Anda di halaman 1dari 18

Fisiografi lingkungan Pendahuluan 1

BAB I.
DASAR FISIOGRAFI LINGKUNGAN

1.1 Pendahuluan
Permasalahan lingkungan atau lebih tepatnya permasalahan lingkungan hidup, cenderung
meningkat dari waktu ke waktu, baik jenis, besaran, intensitas maupun luasannya. Kecenderungan
tersebut tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi hampir terjadi di banyak negara di Bumi ini.
Permasalahan lingkungan hidup yang cenderung meningkat banyak penyebabnya, selain disebabkan
oleh jumlah penduduk, dengan tuntutan kebutuhan akan sumberdaya alamnya yang sangat tinggi,
juga diakibatkan oleh keterbatasan Bumi dalam menyediakan sumberdaya alam dan rawan terhadap
bahaya (bencana). Bencana alam merupakan salah satu faktor penyebab peningkatan masalah
lingkungan yang sangat jelas.
Peningkatan kejadian permasalahan lingkungan hidup yang disebabkan oleh bencana alam dapat
terjadi di banyak Negara di Dunia , termasuk di Indonesia. Contoh peningkatan permasalahan
lingkungan hidup akibat bencana alam yang memerlukan banyak biaya untuk menanggulanginya
adalah yang terjadi di Amerika Serikat dan Jepang.. Amerika Serikat dalam periode 1950-1999
mengalami bencana alam dalam skala besar dan semakin meningkat, termasuk dana yang diperlukan
untuk penanggulangan, yang datanya adalah sebagai berikut:
1) tahun 1950-1959 jumlah kejadian 20x, kerugian $42,2 milyard;
2) tahun 1960-1969 jumlah kejadian 27x, kerugian $75,7 milyard;
3) tahun 1970-1979 jumlah kejadian 47x, kerugian $136,1 milyard;
4) tahun 1980-1989 jumlah kejadian 63x, kerugian $211,3 milyard;
5) tahun 1990-1999 jumlah kejadian 89x, kerugian $652,3 milyard (Abbot, 2004).
Kejadian bencana tahun 2012 akibat Badai Sandy yang terjadi Negara Bagian New Yersey dan
New York memperoleh dana penanggulangan sebesar $60 milyard atau setara dengan 517 triliun
rupiah. Dana tersebut hanya untuk satu jenis bencana saja, pada hal di Amerika Serikat hampir semua
jenis bencana ada. Jepang pada awal tahun 1960 an pada saat bencana banjir sering terjadi,
mengalokasikan dana untuk penanggulangan bencana banjir saja sebesar 6,7 % APBN Jepang. Dalam
tahun-tahun normal dalam arti tidak terjadi kondisi kritis setiap tahun Jepang mengalokasikan dana
untuk penanggulangan berbgai bencana sebesar kurang lebih 5% dari APBNnya.
(www//marjukialie.com/show/subid2). Alokasi dana untuk penanggulangan bencana di Indonesia
baru 0,38% dari APBD masih sangat jauh dibandingkan dengan Amerika Serikat dan Jepang, pada
hal jenis dan frekuensi bencana juga banyak.

1
Fisiografi lingkungan Pendahuluan 2

Kecenderungan serupa juga terjadi di Indonesia. Kejadian bencana alam utama di Indonesia yang
tercatat mulai dari 1815 hingga 2011, jenis, jumlah dan korban jiwa menurut BNPB (2011) adalah
sebagai berikut:
1) gempa bumi jumlah kejadian 247x, jumlah korban 15.527 jiwa;
2) gempa bumi dan tsunami jumlah kejadian 8x, jumlah korban 129.508 jiwa;
3) letusan gunungapi, jumlah kejadian 102x, jumlah korban 78.208 jiwa;
4) longsor, jumlah kejadian 871x, jumlah korban 1.286 jiwa;
5) banjir, jumlah kejadian 2499, jumlah korban 17.982 jiwa.
Bencana gempa bumi dan tsunami yang terjadi di Aceh tanggal 26 Desember 2004 dengan
korban 126.000 jiwa, dan merusak semua fasilitas publik dan lingkungan. Kemudian bencana gempa
bumi di DIY dan Jawa Tengah yang dikenal dengan Gempa Bantul pada tahun 2006, korbannya
mencapai 4.811 jiwa; yang kejadiannya bersamaan dengan letusan Gunungapi Merapi. Korban
letusan Gunungapi Merapi tahun 2006 jiwa 2 orang relawan yang terperangkap dalam bunker..
Letusan Gunungapi Merapi yang lebih dahsyat terjadi lagi pada tanggal 26 Oktober 2010, yang
memakan korban lebih kurang 198 jiwa dan pengungsi sejumlah 303.233 jiwa. Letusan Merapi tahun
2010 tersebut diperkirakan yang terbesar dalam kurun 100 tahun terakhir. Selain bencana primer
akibat letusan Merapi, bencana sekunder yang berupa aliran lahar dingin atau lahar hujan dapat
menimbulkan korban, kerugian harta benda dan kerusakan lingkungan.
Bencana gempa bumi, tsunami dan letusan gunungapi dan bencana alam yang lain, seperti banjir,
kekeringan dan longsor dapat menyebabkan kerusakan lingkungan hidup manusia. Bencana longsor
dan banjir yang banyak dan sering terjadi dengan banyak korban, bukan semata-mata akibat alam,
tetapi pengaruh manusia sangat dominan. Kejadian bencana alam itu tidak merata, ada daerah yang
mempunyai kerawanan terhadap gempa bumi tinggi, ada daerah yang tidak pernah terkena gempa
tetapi sering terkena banjir dan longsor. Pertanyaan yang mungkin timbul adalah mengapa kejadian
bencana alam itu tidak merata. Jawaban terhadap pertanyaan tersebut harus menggunakan dasar ilmu
pengetahuan kebumian, agar jawabannya dapat dipertangungjawabkan. Salah satu bidang ilmu
kebumian yang dapat menjelaskan ketidak merataan bencana alam tersebut adalah fisiografi
lingkungan, yang menjadi judul dari buku ini. Apakah yang dimaksud dengan fisiografi lingkungan,
berikut ini akan dikupas pengertiannya.
Setiap mempelajari suatu ilmu pengetahuan, secara utuh atau cabang-cabangnya, perlu kejelasan
obyek atau substansi yang dikaji, lingkup kajian dan arti penting atau manfaatnya bagi manusia dan
mahluk hidup lainnya. Obyek atau substansi kajian dapat ditelusuri dari definisi atau batasannya;
lingkup kajian dapat diketahui rincian menurut obyek kajian. Manfaat keilmuannya dapat digali dari
relevansi bidang kajian dengan permasalahan atau kebutuhan masyarakat.

2
Fisiografi lingkungan Pendahuluan 3

Kata kunci dari judul buku “Fisiografi Lingkungan” ini adalah fisiografi dan lingkungan.
Pengertian kata kunci tersebut perlu dijelaskan terlebih dahulu agar pemahaman terhadap uraian
berikutnya dapat gayut dan runtut. Berikut ini diuraikan pengertian kata kunci tersebut berikut
rangkaiannya, meliputi: fisiografi, lingkungan, fisiografi lingkungan; lingkup fisiografi lingkungan
dan arti penting fisiografi lingkungan.

1.2 Pengertian Fisiografi


Secara umum pengertian fisiografi adalah kenampakan atau fenomena fisik dari permukaan
Bumi. Kenampakan fisik dari permukaan Bumi yang nyata dan mudah dikenali adalah konfigurasi
relief, bentuklahan, batuan, struktur, tanah, medan, lahan dan tata air (air di daratan dan di lautan).
Variasi kenampakan permukaan Bumi yang tercakup dalam fisiografi tersebut dapat ditelusuri dari
batasan fisiografi seperti di bawah ini.

1) Fisiografi adalah deskripsi kenampakan atau gejala


alami di permukaan Bumi dan hubungan timbalbaliknya (Monkhouse, 1972).
2) Fisiografi disamaartikan dengan geografi fisik dan di
Amerika lebih terbatas pada kajian geomorfologi khususnya bentuklahan (USGS, 2014).
3) Fisiografi adalah deskripsi bentuklahan atau medan
yang mencakup aspek fisik (abiotik) dari lahan (van Zuidam, 1979).
4) Fisiografi adalah studi mengenai daratan
(geomorfologi), atmosfer (meteorologi-klimatologi) dan laut(an) (Lobeck, 1939).
Empat batasan fisiografi di atas meskipun perumusannya berbeda-beda, namun apabila disimak
kesemuanya terkait dengan kenampakan fisik dari permukaan Bumi. Jika diurutkan dari batasan
pertama hingga ke empat obyek kajiannya adalah: i) kenampakan atau gejala di permukaan bumi, ii).
geografi fisik dan bentuklahan, iii). bentuklahan, medan, aspek fisik dari lahan, dan iv). daratan,
atmosfer dan laut(an), yang kesemuanya adalah kenampakan fisik dari permukaan Bumi.
Uraian tersebut menunjukkan bahwa fisiografi mempunyai makna kebendaan atau substansi dan
makna keilmuan. Makna kebendaan, fisiografi itu berujud kenampakan fisik dari permukaan Bumi,
antara lain terdiri dari: lahan, tanah, batuan, air dan udara. Makna keilmuan fisiografi seperti
terumuskan dalam empat definisi tersebut di atas; makna kebendaan dan keilmuan juga terjadi pada
disiplin lain yang terkait seperti geologi dan geomorfologi. Geologi dan geomorfologi jelas
merupakan bagian dari disiplin ilmu kebumian, selain itu juga bermakna kebendaan, material atau
substansi. Hal tersebut dapat dilihat pada karangan hasil penelitian atau monografi daerah yang
mencantumkan sub-bab geologi dan atau geomorfologi. Isi dari sub-bab tersebut adalah uraian

3
Fisiografi lingkungan Pendahuluan 4

tentang karakteristik benda yang terdapat di daerah yang dikaji, seperti batuan, mineral, struktur,
stratigrafi dari sisi geologinya, sedang dari sisi geomorfologinya berisi uraian bentuklahan, relief,
material penyusun dan proses geomorfiknya.

1.3 Lingkup Fisiografi


Dalam khasanah ilmu pengetahuan kebumian, fisiografi termasuk ke dalam geografi fisik dan
geomorfologi, seperti batasan yang berlaku di Amerika Serikat. Ditinjau dari lokasi obyek yang
dikaji, fisiografi mempelajari obyek yang ada di daratan, di atmosfer dan di laut(an), seperti
diformulasikan oleh Lobeck (1939). Obyek kajian fisiografi berdasarkan lokasinya tersebut secara
berturutan dipelajari oleh geomorfologi, meteorologi-klimatologi dan oseanografi. Dengan demikian
cakupan fisiografi itu tidak lain adalah kajian mengenai geomorfologi, meteorologi-klimatologi dan
oseanografi. Obyek kajian fisiografi dan keterkaitannya dengan komponen lingkungan yang lain
ditunjukkan pada Gambar 1 dan Gambar 2.

Gambar 1. Ruang lingkup obyek kajian fisiografi (Lobeck, 1939)


Menurut kenyataan, kenampakan fisik di permukaan Bumi selain yang telah disebutkan di atas
terdapat komponen perairan yang terdapat di darat. Komponen perairan di darat yang berujud air
permukaan (sungai, danau, rawa) dan airtanah merupakan hasil interaksi antara komponen
geomorfologi, klimatologi dan geologi. Meskipun komponen air tidak tercantum dalam Gambar 1 dan
Gambar 2, dalam buku ini hal-ihwal tata air juga diuraikan, karena merupakan bagian penting bagi
kajian ilmu lingkungan dan merupakan sumberdaya alam yang vital bagi kehidupan di permukaan
Bumi.
Berdasarkan Gambar 2 lingkup fisiografi itu meliputi geomorfologi, meteorologi-klimatologi dan
oseanografi; sedangkan geomorfologi itu sendiri memerlukan dukungan geologi. Ruang lingkup
fisiografi tersebut dapat juga ditelusuri dari pendapat Summerfield (1991) yang menyatakan bahwa
permukaan Bumi itu merupakan bidangtemu (interface) antara atmosfer, litosfer, hidrosfer dan
biosfer. Fisiografi yang merupakan kenampakan fisik pada permukaan Bumi, untuk mengkajinya

4
Fisiografi lingkungan Pendahuluan 5

perlu dukungan ilmu pengetahuan lain.yakni klimatologi, geomorfologi, geologi, hidrologi dan
oseanografi. Dan dalam mempelajari geomorfologi memerlukan masukan dari komponen geologi,
seperti petrografi, stratigrafi dan struktur geologi, serta unsur meteorologi-klimatologi.

Gambar 2. Kedudukan dan kaitan fisiografi dengan ilmu kebumian lain (Lobeck, 1939)

Lingkup fisiografi dapat juga ditelusuri dari hasil publikasi terdahulu seperti yang ditulis oleh
Pannekoek dengan judul “ Outline of the Geomorphology of Java” (1949) dan Bemmelen dengan
judul “ The Geology of Indonesia Vol. I. General Geology Indonesia and Adjacent Archipelagoes
(1970).Pannekoek (1949) dalam menguraikan Geomorfologi Pulau Jawa tidak mencantumkan satuan
geomorfologinya, tetapi menekankan pada satuan fisiografinya, dan tidak dilengkapi dengan peta
geomorfologi, dan yang disertakan adalah Peta Sket Fisiografi Pulau Jawa. Legenda yang tercantum
dalam Peta Sket Fisiografi tersebut adalah zona lipatan dengan variasi ketinggian dan tingkat
pengikisannya, seperti zona lipatan, zona lipatan rendah, zona plato selatan, zona plato rendah dan
terkikis kuat; selain itu juga terdapat kenampakan permukaan dengan relief tertentu misalnya gawir,
gunungapi muda dan kipas alluvial. Berdasarkan legenda Peta Sket Fisiografi tersebut dapat
ditegaskan bahwa lingkup fisiografi itu meliputi: bentuklahan, relief, lembah, struktur geologi dan
tingkat pengikisan (Gambar 3). Peta Sket Fisiografi Pulau Jawa pada Gambar 3 hanya menampilkan
bagian timur dari Jawa Timur dengan tujuan untuk menampilkan judul bahwa peta tersebut tentang
fisiografi dan legendanya tentang kenampakan permukaan, konfigurasi, bentuklahan dan tingkat
pengikisan. Menurut Pannekoek Pulau Jawa dapat dibedakan menjadi tiga zona fisiografi, yaitu zona

5
Fisiografi lingkungan Pendahuluan 6

selatan (plato), zona tengah (vulkanik) dan zona utara (lipatan). Pembagian zona fisiografi Pulau
Jawa

Gambar 3. Peta Sket Fisiografi bagian timur Jawa Timur (Pannekoek, 1949)

yang paling ideal adalah di Jawa Timur, sedang di Jawa Tengah dan Jawa Barat terjadi
penyimpangan.. Secara garis besar zona fisiografi Pulau Jawa berpola kurang lebih paralel arah timur-
barat. Pola zona fisiografi P. Jawa yang parallel arah timur-barat tersebut juga dibuat oleh Bemmelen
yang tercantum pada bukunya yang berjudul” The Geology of Indonesia. Bemmelen (1970) dalam
menguraikan fisiografi Indonesia untuk membedakan satuan fisiografi regional Indonesia
mendasarkan pada kenampakan relief utama. Satuan fisiografi yang dimaksud adalah jalur
pegunungan (sistem Pegunungan Sunda) dan jalur yang tenggelam (Dangkalan Sunda di bagian
barat dan Dangkalan Sahul di bagian timur). Bicara tentang dangkalan pasti terkait dengan perairan
laut yang dikaji dalam oseanografi. Dalam menguraikan fisiografi Pulau Jawa Bemmelen membagi
menjadi 7 satuan fisiografi, seperti pada Gambar 4. Pembagian satuan fisiografi P. Jawa yang
digunakan oleh Bemmelen tersebut, menggunakan dasar pada bentuklahan, relief, dan struktur
geologi. Satuan fisiografi yang dimaksud adalah: gunungapi kwater, dataran alluvial Jawa Utara,
antiklinorium Rembang-Madura, antiklinorium Bogor, Serayu Utara dan Kendeng, kubah dan igir di
zona tengah P.Jawa, depresi tengah Jawa dan zona Randublatung, dan Pegunungan Selatan.

6
Fisiografi lingkungan Pendahuluan 7

Legenda:
1. Gunungapi Kuarter
2. Dataran aluvial Jawa utara
3. Antiklinorium Rembang-Madura
4. Antiklinorium Bogor, Serayu Utara dan Kedeng
5. Kubah dan igir di zona Depresi Tengah
6. Zona depresi tengah P. Jawa dan Zona Randublatung
7. Pegunungan Selatan.
Gambar 4. Peta Sket Fisiografi P. Jawa (Bemmelen, 1970)

Uraian fisiografi yang ditulis oleh Pannekoek dan Bemmelen tersebut dapat digunakan untuk
menegaskan bahwa lingkup fisiografi adalah: bentuklahan, relief, struktur geologi, dan tingkat
pengikisan. Tingkat pengikisan tentu sangat terkait dengan sumber tenaga penyebabnya, yaitu suhu
udara dan curah hujan. Suhu dan curah hujan merupakan komponen iklim. Sejalan dengan uraian di
atas maka fisiografi merupakan perpaduan dari aspek fisik bentanglahan yang terdiri: geomorfologi,
meteorologi, klimatologi, hidrologi, oseanografi dan geologi. Jika batasan fisiografi yang digunakan
berdasarkan USGS (2014) bahwa fisiografi di Amerika Serikat disama-artikan dengan geografi fisik,
yang menurut Hanel dan M. Newson (1973) cakupan geografi fisik itu mencakup meteorologi,
klimatologi, hidrologi, ekologi dan geomorfologi, maka cakupan fisiografi tidak lain adalah
kenampakan atau fenomena fisik termasuk aspek ekologi.
Guna mempertegas pernyataan bahwa fisiografi di Amerika Serikat disama-artikan dengan
geografi fisik dan lebih khusus sama dengan geomorfologi berikut dikutipkan uraian fisiografi dari
Kentucky, Amerika Serikat sebagai berikut, disertai dengan diagram pada Gambar 5.
” Secara umum fisiografi Kentucky terdiri dari serangkaian plato yang terkikis dan dataran
bergelombang landai yang terpisahkan oleh beberapa tebing terjal. Hampir semua daerahnya
bercirikan bentuklahan erosional pada lapisan batuan elastik Paleosoik atau batuan karbonat

7
Fisiografi lingkungan Pendahuluan 8

yang miring landai. Topografi karst dan material hasil pelapukan batuan gamping yang
bervariasi tebalnya menjadi penciri dari daerah Inner Bluegrass dan Plato Mississipi.
Pengikisan yang dalam dari pola aliran dendritik dan lereng pegunungan yang tertutup
koluvium merupakan kenampakan umum pada sekuensi batuan elastik dari Plato Cumberland
dan daerah Western Coal Field Kentucky bagian ujung barat (di Teluk Mississippi dari Dataran
Pantai Gulf) merupakan dataran terkikis yang rendah tertutup oleh pasir dan gravel Mesosikdan
Cenosoik. Daerah tersebut dikenal dengan Jackson Purchase” (http://pubs.usgs. gov/
prof/p1151h/physiography.html)

Gambar.5 Diagram fisiografi dari Kentucky, Amerika Serikat (http://pubs.usgs. gov/


prof/p1151h/physiography.html)

Kutipan uraian fisiografi dari daerah Kentucky tersebut di atas mencakup sebagian
besar aspek geografi fisik utamanya geomorfologi. Uraian geomorfologi pada umumnya
mencakup konfigurasi relief, bentuklahan, material penyusun (termasuk batuan dan
struktur), dan proses geomorfik. Semua aspek dalam uraian geomorfologi dapat disimak
dari uraian fisiografi daerah Kentucky tersebut. Secara rinci aspek konfigurasi permukaan
(relief) dari uraian tersebut tercakup dalam pernyataan atau kata: bergelombang landai yang
terpisahkan oleh beberapa tebing terjal, miring landai, lereng pegunungan, dan dataran terkikis yang
rendah. Aspek bentuklahan tercantum dalam pernyataan/kata: serangkaian plato, dataran
bergelombang, topografi karst, Plato Mississipi, Plato Cumberland, Dataran Pantai, dan dataran
terkikis Perhatikan lettering yang tercantum pada Gambar 5, semua adalah terminologi bentuklahan..
Batuan elastik Paleosoik atau batuan karbonat, batuan gamping, koluvium, pasir dan gravel pasir dan

8
Fisiografi lingkungan Pendahuluan 9

gravel merupakan aspek material penyusun yang sering ditambah aspek struktur dan umur misalnya
lapisan miring landai, Paleosoik dan Mesosoik. Dalam uraian tersebut aspek proses geomorfologi
dinyatakan secara tegas seperti: terkikis, pengikisan yang dalam, erosional, pelapukan, dan dataran
terkikis.
Tiga contoh ilustrasi fisiografi dari: Jawa Timur oleh Pannekoek (1949), Pulau Jawa oleh
Bemmelen (1970), Kentucky oleh USGS (2012), yang secara berturutan disertai dengan Gambar 3,
Gambar 4 dan Gambar 5, telah memberikan kejelasan tentang pengertian fisiografi. Apabila dalam
laporan hasil penelitian yang mencantumkan sub-bab fisiografi dan masih ada sub-bab tentang
kondisi fisik yang lain, seperti iklim, topografi, geomorfologi, geologi mestinya itu tidak perlu,
karena ganda (double), seharusnya aspek fisik yang lain tersebut sebagai sub-sub dari sub-bab
fisi0grafi. Kecuali uraian sub-bab fisiografi tersebut terbatas pada zona fisiografi saja, kemudian
dilanjutkan dengan uraian rinci kondisi fisik yang lain.

1.4 Pengertian Lingkungan


Kata kunci kedua setelah fisografi dari judul buku” Fisiografi Lingkungan” ini adalah
lingkungan. Lingkungan yang dimaksud disini adalah lingkungan hidup. Menurut UU RI No 32
Tahun 2009 tentang Pengendalian dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, lingkungan hidup adalah
kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan mahluk hidup termasuk di dalamnya manusia
dan perilakunya yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan
manusia serta mahluk hidup lain. Definisi lingkungan hidup tersebut menunjukkan bahwa cakupan
lingkungan hidup itu sangat luas, yang apabila disederhanakan dapat dikelompokkan menjadi tiga
komponen yaitu: abiotik, biotik dan kultur (budaya), yang oleh Djalal Tanjung disebut dengan A,B,C
nya lingkungan hidup (Djalal Tanjung, 2001). Semua benda, daya dan keadaan tergolong kelompok
komponen abiotik; mahluk hidup termasuk di dalamnya manusia termasuk komponen biotik, perilaku
yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia dan
mahluk hidup termasuk komponen budaya.
Pengertian lingkungan hidup dalam kaitannya dengan analisis mengenai dampak lingkungan
adalah segala sesuatu di sekitar suatu obyek yang saling mempengaruhi. Kalau yang dimaksud
lingkungan hidup manusia, maka mempunyai arti segala sesuatu di sekitar manusia dan sistem
hubungan dengan fenomena di selitarnya; kalau yang dimaksud lingkungan alam maka definisinya
menjadi suatu kesatuan areal tertentu dengan segala sesuatu yang berada dalam dan sistem hubungan
satu sama lainnya (Gunarwan Suratmo, 1998). Lebih lanjut Gunarwan Suratmo menjelaskan bahwa
segala sesuatu yang berada dalam suatu lingkungan dapat dibagi menjadi dua, yaitu sumberdaya alam
dan sistem hubungan antara sumberdaya alam tersebut. Lingkungan alam dapat dibagi lagi menjadi:

9
Fisiografi lingkungan Pendahuluan 10

i).lingkungan fisik dan kimia, ii).lingkungan biologi, dan iii).lingkungan manusia yang meliputi
bentuk sosial-ekonomi, sosial budaya.
Lingkungan hidup yang menjadi tempat hidup bagi manusia dan mahluk hidup lain yang
merupakan tempat menggantungkan diri bagi kehidupan dan penghidupannya tidak luput dari
permasalahan lingkungan. Permasalahan lingkungan timbul sebagai akibat faktor alam, faktor
manusia dan atau kombinasinya. Permasalahan lingkungan dewasa ini lebih banyak diakibatkan oleh
pengaruh manusia dalam memanfaatkan sumber daya alam, seperti pemanfaatan sumber daya lahan,
sumber daya air, sumber daya mineral dan energi yang kurang memperhitungkan daya dukung dan
batas kemampuan dan kesesuaiannya. Suryani, dkk. (2006) mengindentikasi bahwa sebagian besar
masalah lingkungan timbul karena sikap dan perilaku hidup manusia sendiri yang tidak diantisipasi
dengan pendekatan preventif. Sering kali suatu masalah seolah-olah mendadak sekali terjadiannya,
pada hal menurut kenyataan dalam mengatasi masalah masalah lingkungan berpegang pada prinsip
sebab-akibat. Masalah lingkungan tentu ada penyebabnya, dan untuk menimbulkan atau
menghasilkan suatu akibat perlu proses yang memerlukan waktu, dengan demikian pendekatan
preventif dapat dijadikan dasar untuk mengurangi masalah lingkungan lebih lanjut. Permasalahan
lingkungan dapat terjadi pada semua komponen lingkungan, dimana dan kapan saja, yang
kesemuanya terletak pada permukaan Bumi yang tidak lain adalah komponen abiotik. Seperti telah
disebutkan di atas kenampakan fisik dari permukaan Bumi tercakup dalam fisiografi. Fisiografi yang
dimaksud dan terkait dengan judul buku ini adalah fisiografi lingkungan. Berikut ini dijelaskan
pengertian tentang fisiografi lingkungan.

1.5 Fisiografi Lingkungan


Istilah fisiografi lingkungan digunakan untuk melingkupi komponen abiotik dari lingkungan
hidup. Uraian sebelumnya menyebutkan bahwa lingkungan hidup termasuk lingkungan alam yang
dapat dibedakan menjadi tiga komponen yaitu abiotik, biotik dan budaya. Komponen abiotik itu
cukup luas cakupannya, meliputi segala ruang dan benda yang bukan mahluk hidup seperti udara,
tanah, batuan, air, bentuklahan dengan segala komponennya. Disamping itu untuk mempelajari
masing-masing komponen abiotik memerlukan disiplin ilmu pengetahuan yang banyak, antara lain:
meteorologi, klimatologi, geomorfologi, geologi, pedologi dan oseanografi, yang masing-masing
disiplin ilmu pengetahuan tersebut mempunyai cabang. Agar tidak tenggelam pada salah satu disiplin
ilmu kebumian dan cabang-cabangnya tersebut, maka dalam mempelajari aspek fisik dari lingkungan
hidup, fisiografi lingkungan sebagai pembingkai untuk mengkaji komponen abiotik dari lingkungan
hidup, dengan demikian dapat ditegaskan bahwa fisiografi lingkungan adalah aspek fisikal dari

10
Fisiografi lingkungan Pendahuluan 11

lingkungan. Kajian fisiografi lingkungan itu obyeknya mencakup aspek fisik yang terletak pada
atmosfer, litosfer, hidrosfer dan juga biosfer. Tidak berlebihan apabila dalam definisi fisiografi seperti
tersebut di atas fisiografi disamakan dengan geografi fisik. Obyek kajian geografi fisik itu adalah
lapisan hidup (Strahler dan Strahler, 2003). Lapisan hidup yang dimaksud adalah area di permukaan
dan dekat permukaan Bumi tempat manusia dan mahluk lainnya hidup untuk melakukan aktifitas
kehidupannya. Area di permukaan dan dekat permukaan berarti berada di bawah dan di atas
permukaan Bumi, baik di darat maupun di laut (an), selama masih masih ada kehidupan. Dengan
demikian cakupan wilayah fisiografi lingkungan adalah wilayah di permukaan dan dekat permukaan
Bumi tempat mahluk hidup melakukan kehidupannya.
Fisiografi lingkungan dapat dijadikan kerangka dalam menerapkan fisiografi untuk mengkaji
lingkungan hidup dan permasalahannya, yang lebih lanjut dapat dijadikan dasar perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup. Ilmu pengetahuan kebumian lain yang aplikasinya untuk perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup antara lain:
(1) Appplied Geomorphology. Geomorphological Surveys for Environmental
Development (Verstappen, 1983)
(2) Environmetal Geology oleh Coates, 1981; Lundgren,1986;
(3) Environmental Geomorphology oleh Panizza, 1996),
(4) Geomorphology in Enviromental Planning oleh Hooke, 1988;
(5) Geomorphology in Environmental Management oleh: Cooke dan Doornkamp,
1990).

1.6 Arti Penting Fisiografi Lingkungan


Fisiografi lingkungan merupakan komponen dari lingkungan hidup yang memfokuskan pada
komponen abiotiknya. Dalam komponen abiotik terkandung sumber daya yang sangat bervariasi
menurut ruang dan waktu, dan bersifat dinamik, dalam arti mudah mengalami perubahan. Komponen
abiotik selain menyediakan sumberdaya alam yang melimpah untuk mendukung kehidupan, juga
menjadi wadah atau tempat tinggal mahluk hidup. Selain itu berfungsi juga sebagai arena bagi
manusia untuk melakukan aktifitas kehidupan dalam melakukan interaksi sosial maupun berinteraksi
dengan alam sekitar.
Sangat layak dan tidak berlebihan apabila dinyatakan bahwa fisiografi lingkungan mempunyai
peran sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia dan mahluk hidup lainnya. Kerusakan
fisiografi lingkungan akan menimbulkan kesulitan bagi kehidupan manusia dalam memperoleh
sumberdaya alam untuk hidup sejahtera dan mencari tempat tinggal yang aman. Arti penting
fisiografi lingkungan perlu dipahami oleh semua anggota masyarakat dalam melakukan kegiatan yang

11
Fisiografi lingkungan Pendahuluan 12

menyangkut komponen fisiografi, terlebih bagi pihak yang mempunyai tugas dan kewenangan dalam
mengelola lingkungan hidup. Dalam dunia pendidikan, khususnya di Program Studi S2 Ilmu
Lingkungan, Sekolah Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada fisiografi lingkungan merupakan mata
kuliah wajib. Perlu diketahui bahwa mahasiswa di Program Studi S2 Ilmu Lingkungan tersebut
berlatar belakang multi disiplin, sehingga para mahasiswa yang berlatar belakang keilmuan bukan
dari ilmu kebumian diharapkan mempunyai pemahaman yang cukup terhadap fisiografi lingkungan,
sehingga para mahasiswa sebagai calon ahli pengelola lingkungan memiliki pengetahuan yang utuh
terhadap lingkungan hidup.
Fisiografi lingkungan dalam kegiatan yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup, menurut UU RI No. 32 Tahun 2009 mempunyai peran dalam hal-hal sebagai
berikut:
1) Perencanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup melalui tahapan, pada butir (1) dan
(2)
(1) inventarisasi lingkungan hidup; untuk memperoleh data dan informasi mengenai
sumber daya alam, hal ini tentu terkait dengan fisiografi lingkungan;
(2) penetapan wilayah ekoregion; dengan mempertimbangkan kesamaan dalam:
karakteristik bentang alam, daerah aliran sungai, iklim; hal–hal tersebut jelas terkait dengan
fisiografi lingkungan;
2) Penyusunan Rencana Pengendalian dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) perhatian yang
terkait dengan fisiografi lingkungan adalah:
(1) keragaman karakter dan fungsi ekologis;
(2) sebaran potensi sumberdaya alam;
(3) memuat rencana tentang pemanfaatan dan atau percadangan sumber daya alam;
(4) pemeliharaan dan perlindungan kualitas dan atau fungsi lingkungan hidup;
(5) pengendalian, pemantauan, serta pendayagunaan dan pelestarian sumber daya alam;
(6) adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim.
3) Pengendalian dan pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup, yang meliputi:
(1) pencegahan,
(2) penanggulangan, dan
(3) pemulihan.
Dalam pencegahan, penanggulangan dan pemulihan harus didasarkan pada karakteristik
komponen lingkungan hidupnya, salah satu adalah fisiografinya.
4) Penentuan kriteria baku kerusakan akibat perubahan iklim didasarkan pada parameter antara lain:
(1) kenaikan temperatur,

12
Fisiografi lingkungan Pendahuluan 13

(2) kenaikan muka air laut,


(3) badai, dan atau
(4) kekeringan.
5) Dalam Amdal, untuk menentukan kriteria usaha dan atau kegiatan yang berdampak penting yang
wajib dilengkapi dalam Amdal yang terkait dengan fisiografi adalah:
(1) pengubahan bentuk lahan dan bentang alam;
(2) eksploitasi sumber daya alam, baik yang terbarukan maupun yang tidak terbarukan.

Arti penting fisiografi lingkungan yang lebih rinci tercantum pada Lampiran Keputusan
Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. 09 Tahun 2000 tentang Pedoman Penyusunan
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup dalam Bab V. Rona Lingkungan Hidup. Data dan
informasi rona lingkungan hidup yang diperlukan dalam penyusunan dokumen Amdal dan terkait
dengan komponen fisik-kimia (abiotik), adalah sebagai berikut.
1) Iklim, kualitas udara dan kebisingan, yang terdiri atas:
(1) komponen iklim yang perlu diketahui antara lain tipe iklim, suhu (minimum, maksimum,
rata-rata), curah hujan, jumlah hari hujan, keadaan angin, dan intensitas matahari;
(2) data periodik bencana, seperti angin ribut, banjir tahunan, dan banjir bandang;
(3) data yang tersedia dari stasiun meteorologi dan geofisika;
(4) pola iklim mikro, pola penyebaran bahan pencemar udara secara umum maupun pada
kondisi cuaca terburuk;
(5) kualitas udara baik pada sumber maupun pada sekitar daerah studi;
(6) sumber kebisingan dan getaran, tingkat kebisingan serta period kejadiannya.
2) Fisiografi
(1) topografi bentuk lahan (morfologi), struktur geologi dan jenis tanah;
(2) indikator lingkungan hidup yang berhubungan dengan stabilitas geologis dan stabilitas
tanah, termasuk tanah longsor, gempa sesar, kegiatan vulkanik;
(3) keunikan, keistimewaan dan kerawanan bentuk lahan dan batuan secara geologis;
3) Hidrologi
(1) karakteristik fisik sungai, danau, rawa;
(2) rata-rata debit dekade, bulanan, tahunan;
(3) kadar sedimen, tingkat erosi;
(4) kondisi fisik daerah resapan air permukaan dan air tanah;
(5) fluktuasi, potensi dan kualitas air tanah;
(6) tingkat penyediaan dan kebutuhan, pemanfaatan air untuk air minum;

13
Fisiografi lingkungan Pendahuluan 14

(7) tingkat penyediaan dan kebutuhan, pemanfaatan air untuk kperluan lainnya;
4) Hidrooseanografi
Pola hidrodinamika kelautan seperti pasang surut, arus, dan gelombang/ombak, morfologi
pantai, abrasi dan akresi serta pola deposisi yang terjadi secara alami di daerah penelitian.
5) Ruang, lahan dan tanah
(1) inventarisasi tata guna lahan dan sumber daya lainnya;
(2) rencana pengembangan wilayah, rencana tata ruang;
(3) kemungkinan adanya konflik atau pembatasan yang timbul anatar rencana tata guna tanah
dan sumbe daya lainnya;
(4) inventarisasi estetika dan keindahan bentang alam serta daerah rekreasi.

Data dan informasi yang diperlukan dalam rona lingkungan penyusunan Amdal
menunjukkan peran penting dari fisiografi lingkungan dalam pengelolaan lingkungan. Tanpa
dukungan data dan informasi fisiografi lingkungan yang lengkap dan akurat, sangat dimungkinkan
analisis dampak lingkungan akibat suatu kegiatan yang terkait dengan sumber daya alam kurang
handal. Buku ini berusaha menyajikan konsep dasar, teori, pendekatan dari fisiografi lingkungan,
sehingga dapat dijadikan pertimbangan dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan untuk
menuju kelestarian fungsi dari lingkungan hidup.

1.7 Sistem Dalam Fisiografi Lingkungan


Komponen lingkungan hidup, yang terdiri dari abiotik, biotik dan budaya, tidak bebas
adanya, tetapi saling terkait satu sama lainnya membentuk satu sistem alami. Sistem alami yang
dimaksud adalah serangkaian obyek atau karakteristik yang saling terkait satu sama lain dan
bekerjasama sebagai satu entitas yang kompleks (Summerfield, 1991). Dalam sebuah sistem dapat
diketahui bagaimana obyek atau karakteristik itu bergerak, berubah dan berinteraksi. Kinerja dari
sebuah sistem dapat dipahami dengan mengidentifikasi komponen, jalur, hubungan, struktur dan
sumber tenaganya. Cara berfikir sistemik penting bagi setiap orang yang mendalami atau mengkaji
proses-proses alamiah, dalam hal memahami, memaknai dan memprediksi gejala proses dan peristiwa
yang akan datang; termasuk dalam mempelajari fisiografi lingkungan.
Interaksi dari ketiga komponen lingkungan tersebut dapat disimak pada Gambar 5,
membentuk sebuah sistem alami. Sistem alami tersebut sifatnya dinamis, karena komponen
pembentuk dari masing-masing komponen lingkungan tersebut juga bersifat dinamis, selalu
mengalami perubahan dengan intensitas yang bervariasi. Apabila salah satu komponen lingkungan
berubah, komponen lingkungan hidup yang lain juga berubah, untuk mencari keseimbangan baru

14
Fisiografi lingkungan Pendahuluan 15

dalam rangka menuju sistem alami baru. Bentuk sistem alami yang baru tergantung dari komponen
yang mengalami perubahan dan ukuran dari perubahannya. Sebagai contoh kasus lingkungan hidup di
wilayah Gunungapi Merapi yang terkena awan panas tahun 2010, kenampakan fisik permukaan rusak
berat, bahkan berubah total, demikian juga komponen biotik mengalami perubahan total, vegetasi
terbakar, banyak binatang dan hewan mati, serta kondisi ekonomi banyak mengalami perubahan.
Komponen abiotik dalam Gambar 5, merupakan salah satu bagian dari sebuah sistem alami.
Komponen abiotik itu sendiri, mencakup beberapa unsur tercakup dalam fisiografi lingkungan, yang
tersusun atas atmosfer, litosfer dan hidrosfer dan biosfer. Komponen pembentuk fisiografi lingkungan
tersebut juga membentuk sistem alami yang dinamis (Gambar 6). Sistem alami yang dinamis tersebut
diakibatkan oleh masukan energi, yang berasal dari luar Bumi yakni sinar matahari, dan yang berasal
dari Bumi sendiri yang berupa tenaga dari dalam (panas bumi) dan aktifitas manusia. Akibat berbagai
sumber energi yang masuk dan bekerja pada Bumi, maka tersebut sistem alami sangat dinamis dan
selalu mengalami perubahan sepanjang waktu, seberapun besarnya perubahan.

Ganbar 5 Keterkaitan antar komponen lingkungan hidup (Djalal Tanjung, 2001

Dalam sebuah sistem alami, apabila salah satu komponen mengalami perubahan akan diikuti oleh
perubahan komponen lainnya. Apabila perubahan yang terjadi mempunyai skala yang lebih besar
maka akan merupakan ancaman, bahaya bagi kehidupan manusia. Konsep dinamika sistem alami
harus dijadikan dasar dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Setiap manusia
merencanakan untuk memanfaatkan salah satu sumberdaya alam, yang merupakan komponen
fisiografi, harus difikirkan dampak yang mungkin timbul. Tanpa pemikiran yang mendalam terhadap
bagaimana dampak yang mungkin timbul akibat pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan
sangat dimungkinkan akan mengakibatkan kerusakan lingkungan, bilamana kerusakan lingkungan

15
Fisiografi lingkungan Pendahuluan 16

berlanjut dengan intensitas tinggi, maka yang terjadi kemudian adalah bencana alam. Bencana alam
yang banyak terjadi di Indonesia, utamanya banjir, longsor dan kekeringan merupakan dampak dalam
memanfaatkan sumber daya alam yang tidak mempertimbangkan kondisi fisiografi lingkungan
daerahnya. Sebagai contoh banjir yang setiap tahun terjadi di DKI Jakarta, karena pemanfaatan
sumber daya lahan di daerah hulu sungai yang melewati Jakarta, telah mengubah karakteristik kondisi
fisiografi lingkungan dalam merespon tingginya curah hujan.

SISTEM DALAM FISIOGRAFI LINGKUNGAN

BIOSFER
INPUT ATMOSFER OUTPUT

ENERGI LITOSFER HIDROSFER


DAMPAK

Gambar 6. Keterkaitan antar komponen fisiografi lingkungan, yang membentuk sistem alami

Komponen dalam sistem fisografi lingkungan seperti tercantum dalam Gambar 6, semuanya
bersifat dinamis, mudah mengalami perubahan. Komponen litosfer akibat proses endogen (tektonik
dan vulkanik) dan proses eksogen selalu mengalami perubahan. Perubahan yang terjadi pada
komponen litosfer berpengaruh terhadap komponen hidrosfer, atmosfer dan sudah barang tentu
biosfernya. Apabila perubahan yang dominan terjadi pada komponen atmosfernya, sebagai contoh
pemanasan global maka komponen yang langsung merasakan perubahannya adalah komponen
hidrosfer dan biosfernya, dan tidak berarti bahwa litosfernya tidak mengalami perubahan. Perubahan
komponen atmosfer yang akhir-akhir dirasakan adalah pemanasan global, akibat pemanasan global
muka air laut naik, curah hujan dan puting beliung cenderung meningkat.. Peningkatan curah hujan
sangat dirasakan pada tahun 2010, merupakan tahun tanpa musim kemarau di Indonesia, terutama di
P Jawa. Akibat kejadian curah hujan sepanjang tahun telah mengubah komponen litosfer oleh proses
erosi dan deposisi. Akibat pemanasan global yang diikuti oleh kejadian hujan sepanjang tahun

16
Fisiografi lingkungan Pendahuluan 17

komponen biosfernya jelas mengalami perubahan yang mengakibatkan gagal panen. Seperti yang
terjadi pada tahun 2016 di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa hujan sepanjang tahun. Beberapa
istilah yang digunakan untuk menyebut kejadian hujan meskipun musim kemarau dengan kemarau
basah. Kondisi hujan pada musim kemarau sangat dirasakan oleh petani dalam menentukan musim
tanam, petani mengalami kerugian.
Sistem dalam fisiografi lingkungan perlu dipahami oleh semua pihak yang mempunyai
kewenangan dan tugas dalam perlindungan dan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup.
Pemahaman yang mendalam tentang sistem dalam fisiografi lingkungan sebagai dasar pertimbangan
penting dalam bertindak untuk memanfaatkan sumber daya alam dengan jalan mengubah
kenampakan fisik permukaan bumi. Pengubahan kenampakan fisik permukaan bumi, sejalan dengan
konsep sistem alami, tentu diikuti oleh perubahan komponen fisiografi lingkungan yang lain,
meskipun dengan kadar yang berbeda-beda. Perbedaan kadar perubahan tersebut tergantung pada
besaran atau intensitas komponen yang diubah dan karakteristik dari komponen fisiografi yang
terkena dampaknya.

DAFTAR BACAAN

Abbot, P.L 2004. Natural Disaster. McGraw Hill. Higher Education.Boston.


Bemmelen, R.W van. 1970. The Geology of Indonesia.Vol. IA. General Geology of Indonesia and
Adjacent Archipelagoes. Martines Nijhoff. The Hague.
Coates, D.R. 1981; Environmental Geology. John Wiley & Sons. New York.
Cook dan King, 1990. Geomorphology in Enviromental Management. Clarendon Press. Oxford.
Djalal Tanjung, S. 2001. Ekologi, Ekosistem, dan Sumber Daya. Pidato Pengukuhan Guru Besar.
Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Gunarwan Suratmo, F. 1998.Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Hooke, 1988. (ed.) Geomorphology in Enviromental Planning. John Wiley&Sons. Chichester.
KNLH. 2009. UU RI. No. 32. Tahun 2009. Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup. KNLH. Jakarta..
Lundgren, L. 1986. Environmetal Geology. Prentice –Hall. Englewood, New Jersey.
Monkhouse, F.J. 1970. A. Dictionary of Geography. Edward Arnold (Publisher) Ltd. London.
Hansen, J.; M. Newson, 1973. Techniques in Physical Geography. Macmillan. London.
Panizza, M. 1996. Environmental Geomorphology. Elsevier. Amsterdam.
Pannekoek, 1949. Outline of The Geomorphology of Java.E.J. Brill. Leiden.

17
Fisiografi lingkungan Pendahuluan 18

Strahler, A. dan A. Strahler, 2003). Introducing Physical Geography. John Wiley & Sons.
Cambridge, Massachusetts.
Summerfield, M. A.1991. Global Geomorphology. Longman Scientific&Technical. New York.
Suryani, M; Arief Yuwono; Dedi Fardiaz (2006). Lingkungan Hidup (The Living Environment).
Pendidkan, Pengelolaan Lingkungan dan Pembangunan Berkelanjutan (Education,
Environmental Management and Sustainable Development). Yayasan Institut Pendidikan dan
Pengembangan Lingkungan. Jakarta Selatan.
Verstappen H.Th. 1983. Applied Geomorphology. Geomorphological Surveys for Environmental
Development. Elsevier. Amsterdam
U.S. Geological Survey Open-file Report 98-140, http://wrgis.wr.usgs.gov/open-file/of98-
140

18

Anda mungkin juga menyukai