puas, mengalami kemarahan, dan jika berlangsung terus-menerus
akan berhenti dari pekerjaannya.
2. Data atau informasi penilaian kinerja yang keliru (misleading).
3. Menurunnya self-esteem.
4. Waktu dan uang terbuang percuma.
5. Hubungan terganggu.
6. Motivasi untuk berkinerja menurun.
7. Pegawai dapat mengalami job burnout dan ketidakpuasan.
8. Standar dan cara untuk menilai kinerja bervariasi dan menjadi semakin tidak berkeadilan.
9. Bias tinggi.
10. Penilaian kinerja yang dipergunakan akan menjadi misteri.

Para ahli banyak menyepakati bahwa instrument yang tepat dan proses penilaian kinerja yang
efektif diperlukan tetapi tidak cukup untuk menghasilkan sistem penilaian kinerja yang efektif.
Hal lain yang tidak kalah penting adalah seberapa serius manajer/atasan dan pegawai/bawahan
dalam sistem penilaian kinerja ini. Beberapa hal yang dapat menentukan keberhasilan penerapan
penilaian kinerja adalah memastikan sistem ini terhubung dengan sistem SDM lainnya, adanya
keterlibatan dari pimpinan puncak, komunikasi yang baik, sistem yang user-friendly, baik
pegawai maupun atasan diberikan pelatihan, adanya pilot test, termasuk selalu dilakukan
evaluasi dan peningkatan sistem penilaian kinerja.

Semakin meningkatnya kompleksitas pekerjaan dan tuntutan kinerja yang dihadapi berbagai
organisasi telah mendorong penggunaan kelompok untuk menyelesaikan berbagai jenis
pekerjaan. Kelompok diharapkan memiliki kapabilitas mengelola pengetahuan anggotanya
sehingga dapat menciptakan kumpulan sumber daya pengetahuan yang bernilai bagi organisasi.
Darino dan Johnson (2020) mengungkapkan beberapa organisasi telah mulai mengeksplorasi
berbagai elemen yang dapat dipergunakan dalam mengembangkan sistem manajemen kinerja
berbasis tim:

a. Sebuah perusahaan pengembang teknologi SDM mengumpulkan berbagai umpan balik


(feedback) berbasis real-time dan anonim dari anggota kelompok terkait dengan perilaku
anggota kelompoknya, dan secara rutin (mingguan) memberikan coaching melalui email
kepada anggota kelompoknya secara personal.
Muhammad Ammar Fauzan(0220101278); Manajemen S1 Kelas A

b. Unit R&D sebuah perusahaan farmasi mendesain bonus pegawainya berbasis individual dan
kelompok (misalnya perkembangan pencapaian suatu project dibandingkan milestone yang
ingin dicapai).
c. Sebuah saluran distribusi supermarket melakukan penilaian tim untuk setiap toko secara
berkala (bulanan) untuk menilai produktivitas dan kemudian memberikan penghargaan
kepada tim yang paling produktif.

Riset yang dilakukan oleh Darino dan Johnson (2020) beserta timnya mengindikasikan bahwa
mayoritas organisasi memiliki keraguan terhadap keefektifan sistem penilaian kinerja yang ada
adalah berkaitan dengan fairness atau keadilan. Situasi ini mendorong kombinasi perbaikan
dalam sistem penilaian kinerja berbasis kelompok yang berkeadilan, merefleksikan model
operasional penilaian kinerja yang dapat diterapkan di berbagai organisasi. Inilah salah satu
black box dalam model penilaian kinerja yang dapat mendorong kinerja individual dan
organisasi.

Ada berbagai teori yang dipergunakan dalam penelitian penilaian kinerja seperti :

1. Goal setting theory

Teori ini banyak dipergunakan di dalam berbagai penelitian empiris untuk menjelaskan
bagaimana setting goal dalam diri individual dapat mendorong pencapaian kinerja. Praktik
penetapan goal-setting yang benar akan mengarahkan pada kinerja yang lebih tinggi di
berbagai variasi situasi atau konteks. Berbagai tujuan (goals) akan dapat dicapai dengan
meningkatkan fokus dan tindakan yang tepat serta mengarah pada kinerja yang lebih baik
ketika tujuan tersebut spesifik, menantang, secara personal memiliki makna, dan berada di
dalam kontrol individual untuk mencapainya.

2. Expectancy theory : victor vroom

Teori expectancy menjelaskan proses kognitif yang dilakukan individu untuk membuat
pilihan di antara berbagai respon berbeda. Teori ini menggunakan argumen bahwa perilaku
karyawan diarahkan pada hal yang menyenangkan dan menghindari yang menyakitkan, atau
secara umum, terhadap luaran (outcomes) tertentu dan jauh dari hal lain.
Muhammad Ammar Fauzan(0220101278); Manajemen S1 Kelas A

3. Equity theory

Equity Teori equity berbeda dengan teori expectancy dan goal setting bahwa motivasi tidak
berdasarkan pada keyakinan diri dan keadaan sekitar, tetapi juga apa yang terjadi pada orang
lain. Beberapa luaran dan input yang dipertimbangkan di dalam teori Equity ditunjukkan
pada Tabel 10.1 Teori equity menyatakan seseorang membandingkan rasio luaran dan input
dirinya dengan rasio orang lain yang menjadi pembanding – seseorang yang menjadi
referensi untuk dilakukan pertimbangan. Teori equity menyatakan individual
membandingkan input dan luaran dirinya terhadap pekerjaan dengan orang lain dan
kemudian memberikan respon untuk menghilangkan inequity. Pekerja membandingkan apa
yang mereka peroleh dari pekerjaan (luaran/outcomes seperti gaji, promosi, pengakuan, atau
kantor yang lebih besar) dengan input yang mereka berikan untuk memperoleh luaran
tersebut (seperti usaha, pengalaman, atau pendidikan).

Intisari : Berbagai faktor bisa menjadi penghambat dalam penilaian kinerja seperti no
ownership, badnews, adverse impact, scare rewards, personal reflection, equal employment
opportunity terror, dengan begitu setiap penilaian kinerja membutuhkan faktor pendukung untuk
mencapai keberhasilan dengan adanya keterlibatan pimpinan puncak, komunikasi yang baik,
sistem yang mudha dipahami dan mudah digunakan, adanya evaluasi dan peningkatan penilaian
kinerja. Penilaian kinerja berbasis kelompok juga diharapkan bisa mendorong karyawan untuk
mendapatkan penilaian kinerja yang baik dengan mengelola pengetahuannya. Dengan
menggunakan teknologi dalam penilaian kinerja bisa sangat membantu memaksimalkan
efektifitas dalam penerapan penilaian kinerja di perusahaan. Ada beberapa teori yang
digunakan dalam penelitian penilaian kinerja seperti goal setting theory, expectancy theory, dan
equity theory.

Anda mungkin juga menyukai