Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM

Tentang

PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA KERAJAAN ISLAM DI


INDONESIA, BENTUK DAN SIFATNYA

Dosen Pengampu :
Rosdialena, S.Sos.I, MA

Disusun Oleh :

Verlandi Putra (2214050108)

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN


PROGRAM STUDI TADRIS BAHASA
INGGRIS (D)
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI IMAM BONJOL PADANG
TAHUN 2023
PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA KERAJAAN ISLAM DI
INDONESIA, BENTUK DAN SIFATNYA
A. PENDAHULUAN
Pendidikan Islam pada masa kerajaan di Indonesia memiliki peran yang sangat
penting dalam perkembangan sejarah Islam di Nusantara. Periode ini
merupakan bagian integral dari sejarah pendidikan Islam di Indonesia yang
tidak dapat dilepaskan dari konteks sosial, politik, dan budaya kerajaan-
kerajaan Islam yang berkuasa saat itu. Sebagaimana lahirnya kerajaan-
kerajaan Islam di wilayah Indonesia, berbagai kebijakan dan pandangan
penguasaannya saat itu sangat mempengaruhi karakter dan peran pendidikan
Islam di masa tersebut. Oleh karena itu, pemahaman yang mendalam tentang
kerajaan Islam di Indonesia pada masa tersebut adalah kunci untuk memahami
perkembangan pendidikan Islam.
Kerajaan Islam adalah tonggak sejarah penting dalam proses Islamisasi di
Nusantara. Ketika kerajaan-kerajaan ini berdiri, agama Islam sering kali
menjadi agama resmi negara, dan hal ini memberikan landasan kuat bagi
penyebaran dan perkembangan pendidikan Islam. Di bawah kepemimpinan
kerajaan Islam, pendidikan Islam di Indonesia mulai berkembang dalam
berbagai bentuk dan sifatnya yang mencerminkan nilai-nilai agama, budaya,
dan tradisi lokal. Beberapa kerajaan Islam di Indonesia yang patut
diperhatikan dalam konteks pendidikan Islam meliputi Kerajaan Perlak,
Kerajaan Samudra Pasai, Kerajaan Aceh Darussalam, Kerajaan Demak, dan
banyak lagi.
Bentuk dan sifat pendidikan Islam pada masa kerajaan ini mencerminkan
komitmen pemerintah dan ulama untuk memperluas pengetahuan agama dan
ilmu pengetahuan di tengah masyarakat. Masjid dan lembaga pendidikan
lainnya, seperti pesantren, dayah, dan surau, menjadi pusat-pusat pendidikan
Islam yang memberikan pelajaran tentang al-Qur'an, fikih, hadis, dan ilmu-
ilmu agama lainnya. Para ulama dan guru agama memainkan peran penting
dalam mendidik generasi muda dan memelihara tradisi Islam di Indonesia.
Kerajaan Islam juga mendukung pendidikan dengan memberikan bantuan dan
dukungan finansial untuk lembaga-lembaga pendidikan Islam. Hal ini
memberikan dorongan kuat bagi perkembangan ilmu pengetahuan di masa itu.
Kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia mempromosikan pembelajaran agama
Islam dan mengakomodasi berbagai aspek agama dalam kehidupan sehari-hari
masyarakat.
Dalam makalah ini, akan dikemukakan beberapa kerajaan Islam di Indonesia
beserta bentuk dan sifatnya.
PEMBAHASAN
Kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia
Periode Kerajaan Islam merupakan salah satu tahapan penting dalam
sejarah pendidikan Islam di Indonesia, karena pada masa ini terdapat berbagai
kebijakan dari penguasa kerajaan yang memengaruhi perkembangan Islam di
Indonesia, termasuk menjadikan Islam sebagai agama resmi negara/kerajaan.
Oleh karena itu, untuk memahami sejarah pendidikan Islam di Indonesia, kita
harus mengetahui bagaimana kondisi Islam pada masa Kerajaan Islam. Dalam
makalah ini, kita akan membahas beberapa kerajaan Islam di Indonesia, serta
peranannya dalam pendidikan Islam dan dakwah Islamiyah.
Kerajaan Islam di Aceh
Kerajaan Samudera Pasai
Kerajaan Samudera Pasai adalah salah satu kerajaan Islam pertama di
Indonesia yang terletak di pesisir pantai utara Sumatera. Para ahli sejarah
sependapat bahwa agama Islam sudah masuk ke Indonesia, khususnya
Sumatera, sejak abad ke-7 atau 8 M. Meskipun Islam telah hadir pada saat itu,
perkembangannya memerlukan waktu yang cukup lama untuk akhirnya
menjadi dasar pendirian sebuah kerajaan Islam. Proses Islamisasi tersebut
terjadi melalui para pedagang dan dengan cara damai. Selain itu, masyarakat
Islam pada saat itu tidak terlalu ambisius dalam merebut kekuasaan politik,
sehingga Islam berkembang dengan damai dan wajar.
Kerajaan Islam pertama di Indonesia adalah Kerajaan Samudera Pasai,
yang didirikan pada abad ke-10 M. Raja pertamanya adalah Al-Malik Ibrahim
bin Mahdum. Meskipun ada yang menyatakan bahwa Kerajaan Perlak adalah
kerajaan Islam pertama di Indonesia, bukti-bukti kuat yang mendukung klaim
ini masih kurang ditemukan.
Seorang musafir asal Maroko bernama Ibnu Batutah singgah di Kerajaan
Samudera Pasai pada tahun 1345 M. Dia sangat terkesan dengan keadaan
kerajaan ini, terutama dengan rajanya yang sangat alim dalam ilmu agama dan
menganut Mazhab Syafi'i. Ibnu Batutah juga mengungkapkan pentingnya
pendidikan agama di kerajaan ini. Pendekatan pendidikan yang berlaku pada
saat itu termasuk:
1. Materi pendidikan agama adalah fikih mazhab Syafi'i.
2. Sistem pendidikan adalah informal, melalui majelis ta'lim dan halaqah.
3. Tokoh pemerintahan juga berperan sebagai tokoh agama.
4. Biaya pendidikan agama bersumber dari negara.1
Dalam perkembangan selanjutnya, Kerajaan Samudera Pasai menjadi
pusat studi Islam di Asia Tenggara pada abad ke-14 M. Ibnu Batutah mencatat
bahwa Sultan Malikul Zahir adalah seorang yang mencintai para ulama dan
ilmu pengetahuan. Beliau bahkan mengenakan pakaian seperti ulama ketika
shalat Jum'at dan sering berdiskusi dengan para ulama tentang agama. Diskusi
ini disebut sebagai Majlis Ta'lim atau halaqah.
Pendidikan Islam di kerajaan ini tidak hanya terbatas pada lingkungan
kerajaan saja. Seiring dengan hubungan antara Malaka dan Pasai, Islam juga
menyebar ke Malaka, di mana raja Malaka memeluk Islam karena menikahi
putri dari Kerajaan Pasai.
Kerajaan Perlak
Kerajaan Perlak adalah salah satu kerajaan Islam tertua di Indonesia,
bahkan beberapa menganggapnya lebih tua daripada Kerajaan Samudera
Pasai. Meskipun klaim ini tidak memiliki dukungan kuat dari sumber-sumber
sejarah yang ada, Kerajaan Perlak tetap memiliki peran penting dalam sejarah
Islam di Indonesia. Kerajaan Perlak terletak di lokasi yang sangat strategis di
Pantai Selat Malaka, dan hal ini membuat Islam dengan mudah memengaruhi
daerah ini tanpa hambatan dari pengaruh Hindu.
Salah satu poin penting dalam sejarah Kerajaan Perlak adalah pernikahan
Putri Ganggang Sari, putri Sultan Perlak Muhammad Amin Syah (1225-1263),
dengan Merah Selu (Malik As Shaleh), yang diketahui sebagai Raja Pasai
pertama. Ini menunjukkan bahwa hubungan antara Perlak dan Pasai sangat
kuat dan kerjasama yang baik antara keduanya. Perlak juga menjadi pusat

1
Hasbullah. 1995. Sejarah pendidikan Islam di Indonesia: lintasan sejarah pertumbuhan dan
perkembangan (Ed. 1, Cet. 1). Jakarta: Raja Grafindo Persada. Halaman 29
yang ramai dikunjungi oleh pedagang Islam dari Timur Tengah, Parsi, dan
India, yang pada saat yang sama juga menjalankan tugas dakwah Islam.
Sultan Mahdum Alauddin Mohammad Amin, yang memerintah antara
tahun 1243-1267 M, tercatat sebagai sultan keenam Kerajaan Perlak. Dia
dikenal sebagai seorang sultan yang arif bijaksana dan alim, sekaligus seorang
ulama. Salah satu kontribusi pentingnya adalah mendirikan suatu perguruan
tinggi Islam pada saat itu. Perguruan tinggi ini menjadi pusat pendidikan Islam
yang penting di Kerajaan Perlak. Selain itu, ada juga majelis taklim tinggi di
mana para murid yang sudah memiliki pemahaman mendalam tentang ilmu
agama berkumpul. Pada majelis taklim ini, mereka mempelajari kitab-kitab
agama yang memiliki bobot pengetahuan tinggi, seperti kitab Al-Um karya
Imam Syafi’i, dan kitab-kitab lainnya.
Perlak juga memiliki lembaga pendidikan lain yang disebut Dayah Cot
Kala, yang setara dengan perguruan tinggi. Materi yang diajarkan di sini
meliputi bahasa Arab, tauhid, tasawuf, akhlak, ilmu bumi, ilmu bahasa dan
sastra Arab, sejarah dan tata negara, mantiq, ilmu falaq, dan filsafat.
Pendirinya adalah ulama Pangeran Teungku Chik M.Amin pada akhir abad
ke-3 H atau abad ke-10 M. Inilah pusat pendidikan pertama di Kerajaan
Perlak.2
Dari Perlak dan Pasai, dakwah Islam berhasil disebarkan ke berbagai
daerah di Indonesia, termasuk Malaka, Sumatera Barat, dan Jawa Timur. Ini
menunjukkan pentingnya peran pendidikan Islam di Kerajaan Perlak dalam
menyebarluaskan agama Islam di wilayah-wilayah sekitarnya.
Dengan adanya perguruan tinggi, majelis taklim, dan lembaga
pendidikan lainnya yang mengajarkan ilmu agama tinggi, Kerajaan Perlak
menciptakan lingkungan pendidikan Islam yang kuat dan berperan penting
dalam pembentukan sejarah Islam di Indonesia.
Kerajaan Aceh Darussalam
Pada tahun 1511, kerajaan ini diproklamasikan sebagai Kesultanan Aceh

2
Sajadi, Drs. Dahrun, MA. “SISTEM PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA.” Jurnal Pendidikan Islam,
vol. 2721-2521, Universitas Islam As-syafi’iyah, halaman 57.
Darussalam, dan pada masa ini, pendidikan Islam memiliki peran sentral
dalam pembangunan kerajaan.
Pada awalnya, ketika Kerajaan Islam Pasai mengalami kemunduran,
Sultan Muhammad Syah memerintah di Malaka, tetapi kerajaan ini juga
mengalami kemunduran setelah masa keemasan di bawah pemerintahan
Sultan Muszaffar Syah (1450). Aceh yang sebelumnya tidak mampu
menguasai pengaruh dari luar mulai tumbuh dan berkembang.
Kerajaan Aceh Darussalam diproklamasikan pada tanggal 12 Zulkaedah
916 H (1511 M). Proklamasi ini menekankan perang terhadap buta huruf dan
buta ilmu, dan pendidikan Islam menjadi salah satu pilar utama dalam
pembentukan kerajaan ini. Kesultanan Aceh Darussalam merupakan hasil
peleburan Kerajaan Islam Aceh di barat dan Kerajaan Islam Samudera Pasai
di timur, dengan Sultan Alauddin Ali Mughayat Syah (1507-1522) menjadi
raja pertamanya.
Kerajaan Aceh Darussalam juga menjadi pusat ilmu pengetahuan pada
masanya, dengan sarjana-sarjana terkenal di dalam dan di luar negeri. Banyak
orang datang ke Aceh untuk menuntut ilmu, dan ibukota kerajaan Aceh
Darussalam berkembang menjadi kota internasional yang menjadi pusat
perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan.
Dalam bidang pendidikan, kerajaan Aceh Darussalam memiliki beberapa
lembaga negara yang bertugas dalam pengembangan ilmu pengetahuan:
1. Balai Seutia Hukama, Lembaga ilmu pengetahuan tempat para ulama, ahli
pikir, dan cendekiawan berkumpul untuk membahas dan mengembangkan
ilmu pengetahuan.
2. Balai Seutia Ulama, Lembaga pendidikan yang mengurus masalah-
masalah pendidikan dan pengajaran.
3. Balai Jamaah Himpunan Ulama, Kelompok studi tempat para ulama dan
sarjana berkumpul untuk bertukar pikiran tentang pendidikan dan ilmu
pendidikan.
Jenjang pendidikan yang ada di Kerajaan Aceh Darussalam meliputi:
1. Meunasah (madrasah), Setiap kampung memiliki Meunasah yang
berfungsi sebagai sekolah dasar. Materi yang diajarkan mencakup menulis
dan membaca huruf Arab, ilmu agama, bahasa Melayu, akhlak, dan
sejarah Islam.
2. Rangkang, Setingkat Madrasah Tsanawiyah, biasanya terdapat di setiap
mukim. Materi yang diajarkan meliputi bahasa Arab, ilmu bumi, sejarah,
berhitung, akhlak, fiqh, dan lainnya.
3. Dayah, Tempat pendidikan tingkat lanjutan yang mengajarkan berbagai
mata pelajaran, termasuk fiqh, bahasa Arab, tauhid, tasawuf, ilmu bumi,
sejarah/tata negara, ilmu pasti, dan lainnya.3
Pentingnya pendidikan Islam dalam Kerajaan Aceh Darussalam telah
menghasilkan para ulama dan ahli ilmu pengetahuan terkenal seperti Hamzah
Fansuri, Syekh Syamsuddin Sumatrani, Syekh Nuruddin Ar Raniry, dan
Syekh Abdur Rauf Tengku Syiah Kuala. Beberapa di antara mereka bahkan
diabadikan menjadi nama perguruan tinggi terkenal di Aceh seperti IAIN Ar
Raniry dan Universitas Syiah Kuala.
Meskipun Kesultanan Aceh Darussalam mengalami masa keemasan di
bawah pemerintahan Sultan Iskandar Muda, yang berhasil memukul mundur
kekuatan Portugis dari Selat Malaka, kerajaan ini mulai mengalami
kemunduran setelah kemangkatan Sultan Iskandar Tsani pada tahun 1641.
Faktor-faktor seperti kekuasaan Belanda yang semakin kuat di wilayah
tersebut, adanya persaingan antara pewaris tahta kerajaan, dan kejatuhan
wilayah-wilayah penting ke tangan Belanda menyebabkan kemunduran
Kesultanan Aceh.
Kerajaan Aceh Darussalam berakhir pada tahun 1874 ketika Belanda
berhasil menguasai wilayah ini, menandai akhir dari periode penting dalam
sejarah Aceh dan pendidikan Islam di wilayah tersebut. Meskipun demikian,
warisan ilmu pengetahuan dan pendidikan Islam yang berkembang di Aceh
Darussalam terus memengaruhi sejarah dan budaya Aceh hingga saat ini.
Kerajaan Islam di Jawa
Kerajaan Demak

3
Niswah, Choirun, M.Ag. "Sejarah Pendidikan Islam." Noer Fikri Offset, 2022.
Kerajaan Demak adalah salah satu kerajaan penting dalam sejarah Indonesia,
terutama dalam konteks pendidikan Islam. Kerajaan ini berdiri sekitar tahun
1500-1550 M dan dipimpin oleh Raden Fatah sebagai raja pertama. Raden
Fatah sendiri adalah seorang bangsawan dari Kerajaan Majapahit yang
memeluk Islam.
Kehadiran Kerajaan Demak tidak menjadi penyebab runtuhnya Majapahit,
karena keruntuhannya lebih banyak disebabkan oleh faktor internal. Hal ini
terjadi setelah wafatnya Hayam Wuruk dan Patih Gajah Mada, di mana terjadi
perang saudara yang berkepanjangan di Majapahit.4
Kerajaan Demak membawa cahaya baru bagi rakyat Majapahit dan
diharapkan sebagai kekuatan yang akan mengatasi penderitaan lahir dan batin.
Raja Majapahit sendiri sudah mengenal Islam sebelum Kerajaan Demak
berdiri, terutama melalui Putri Cempa, istri dari Raja Majapahit Sri Kertabumi
yang memeluk agama Islam.
Pendidikan Islam di Kerajaan Demak berkembang seiring dengan dakwah
Islam yang dilakukan oleh para wali, seperti Maulana Malik Ibrahim, Sunan
Ampel, Sunan Bonang, Sunan Drajat, Sunan Giri, Sunan Kudus, Sunan
Kalijaga, Sunan Muria, dan Sunan Gunung Jati. Mereka menggunakan masjid
sebagai pusat pendidikan Islam, dengan mengadakan pengajaran di berbagai
masjid. Badal di masjid-masjid tersebut menjadi guru-guru Islam yang
memainkan peran penting dalam menyebarkan agama Islam.
Para raja di Kerajaan Demak juga belajar agama Islam langsung dari para wali
yang memiliki gelar Sunan. Kedua, Kerajaan Pajang mengikuti jejak Demak
dalam pengajaran dan pendidikan Islam.
Kerajaan Demak dan peran para wali dalam menyebarkan Islam sangat
berpengaruh dalam perkembangan agama Islam di Jawa. Meskipun ada
perbedaan pendapat tentang tahun berdirinya kerajaan, tidak dapat disangkal
bahwa Kerajaan Demak dan para wali memberikan kontribusi penting
terhadap penyebaran Islam di pulau Jawa.

4
Hasbullah. 1995. Sejarah pendidikan Islam di Indonesia: lintasan sejarah pertumbuhan dan
perkembangan (Ed. 1, Cet. 1). Jakarta: Raja Grafindo Persada. Halaman 33
Kerajaan Pajang
Kerajaan Pajang muncul sebagai kelanjutan dari Kerajaan Demak, dipimpin
oleh Joko Tingkir, yang diangkat sebagai raja pertama dari Pengging. Dilantik
setelah menggantikan Aria Penangsang pada tahun 1546 M, Joko Tingkir
yang kemudian dikenal sebagai Sultan Adiwijaya memindahkan seluruh
kekuasaan kerajaan ke Pajang.
Di bawah pemerintahannya, upaya perluasan wilayah ke arah timur hingga ke
Madium terjadi, diikuti penaklukan Blora pada tahun 1554 M dan Kediri
tahun 1557 M. Keberhasilannya terwujud dengan pengakuan sebagai raja
Islam oleh para raja di Jawa pada tahun 1581 M 5. Sultan Adiwijaya meninggal
pada tahun 1587 M, posisinya digantikan oleh Aria Panggiri, anak Sunan
Prawoto.
Anak Sultan Adiwijaya, Pangeran Benawa, mendapat kekuasaan di Jipang
namun memberontak terhadap Aria Panggiri dengan bantuan Senopati
Mataram. Meskipun berhasil, Benawa menolak warisan ayahnya, hanya
meminta pusaka kerajaan Pajang dipindahkan ke Mataram. Dengan demikian,
Pajang berada di bawah perlindungan Mataram dan kemudian menjadi bagian
wilayah kekuasaan Mataram.
Meskipun tak berlangsung lama, Kerajaan Pajang mencatat eksistensinya
sebagai salah satu kerajaan Islam yang berpengaruh di Jawa. Namun,
perebutan kekuasaan, konflik sipil, dan pecahnya wilayah menyebabkan
runtuhnya Kerajaan Pajang pada tahun 1586, pada usia yang relatif muda,
hanya setelah 18 tahun berdiri.
Kerajaan ini, meskipun singkat dalam sejarah kerajaan Islam di Jawa, tetap
meninggalkan jejak tentang keberadaannya sebagai bagian yang
mempengaruhi sejarah panjang wilayah tersebut. Meskipun runtuh, Kerajaan
Pajang memperlihatkan kontribusi pentingnya dalam menggambarkan
keberadaan Islam di Jawa Tengah dan penguatan wilayah Demak, yang
merupakan cikal bakal berdirinya kerajaan tersebut.

5
Susmihara. "Pendidikan Islam Masa Kerajaan Islam di Nusantara." Jurnal Rihlah, Vol. 06, No.
01/2018, halaman 20
Kerajaan Mataram Islam
Kerajaan Demak adalah kerajaan pertama yang membawa agama Islam ke
Jawa, tetapi keberlangsungan kekuasaannya tidak bertahan lama. Pada tahun
1568 M, terjadi perpindahan kekuasaan dari Demak ke Kerajaan Pajang.
Meskipun perpindahan ini terjadi, tidak ada perubahan signifikan dalam
sistem pendidikan dan pengajaran Islam yang sudah ada.
Barulah setelah pusat kerajaan Islam pindah dari Pajang ke Mataram pada
tahun 1586 M, terutama di masa pemerintahan Sultan Agung (1613), terjadi
beberapa perubahan penting. Sultan Agung, setelah berhasil mempersatukan
Jawa Timur dengan Mataram dan wilayah lainnya, memusatkan perhatiannya
pada pembangunan negara. Ini meliputi upaya menggalakkan pertanian,
perdagangan dengan luar negeri, dan memajukan kebudayaan, kesenian, dan
kesusastraan.
Sultan Agung memainkan peran penting dalam menyatukan budaya asli
Indonesia dan Hindu dengan agama dan budaya Islam. Beberapa contoh
perubahan ini meliputi:
1. Gerebeg, Acara Gerebeg diubah agar sesuai dengan hari raya Idul Fitri dan
Maulid Nabi. Sejak saat itu, dikenal dengan sebutan Gerebeg Poso (saat
puasa) dan Gerebeg Maulud.
2. Gamelan Sekaten, Hanya dipukul pada acara Gerebeg Maulud atas
keinginan Sultan Agung dan diadakan di halaman masjid besar.
3. Perubahan dalam Kalender, Sultan Agung memutuskan untuk mengubah
hitungan tahun Saka (Hindu) yang dipakai di Jawa, yang berdasarkan
perjalanan matahari, menjadi sesuai dengan tahun Hijriah yang
berdasarkan perjalanan bulan. Tahun yang baru ini disebut tahun Jawa dan
masih digunakan hingga sekarang.6
Pendidikan dan pengajaran Islam juga mendapat perhatian serius pada masa
Kerajaan Mataram. Meskipun tidak ada undang-undang wajib belajar,
tampaknya anak-anak usia sekolah harus belajar di tempat-tempat pengajian di
desa mereka atas keinginan orang tua.

6
Niswah, Choirun, M.Ag. "Sejarah Pendidikan Islam." Noer Fikri Offset, 2022
Di hampir setiap desa, didirikan tempat pengajian al-Quran yang mengajarkan
huruf hijaiyah, membaca al-Quran, serta dasar-dasar ilmu agama Islam.
Pengajaran ini didasarkan pada hafalan. Setiap tempat pengajian dipimpin
oleh guru yang memiliki gelar modin.
Selain pengajaran al-Quran, ada juga pesantren yang mengajarkan kitab-kitab
besar dalam bahasa Arab dan menerjemahkannya ke dalam bahasa daerah. Di
pesantren, berbagai cabang ilmu agama diajarkan, seperti fiqh, tafsir, hadis,
ilmu kalam, tasawuf, dan lainnya. Pesantren besar melengkapi pendidikan
dengan pondok untuk pelajar yang telah menyelesaikan pendidikan di
pesantren desa.
Selain pesantren besar, ada pesantren khusus yang mengajarkan satu cabang
ilmu agama dengan mendalam atau spesialisasi.
Pendidikan Islam dan pengajaran di Kerajaan Mataram mencerminkan
komitmen kerajaan untuk mengembangkan agama Islam sambil menjaga dan
menggabungkan unsur budaya lokal dalam kehidupan masyarakat Jawa.
Kerajaan Cirebon dan Banten
Kerajaan Cirebon dan Banten memiliki peran yang signifikan dalam sejarah
penyebaran dan perkembangan Islam di Jawa Barat dan sekitarnya. Pendiri
Kesultanan Cirebon, Sunan Gunung Jati, memainkan peran utama dalam
menyebarluaskan agama Islam di daerah ini. Ia juga merupakan pendiri dinasti
raja-raja Kesultanan Cirebon dan Kesultanan Banten. Sunan Gunung Jati,
yang diyakini sebagai penyebar Islam di Jawa Barat, memainkan peran
penting dalam pendidikan agama di kerajaan ini.
Setelah kekosongan kepemimpinan pasca-wafatnya Sunan Gunung Jati,
Fatahillah atau Fadillah Khan naik takhta di Cirebon pada tahun 1568. Ia
melanjutkan tugas dakwah dan pemerintahan, memastikan penyebaran Islam
terus berlangsung. Walaupun masa pemerintahan Fatahillah singkat, ia turut
mendukung perkembangan agama Islam di Kerajaan Cirebon.
Di sisi lain, di Kerajaan Banten, Sunan Gunung Jati juga memegang peranan
penting. Setelah menaklukkan Banten pada tahun 1525, ia kembali ke Cirebon
dan mengalihkan kekuasaan kepada putranya, Sultan Hasanuddin. Sultan
Hasanuddin, yang menikah dengan puteri Demak, memainkan peran penting
dalam meluaskan wilayah-wilayah Islam, termasuk ke Lampung dan Sumatera
Selatan. Perlu dicatat bahwa perluasan wilayah-wilayah Islam ini juga
merupakan bentuk dakwah dan pendidikan agama Islam.
Pada tahun 1568, ketika kekuasaan Demak beralih ke Pajang, Sultan
Hasanuddin memerdekakan Banten. Hal ini mengukuhkannya sebagai raja
Islam pertama di Banten. Setelah wafatnya Sultan Hasanuddin, putranya,
Pangeran Yusuf, melanjutkan memperluas wilayah kekuasaannya dengan
merebut Pakuwan pada tahun 1579. Pangeran Yusuf dan kerajaan Banten turut
berkontribusi dalam penyebaran agama Islam di daerah-daerah yang mereka
kuasai.
Kerajaan Cirebon dan Banten, dengan peran tokoh-tokoh seperti Sunan
Gunung Jati, Fatahillah, Sultan Hasanuddin, dan Pangeran Yusuf, tidak hanya
memiliki peran penting dalam sejarah politik dan ekonomi, tetapi juga dalam
pendidikan dan penyebaran agama Islam di Jawa Barat. Mereka memberikan
kontribusi besar terhadap perkembangan dan penyebaran Islam di nusantara
melalui pendidikan dan dakwah agama Islam yang mereka lakukan selama
pemerintahan mereka.
Kerajaan Islam di Kalimantan, Sulawesi, Maluku
Kerajaan Banjarmasin
Pendidikan Islam di Kerajaan Banjarmasin memiliki sejarah yang kaya dan
menarik, dengan banyak tokoh dan peristiwa penting yang memengaruhi
perkembangannya. Dalam materi ini, kita akan menekankan pada pendidikan
Islam di Kerajaan Banjar, dengan penekanan pada peran penting ulama-ulama
terkenal seperti Syekh Muhammad Arsyad al-Banjary dan perjuangan Islam
dalam kerajaan ini.
Pada awal abad ke-16, Islam memasuki Kalimantan Selatan melalui Kerajaan
Daha (Banjar) yang pada awalnya beragama Hindu. Dengan bantuan Sultan
Demak, Sultan Trenggono, dan Raja Daha, masyarakat di wilayah tersebut
masuk Islam. Kerajaan Islam Banjar pun berdiri, dengan Pangeran Samudra
atau Suriansah sebagai raja pertamanya. Pangeran Samudra kemudian berganti
nama menjadi Sultan Suriansyah. Di bawah pemerintahannya, kerajaan ini
berkembang pesat dan wilayahnya meluas hingga mencakup daerah-daerah
seperti Sambas, Batangla, Sukaciana, dan Sambangan.
Peran penting Kerajaan Demak dalam memasukkan Islam ke Kalimantan tak
dapat diabaikan. Kerajaan Islam Banjarmasin berdiri setelah Sultan
Suriansyah memenangkan perang melawan Pangeran Tumenggung di Negara
Daha pada tanggal 24 September 1526 Masehi. Dengan berdirinya Kerajaan
Islam Banjar di bawah pimpinan Sultan Suriansyah, Islam mulai berkembang
secara mantap. Mesjid-mesjid dibangun di setiap desa, memperkuat akar Islam
di wilayah ini.
Pada tahun 1710 Masehi, di masa pemerintahan Sultan Tahmilillah, lahir
seorang ulama terkenal, Syekh Muhammad Arsyad al-Banjary, di desa
Kalampayan Martapura. Beliau berperan penting dalam penyebaran Islam di
Kalimantan dengan mengajarkan ilmu-ilmu agama kepada masyarakat
setempat. Syekh Muhammad Arsyad mendapatkan pendidikan Islam di
Mekkah selama sekitar 30 tahun dan terkenal dengan kedalaman ilmu
agamanya. Salah satu karyanya yang terkenal adalah Kitab Sabilal Muhtadin.
Pendidikan Islam di Banjarmasin memiliki ciri khasnya. Sistem pengajian
kitab di pesantren Banjarmasin berbeda dengan sistem di Jawa atau Sumatera.
Di sini, kitab-kitab agama diterjemahkan ke dalam bahasa daerah (Banjar),
dan para santri mendengarkan penjelasan ulama. Sebelum Syekh Muhammad
Arsyad, telah ada ulama besar lainnya seperti Syekh Muhammad Nafis al-
Banjary yang mengarang kitab tasawuf "Addarunnafis," yang menggambarkan
tingginya iman dan tauhid umat Islam saat itu.7
Ketika Belanda menjajah daerah Banjar, muncul perlawanan di bawah
pimpinan ulama besar Pangeran Antasari. Perang Banjar terkenal dimulai pada
tanggal 28 April 1859 dan berlangsung lebih dari 40 tahun. Perlawanan ini
mereda setelah wafatnya Pangeran Antasari.
Kerajaan Gowa-Tallo

7
Hasbullah. 1995. Sejarah pendidikan Islam di Indonesia: lintasan sejarah pertumbuhan dan
perkembangan (Ed. 1, Cet. 1). Jakarta: Raja Grafindo Persada. Halaman 38
Kerajaan Gowa Tallo sebuah entitas kuat di Sulawesi Selatan, mengalami
penerimaan agama Islam pada akhir abad ke-16 atau awal abad ke-17.
Meskipun kedatangan Islam di wilayah ini agak tertunda dibandingkan dengan
daerah lain di Indonesia, hal ini menjadi titik awal pengembangan pendidikan
Islam yang sangat signifikan di wilayah tersebut.
Pada masa itu, para pedagang Muslim dari berbagai wilayah Nusantara dan
pedagang asing dari Eropa mulai mengunjungi Kerajaan Gowa. Di sinilah tiga
datuk dari Koto Tangah Minangkabau memainkan peran kunci dalam
mengislamkan elite Kerajaan Gowa dan Tallo.
Raja Tallo pertama yang memeluk Islam adalah I Mallingkang Daeng
Mannyonri pada malam Jumat, 22 September 1605 M. Dia kemudian diberi
nama Sultan Abdullah Awwalul Islam. Ia diikuti oleh Raja Gowa ke-14, I
Mangngerangi Daeng Manrabbia, yang juga memeluk Islam. Dalam waktu
dua tahun, seluruh rakyat Gowa dan Tallo memeluk Islam, terjadi pada
tanggal 9 November 1607.8
Seperti kebanyakan kerajaan Islam, masjid menjadi pusat pengembangan
agama di Sulawesi Selatan. Di masa Sultan Malikussaid, setiap negeri
memiliki masjid, dan setiap kampung memiliki langgar. Selain tempat ibadah,
masjid dan langgar digunakan untuk pengajaran agama kepada anak muda, di
mana gurunya disebut anrong-gurunta atau gurunta.
Selain masjid, penulisan dan penyalinan buku-buku agama Islam dari bahasa
Melayu ke bahasa Makassar dilakukan secara aktif. Berbagai lontara yang
menjadi peninggalan zaman permulaan perkembangan Islam di Sulawesi
Selatan, yang diduga berasal dari abad ke-17 dan ke-18, masih populer di
kalangan orang tua Bugis-Makassar.
Lontara ini mencakup beragam kisah-kisah Islami, seperti lontara perkawinan
antara Sayidina Ali dengan Fatimah, lontara Nabi Yusuf, kisah cinta Laila dan
Majnun, serta kisah-kisah mukjizat Nabi Muhammad. Semua ini menunjukkan
betapa kuatnya penyebaran dan pengenalan ajaran Islam di wilayah Kerajaan

8
Susmihara. "Pendidikan Islam Masa Kerajaan Islam di Nusantara." Jurnal Rihlah, Vol. 06, No.
01/2018, halaman 23
Gowa Tallo, yang turut mendorong pengembangan pendidikan Islam melalui
tulisan dan pengetahuan agama.
Kemunculan lontara dalam bahasa Makassar yang diperkirakan berasal dari
masa tersebut menunjukkan usaha besar dalam pengembangan budaya tulis,
khususnya untuk memperluas pengetahuan agama Islam di wilayah ini.
Penyebaran Islam di Kerajaan Gowa Tallo tidak hanya menandai perubahan
agama, tetapi juga menciptakan landasan yang kokoh bagi pengembangan
pendidikan Islam di wilayah tersebut, yang hingga kini memainkan peran
penting dalam sejarah pendidikan dan agama di Sulawesi Selatan.
Kerajaan Ternate dan Tidore
Kerajaan Ternate dan Tidore merupakan dua kerajaan Islam yang memainkan
peran penting dalam sejarah Maluku dan penyebaran agama Islam di wilayah
tersebut. Kesultanan Ternate, didirikan pada tahun 1257, menjadi salah satu
kerajaan Islam tertua di Nusantara. Meskipun sumber sejarah awal masuknya
Islam ke Maluku tidak jelas, diperkirakan bahwa Islam telah dikenal di
Ternate sejak awal berdirinya kerajaan ini.
Masa awal kedatangan Islam di Ternate gejala adanya pedagang Arab yang
telah bermukim di sana. Namun, penyebaran Islam di Ternate dan Maluku
secara lebih resmi terjadi pertengahan abad ke-15. Kolano Marhum (1465-
1486 M), penguasa Ternate ke-18, adalah raja pertama yang secara tegas
memeluk Islam bersama dengan keluarganya dan pejabat istana. Sultan Zainal
Abidin (1486-1500 M), putra Kolano Marhum, mengambil langkah-langkah
penting dalam penyebaran Islam di Ternate. Dia meninggalkan gelar "Kolano"
dan menggantinya dengan "Sultan," membuat Islam sebagai agama resmi
kerajaan, menerapkan syariat Islam, dan mendirikan madrasah pertama di
Ternate.
Sultan Zainal Abidin juga memperdalam pemahaman Islam dengan berguru
pada Sunan Giri di Pulau Jawa, di mana ia dikenal sebagai "Sultan Bualawa"
atau "Sultan Cengkih." Langkah-langkah ini kemudian diikuti oleh kerajaan-
kerajaan lain di Maluku tanpa banyak perubahan, membuat Islam menjadi
agama yang dominan di wilayah tersebut.9
Kesultanan Tidore, yang berpusat di Kota Tidore, Maluku Utara, juga
memainkan peran penting dalam sejarah Maluku. Pada puncak kejayaannya
pada abad ke-16 hingga abad ke-18, Tidore menguasai wilayah luas, termasuk
Halmahera selatan, Pulau Buru, Ambon, dan sebagian wilayah pesisir Papua
barat.
Pada tahun 1521, Sultan Mansur dari Tidore menjalin aliansi dengan Spanyol
untuk melawan saingan mereka, Kesultanan Ternate, yang bersekutu dengan
Portugis. Setelah Spanyol mundur pada tahun 1663 karena protes dari
Portugis, Tidore tetap menjadi salah satu kerajaan yang independen di
Maluku. Di bawah kepemimpinan Sultan Saifuddin (1657-1689), Tidore
berhasil menolak dominasi Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) dan
tetap menjadi daerah yang merdeka hingga akhir abad ke-18.
Seperti kerajaan-kerajaan Islam lain di Nusantara, Ternate dan Tidore juga
memainkan peran penting dalam penyebaran agama Islam di Maluku,
khususnya karena wilayah timur adalah basis penyebaran agama Nasrani di
wilayah Nusantara.
Dalam konteks pendidikan Islam, Sultan Zainal Abidin dari Ternate
mendirikan madrasah pertama di Ternate, yang merupakan langkah penting
dalam penyebaran ilmu dan agama Islam di wilayah ini. Pendirian madrasah
ini menunjukkan komitmen kerajaan Ternate dalam memajukan pendidikan
Islam. Selain itu, penyebaran Islam di Maluku secara luas memengaruhi cara
hidup dan sistem pendidikan masyarakat setempat. Sistem pendidikan Islam
mulai diterapkan, dan ulama-ulama lokal memainkan peran kunci dalam
mengajar ilmu agama dan ilmu pengetahuan kepada generasi selanjutnya.
Peran Pendidikan Islam Pada Masa Kerajaan Islam Di Indonesia
Pendidikan Islam memiliki peran yang sangat penting dalam sejarah
perkembangan kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara. Berikut ini adalah gambaran
lengkap tentang peran pendidikan Islam pada masa kerajaan Islam di berbagai

9
Susmihara. "Pendidikan Islam Masa Kerajaan Islam di Nusantara." Jurnal Rihlah, Vol. 06, No.
01/2018, halaman 24
wilayah di Indonesia:
1. Pendidikan Islam di Kerajaan Sumatera
Pendidikan Islam di Kerajaan Sumatera telah berlangsung sejak lama,
terbukti dengan adanya kerajaan Perlak sebagai salah satu kerajaan tertua
di Sumatera. Sultan Mahdun Alauddin Muhammad Amin, yang
memerintah pada abad ke-13, adalah salah satu contoh pemimpin yang
berperan dalam pendidikan Islam. Ia mendirikan semacam perguruan
tinggi Islam dan majlis ta'lim tinggi, di mana kitab-kitab agama tinggi
seperti al-Umm karangan Imam Syafi'i diajarkan.
Dengan adanya lembaga-lembaga pendidikan Islam seperti meunasah,
rangkang, dayah, dan pengajian di surau dan masjid, pendidikan Islam
berkembang pesat di wilayah Kerajaan Perlak. Proses ini penting dalam
penyebaran agama Islam di wilayah tersebut.
Kerajaan Samudra Pasai di Aceh juga berperan dalam pendidikan Islam
pada abad ke-14. Ibnu Batutah, seorang pengembara terkenal dari Maroko,
mengunjungi Samudra Pasai dan mencatat bahwa Islam telah disebarkan
di sana selama hampir satu abad. Kerajaan ini menjadi pusat studi agama
Islam dan tempat pertemuan ulama-ulama dari berbagai negeri Islam
untuk berdiskusi tentang masalah agama dan dunia.
Kerajaan Aceh Darussalam juga memainkan peran penting dalam
pendidikan Islam. Berdasarkan Qānūn Meukuta Ălam, kerajaan ini
memiliki tiga lembaga yang berperan dalam masalah pendidikan dan ilmu
pengetahuan, seperti Balai Setia Hukama, Balai Setia Ulama, dan Balai
Jamaah Himpunan Ulama. Ini menunjukkan komitmen kerajaan dalam
memajukan pendidikan Islam.
2. Pendidikan Islam di Kerajaan Jawa
Dengan berdirinya Kerajaan Islam Demak, pendidikan dan pengajaran
Islam di Jawa semakin berkembang. Proses pendidikan Islam di Demak
mirip dengan yang terjadi di Aceh, dengan pembangunan masjid sebagai
pusat pendidikan. Di sini, Sunan-Sunan menjadi pusat pendidikan dan
pengajaran agama Islam.
Pada saat pemerintahan Sultan Agung di Mataram, terjadi perubahan
dalam bidang pendidikan Islam. Pendidikan Islam dibagi menjadi
beberapa tingkatan, dan pesantren berkembang pesat. Ada tingkatan
pengajian al-Qur'an, pengajian kitab, pesantren besar, dan pondok
pesantren tingkat keahlian (takhassus). Semua ini berkontribusi pada
peningkatan pendidikan Islam di Jawa.
1. Pendidikan Islam di Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku
Kerajaan Islam Banjar di Kalimantan berperan dalam pendidikan Islam.
Syekh Muhammad Arsyad al-Banjary mendirikan pondok pesantren dan
menjadi Musytasyar kerajaan. Di sini, para santri belajar kitab-kitab
agama, dan Syekh Muhammad Arsyad al-Banjary banyak mengarang
kitab-kitab agama.
Di Sulawesi Selatan, kerajaan-kerajaan seperti Gowa dan Bone juga
memainkan peran penting dalam pendidikan Islam. Raja-raja mereka
memperluas masjid, mendatangkan ulama, dan mendorong rakyat untuk
melaksanakan salat berjamaah.
Meskipun perkembangan Islam di Ternate, Maluku, berlangsung lambat
dan menghadapi tantangan, kerajaan Ternate tetap memberikan kontribusi
terhadap pendidikan Islam di daerah ini.
Lembaga-lembaga Pendidikan Islam di Indonesia
Indonesia memiliki sejarah panjang dalam pendidikan Islam yang
mencakup berbagai lembaga, mulai dari masjid dan langgar hingga pesantren. Ini
adalah perjalanan yang menarik yang mencerminkan pengaruh budaya dan agama
yang beragam di Indonesia.
1. Masjid dan Langgar
Masjid adalah tempat ibadah dalam Islam, yang digunakan untuk
menjalankan shalat lima waktu sehari semalam, serta shalat Jumat dan
perayaan Idul Fitri serta Idul Adha. Di samping masjid, ada langgar yang
lebih kecil dan hanya digunakan untuk shalat lima waktu sehari semalam.
Pengajaran Islam di tempat ini melibatkan anak-anak dan orang dewasa.
Anak-anak diajarkan dasar-dasar agama, termasuk tilawah Al-Qur'an dan
tata cara shalat. Pengajian dewasa melibatkan penyebarluasan ajaran Islam
tentang akidah, ibadah, dan akhlak oleh mubaligh.
2. Meunasah, Rangkang, dan Dayah
Meunasah, kata yang berasal dari Arab. madrasah, merupakan lembaga
pendidikan Islam pertama di Kesultanan Pasai. Setiap dusun di Kesultanan
Pasai memiliki meunasah yang diatur oleh seorang Imum Meunasah.
Imum Meunasah memainkan peran penting dalam pengajaran agama
Islam, termasuk mengajar anak membaca Al-Qur'an, menjadi imam shalat,
mengurus jenazah, dan memimpin doa selama perayaan lokal. Selain
Meunasah, ada juga rangkang dan dayah, lembaga pendidikan Islam lain
yang memberikan pengajaran tentang ajaran Islam.
3. Surau
Kata surau awalnya digunakan sebagai tempat ibadah umat Hindu-Buddha
sebelum berubah menjadi pusat ajaran Islam. Surau berdiri di
Minangkabau pada tahun 1356 Masehi. Setelah pengaruh agama Hindu-
Buddha meredup, surau diislamkan dan menjadi pusat aktivitas umat
Islam. Ini mencerminkan proses akulturasi budaya ke dalam Islam. Istilah
"surau" sekarang digunakan untuk menyebut tempat ibadah umat Islam
dan lembaga pendidikan di Minangkabau. Salah satu tokoh terkenal dalam
penyebaran Islam melalui surau adalah Syekh Burhanuddin.
4. Pesantren
Pesantren adalah lembaga pendidikan Islam yang diorganisir secara lebih
formal. Kata "santri" berasal dari pesantren dan mengacu pada orang yang
mempelajari agama Islam. Pesantren merupakan pusat pembelajaran
agama Islam, moral, dan budaya. Mereka telah menjadi salah satu bentuk
penting dari pendidikan Islam di Indonesia. Beberapa meyakini bahwa
pesantren muncul sejak Islam pertama kali masuk ke Indonesia, terutama
di Pulau Jawa, dan telah berakar dalam budaya pendidikan sejak dulu.
Sejarah pendidikan pesantren dapat melihat pengaruh model pendidikan
Jawa kuno seperti pawiyatan, yang ada sebelum kedatangan Islam. Model
ini diadopsi dan diubah menjadi model pendidikan Islam di pesantren.
Pesantren adalah cermin dari kemauan umat Islam Indonesia untuk
menjalani kehidupan beradab dan bebas penjajahan. Maulana Malik
Ibrahim adalah salah satu tokoh yang dianggap sebagai orang pertama
yang mendirikan pesantren.10
Dengan lembaga-lembaga pendidikan seperti masjid, langgar, meunasah, surau,
dan pesantren, Indonesia memiliki tradisi pendidikan Islam yang kaya dan
beragam. Ini mencerminkan perpaduan budaya dan agama yang memengaruhi
perkembangan Islam di negara ini.
Sifat-Sifat Pendidikan Islam Pada Masa Kerajaan Islam Di Indonesia
Pada masa Kerajaan Islam di Indonesia, pendidikan Islam memiliki beberapa sifat
utama, di antaranya:
1. Bersifat Teistis (Berdasarkan Tauhid)
Pendidikan Islam pada masa Kerajaan Islam berlandaskan tauhid atau keesaan
Allah SWT. Semua ilmu pengetahuan yang dipelajari bertujuan untuk
mendekatkan diri kepada Allah. Ini terlihat dari materi-materi pendidikan yang
berkaitan dengan akidah, syariah, dan akhlak Islamiyyah. Misalnya, di Kerajaan
Banjar banyak diajarkan kitab-kitab tasawuf seperti Ad-Darun Nafis karya Syekh
Muhammad Nafis al-Banjary yang berisi tentang keesaan Allah.
2. Menyeluruh (Kaffah)
Pendidikan Islam mencakup pengembangan seluruh potensi manusia, yaitu
jasmani, rohani, akal, dan hati. Materi yang diajarkan meliputi ilmu-ilmu agama,
sains, seni, dan keterampilan. Misalnya, di Kerajaan Aceh Darussalam diajarkan
ilmu agama, bahasa Arab, ilmu bumi, sejarah, berhitung, akhlak, fiqh, dan
lainnya. Tujuannya membentuk pribadi muslim yang utuh.
3. Seimbang
Pendidikan Islam berupaya menciptakan keseimbangan yang harmonis antara
hubungan manusia dengan Allah, dengan dirinya sendiri, sesama manusia, dan
alam semesta. Penekanannya adalah pada keseimbangan dunia dan akhirat. Ini
tercermin dari kurikulum di Kerajaan Mataram yang menggabungkan unsur

10
Awalia, Rubi. "Perkembangan Pendidikan Islam Masa Awal di Jawa, Lembaga & Tokohnya."
ADIBA: JOURNAL OF EDUCATION, Vol. 3, No. 1, Januari 2023, halaman 37-38
budaya Hindu-Jawa dengan Islam.
4. Dinamis
Pendidikan Islam bersifat dinamis dan fleksibel, dapat beradaptasi dengan
perkembangan zaman tanpa meninggalkan nilai-nilai dasar ajaran Islam. Misalnya
dengan mengadopsi ilmu pengetahuan dari peradaban lain yang tidak
bertentangan dengan Islam. Seperti yang dilakukan Kerajaan Aceh Darussalam.
5. Moderat
Pendidikan Islam mengambil jalan tengah, tidak ekstrem kanan atau kiri.
Mendorong umat Islam untuk memiliki pemikiran moderat dan toleran terhadap
perbedaan. Hal ini nampak dari sikap raja-raja Islam yang terbuka terhadap
budaya lokal.
6. Berkesinambungan
Proses pendidikan Islam berlangsung secara terus menerus sepanjang hayat,
dimulai sejak usia dini hingga akhir hayat. Melalui lembaga-lembaga pendidikan
seperti keluarga, masjid, surau, pesantren, dan madrasah.
7. Menekankan Amal dan Akhlak
Pendidikan Islam sangat mengedepankan implementasi ilmu dalam amal dan
akhlak, bukan sekedar teori. Pengamalan ilmu lebih diutamakan daripada retorika
ilmu itu sendiri. Ini terlihat dari kurikulum di Kerajaan Banjarmasin yang banyak
mengajarkan tasawuf.
B. PENUTUP
Pendidikan Islam sudah ada dan berkembang sejak masa kerajaan-kerajaan
Islam pertama di Indonesia seperti Samudera Pasai, Perlak, Demak, dan
lainnya. Lembaga-lembaga pendidikan yang berkembang pada masa itu
antara lain masjid, surau, langgar, meunasah, rangkang, dayah, dan pesantren.
Materi pendidikan mencakup ilmu-ilmu agama, bahasa Arab, akhlak, sejarah
Islam, ilmu kalam, tasawuf, fiqh, faraidh, tafsir, hadis, dan mantiq.
Pendidikan Islam bersifat teistis, menyeluruh, seimbang, dinamis, moderat,
berkesinambungan, dan menekankan implementasi ilmu dalam amal dan
akhlak. Perkembangan pendidikan Islam mendorong penyebaran agama Islam
serta tumbuhnya ilmu pengetahuan di berbagai kerajaan Islam Nusantara.
Para ulama dan cendekiawan Muslim seperti Hamzah Fansuri dan Nuruddin
Ar-Raniry berperan penting dalam hal ini.
DAFTAR PERPUSTAKAAN

Hasbullah. 1995. Sejarah pendidikan Islam di Indonesia: lintasan sejarah


pertumbuhan dan perkembangan (Ed. 1, Cet. 1). Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Niswah, Choirun, M.Ag. "Sejarah Pendidikan Islam." Noer Fikri Offset, 2022.

Susmihara. "Pendidikan Islam Masa Kerajaan Islam di Nusantara." Jurnal Rihlah,


Vol. 06, No. 01/2018, halaman 20

Awalia, Rubi. "Perkembangan Pendidikan Islam Masa Awal di Jawa, Lembaga &
Tokohnya." ADIBA: JOURNAL OF EDUCATION, Vol. 3, No. 1, Januari 2023,
halaman 37-38

Anda mungkin juga menyukai