How to Cite: Winda Kustiawan, Tifani Liusnimun, & Nurul Hidayat. (2022). Komunikator Utama
dalam Politik, Komunikator Politik dan Kepemimpinan Politik. J-KIs: Jurnal Komunikasi Islam, 3(1),
13-22. https://doi.org/10.53429/j-kis.v3i1.421
PENDAHULUAN
Sering kali kita mendengar kata komunikator politik atau lebih familiar
ditelinga kita yaitu politikus. Bahkan tak jarang kita menganggap bahwa
komunikator politik (politikus) yaitu mereka yang berkecimpung dalam dunia
politik saja. Komunikasi politik bukan hanya untuk mereka yang menyandang nama
besar atau yang berkedudukan dikursi pemerintahan, tetapi kita semua termasuk
komunikator politik mulai dari keluhan ibu rumah tangga akan kenaikan harga
cabai, obrolan mahasiswa diruang kelas sampai kebijakan presiden untuk
pemerintahan. Tapi bagaimanapun juga masing-masing mempunyai wilayah dan
porsinya sebagaimana profesi dan kedudukan kita dimasyarakat.
Komunikator politik merupakan unsur terpenting dalam komunikasi politik,
karena proses pesan untuk sampai kepada khalayak tentu melalui komunikator
politik. Pada dasarnya yang melalukan komunikator politik yang relatif banyak
adalah mereka yang memiliki nama besar atau seorang pemimpin. Dalam hal ini,
tentu tidak luput dari yang namanya kepemimpinan politik. Dimana kepemimpinan
politik dituntut untuk mempertahankan kinerja politiknya dengan baik, hingga
mampu memunculkan dukungan-dukungan yang signifikan serta mampu mengelola
politik dengan baik dan efektif. Disamping itu juga dituntut untuk mampu
bersosialisasi dan berkomunikasi dengan beragam topik. Tentu seorang pemimpin
politik harus paham benar tentang etika politik sehingga prosesnya berjalan dengan
baik sehingga mencapai tujuan yang diharapkan.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah
metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif.
Basir (2014) menyimpulkan bahwa fokus dari penelitian kualitatif adalah
ada pada prosesnya dan pemaknaan hasilnya. Perhatian penelitian kulitatif lebih
tertuju pada elemen manusia, objek, dan institusi, serta hubungan atau interaksi di
anatara elemen-elemen tersebut, dalam upaya memaami sesuatu peristiwa, perilaku,
atau fenomena (Mohmmad, Abdul Majid & Amad, 2010).
Sementara menurut McCusker,K., & Gunaydin, S. (2015), pemilihan
penggunaan metode kualitatif dalam hal tujuan penelitiannya adalah untuk
memahami bagaimana suatu komunitas atau individu-individu dalam menerima isu
tertentu. Maka dalam hal ini, peneliti memilih menggunakan metode kualitatif untuk
memastikan kualitas dari proses penelitiannya yang akan diinterpretasi data yang
telah terkumpulkan.
1
Thomas Tokan Pureklolon., Komunikasi Politik Mempertahankan Integritas Akademisi,
Politikus, dan Negarawan. (Jakarta: PT Gramedia, 2016), hal. 5.
yang mungkin mereka memiliki profesi seperti pengusaha, tukang es dawet, pegawai
atau mahasiswa.
Menurut buku komunikasi politik karya Dan Nimmo (2001), ternyata kita
semua termasuk komunikator politik, mulai dari suara kekhawatiran perempuan
akan kasus pelecehan seksual, obrolan mahasiswa diruang kelas maupaun ruang
organisasi, sampai seorang presiden yang membuat kebijakan publik. Komunikator
politik tidak hanya disandang oleh mereka yang memiliki nama besar atau duduk
dikursi pemerintahan, namun mereka yang tidak memiliki nama atau rakyat biasa
juga disebut sebagai komunikator politik. Akan tetapi, setiap dari kita yang termasuk
kedalam komunikator politik memiliki wilayah dan kapasitasnya masing-masing
sebagaimana profesi dan peran kita didalam masyarakat. Jadi sekalipun kita semua
termasuk komunikator politik namun yang melakukan secara tetap relatif sedikit,
tetapi tetap saja para komunikator politik ini memainkan peran sosial yang utama,
terutama dalam proses opini publik.
Para komunikator poliitk yang diklasifikasikan menjadi politikus,
professional dan aktivis merupakan kombinasi dari beberapa unsure profesi dengan
latar belakang yang berbeda dan bahan bakunya dari masyarakat itu sendiri. Hal ini
bisa kita lihat bagaimana latar belakang para politikus yang tercermin dari gaya
kepemimpinan, gaya komunikasi dan orientasi kerjanya. Soekarno dengan latar
belakang akademis yang bergelar insinyur dan pernah ikut militer (tentara PETA),
sebagai oratur ulung tentu kemampuan bicaranya tidak perlu diragukan lagi.
Terbukti disetiap isi pidatonya mampu mengkobarkan massa, begitu pula SBY yang
memiliki latar belakang dengan perpaduan anatara militer dan akademisi yang
menyandang gelar Doktor. Soeharto murni latar belakangnya militer, terlihat dari
penerapan pemerintahan yang didominasi dengan kemiliteran. Habibie merupakan
seorang sipil dan ilmuan yang teknorat. Bahkan ada seorang pemimpin dari
kalangan ulama yaitu Gus Dur dan juga terwakilkan dari Megawati atas perempuan
perihal hal demikian. Lalu, ada yang dari latar belakang pedagang yaitu Jokowi.
Pada akhirnya beragam profesi melebur kedalam kerangka kerja politikus yang
mengharuskan memikirkan terhadap masalah kenegaraan hingga kerakyatan secara
menyeluruh.
Ada beberapa komponen yang menjadi acuan untuk keefektifan
komunikator politik, yaitu;2
1. Kredibilitas
Maknanya disini, komunikator politiknya dipandang sejauh mana
keahlian dan dapat dipercaya dari pesan yang disampaikan. Keahlian disini
diartikan sebagai tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh para komuniaktor
2
Zaenal Mukarom, Komunikasi Politik (Bandung: CV Pustaka Setia 2016), hal. 66-67.
3
Muhammad Qadaruddin, Kepemimpinan Politik Perspektif Komunikasi (Yogyakarta:
Deepublish 2016), hal. 7.
DAFTAR PUSTAKA
Shahreza, M. (2017). Komunikator Politik Berdasarkan Teori Generasi. Journal of
communication (Nyimak) , I (1), 33-48.
Susanto, E. H. (2013). Dinamika komunikasi politik dalam pemilihan umum. Jurnal
Kajian Komunikasi, 1(2), 163-172.
Alfian, M Alfan. (2016). Wawasan Kepemimpinan Politik. Bekasi: PT. Penjuru Ilmu
Sejati.
Alfian, M Alfan. (2009). Menjadi Pemimpin Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Qadaruddin, M. (2016). Kepemimpinan Politik Perspektif Komunikasi. Deepublish.