Anda di halaman 1dari 4

petrus Menebarkan Jalanya Seperti Perintah Tuhan Yesus

Bagian ini menceritakan panggilan Tuhan Yesus kepada Petrus dan kedua rekannya, Yohanes dan
Yakobus. Pada waktu itu, Tuhan Yesus melihat mereka sedang membersihkan jala bersama para nelayan
yang lain. Rupanya, semalaman mereka berkerja dengan sia-sia. Mereka tidak mendapat tangkapan
sama sekali. Lalu Tuhan Yesus naik ke perahu Petrus dan meminta dia untuk menebarkan jalanya.
Sepintas lalu, tidak ada yang salah dalam perintah ini. Tetapi jika kita perhatikan, perintah ini sangat
janggal.

Secara logis, Petrus bisa menolak perintah Tuhan Yesus ini. Dia adalah seorang nelayan, sementara
Tuhan Yesus dididik sebagai tukang kayu seperti ayahnya. Tentu saja, Petrus lebih tahu tentang menjala
ikan dibanding Tuhan Yesus (ingat, pada waktu itu Petrus belum sepenuhnya tahu bahwa Yesus adalah
Anak Allah). Kemudian, pada saat itu hari sudah terang. Jika malam sebelumnya saja para nelayan tidak
mendapat ikan, apalagi siang hari!

Namun demikian, Petrus tetap saja menuruti perintah Tuhan Yesus. Dia pun bertolak ke tempat yang
dalam dan menebarkan jalanya, tepat seperti apa yang diperintahkan Tuhan Yesus. Apa yang terjadi?
Petrus memperoleh hasil tangkapan yang luar biasa banyak. Sampai-sampai jalanya pun robek! Bahkan
ketika teman-temannya datang membantunya, dua perahu mereka hampir tenggelam karena terlalu
banyaknya ikan yang didapat.

Inilah yang akan terjadi juga ketika kita mengarahkan pelayanan kita seperti apa yang Tuhan mau.
Pelayanan kita tidak akan sia-sia, tetapi akan menjadi pelayanan yang berbuah banyak (tetapi bukan
berarti selalu terlihat oleh mata, misalnya jumlah jemaat yang banyak belum tentu menurut Tuhan juga
berbuah).

Sayangnya, banyak pelayan Tuhan yang mengarahkan pelayanan sesuai kehendak mereka sendiri.
Misalnya, beberapa gereja “terpaksa” mengikuti trend yang tidak sesuai dengan Alkitab demi
mempertahankan jemaat di tengah maraknya gereja-gereja yang terus bermunculan. Ada majelis (atau
juga hamba Tuhan) yang menjalankan program di gerejanya sebagaimana dia berbisnis. Mereka merasa
paling tahu. Lupa ada pribadi Yang Mahatahu. Walaupun bisa terlihat berhasil di mata manusia, tetapi
pasti sia-sia di mata Tuhan.
Marilah kita belajar dari Petrus, yang patuh terhadap apapun arahan Tuhan Yesus walaupun terlihat
tidak masuk akal. Tuhanlah yang memiliki pelayanan sehingga Dialah yang berhak menentukan arah
pelayanan. Dan hanya Dialah yang mampu menjadikan pelayanan kita berbuah. Hal yang tidak mampu
dilakukan oleh manusia.

2. Petrus Tersungkur di Hadapan Tuhan Yesus

Setelah mendapatkan tangkapan yang begitu banyak, Petrus langsung tersungkur di hadapan Tuhan
Yesus. Bahkan dia “mengusir” Tuhan Yesus. Petrus tahu, Orang yang ada di hadapannya itu bukan orang
biasa. Petrus tidak layak untuk berdekatan dengan-Nya.

Tetapi Tuhan Yesus malah berkata, “Jangan takut, mulai dari sekarang engkau akan menjala manusia.”
Ternyata, sikap Petrus itu justru menunjukkan bahwa dia memiliki hati yang benar untuk dibentuk
menjadi seorang murid. Pada waktu Samuel memilih Daud di antara kakak-kakaknya, dia berkata,
“Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN
melihat hati” (1Sam. 16:7).

Betapa kelirunya jika dalam menjalankan panggilan Tuhan, kita malah membanggakan diri. Ada seorang
hamba Tuhan yang pada waktu pertama kali berkhotbah, dia tidak bisa tidur karena takut. Tetapi setelah
belasan tahun berkhotbah, dia merasa tidak perlu lagi melakukan persiapan. Seseorang yang begitu
senangnya begitu terpilih dalam pelayanan gereja, setelah sekian lama dia merasa biasa dengan
pelayanan tersebut. Akibatnya, dia menjauh dari Tuhan. Masih sibuk terlibat dalam pelaynaan, tetapi
tidak lagi berdoa dan membaca firman Tuhan. Dan yang lebih sering terjadi, banyak orang tua Kristen
yang tidak merasa perlu untuk mendidik anak-anaknya dalam firman Tuhan. Mereka merasa,
keterampilan hidup yang mereka ajarkan kepada anak-anak mereka sudah cukup menjadi bekal hidup.

Jika demikian yang terjadi, jangan heran jika suatu saat mereka jatuh dan tidak dipakai oleh Tuhan lagi.
Jangan heran melihat para hamba Tuhan jatuh, tokoh Kristen melakukan hal yang tidak terpuji, atau diri
kita yang tidak mampu menjalani panggilan Tuhan dengan setia. Jika hati jauh dari Tuhan, maka Tuhan
pun tidak akan mau memakai. Ibaratnya, akankah seorang pemilik perusahaan mau mempekerjakan
karyawan yang selalu melawannya?

3. Petrus Meninggalkan Segala Sesuatu untuk Mengikut Yesus


Setelah Tuhan Yesus memanggil Petrus untuk menjala manusia, Petrus dan kedua rekannya (Yakobus
dan Yohanes) pun langsung meninggalkan segala sesuatunya. Mengapa mereka bisa seperti itu? Karena
mereka tahu seberapa tinggi nilai panggilan Tuhan Yesus yang akan mereka jalani. Jika tadinya mereka
menjala ikan, demi memenuhi kebutuhan fisik, maka sekarang mereka menjala manusia, sesuatu yang
bernilai rohani. Jika tadinya melakukan yang bernilai sementara (bagaimanapun ikan bisa busuk dan
pasti habis), maka sekarang mereka melakukan yang bernilai kekal. Dan yang lebih penting lagi, apa yang
mereka lakukan sekarang tidak akan pernah sia-sia (seperti hasil tangkapan malam sebelumnya).

Pada masa Perjanjian Baru, banyak budak yang akhirnya menjadi pengikut Kristus (sumber gambar:
mindsoap.org).

Apakah dalam menjalankan panggilan Tuhan, kita semua harus meninggalkan segala sesuatu seperti
Petrus dan kedua rekannya ini? Perlu diingat bahwa panggilan seperti ini sangat khusus, tidak semua
orang dipanggil dengan cara demikian. Ketika Paulus mengajar bagaimana jemaat Korintus mengikuti
panggilan Tuhan, dia berkata, “Baiklah tiap-tiap orang tinggal dalam keadaan, seperti waktu ia dipanggil
Allah” (1Kor. 7:20). Paulus mengajarkan, jika seseorang mendapatkan panggilan Tuhan ketika dia masih
berstatus budak, maka dia pun bisa menjalankan panggilan-Nya dengan status budak pula. Dan ketika
seseorang mendapatkan panggilan Tuhan ketika dia masih belum disunat, maka dia tidak perlu disunat
untuk menjalankan panggilan tersebut. Bahkan ketika Paulus dipanggul menjadi rasul, dia masih tetap
bekerja sebagai pembuat tenda.

Jadi, kita tidak perlu merasa bersalah (atau merasa kurang serius) dalam menjalankan panggilan Tuhan
seandainya kita tidak menjadi hamba Tuhan penuh waktu (full-timer). Kita tetap dapat menjalankan
panggilan Tuhan dengan sepenuh hati, dengan tetap menjalani pekerjaan kita sehari-hari. Seperti kata
beberapa orang, jangan sampai kita menjadi hamba Tuhan yang berjiwa bisnis (selalu berusaha mencari
keuntungan). Lebih baik, menjadi pebisnis yang berjiwa hamba Tuhan! Yang penting, jalani pekerjaan
kita itu demi sesuatu yang bernilai kekal (jangan hanya keuntungan duniawi, tetapi dalam rangka
menjangkau jiwa dan menjadi berkat bagi sesama).

Penutup

Kita telah belajar dari Petrus bahwa Tuhan mencari orang yang taat kepada kehendak-Nya, rendah hati
karena peka dengan kekudusan-Nya, dan sepenuh hati menjalankan panggilan-Nya. Pendeta Rick
Warren, yang dimentori oleh Billy Graham selama 40 tahun bersaksi, bahwa kunci keberhasilan
pelayanan Billy Graham adalah senantiasa meninggikan otoritas Alkitab, menyadari bahwa dirinya
hanyalah pelayan Tuhan, dan fokus untuk memenangkan jiwa.

Anda mungkin juga menyukai