Anda di halaman 1dari 46

LAPORAN AKHIR

ANALISIS DAMPAK PANDEMI COVID-19


TERHADAP KETERSEDIAAN PANGAN NASIONAL
KATA PENGANTAR

Puji Syukur Kepada Tuhan Yang Maha Esa Tim Peneliti Pusat Pengkajian
Perdagangan Dalam Negeri dapat menyelesaikan Laporan “Analisis Dampak
Pandemi COVID-19 Terhadap Ketersediaan Pangan Nasional” pada tahun ini.
Sebagai upaya dalam menjaga ketersediaan pangan dan harga yang tetap
terjangkau di masa dan pasca Pandemi COVID-19, Kementerian Perdagangan terus
berupaya melakukan berbagai kebijakan strategis untuk menjaga stabilitas harga dan
menjamin ketersediaan bahan pokok. Agar kebijakan-kebijakan tersebut tepat
sasaran maka perlu dilakukan analisis untuk mengidentifikasi lebih lanjut bagaimana
dampak sebenarnya dari pandemi COVID-19 terhadap ketersediaan pangan
nasional.
Pada kesempatan ini, tim peneliti mengucapkan banyak terima kasih pada
semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu
terselasaikannya laporan ini. Sebagai penutup, semoga hasil analisis dapat
digunakan sebagai bahan memberikan masukan berupa alternatif tindakan dan
kebijakan dalam membantu menghadapi dampak pandemi COVID-19 terhadap
ketersediaan pangan nasional. Tim Peneliti menyadari bahwa hasil analisis ini masih
belum sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan masukan, saran dan kritik yang
sifatnya membangun untuk perbaikan analisis selanjutnya.

Jakarta, Desember 2020


Pusat Pengkajian Perdagangan Dalam
Negeri

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................... i
DAFTAR ISI............................................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL ....................................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR................................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................................. 5
1.1. Latar Belakang ......................................................................................................... 5
1.2. Tujuan Analisis......................................................................................................... 6
1.3. Output Analisis ........................................................................................................ 7
1.4. Perkiraan Manfaat dan Dampak .............................................................................. 7
1.5. Ruang Lingkup ......................................................................................................... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................................... 8
2.1. Pandemi COVID-19 .................................................................................................. 8
2.2. Kebijakan Masa Pandemi ...................................................................................... 11
2.3. Perkembangan Kasus Covid................................................................................... 15
BAB III METODOLOGI ............................................................................................................ 17
3.1. Pendekatan Metode Analisis ................................................................................. 17
3.2. Data dan Sumber Data .......................................................................................... 17
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................................................... 19
4.1. Pertumbuhan Ekonomi ......................................................................................... 19
4.2. Keyakinan Konsumen dan Penjualan Eceran ......................................................... 24
4.3. Inflasi Pangan ........................................................................................................ 27
4.4. Perkembangan Harga Pangan ............................................................................... 30
4.5. Perkembangan Pasokan Pangan ........................................................................... 36
4.6. Distribusi Pangan Nasional .................................................................................... 37
4.7. Pemenuhan Kebutuhan melalui Impor Bahan Pangan .......................................... 38
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ............................................................................. 41
5.1. Kesimpulan ............................................................................................................ 41
5.2. Rekomendasi ......................................................................................................... 43
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................. 45

ii
DAFTAR TABEL

Tabel 4. 1. Perkembangan Inflasi Komoditi Pangan Tahun 2020........................................... 30


Tabel 4. 2. Disparitas Harga Antar Wilayah Komoditi Pangan Tahun 2020 ........................... 35
Tabel 4. 3. Disparitas Harga Antar Waktu Komoditi Pangan Tahun 2020.............................. 36
Tabel 4. 4. Data Perkiraan Kebutuhan dan Ketersediaan Stok Bahan Pangan ...................... 37
Tabel 4. 5. Kinerja Impor Pangan Indonesia, 2015-2020* ..................................................... 39
Tabel 4. 6. Negara Asal Impor Pangan Indonesia, 2015-2020* ............................................. 39

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1. Distribusi Jumlah Kasus Konfirmasi Covid-19 di Indonesia per 11 September


2020................................................................................................................ 15
Gambar 2. 2. Jumlah Kasus Per Hari dan Jumlah Kumulatif Kasus di Indoensia per 11
September 2020 ............................................................................................. 16
Gambar 4. 1. Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Mitra Dagang Tahun 2020 (Persen) ........... 19
Gambar 4. 2. Laju Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan Year-on-Year (Persen) ......... 20
Gambar 4. 3. Pertumbuhan PDB Menurut Kelompok Pengeluaran Tahun 2020 (Persen) .... 21
Gambar 4. 4. Pertumbuhan PDB Menurut Lapangan Usaha (Persen) ................................... 23
Gambar 4. 5. Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen .................................................. 25
Gambar 4. 6. Perkembangan Indeks Penjualan Riil Eceran ................................................... 26
Gambar 4. 7. Pertumbuhan Indeks Penjualan Riil Eceran (persen) ....................................... 26
Gambar 4. 8. Perkembangan Inflasi Umum Month-to-Month dan Year-on-Year ................. 28
Gambar 4. 9. Perkembangan Inflasi Pangan Bergejolak Month-to-Month dan Year-on-Year
........................................................................................................................ 29
Gambar 4. 10. Perkembangan Harga Cabai dan Bawang Tahun 2019-2020* ....................... 31
Gambar 4. 11. Perkembangan Harga Beras, Tepung Terigu, Gula Pasir dan Minyak Goreng
Tahun 2019-2020*.......................................................................................... 32
Gambar 4. 12. Perkembangan Harga Daging Ayam, Telur Ayam dan Daging Sapi, Tahun 2019-
2020*.............................................................................................................. 34

iv
BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan
pemenuhannya merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dijamin di dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai komponen
dasar untuk mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas. Negara
berkewajiban mewujudkan ketersediaan, keterjangkauan, dan pemenuhan konsumsi
pangan yang cukup, aman, bermutu, dan bergizi seimbang, baik pada tingkat
nasional maupun daerah hingga perseorangan secara merata di seluruh wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia sepanjang waktu dengan memanfaatkan
sumber daya, kelembagaan, dan budaya lokal.
Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai
dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik
jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak
bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup
sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan. Pemerintah berkewajiban mengelola
stabilisasi pasokan dan harga Pangan Pokok, mengelola cadangan Pangan Pokok
Pemerintah, dan distribusi Pangan Pokok untuk mewujudkan kecukupan Pangan
Pokok yang aman dan bergizi bagi masyarakat.
Pangan adalah kebutuhan dasar setiap manusia, maka ketika seluruh dunia
menghadapi situasi pandemi COVID-19, pangan pun menjadi komoditas yang paling
dicari dan mulai diproteksi oleh banyak negara. Pandemi COVID-19 memang sempat
mendorong masyarakat di berbagai belahan dunia melakukan panic buying atau
pembelian bahan pangan secara berlebihan sebagai respon atas kekhawatiran
terjadinya krisis. Lonjakan permintaan terhadap bahan pangan tersebut
mengakibatkan ketidakseimbangan permintaan dan penawaran yang ada sehingga
berujung pada kenaikan harga bahan pangan. Tidak hanya kenaikan harga,
ketersediaan stok pangan juga mulai terancam ketika sejumlah negara yang menjadi
sumber bahan pangan mulai mengurangi pasokannya. Sebagai contoh, Thailand
yang merupakan negara pengekspor beras ke-3 terbesar di dunia, telah menunjukkan
tren penurunan volume ekspor beras ke dunia hingga 42,21% pada periode Januari-
Februari 2020 (Trademap, 2020).
Pada Pertemuan Luar Biasa Menteri Pertanian G20 yang diselenggarakan
bulan April yang lalu, Food and Agriculture Organization (FAO), International Fund for

5
Agricultural Development (IFAD), World Bank dan World Food Programme (WFP)
telah mengeluarkan pernyataan bersama tentang dampak COVID-19 pada
Ketahanan dan Gizi Pangan. Pandemi COVID-19 telah menyebabkan hilangnya
kehidupan manusia secara dramatis di seluruh dunia dan menghadirkan tantangan
yang belum pernah terjadi sebelumnya dengan konsekuensi sosial dan ekonomi yang
mendalam, termasuk ketahanan pangan dan nutrisi. Pandemi sudah mempengaruhi
seluruh sistem pangan. Pembatasan pergerakan di dalam dan lintas negara dapat
menghambat layanan logistik terkait makanan, mengganggu seluruh rantai pasokan
makanan, dan memengaruhi ketersediaan makanan (FAO, 2020).
Ketersediaan stok pangan dengan harga yang tetap terjangkau menjadi salah
satu isu penting bagi Pemerintah Indonesia di tengah upaya menyelesaikan berbagai
persoalan yang timbul di masa dan pasca Pandemi COVID-19. Persoalan pangan
diyakini tidak hanya akan memberikan dampak secara ekonomi, namun juga dapat
mempengaruhi stabilitas keamanan dan politik. Sesuai Undang-Undang
Perdagangan Nomor 7 Tahun 2014 khususnya Pasal 25 ayat 1, Pemerintah dan
Pemerintah Daerah berkewajiban mengendalikan ketersediaan barang kebutuhan
pokok dan barang penting di seluruh Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
dalam jumlah yang memadai, mutu yang baik dan harga yang terjangkau.
Sebagai upaya dalam menjaga ketersediaan pangan dan harga yang tetap
terjangkau di masa dan pasca Pandemi COVID-19, Kementerian Perdagangan terus
berupaya melakukan berbagai kebijakan strategis untuk menjaga stabilitas harga dan
menjamin ketersediaan bahan pokok. Agar kebijakan-kebijakan tersebut tepat
sasaran maka perlu dilakukan analisis untuk mengidentifikasi lebih lanjut bagaimana
dampak sebenarnya dari pandemi COVID-19 terhadap ketersediaan pangan
nasional. Rekomendasi kebijakan yang dihasilkan diharapkan dapat diterapkan
dalam mengatasi dampak pandemi COVID-19 terhadap ketersediaan pangan
nasional.

1.2. Tujuan Analisis


Adapun tujuan dari analisis ini adalah :
a. Mengidentifikasi dampak pandemi COVID-19 terhadap ketersediaan pangan
nasional.
b. Merumuskan rekomendasi kebijakan dalam menghadapi dampak pandemi
COVID-19 terhadap ketersediaan pangan nasional.

6
1.3. Output Analisis
Adapun ouput dari analisis ini adalah :
a. Identifikasi dampak pandemi COVID-19 terhadap ketersediaan pangan
nasional.
b. Rumusan rekomendasi kebijakan dalam menghadapi dampak pandemi
COVID-19 terhadap ketersediaan pangan nasional.

1.4. Perkiraan Manfaat dan Dampak


Melalui pelaksanaan analisis ini diharapkan dapat memberikan masukan
berupa alternatif tindakan dan kebijakan dalam membantu menghadapi dampak
pandemi COVID-19 terhadap ketersediaan pangan nasional.

1.5. Ruang Lingkup


Analisis ini akan dibatasi pada aspek yang diteliti meliputi komoditi barang
pangan pokok, perkembangan harga dan inflasi serta kebijakan terkait selama masa
pandemi.

7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pandemi COVID-19


Coronaviruses (CoV) merupakan bagian dari keluarga virus yang menyebabkan
penyakit mulai dari flu hingga penyakit yang lebih berat seperti Middle East
Respiratory Syndrome (MERS-CoV) and Severe Acute Respiratory Syndrome
(SARS-CoV). Penyakit yang disebabkan virus corona, atau dikenal dengan COVID-
19, adalah jenis baru yang ditemukan pada tahun 2019 dan belum pernah
diidentifikasi menyerang manusia sebelumnya (Mona, 2020).
Kasus virus corona muncul dan menyerang manusia pertama kali di provinsi
Wuhan, China. Awal kemunculannya diduga merupakan penyakit pneumonia,
dengan gejala serupa sakit flu pada umumnya. Gejala tersebut di antaranya batuk,
demam, letih, sesak napas, dan tidak nafsu makan. Namun berbeda dengan
influenza, virus corona dapat berkembang dengan cepat hingga mengakibatkan
infeksi lebih parah dan gagal organ. Kondisi darurat ini terutama terjadi pada pasien
dengan masalah kesehatan sebelumnya. Karena penularan virus corona yang sangat
cepat inilah Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan virus corona sebagai
pandemi pada 11 Maret 2020. Status pandemi atau epidemi global menandakan
bahwa penyebaran COVID-19 berlangsung sangat cepat hingga hampir tak ada
negara di dunia yang dapat memastikan diri terhindar dari virus corona (Widiyani,
dalam Mona, 2020). Pada 30 Januari 2020 WHO menetapkan virus corona sebagai
Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang Meresahkan Masyarakat (Public Health
Emergency of International Concern). Peningkatan kasus yang pesat menyebabkan
pada tanggal 11 Maret 2020, WHO mengumumkan bahwa wabah yang sedang
terjadi saat ini sebagai Global pandemi (Yamali, 2020).
Jumlah kasus corona mengalami peningkatan dalam waktu singkat dan
membutuhkan penanganan segera. Virus corona dapat dengan mudah menyebar
dan menginfeksi siapapun tanpa pandang usia. Virus ini dapat menular secara mudah
melalui kontak dengan penderita. Sayangnya hingga kini belum ada obat spesifik
untuk menangani kasus infeksi virus corona atau COVID-19. Karena alasan inilah
pemerintah di beberapa negara memutuskan untuk menerapkan lockdown atau
isolasi total atau karantina. Karantina menurut UU Republik Indonesia Nomor 6 tahun
2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan adalah pembatasan kegiatan dan/atau
pemisahan seseorang yang terpapar penyakit menular sebagaimana ditetapkan
dalam peraturan perundang-undangan meskipun belum menunjukkan gejala apapun

8
untuk mencegah kemungkinan penyebaran ke orang di sekitarnya. Beberapa negara
yang telah menerapkan lockdown untuk mencegah penyebaran virus corona adalah
China, Spanyol, Italia, dan Malaysia. Pemerintah negara tersebut memutuskan
lockdown, dengan menutup semua akses fasilitas publik dan transportasi. Warga
dihimbau untuk tetap di dalam rumah dan mengisolasi diri, dengan harapan virus tidak
menyebar lebih luas dan upaya penyembuhan dapat berjalan maksimal (Mona,
2020).
Perkembangan penyebaran COVID-19 terjadi begitu cepat. Kasus pertama
dan kedua COVID-19 diumumkan Pemerintah Pusat pada tanggal 2 Maret 2020, dan
kasus ketiga dan keempat diumumkan pada tanggal 6 Maret 2020. Sementara,
Keputusan Presiden (Keppres) No. 7/2020 tentang pembentukan Rapid-Response
Team yang dipimpin oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
baru dikeluarkan pada tanggal 13 Maret 2020, saat jumlah pasien positif COVID-19
di Indonesia tercatat telah berjumlah 69 orang. Kepala BNPB selanjutnya
mengumumkan COVID-19 sebagai situasi darurat non-alam, di hari yang sama saat
Menteri Perhubungan Budi Karya diumumkan terjangkit COVID-19 pada tanggal 14
Maret 2020, ketika jumlah pasien positif COVID-19 di Indonesia tercatat sebanyak 96
orang. Sehari berikutnya, Presiden dan seluruh anggota kabinet menjalani test, di hari
di mana jumlah pasien positif corona di Indonesia telah bertambah menjadi 117 orang
(Vermonte, 2020).
Pertumbuhan kasus-kasus baru bergerak secara eksponensial. Hingga
mencapai jumlah kasus 1000 secara nasional, lebih dari 50 persen kasus positif
berada di Jakarta. Di antara penambahan kasus baru sebesar 153 orang pada
tanggal 27 Maret 2020 saat angka kasus positif di Indonesia melampaui titik 1000
kasus, 83 di antara kasus baru tersebut ditemukan di DKI Jakarta. Setelah itu, mulai
teridentifikasi kluster-kluster besar lain, di mana proses infeksi virus ini diduga terjadi
bahkan sebelum kasus pertama diumumkan. Kluster-kluster ini berasal dari forum-
forum pertemuan yang melibatkan banyak orang, yang berasal dari berbagai daerah
di Indonesia (Vermonte, 2020).
Pada Periode Pertama, ada dua provinsi yang dapat dikatakan menjadi
episentrum dari COVID-19 ini, yaitu DKI Jakarta dan Jawa Barat. Pada Periode
Pertama, sekitar 64,6 persen kasus berada di DKI Jakarta. Sementara 18,8 persen
kasus berada di Jawa Barat. Diikuti oleh Banten di mana identifikasi positif COVID-
19 mencapai sekitar 10,4 persen dari total kasus positif COVID-19 di Indonesia pada
periode itu. Pasca 14 Maret 2020, terlihat penyebaran COVID-19 telah membentuk

9
kluster-kluster baru. Proporsi penderita COVID-19 di DKI turun menjadi 49 persen,
dan di Jawa Barat juga turun menjadi 12,8 persen. Meski perlu juga dicatat bahwa
dua provinsi ini masih menjadi sentral dari wabah COVID-19. Dari data terlihat bahwa
terjadi peningkatan kasus cukup besar di Jawa tengah (proporsi 6 persen), Jawa
Timur (6,1 persen) dan Sulawesi Selatan (3,8 persen). Hal yang menarik adalah Bali,
di mana provinsi ini sangat rentan dengan peningkatan angka infeksi COVID-19 yang
tinggi mengingat tingginya angka mobilitas penduduk antar negara. Namun demikian
peningkatan di Bali sepanjang 1 Maret hingga 1 April 2020 tidak menunjukkan Bali
sebagai episentrum dari COVID-19 (Vermonte, 2020).
Pemerintah Indonesia mulai menerapkan pembatasan dengan kebijakan
social distancing (jaga jarak sosial, menghindari kerumunan), lalu physical distancing
(jaga jarak antar orang minimal 1,8 meter) sejak awal Maret 2020 sebagai respon
atas merebaknya kasus COVID-19 di Indonesia. Kebijakan ini telah menurunkan
secara drastis aktivitas dan pergerakan orang di Jabodetabek dan kota-kota besar
lainnya. Hal ini dapat dilihat dari menurunnya jumlah penumpang pada berbagai
sarana transportasi mulai pesawat terbang, kereta api komuter, bus dan busway,
angkutan kotta, taksi, taksi online, hingga ojek dan ojek online. Perusahaan bus antar
kota telah mengandangkan hingga 80 persen armadanya pada pertengahan Maret
2020. PT KAI membatalkan 44 rute dari Jakarta ke kotakota di Jawa selama bulan
April 2020. Demikian pula maskapai penerbangan yang mulai berebut area parkir
karena pesawatnya banyak yang tidak dioperasikan. Sementara itu para driver taksi
dan taksi online telah mengeluhkan penurunan penumpang hingga 70 persen
sehingga sebagian besar memilih untuk libur operasi atau pulang kampung
(Hadiwardoyo, 2020).
Namun pembatasan sosial yang berupa himbauan itu rupanya dianggap
kurang efektif dalam mencegah penularan Covid-19 (Hadiwardoyo, 2020). Oleh
karena sebagian kantor dan industri tetap buka, dan didesak kebutuhan hidup,
banyak kalangan yang tetap beraktivitas menggunakan kendaraan pribadi. Akhirnya
pada 10 April, atas persetujuan pemerintah pusat, dimulailah penerapan Pembatasan
Sosial Berskala Besar (PSBB) di DKI Jakarta. Selanjutnya disusul Bodetabek
beberapa hari kemudian, dan kota-kota besar lainnya. Dengan adanya PSBB maka
perkantoran dan sebagian besar industri dilarang beroperasi, untuk kurun yang relatif
lama, dan menimbulkan kerugian ekonomi.

10
2.2. Kebijakan Masa Pandemi
Hukum sebagai Sosial Kontrol atau pengendali sosial merupakan wujud
implementasi dari kepastian hukum, sehingga peraturan perundang-undangan yang
dilakukan benar terlaksana oleh penguasa dan penegak hukum. Perubahan hukum
harus dapat untuk mengatasi kepincangan-kepincangan yang timbul yang dapat
mengganggu ketertiban dan produktivitas masyarakat. Untuk mencegah wabah
Covid-19 diperlukan pembentukan hukum sebagai pengendali sosial. Wabah Covid-
19 telah membawa perubahan pergerakan struktur ekonomi masyarakat. Penekan
asas-asas hukum diperlukan untuk memperlancar terbentuknya struktur ekonomi
masyarakat (Syafrida dan Hartati, 2020).
Syafrida dan Hartati (2020) dalam tulisannya telah merangkum beberapa
kebijakan yang telah dikeluarkan dan diterapkan dalam rangka menghadapi pandemi
COVID-19 yang terutama mengatur beberapa pembatasan. Beberapa aturan atau
kebijakan yang diterapkan antara lain sebagai berikut:
a. Undang-undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan
Kebijakan ini menyatakan bahwa Karantina wilayah adalah pembatasan
penduduk suatu wilayah termasuk wilayah pintu masuk berserta isisnya yang diduga
terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah
kemungkinannya penyebaran penyakit atau kontaminasi. Sebelum melaksanakan
karantina wilayah harus disosialisasikan terlebih dahulu kepada masyarakat. Wilayah
yang dikarantina diberikan garis karantina yang dijaga terus oleh pejabat karantina
kesehatan dan kepolisian yang berada diluar wilayah. Anggota masyarakat yang
dikarantina tidak boleh keluar masuk selama masa karantina dan, jika ada sakit
dilakukan tindakan isolasi dan segera dirujuk ke rumah sakit.
Selama masa karantina kebutuhan hidup dasar orang dan makanan hewan
ternak di wilayah karantina menjadi tanggung jawab pemerintah pusat. Tanggung
jawab pemerintah pusat dengan melibatkan pemerintahan daerah dan pihak yang
terkait. Undang-undang Karantina Kesehatan harus diatur dengan Peraturan
pemerintah, namun hingga saat ini ada Peraturan yang mengatur sehingga karantina
wilayah tidak dapat diterapkan.

b. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 Tahun


2020 tentang tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem
Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-

11
19) dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan
Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan
Dasar pertimbangan Presiden Joko Widodo mengeluarkan Perpu Nomor 1
Tahun 2020 adalah karena penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) yang
dinyatakan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization) sebagai
pandemi menimbulkan banyak korban jiwa, kerugian material berimplikasi pada
aspek sosial, ekonomi, dan kesejahteraan masyarakat. Pandemi Covid-19 terjadi
perlambatan pertumbuhan ekonomi nasional, penurunan penerimaan negara, dan
peningkatan belanja negara dan pembiayaan, sehingga diperlukan berbagai upaya
Pemerintah untuk melakukan penyelamatan kesehatan dan perekonomian nasional
serta pemulihan perekonomian termasuk untuk dunia usaha dan masyarakat yang
terdampak.8
Pandemi Covid-19 telah berdampak terhadap memburuknya sistem
keuangan yang ditunjukkan dengan penurunan aktivitas ekonomi domestik.
Pemerintah dan lembaga terkait perlu segera mengambil kebijakan dan langkah-
langkah penyelamatan perekonomian nasional dan stabilitas sistem keuangan dan
pemulihan perekonomian dan memperkuat kewenangan berbagai lembaga dalam
sektor keuangan.

c. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial


Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus
Disease 2019 (COVID-I9)
Peraturan ini dikeluarkan sebagai respon dari penyebaran COVID-19 dengan
jumlah kasus dan jumlah kematian yang telah meningkat dan meluas lintas wilayah
dan lintas negara dan berdampak pada aspek politik, ekonomi, sosial, budaya,
pertahanan dan keamanan, serta kesejahteraan masyarakat di Indonesia. Peraturan
Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 menyatakan bahwa yang dimaksud sebagai
Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) adalah pembatasan kegiatan tertentu
penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi Covid-19 untuk mencegah
penyebarannya.
Pembatasan Sosial Berskala Besar paling sedikit meliputi peliburan sekolah
dan tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan, dan/atau pembatasan kegiatan
di tempat atau fasilitas umum. PSBB dilakukan selama masa inkubasi terpanjang,
yaitu 14 hari. Jika masih terdapat bukti penyebaran berupa adanya kasus baru, dapat
diperpanjang dalam masa 14 hari sejak ditemukannya kasus terakhir.

12
d. Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 2020 tentang Gugus Tugas Percepatan
Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19)
World HealthOrganization (WHO) telah menyatakan COVID-19 sebagai
Pandemik pada tanggal 11 Maret 2020 dimana telah terjadi keadaan tertentu dengan
adanya penularan COVID-19 di Indonesia yang perlu diantisipasi dampaknya. Oleh
karena itu dalam rangka percepatan penanganan COVID-19 diperlukan langkah-
langkah cepat, tepat, fokus, terpadu, dan sinergis antar kementerian/lembaga dan
pemerintah daerah Presiden Joko Widodo mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor
7 Tahun 2020 tentang Gugus Percepatan Penanganan Covid-19 yang dikepalai oleh
Badan Penanggulangan Bencana (BNPB).
Pembentukan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease
2019 (COVID-I9) selanjutnya dalam Keputusan Presiden ini disebut Gugus Tugas
Percepatan Penanganan COVID-19. Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-
19 bertujuan meningkatkan ketahanan nasional di bidang kesehatan; mempercepat
penanganan COVID-19 melalui sinergi antar kementerian/ lembaga dan pemerintah
daerah; meningkatkan antisipasi perkembangan eskalasi penyebaran COVID-19;
meningkatkan sinergi pengambilan kebijakan operasional; dan meningkatkan
kesiapan dan kemampuan dalam mencegah, mendeteksi, dan merespons terhadap
COVID-19.

e. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman


Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan
Corona Virus Disease 2019
Kementerian Kesehatan telah merilis aturan turunan untuk merinci Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar
dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 ( Covid-19)
tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun
2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka
Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
Cakupan PSBB meliputi peliburan sekolah dan tempat kerja, fasilitas umum,
kecuali supermarket, minimarket, pasar, toko, tempat penjualan obat-obatan dan
peralatan medis, serta kebutuhan pokok, kegiatan sosial dan budaya, pelarangan
kerumunan orang, pertemuan politik, olahraga, hiburan, akademik, dan budaya,
moda transportasi moda pengecualian transportasi penumpang umum atau pribadi

13
dengan memperhatikan jumlah penumpang dan menjaga jarak antar penumpang,
kegiatan lainnya khusus terkait aspek pertahanan dan keamanan kecuali, kegiatan
pertahanan dan keamanan untuk menegakkan kedaulatan Negara, keutuhan
wilayah, dan melindungi bangsa dari ancaman gangguan, serta mewujudkan
keamanan dan ketertiban masyarakat.

f. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11/POJK.03/2020 Tahun 2020


tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan
Countercyclical Dampak Penyebaran Corona Virus Disease 2019
Otoritas Jasa Keuangan (OJK), menerbitkan POJK No.11/POJK.03/2020
tentang Stimulus Perekonomian Nasional dikeluarkan untuk mengurangi dampak
terhadap kinerja dan kapasitas debitur yang diperkirakan akan menurun selama
pandemi Covid -19. Dampak terhadap kinerja dan kapasitas debitur akan
meningkatkan risiko kredit yang berpotensi mengganggu kinerja perbankan dan
stabilitas sistem keuangan sehingga dapat memengaruhi pertumbuhan ekonomi.
Stimulus Perekonomian Nasional diberikan kepada debitur mulai dari UMKM,
industri, pekerja informal. Nasabah kredit bank dapat mengajukan keringanan kredit,
perpanjangan jangka waktu cicilan kredit, pengurangan tunggakan pokok,
pengurangan tunggakan bunga, penambahan fasilitas kredit/pembiayaan/konversi
kredit, kelonggaran waktu untuk membayar cicilan pokok atau bunga. Kebijakan yang
tidak diberikan untuk menghapuskan kredit. Restrukturisasi kredit diberikan kepada
debitur yang terdampak virus Covid-19 seperti ojek online, sopir angkot, nelayan dan,
sektor UMKM.

g. Maklumat Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor: Mak/ 2


/III/2020 Tentang Kepatuhan Terhadap Kebijakan Pemerintah Dalam
Penanganan Penyebaran Virus Corona (COVID-19)
Mempertimbangkan situasi nasional terkait dengan cepatnya penyebaran
Covid-19, maka pemerintah telah mengeluarkan kebijakan dalam rangka
penanganan secara baik, cepat, dan tepat agar penyebarannya tidak meluas dan
berkembang menjadi gangguan terhadap keamanan dan ketertiban masyarakat. Isi
Maklumat Kapolri tersebut antara lain tidak mengadakan kegiatan sosial
kemasyarakatan yang menyebabkan berkumpulnya massa dalam jumlah banyak.
Tetap tenang dan tidak panik serta lebih meningkatkan kewaspadaan di lingkungan
masingmasing dan mengikuti informasi dan himbauan pemerintah. Dalam keadaan

14
mendesak dilaksanakan dengan tetap menjaga jarak dan wajib mengikuti prosedur
pemerintah. Tidak melakukan pembelian dan/atau menimbun kebutuhan bahan
pokok dan kebutuhan masyarakat lainnya secara berlebihan. Tidak terpengaruh dan
menyebarkan berita-berita dengan sumber tidak jelas yang menimbulkan keresahan
masyarakat. Apabila ada informasi yang tidak jelas untuk menghubungi kepolisian
setempat.

2.3. Perkembangan Kasus Covid


Pada tanggal 11 September, pemerintah mengumumkan terdapat 210.940
kasus konfirmasi COVID-19 dimana terdapat 3.737 merupakan kasus baru. Terdapat
8.544 kasus kematian dengan 88 kasus yang baru dan 150.217 kasus sembuh dari
490 kabupaten/kota di seluruh 34 provinsi. Jumlah kasus yang dilaporkan per hari
oleh Kementerian Kesehatan bukanlah jumlah orang yang terinfeksi COVID-19 pada
hari tersebut dimana pelaporan hasil tes yang dikonfirmasi oleh laboratorium mungkin
membutuhkan waktu hingga satu minggu sejak tes dilakukan.

Gambar 2. 1. Distribusi Jumlah Kasus Konfirmasi Covid-19 di Indonesia per 11


September 2020
Sumber : WHO, 2020

Pada September 2020 terjadi peningkatan jumlah kasus konfirmasi COVID-


19 di sejumlah wilayah di Indonesia. Peningkatan tersebut terutama terjadi di wilayah
Jawa, Sumatera bagian utara, Kalimantan bagian timur, dan Sulawesi Selatan
dimana peningkatan yang terjadi mencapai lebih dari 500 kasus konfirmasi.

15
Gambar 2. 2. Jumlah Kasus Per Hari dan Jumlah Kumulatif Kasus di Indoensia
per 11 September 2020
Sumber: WHO, 2020

Perkembangan jumlah kasus per hari dan jumlah kumulatif kasus COVID-19
di Indonesia ditunjukkan oleh gambar di atas. Terjadi kenaikan kasus yang cukup
signifikan pada bulan September 2020 jika dibandingkan dengan yang terjadi pada
awal bulan Maret 2020 sehingga berdampak pada peningkatan dari totoal kumulatif
kasus yang terjadi di Indonesia.

16
BAB III METODOLOGI

3.1. Pendekatan Metode Analisis


Pendekatan metode yang digunakan dalam analisis ini adalah adalah deskriptif
kuantitatif analisis. Pengertian dari metode deskriptif analitis menurut Sugiyono, 2009
adalah suatu metode yang berfungsi untuk mendeskripsikan atau memberi gambaran
terhadap objek yang diteliti melalui data atau sampel yang telah terkumpul
sebagaimana adanya tanpa melakukan analisis dan membuat kesimpulan yang
berlaku untuk umum.
Analisis deskriptif kuantitatif analitis mengambil masalah atau memusatkan
perhatian kepada masalah-masalah sebagaimana adanya saat penelitian
dilaksanakan, hasil penelitian yang kemudian diolah dan dianalisis untuk diambil
kesimpulannya. Penggunaan metode deskriptif analisis dipilih untuk mengetahui
dampak yang saat ini sedang berlangsung. Pada analisis deskriptif di tulisan ini,
dilakukan penguraian secara teratur data yang telah diperoleh, kemudian diberikan
pemahaman dan penjelasan agar dapat dipahami dengan baik. Pengolahan data
sederhana dilakukan dengan metode matematis sederhana dengan melakukan
pengelompokan data. Tujuannya adalah untuk memudahkan dalam penyajian dan
dalam menerangkan data tersebut sehingga dapat dilakukan analisis secara
deskriptif.

3.2. Data dan Sumber Data


Data-data yang digunakan dalam analisis ini berasal dari literatur review yaitu
dari penelitian-penelitian sebelumnya dan dari penelusuran data pada platform
penyedia data lainnya. Data dan informasi yang berasal dari literatur review
didapatkan dari berbagai tulisan dan laporan yang relevan dengan tujuan penulisan
analisis ini. Sumber data dapat berupa tulisan ilmiah maupun laporan resmi yang
dibuat dengan tujuan diseminasi informasi yang dikeluarkan oleh Kementerian atau
lembaga terkait.
Berbagai jenis data yang sudah dikumpulkan dan disajikan dalam bentuk yang
lebih mudah untuk dipahami. Data-data tersebut kemudian dikelompokkan dan diolah
secara matematis sederhana untuk memudahkan pemahaman. Bentuk penyajian
data adalah berupa gambar, garfik, dan tabulasi yang dapat memberikan gambaran
lebih jelas akan perkembangan situasi yang terjadi dari data yang ditunjukkan oleh
suatu variabel tertentu.

17
Data kuantitatif berasal dari Badan Pusat Statistik, Bank Indonesia,
Kementerian Keuangan, Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian,
Kementerian Perhubungan, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, World
Health Organization, Food anda Agricultural Organization. Analisis ini juga
menggunakan data kualitatif yang dikumpulkan melalui diskusi dan wawancara
dengan pemangku kebijakan, asosiasi, dan pelaku usaha perdagangan untuk
mendapatkan opini langsung dari stakeholder yang langsung terdampak dengan
fenomena yang diteliti.

18
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pertumbuhan Ekonomi


Pandemi Covid-19 telah menimbulkan dampak perlambatan ekonomi di seluruh
dunia, termasuk Indonesia. Pembatasan mobilitas masyarakat untuk memutus rantai
penularan, termasuk melalui pembatasan aktivitas perdagangan telah melemahkan
berbagai sektor yang menopang pertumbuhan ekonomi di banyak negara. Beberapa
indikator utama yang dapat dilihat yaitu tingkat pertumbuhan ekonomi dan daya beli
masyarakat yang semakin melemah.
Pada awal tahun 2020, perekonomian global mengalami kontraksi setelah
penyebaran Covid-19 yang bermula dari Wuhan, Tiongkok, pada akhir tahun 2019
keseluruh dunia. Triwulan I-2020 perekonomian beberapa mitra dagang Indonesia
terkontraksi sebagai akibat adanya pembatasan aktivitas dan lockdown untuk
mengendalikan penyebaran Covid-19 (Gambar 1). Harga komoditas migas dan hasil
tambang di pasar internasional pada Triwulan I-2020 secara umum mengalami
penurunan, sementara harga komoditas makanan (minyak kelapa sawit, gandum dan
gula) mengalami.

10.0

4.9
5.0 3.2 3.8
2.6
1.4
0.3 0.4
0.0
-0.3
-1.3
-2.9 -2.7 -2.5
-5.0 -3.4 -3.9

-6.8 -7.0
-10.0 -9.0 -9.1 -9.0

-15.0 -13.3 -13.9


Tiongkok Amerika Serikat Singapura Korea Selatan Vietnam Hongkong Uni Eropa
2020 Q1 2020 Q2 2020 Q3

Gambar 4. 1. Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Mitra Dagang Tahun 2020


(Persen)
Sumber: BPS (2020)

Pandemi Covid-19 menimbulkan goncangan ekonomi yang mengarah pada


resesi global di Triwulan II-2020. Hal ini ditunjukkan oleh kontraksi yang terjadi di
sebagian besar negara mitra dagang Indonesia. Kontraksi terbesar pada triwulan ini
terjadi di Uni Eropa yang mengalami kontraksi sebesar -13,9%. Sementara Tiongkok
sebagai asal penyebaran pertama Covid-19 telah berhasil mengatasi pandemi

19
tersebut sehingga mampu membalikkan pertumbuhan ekonominya menjadi positif di
Triwulan II-2020. Berbagai kebijakan yang dilakukan untuk menekan penyebaran
Covid-19, seperti penutupan sekolah dan beberapa kegiatan bisnis, pembatasan
sosial berskala besar, bahkan lockdown mengakibatkan penurunan tingkat konsumsi
dan investasi. Harga komoditas migas dan hasil tambang di pasar internasional pada
Triwulan II-2020 secara umum mengalami, sementara harga komoditas makanan
(gandum, minyak kelapa sawit, dan kedelai) juga menunjukkan penurunan.
Perekonomian di berbagai negara pada Triwulan III-2020 lebih baik dibanding
Triwulan II-2020. Hal ini tercermin dari berbagai indikator yang mengalami
peningkatan. Akan tetapi perbaikan ini masih terhambat tingginya kasus Covid-19.
Harga komoditas pangan (minyak kelapa sawit dan kedelai) dan komoditas hasil
tambang (timah, biji besi, dan tembaga) di pasar internasional pada Triwulan III-2020
mengalami peningkatan, sementara harga komoditas migas mengalami peningkatan.
Ekonomi beberapa mitra dagang Indonesia pada Triwulan III-2020 masih
terkontraksi, tetapi tidak sedalam kontraksi pada Triwulan II-2020.

5.06 5.27 5.17 5.18 5.07 5.05 5.02 4.97

2.97

Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3
2018 2019 2020

-3.49

-5.32

Gambar 4. 2. Laju Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan Year-on-Year


(Persen)
Sumber: BPS (2020)

Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada Triwulan I tahun 2020 memang masih


mengalami pertumbuhan sebesar 2,97% namun sudah menunjukkan kecenderungan
penurunan jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi pada dua tahun terakhir.
Pertumbuhan ekonomi pada Triwulan I-2020 mengalami perlambatan jika
dibandingkan dengan capaian pertumbuhan ekonomi pada tahun sebelumnya yaitu
pada Triwulan I-2019 yang saat itu mencapai 5,07% (Gambar 2).

20
Perekonomian Indonesia mengalami kontraksi yang cukup dalam pada Triwulan
II-2020. Pertumbuhan ekonomi di Triwulan II-2020 mengalami kontraksi sebesar -
5,32% yoy (Gambar 2). Kontraksi yang cukup besar pada periode ini terjadi karena
mulai diterapkannya berbagai kebijakan dalam rangka mencegah penyebaran Covid-
19 di Indonesia. Kebijakan yang cukup mempengaruhi adalah penerapan kebijakan
Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di beberapa wilayah pusat perekonomian
dimana sudah ditemukan kasus penularan Covid-19. Pembatasan aktivitas sosial
melalui pembatasan transportasi publik, aktivitas perekonomian, dan perkantoran
menunjukkan pengaruhnya terhadap pergerakan ekonomi. ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi Triwulan II-2020 (y-on-y) masih mengalami kontraksi
sebesar -3,49% tetapi tidak sedalam pertumbuhan ekonomi Triwulan II-2020 yang
sebesar -5,32% (y-on-y). Perbaikan dalam perekonomian Indonesia di Triwulan III-
2020 dikarenakan mulai meningkatnya aktivitas masyarakat pada periode ini.
Pelonggaran dalam kebijakan PSBB di beberapa wilayah mendorong meingkatnya
aktivitas perekonomian masyarakat. Hingga akhir tahun diharapkan perekonomian
akan lebih baik seiring mulai meningkatnya aktivitas perekonomian dan berbagai
kebijakan pemerintah yang dilakukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.

9.76

2.84 3.75
1.70
0.23

-2.12 -2.19
-4.04 -5.09
-5.52 -6.48
-6.90 -7.76 -8.61 -10.82
-11.68

-16.98
-21.86
Konsumsi Rumah Konsumsi Konsumsi LNPRT PMTB Ekspor Impor
Tangga Pemerintah
2020 Q1 2020 Q2 2020 Q3

Gambar 4. 3. Pertumbuhan PDB Menurut Kelompok Pengeluaran Tahun 2020


(Persen)
Sumber: BPS (2020)

Pertumbuhan PDB menurut kelompok pengeluaran di tahun 2020 diperlihatkan


oleh Gambar 3. Perlambatan perekonomian menurut komponen pengeluaran
khususnya disebabkan oleh kontraksi pada Konsumi Rumah Tangga. Perekonomian
Indonesia memang masih ditopang oleh Konsumsi Rumah Tangga yang mencakup
lebih dari separuh Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia yaitu sekitar 58,14% dari

21
PDB. Pada Triwulan I tahun 2020, komponen Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga
hanya tumbuh sebesar 2,84% (YoY), dimana pertumbuhan kelompok ini mengalami
perlambatan jika dibandingkan dengan capaian pada Triwulan I tahun 2019 yang
mencapai 5,02%.
Konsumsi Rumah Tangga yang turun menjadi indikator daya beli masyarakat
yang melemah. Pelemahan daya beli pada Triwulan I-2020 masih berlanjut pada
Triwulan II-2020 karena penerapan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar
(PSBB) yang semakin meluas di berbagai wilayah. Pada Triwulan II-2020, konsumsi
rumah tangga mengalami kontraksi yang lebih besar jika dibandingkan dengan
pertumbuhan ekonomi nasional di periode yang sama. Kelompok konsumsi rumah
tangga mengalami kontraksi mencapai sebesar -5,52% pada Triwulan II-2020.
Memasuki Triwulan III-2020 terlihat adanya perbaikan dalam konsumsi rumah
tangga. Kelompok konsumsi rumah tangga masih mengalami kontraksi di Triwulan
III-2020 namun kontraksi yang terjadi tidak sedalam kontraksi yang terjadi pada
triwulan sebelumnya Triwulan II-2020. Konsumsi rumah tangga menunjukkan
mengalami kontraksi sebesar -4,04% pada Triwulan III-2020. Terjadinya peningkatan
aktivitas sosial turut mendorong adanya peningkatan konsumsi masyarakat. Selain
itu beberapa bentuk kebijakan pemerintah berupa bantuan pemerintah baik dalam
bentuk bantuan secara tunai maupun bantuan dalam bentuk komoditi pangan juga
mendorong peningkatan belanja masyarakat pada periode ini.
Perkembangan pertumbuhan PDB menurut lapangan usaha pada tahun 2020
secara umum menunjukkan kontraksi yang terjadi terutama pada Triwulan II dan
Triwulan III tahun 2020. Periode ini juga menandai mulai semakin meluasnya
penyebaran pandemi Covid-19 di Indonesia. PDB menurut lapangan usaha terdiri dari
16 kelompok lapangan usaha yang diperlihatkan oleh Gambar 4. Pada periode
Triwulan I – Triwulan III-2020, kontraksi terbesar terjadi pada lapangan usaha
Transportasi dan Pergudangan disusul oleh kelompok Penyediaan Akomodasi dan
Makan Minum.
Lapangan usaha Transportasi dan Pergudangan masih mengalami
pertumbuhan positif di Triwulan I-2020 dimana tumbuh sebesar 1,29%. Namun pada
Triwulan II-2020 kelompok lapangan usaha ini mengalami kontrakasi yang cukup
dalam mencapai -30,80%, dimana kontraksi PDB terbesar menurut lapangan usaha
pada periode ini. Di Triwulan III-2020 lapangan usaha Transportasi dan Pergudangan
kembali mengalami kontraksi namun tidak sedalam periode sebelumnya. Lapangan
usaha ini mengalami kontraksi sebesar -16,70% pada Triwulan III-2020.

22
6.04
Pengadaan Air 4.56
4.56

-2.44
Pengadaan Listrik & Gas -5.46
3.85

15.33
Jasa Kesehatan 3.71
10.39

-7.61
Jasa Perusahaan -12.09
5.39

-5.55
Jasa Lainnya -12.60
7.09

-11.86
Akomodasi & Makan Minum -22.02
1.95

1.98
Real Estate 2.30
3.79

2.44
Jasa Pendidikan 1.22
5.89

-16.70
Transportasi & Pergudangan -30.80
1.29

1.86
Adm. Pemerintahan -3.21
3.16

-0.95
Jasa Keuangan & Asuransi 1.05
10.62

10.61
Informasi & Komunikasi 10.83
9.24

-4.28
Pertambangan -2.72
0.45

-4.52
Konstruksi -5.39
2.90

-5.03
Perdagangan -7.57
1.6

2.15
Pertanian 2.19
0.02

-4.31
Industri -6.19
2.06

-35.00 -25.00 -15.00 -5.00 5.00 15.00

2020 Q3 2020 Q2 2020 Q1

Gambar 4. 4. Pertumbuhan PDB Menurut Lapangan Usaha (Persen)


Sumber: BPS (2020)

Lapangan usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum juga menunjukkan


kontraksi yang cukup besar di tahun 2020. Pada Triwulan I-2020, lapangan usaha ini
masih mengalami pertumbuhan positif sebesar 1,95%. Namun pada Triwulan II-2020
lapangan usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum mengalami kontraksi
sebesar -22,02%. Di Triwulan III-2020 lapangan usaha ini kembali mengalami
kontraksi yaitu sebesar -11,86%. Lapangan usaha Penyediaan Akomodasi dan
Makan Minum terpukul karena di beberapa wilayah diterapkan PSBB yang mengatur
pembatasan kegiatan lapangan usaha ini seperti hotel dan restoran, bahkan sempat
dilakukan pelarangan operasi dan penutupan sementara di beberapa wilayah.
Pada tahun 2020 terdapat lapangan usaha yang tetap menunjukkan
pertumbuhan positif pada periode Triwulan I – Triwulan III diantaranya lapangan
usaha Jasa Kesehatan, lapangan usaha Informasi dan Komunikasi, dan lapangan
usaha Pertanian, Kehutanan dan Perikanan. Lapangan usah Jasa Kesehatan
menunjukkan pertumbuhan yang positif di tahun 2020 dimana pada Triwulan I tumbuh

23
sebesar 10,39%, Triwulan II tumbuh sebesar 3,71%, dan di Triwulan III tumbuh
sebesar 15,33%. Masa pandemi menunjukkan peningkatan akan kebutuhan jasa
kesehatan dan diperkirakan akan terus tumbuh positif hingga akhir tahun 2020.
Lapangan usaha Informasi dan Komunikasi juga menunjukkan pertumbuhan positif
di tahun 2020. Perubahan kebiasaan dalam aktivitas dan interaksi sosial
menyebabkan peningkatan kebutuhan akan sarana informasi dan komunikasi.
Penerapan PSBB dimana cukup banyak bidang usaha yang menerapkan kebijakan
bekerja di rumah (work from home) dan sekolah secara online menuntut masyarakat
untuk menyediakan sarana informasi dan komunikasi yang memadai. PDB Informasi
dan Komunikasi pada 2020 tumbuh stabil selalu di atas 9% dimana pertumbuhan
lapangan usaha ini tertinggi terjadi pada Triwulan II-2020 yang tumbuh sebesar
10,83%.
Kelompok lapangan usaha yang juga menunjukkan pertumbuhan positif di
tahun 2020 adalah lapangan usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan. Pada
Triwulan I-2020 lapangan usaha ini mengalami pertumbuhan positif sebesar 0,02%.
Pada Triwulan II-2020 tumbuh lebih besar menjadi 2,19% dan di Triwulan III-2020
tumbuh sebesar 2,15%. Pertumbuhan positif lapangan usaha pertanian menjadi
indikator bahwa lapangan usaha ini masih berlangsung baik dimana pasokan dan
permintaan kemungkinan tidak mengalami dampak negatif yang signifikan akibat
pandemi.

4.2. Keyakinan Konsumen dan Penjualan Eceran


Daya beli masyarakat sebelumnya dijelaskan oleh perkembangan pertumbuhan
konsumsi rumah tangga dalam PDB. Pertumbuhan PDB konsumsi rumah tangga
menunjukkan kontraksi dan tumbuh negatif pada Triwulan II dan Triwulan III tahun
2020. Untuk melihat perubahan daya beli masyarakat juga dapat dilakukan dengan
pendekatan lain seperti dengan melihat bagaimana keyakinan konsumen terhadap
perekonomian atau pun terhadap pendapatan. Selain itu juga dapat dilihat dengan
pendekatan penjualan rill terutama di sektor ritel yang akan memberikan gambaran
perkembangan daya beli rumah tangga.
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) merupakan rata-rata sederhana dari Indeks
Kondisi Ekonomi Saat ini (IKE) dan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK). IKE meliputi
keyakinan konsumen mengenai penghasilan saat ini, ketepatan waktu untuk
melakukan pembelian barang tahan lamadan ketersediaan lapangan kerja dengan
membandingkan antara kondisi saat ini dengan 6 bulan yang lalu. Sedangkan IEK

24
mencakup keyakinan konsumen mengenai ekspektasi konsumen terhadap kondisi
perekonomian 6 bulan yang akan datang dibandingkan dengan kondisi saat ini yang
meliputi ekspektasi penghasilan, kondisi dunia ekonomi secara umum, dan
ketersediaan lapangan kerja. IKK diperolah dari hasil Survei Konsumen Bank
Indonesia. Perkembangan Indeks Kayakinan Konsumen (IKK) di Indonesia
ditunjukkan oleh Gambar 5.

Gambar 4. 5. Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen

Sumber: Bank Indonesia, 2020


Keterangan: IKK: Indeks Keyakinan Konsumen
IKE: Indeks Kondisi Ekonomi
IEK: Indeks Ekspektasi Konsumen

Pelemahan daya beli ini juga dapat dilihat pengaruhnya pada menurunnya
indeks keyakinan konsumen dan penjualan eceran. Pada tahun 2020 IKK cenderung
menunjukkan penurunan sejak bulan Februari bahkan berada level yang cukup
rendah dimana berada di area pesimis (<100). Nilai IKK terendah terjadi pada bulan
Mei 2020 yaitu dengan indeks sebesar 77,8. Pada empat bulan berikutnya IKK
menunjukkan peningkatan walaupun juga masih berada pada area pesimis. Namun
pada bulan Oktober 2020 IKK kembali menunjukkan penurunan dimana IKK
mencapai sebesar 79,0. Namun demikian, dengan adanya pelonggaran kebijakan
memasuki era Kenormalan Baru (New Normal) IKK kembali menunjukkan
peningkatan pada November 2020. Pola yang hampir sama juga terjadi pada IKE dan
IEK dimana pada bulan November menunjukkan terjadi peningkatan nilai indeks.

25
Indeks Penjualan Riil Eceran (IPR) disusun oleh Bank Indonesia sebagai
indikator perkembangan konsumsi rumah tangga dan untuk mengetahui tekanan
inflasi dari sisi permintaan. Sumber data IPR diperoleh dari Survei Penjualan Eceran
yang merupakan survei bulanan yang bertujuan untuk mengetahui sumber tekanan
inflasi dari sisi permintaan dan memperoleh gambaran mengenai kecenderungan
perkembangan penjualan eceran serta konsumsi masyarakat. Responden
merupakan pedagang eceran yang mampu merepresentasikan tingkat penjualan satu
jenis barang yang dijual pada suatu wilayah tempat dilaksanakannya survei.
Perkembangan IPR bulanan dari tahun 2017 ditunjukkan oleh Gambar 6.

Gambar 4. 6. Perkembangan Indeks Penjualan Riil Eceran

Sumber: Bank Indonesia, 2020

Gambar 4. 7. Pertumbuhan Indeks Penjualan Riil Eceran (persen)

Sumber: Bank Indonesia, 2020

26
IPR pada tahun 2020 menunjukan kecenderungan penurunan dimana nilai
indeks terendah terjadi pada bulan April dan Oktober. Sementara IPR tertinggi di 2020
terjadi pada bulan Maret yang saat itu sebesar 219,9 poin namun kinerjanya
menunjukkan penurunan dimana terjadi kontraksi pada pertumbuhan IPR sebesar -
4,5% (yoy) lebih dalam dibandingkan bulan Februari yang mengalami kontraksi
sebesar -0,8% (yoy). Perkembangan pertumbuhan IPR menunjukkan penurunan
penjualan eceran terbesar terjadi pada bulan Mei di tahun 2020. IPR turun sebesar -
20,6% (yoy) dibandingkan bulan April yang turun sebesar -16,9% (yoy). Penurunan
penjualan berasal dari kontraksi pada semua kelompok komoditas dimana penurunan
terdalam terjadi pada sub kelompok Sandang sebesar -74% (yoy) serta kelompok
barang Budaya dan Rekreasi sebesar -53,7% (yoy).
Kinerja penjualan eceran diperkirakan menunjukan indikasi membaik pada
November 2020 (BI, 2020). IPR bulan November 2020 diperkirakan sebesar 182,7
dimana kinerja penjualan eceran diperkirakan tumbuh dengan kontraksi yang lebih
kecil yaitu sebesar -0,4% (mtm) dibandingkan bulan Oktober yang mengalami
kontraksi sebesar -5,3% (mtm). Perbaikan kinerja tersebut diperkirakan didorong oleh
persiapan menjelang Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) Natal dan tahun baru.

4.3. Inflasi Pangan


Perkembangan inflasi selama tahun 2020 menunjukkan perbedaan pola jika
dibandingkan dengan perkembangan inflasi pada tahun-tahun sebelumnya. Inflasi
bulan ke bulan secara umum biasanya menunjukkan perkembangan pola yang
hampir sama jika dibandingkan dari tahun ke tahun dimana tingkat inflasi akan
menunjukkan peningkatan di saat menjelang Hari Besar Keagamaan Nasional
(HBKN) puasa dan lebaran serta di akhir tahun menjelang perayaan natal dan tahun
baru. Perubahan pola aktivitas sosial dan ekonomi masyarakat karena adanya
pandemi Covid-19 turut menjadi salah satu faktor utama yang mempengaruhi
perkembangan inflasi di tahun ini.
Dari sisi perkembangan inflasi, sampai dengan November 2020 (Gambar 4.8.)
tercatat inflasi terjadi inflasi umum atau inflasi nasional sebesar 0,28% (mtm) dan
1,59% (yoy). Pada periode Januari sampai dengan November tahun 2020 inflasi
tertinggi terjadi pada bulan Januari dimana terjadi inflasi sebesar 0,39% (mtm).
Sementara deflasi pada tahun 2020 terjadi dalam tiga bulan berturut-turut yaitu di
bulan Juli dengan deflasi sebesar -0,10%, bulan Agustus dan September dengan
deflasi masing-masing sebesar -0,05%. Secara umum pola inflasi umum bulan ke

27
bulan pada tahun 2020 cenderung landai dan cenderung rendah jika dibandingkan
dengan inflasi bulan ke bulan pada tahun sebelumnya.

INFLASI UMUM (mtm)


0.80
0.60
0.40
(%)

0.20
0.00
-0.20
-0.40
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des
2019 0.32 -0.08 0.11 0.44 0.68 0.55 0.31 0.12 -0.27 0.02 0.14 0.34
2020 0.39 0.28 0.10 0.08 0.07 0.18 -0.10 -0.05 -0.05 0.07 0.28

INFLASI UMUM (yoy)


4.00
3.50
3.00
(%)

2.50
2.00
1.50
1.00
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des
2019 2.82 2.57 2.48 2.83 3.32 3.28 3.32 3.49 3.39 3.13 3.00 2.72
2020 2.68 2.98 2.96 2.67 2.19 1.96 1.54 1.32 1.42 1.44 1.59

Sumber: BPS (2020)


Gambar 4. 8. Perkembangan Inflasi Umum Month-to-Month dan Year-on-Year

Perkembangan inflasi volatile food periode Januari – November 2020


ditunjukkan oleh Gambar 4.9. Inflasi pada kelompok volatile food menangkap
pergerakan harga eceran dari komoditi pangan termasuk komoditi pangan pokok.
Pola perkembangan inflasi pada tahun 2020 menunjukkan arah yang berbeda jika
dibandingkan dengan tahun 2019. Pada tahun 2020 inflasi cenderung rendah bahkan
mengalami enam bulan deflasi (mtm).
Inflasi bulan ke bulan tertinggi untuk volatile food terjadi pada awal tahun yaitu
bulan Januari dengan tingkat inflasi sebesar 1,93%. Deflasi mulai terjadi pada bulan
Maret yang mengalami deflasi sebesar -0,38%. Pada bulan Maret 2020 adalah saat
terkonfirmasi pertama kasus Covid-19 dan disusul oleh beberapa kasus berikutnya
sehingga beberapa wilayah melakukan karantina wilayah sehingga aktivitas
masyarakat menurun drastis. Selanjutnya pada akhir bulan Maret pelaksanaan

28
Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) mulai diterapkan oleh Pemerintah setelah
melihat meningkatnya kasus penularan Covid-19 di Indonesia.
Terjadi anomali pada tahun 2020 dimana pada tahun-tahun sebelumnya saat
menjelang bulan Ramadan dan Lebaran, inflasi cenderung menunjukkan peningkatan
karena naiknya animo belanja masyarakat. Namun pada tahun ini terjadi deflasi pada
Ramadan yaitu di bulan April sebesar -0,09% dan pada saat Lebaran di bulan Mei
yang mengalami deflasi sebesar -0,50%. Deflasi terjadi seiring dengan peningkatan
pasokan sementara daya beli masyarakat melemah karena adanya pembatasan
aktivitas sosial dan ekonomi. Deflasi kembali terjadi pada bulan Juli, Agustus, dan
September dengan deflasi terbesar terjadi pada bulan Agustus 2020 dengan tingkat
deflasi sebesar -1,44% (mtm).

INFLASI VOLATILE FOOD (mtm)


3.00
2.00
1.00
(%)

0.00
-1.00
-2.00
-3.00
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des
2019 0.97 -1.30 -0.02 1.59 2.18 1.70 0.89 -0.25 -2.26 -0.47 0.42 0.86
2020 1.93 1.27 -0.38 -0.09 -0.50 0.77 -1.19 -1.44 -0.60 0.40 1.31

INFLASI VOLATILE FOOD (yoy)


9.00
7.00
5.00
(%)

3.00
1.00
-1.00
-3.00
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des
2019 1.76 0.33 0.16 2.05 4.08 4.91 4.90 5.96 5.49 4.82 5.02 4.30
2020 4.13 6.68 6.48 5.04 2.52 2.32 0.35 -1.09 0.55 1.32 2.41

Sumber: BPS (2020)


Gambar 4. 9. Perkembangan Inflasi Pangan Bergejolak Month-to-Month dan
Year-on-Year

Secara lebih spesifik, andil inflasi untuk sepuluh komoditi pangan utama
diperlihatkan pada Tabel 4.1. Komoditi pangan menunjukkan andil inflasi yang rendah
pada tahun 2020, bahkan beberapa komoditi memberikan andil deflasi. Andil inflasi
terbesar diberikan oleh cabai merah pada bulan Januari dengan andil sebesar 0,13%.

29
Sementara andil deflasi terbesar diberikan oleh komoditi cabai merah di bulan Maret
dan daging ayam ras di bulan Agustus dimana masing-masing memberikan andil
deflasi sebesar -0,09%. Komoditi daging ayam ras dan telur ayam ras periode
Januari-November 2020 adalah komoditi yang paling sering memberikan andil
deflasi.
Tabel 4. 1. Perkembangan Inflasi Komoditi Pangan Tahun 2020
Andil Inflasi Komoditi Pangan Pokok 2020
Komoditi
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agst Sept Okt Nov

1 Beras 0.03 0.01 - 0.01 - - -0.01 - - - -0.01


2 Gula - - 0.02 0.02 -0.01 -0.01 -0.01 -0.01 - - -
3 Minyak Goreng 0.04 0.01 -0.01 0.01 - -0.01 - 0.01 0.02 0.01 0.01
4 Daging Sapi - - - 0.01 0.01 - - - - - -0.01
5 Daging Ayam Ras -0.03 0.02 - -0.05 0.03 0.14 -0.04 -0.09 -0.04 -0.01 0.08
6 Telur Ayam Ras -0.01 - 0.03 -0.01 -0.06 0.04 0.04 -0.01 -0.04 -0.02 0.04
7 Cabai Rawit 0.05 0.01 -0.04 - -0.03 -0.01 -0.01 - -0.01 - 0.01
8 Cabai Merah 0.13 0.06 -0.09 -0.08 -0.07 -0.03 - - - 0.09 0.04
9 Bawang Merah 0.02 - 0.01 0.08 0.06 - -0.11 -0.07 -0.02 0.02 0.03
10 Bawang Putih 0.01 0.09 -0.01 -0.02 -0.05 -0.04 -0.03 - 0.01 - 0.01

Sumber: BPS (2020)

Jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, angka inflasi di masa


pandemi sebenarnya masih relatif terkendali. Hal ini terutama diperlihatkan oleh pola
inflasi menjelang bulan Ramadhan dimana biasanya menunjukkan nilai inflasi yang
cenderung meningkat, namun sebaliknya hingga bulan Mei 2020 justru terjadi
penurunan angka inflasi. Fenomena ini diduga juga dipengaruhi oleh masa PSBB dan
penurunan daya beli di masa Pandemi COVID-19.

4.4. Perkembangan Harga Pangan


Selama masa Pandemi COVID-19, harga sejumlah bahan pangan memang
mengalami kenaikan dan beberapa diantaranya perlu mendapatkan tambahan
pasokan dari impor. Pada periode Januari-November 2020, Kementerian
Perdagangan mencatat kenaikan harga untuk beberapa komoditas seperti beras,
gula pasir, bawang merah, tepung terigu, minyak goreng, dan daging sapi.
Sedangkan komoditas lainnya cenderung stabil dan bahkan ada juga yang
mengalami penurunan harga seperti cabai dan daging ayam ras. Secara khusus yang
masih mengalami kenaikan pada bulan Mei saat lebaran adalah gula pasir yang
mengalami kenaikanharga sebesar 32,03% yoy) dan bawang merah yang juga naik
44,17% yoy.

30
Harga Komoditas Produk Hortikultura
Pada bulan Mei 2020, harga beberapa produk hortikultura seperti bawang putih,
cabai merah, cabai keriting, maupun cabai rawit merah mulai menunjukkan
penurunan harga karena pasokan yang mulai membanjiri pasar. Sementara harga
bawang merah masih meningkat akibat menurunnya produktivitas panen di beberapa
sentra produksi sehingga menekan stok hingga 30%. Sementara harga bawang putih
yang sempat tinggi pada awal pandemi, pada bulan Mei 2020 sudah menurun hingga
mencapai Rp 34.036/kg dari Rp 48.177/kg pda bulan Februari 2020 karena pasokan
sudah dapat dipenuhi seiring masuknya importasi dari Tiongkok (Gambar 4.10).
Pada bulan November 2020 harga cenderung menunjukkan penurunan untuk
bawang merah dan bawan putih karena lancarnya pasokan. Sementara untuk cabai
menunjukkan adanya peningkatan di November terutama cabai merah besar yang
mengalami peningkatan sebesar 89% (YOY).

Harga Cabai
80,000
70,000
60,000
50,000
Rp/kg

40,000
30,000
20,000
10,000
0
Jan

Agu

Jan

Agu
Mar

Mar
Nov

Nov
Jul

Jul
Jun

Jun
Mei

Mei
Apr

Apr
Des
Okt

Okt
Feb

Sep

Feb

Sep

2019 2020

Cabai Merah Keriting Cabai Merah Besar Cabai Rawit Merah

Harga Bawang
60,000

50,000

40,000
Rp/kg

30,000

20,000

10,000

0
Jan

Agu

Jan

Agu
Mar

Mar
Nov

Nov
Jul

Jul
Jun

Jun
Mei
Apr
Mei

Apr
Des
Okt

Okt
Sep

Feb
Feb

Sep

2019 2020

Bawang Putih Bawang Merah

Sumber: SP2KP Ditjen PDN Kemendag (2020)


Gambar 4. 10. Perkembangan Harga Cabai dan Bawang Tahun 2019-2020*

31
Harga Komoditas Hasil industri
Harga komoditas hasil indutri seperti beras, gula, tepung terigu dan minyak
goreng mengalami kenaikan karena berbagai faktor, mulai dari meningkatnya
permintaan, siklus musiman hingga gangguan distribusi selama masa pandemi.
Salah satu komoditas hasil industri yang paling menjadi perhatian selama masa
pandemi adalah gula pasir.
Berdasarkan pantauan Kementerian Perdagangan pada 223 pasar di 95
Kab/Kota yang dilaporkan secara harian melalui sistem pemantauan harga, rata-rata
harga eceran gula berada di kisaran harga Rp 17.000/kg pada pertengahan Mei 2020.
Oleh karena itu, Kementerian Perdagangan terus mengupayakan penambahan
pasokan gula pasir melalui impor dan penugasan kepada BUMN dan swasta. Hingga
pada akhir Mei, harga mulai mengalami penurunan karena pasokan yang mulai
bertambah meskipun belum dapat memenuhi seluruh permintaan pasar. Harga terus
menurun karena pasokan impor dan puncak musim giling tebu yang jatuh pada Mei-
Juni 2020 dimana pada November 2020 sudah menunjukkan mengalami penurunan
di kisaran Rp 13.200/kg.

Beras Medium Tepung Terigu


10,900 9,900
10,800 9,800
10,700 9,700
10,600 9,600
Rp/kg

Rp/kg

9,500
10,500
9,400
10,400
9,300
10,300
9,200
10,200 9,100
Jan

Agu

Jan

Agu
Mar

Mar
Nov

Nov
Jun
Jul

Jun
Jul
Apr
Mei

Apr
Mei
Des
Okt

Okt
Feb

Sep

Feb

Sep

Jan

Agu

Jan

Agu
Mar

Mar
Nov

Nov
Jun
Jul

Jun
Jul
Apr
Mei

Apr
Mei
Okt

Des

Okt
Feb

Sep

Feb

Sep

2019 2020 2019 2020


Beras Medium Tepung Terigu

Gula Pasir Harga Minyak Goreng


19,000 18,000
18,000 17,000
17,000 16,000
16,000 15,000
Rp/lt
Rp/kg

15,000 14,000
14,000
13,000
13,000
12,000
12,000
11,000 11,000
10,000 10,000
Jan

Agu

Jan

Agu
Mar

Mar
Nov

Nov
Jun
Jul

Jun
Jul
Apr
Mei

Apr
Mei
Des
Okt

Okt
Feb

Sep

Feb

Sep
Jan

Agu

Jan

Agu
Mar

Mar
Nov

Nov
Jun
Jul

Jun
Jul
Apr
Mei

Apr
Mei
Des
Okt

Okt
Feb

Sep

Feb

Sep

2019 2020 2019 2020

Gula Pasir Minyak Goreng Curah Minyak Goreng Kemasan

Sumber: SP2KP Ditjen PDN Kemendag (2020)


Gambar 4. 11. Perkembangan Harga Beras, Tepung Terigu, Gula Pasir dan
Minyak Goreng Tahun 2019-2020*

32
Harga komoditas hasil industri lainnya yang turut terdampak selama pandemi
adalah beras. Harga beras medium sebenarnya telah mulai mengalami kenaikan dari
Rp 10.568/kg di bulan Desember 2019 menjadi harga Rp 10.784/kg di bulan April
2020. Pada bulan Mei, harga mulai mengalami sedikit penurunan menjadi Rp
10.746/kg. Pada November 2020 harga beras medium berada pada Rp 10.623/kg
Salah satu penyebab naiknya harga beras adalah berkurangnya stok karena
tingginya permintaan beras untuk berbagai kegiatan bantuan sosial selama pandemi.
Namun demikian, setelah masa panen raya pada bulan April-Mei diperkirakan
terdapat tambahan pasokan hasil panen sebanyak 19,8 juta ton dan stok beras
Indonesia diperkirakan aman hingga 9 bulan yang akan datang.
Selain gula pasir dan beras, komoditas hasil industri lainnya yang patut
diwaspadai harga dan stoknya pasca pandemi adalah tepung terigu, mengingat
angka ketergantungan impor Indonesia terhadap komoditas gandum yang menjadi
bahan baku tepung terigu mencapai 99%. Tepung terigu juga menjadi bahan baku
utama bagi industri makanan di Indonesia sehingga ketersediaannya perlu segera
diantisipasi oleh Pemerintah. Pada November 2020 harga di Rp 9.800/kg
menunjukkan kenaikan sebesar 3,34% (yoy).
Komoditi minyak goreng relatif stabil pada awal tahun 2020 namun menjelang
bulan November menunjukkan kecenderungan peningkatan. Pada bulan November
2020 harga minyak goreng menunjukkan peningkatan sebesar 27,1% untuk minyak
goreng curah dan 18,9% untuk minyak goreng kemasan. Harga minyak goreng
sangat dipengaruhi harga CPO dunia sebagai bahan baku utamanya. Peningkatan
permintaan CPO sebagai bahan baku industri menekan harga dunia. Pemulihan
pandemi di China meningkatkan kembali aktivitas ekonomi sehingga permintaan
CPO dunia meningkat.

Harga Komoditas Produk Peternakan


Selama masa pandemi harga produk peternakan seperti daging ayam ras dan
telur ayam ras menunjukkan penurunan. Sementara untuk harga daging sapi justru
mengalami kenaikan, salah satunya karena keterlambatan pasokan daging impor dari
India. Perkembangan harga daging ayam ras, telur ayam ras, dan daging sapi
diperliharkan oleh Gambar 4.12.

33
Daging Ayam Ras
39,000
37,000
35,000
33,000
Rp/kg

31,000
29,000
27,000
25,000
Jan

Agu

Jan

Agu
Mar

Mar
Nov

Nov
Jul

Jul
Jun

Jun
Mei

Mei
Apr

Apr
Des
Okt

Okt
Feb

Sep

Feb

Sep
2019 2020

Daging Ayam Ras

Telur Ayam Ras


27,000
26,000
25,000
24,000
Rp/kg

23,000
22,000
21,000
20,000
Jan

Agu

Jan

Agu
Mar

Mar
Nov

Nov
Jul

Jul
Jun

Jun
Mei

Mei
Apr

Apr
Des
Okt

Okt
Feb

Sep

Feb

Sep
2019 2020

Telur Ayam Ras

Daging Sapi
121,000
120,500
120,000
119,500
119,000
Rp/kg

118,500
118,000
117,500
117,000
116,500
116,000
Jan

Agu

Jan

Agu
Mar

Mar
Nov

Nov
Jul

Jul
Jun

Jun
Mei
Apr
Mei

Apr
Des

Okt
Okt

Feb

Sep
Feb

Sep

2019 2020

Daging Sapi

Sumber: SP2KP Ditjen PDN Kemendag (2020)


Gambar 4. 12. Perkembangan Harga Daging Ayam, Telur Ayam dan Daging
Sapi, Tahun 2019-2020*

34
Harga daging ayam ras selama masa pandemi cenderung berfluktuasi. Pada
pertengahan bulan Mei 2020 harga daging ayam tercatat sebesar Rp 33.800/kg, atau
masih di bawah harga acuan sebesar Rp.35.000/kg. Hal ini disebabkan karena
penurunan pembelian daging ayam ras di pasar tradisional akibat sepinya
pengunjung pasar dan terbatasnya jam operasional pasar sebagai dampak dari
PSBB. Kondisi ini membuat peternak terpaksa menjual ayam dengan harga murah
ke tengkulak. Sementara harga telur ayam ras juga cenderung menurun karena
berkurangnya permintaan serta terganggunya distribusi yang berdampak pada
berlimpahnya stok di sentra produksi.
Namun demikian, dengan adanya pelonggaran kebijakan pergerakan
masyarakat dalam kebijakan Kenormalan Baru (New Normal), permintaan daging
ayam dan juga telur ayam memasuki bulan Juni mulai membaik sehingga harga mulai
naik kembali karena pasar mulai kembali dikunjungi pembeli dan distribusi juga
membaik. Pada bulan November 2020 harga daging ayam dan telur ayam juga
kembali menunjukkan peningkatan.
Untuk daging sapi, masih mengalami kenaikan yang cukup signifikan dari bulan
Maret sebesar Rp118.623/kg menjadi Rp.120.300/kg pada bulan Juni 2020. Hal ini
selain sebagai dampak pandemi COVID-19 yang menyebabkan keterlambatan
pasokan daging impor untuk menutup defisit kebutuhan daging sapi yang mencapai
58.000 ton per bulannya. Sementara pada bulan November harga daging sapi berada
di tingkat Rp 119.631/kg.
Disparitas harga antar wilayah menunjukkan adanya variasi selama periode
Januari – November 2020 (Tabel 4.2.). Disparitas harga antar wilayah yang besar
terjadi pada komoditi cabai, bawang merah, bawang putih, dan daging ayam ras.

Tabel 4. 2. Disparitas Harga Antar Wilayah Komoditi Pangan Tahun 2020


Disparitas Harga Antar Wilayah Tahun 2020 (%)
Komoditi
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember
Beras Medium 10.69 10.43 10.19 9.71 9.60 9.88 10.52 10.06 10.20 10.06 9.92
Gula Pasir 5.23 5.48 6.44 7.72 9.83 10.46 10.67 9.73 10.15 8.42 6.92
Minyak Goreng Kemasan 9.03 8.47 8.36 8.75 8.43 8.71 9.05 8.56 8.30 7.84 7.77
Daging Sapi 9.76 9.49 9.34 9.44 9.68 9.96 9.84 9.86 9.63 9.53 9.40
Daging Ayam Ras 14.47 15.18 15.03 20.07 18.83 15.26 14.93 16.42 15.35 13.89 10.69
Telur Ayam Ras 12.73 12.16 12.13 14.09 16.19 11.26 10.56 10.99 13.71 13.11 11.47
Tepung Terigu 12.41 12.18 11.98 11.71 11.01 11.21 11.27 11.01 11.85 11.89 11.92
Cabe Merah Keriting 30.04 26.08 30.72 42.82 56.54 44.28 44.41 41.99 31.90 19.19 18.06
Cabe Merah Biasa 27.07 28.38 34.32 51.81 65.22 53.47 49.37 47.05 32.38 23.63 23.10
Cabe Rawit Merah 24.51 23.95 29.92 31.25 47.54 48.55 46.83 55.44 59.23 52.30 40.51
Bawang Merah 16.58 26.33 19.75 18.99 15.14 22.18 26.57 25.30 22.18 17.87 16.83
Bawang Putih 13.88 12.24 15.34 19.20 26.58 32.89 30.68 24.47 18.85 19.33 17.82

Sumber: SP2KP, diolah (2020)

35
Tabel 4. 3. Disparitas Harga Antar Waktu Komoditi Pangan Tahun 2020
Disparitas Harga Antar Waktu Tahun 2020 (%)
Komoditi
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember
Beras Medium 0.49 0.26 0.46 0.44 1.68 0.15 0.17 0.33 0.15 0.16 0.25
Gula Pasir 1.69 1.43 6.72 1.43 3.59 3.68 0.76 0.66 0.36 0.38 0.24
Minyak Goreng Kemasan 1.36 0.30 0.16 1.29 1.31 0.42 0.19 0.31 0.37 0.15 0.17
Daging Sapi 0.12 0.16 0.08 0.57 0.58 0.47 0.66 0.26 0.08 0.09 0.09
Daging Ayam Ras 2.53 2.14 1.47 4.07 4.07 1.90 6.30 4.08 1.75 2.21 0.44
Telur Ayam Ras 1.72 0.95 0.85 2.40 2.38 3.01 0.29 0.90 1.22 1.61 1.75
Tepung Terigu 1.25 0.17 0.26 2.83 2.89 0.55 0.16 0.39 0.31 0.15 0.22
Cabe Merah Keriting 7.84 3.37 8.13 5.14 5.26 4.81 9.15 8.44 6.64 3.55 1.65
Cabe Merah Besar 12.86 4.80 10.43 3.19 3.10 3.27 8.24 11.88 9.89 1.59 1.54
Cabe Rawit Merah 16.29 17.16 9.40 11.09 10.22 2.44 1.83 6.18 2.22 3.43 2.71
Bawang Merah 4.45 4.76 4.68 5.07 4.90 10.85 8.22 2.84 0.94 5.99 1.85
Bawang Putih 5.19 8.22 1.57 6.88 5.71 8.91 2.35 5.67 0.85 2.80 1.00

Sumber: SP2KP, diolah (2020)

4.5. Perkembangan Pasokan Pangan


Bagi masyarakat Indonesia, pengeluaran untuk kebutuhan bahan makanan
masih menempati porsi terbesar dibandingkan dengan kebutuhan lainnya. Pada
tahun 2018, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat porsi untuk belanja kebutuhan
bahan makanan di wilayah pedesaan bahkan mencapai 56,28% dari total
pengeluaran masyarakat, sedangkan rata-rata nasional sebesar 49,51% (BPS,
2018). Tingginya porsi pengeluaran masyarakat terhadap pangan ini tentu menjadi
salah satu alasan utama Pemerintah untuk terus menjaga stabilitas harga dan
pasokan bahan pangan, terutama pada masa dan pasca pandemi COVID-19.
Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masayarakat COVID-19 sesuai Keputusan
Presiden Nomor 11 Tahun 2020 yang berlaku sejak 31 Maret 2020 secara umum
memang memberikan dampak bagi harga dan ketersediaan bahan pangan. Untuk itu,
Pemerintah secara terus-menerus melakukan pemantauan kebutuhan dan
ketersediaan stok bahan pangan, bahkan Presiden RI secara khusus melakukan
Rapat Terbatas mengenai Pangan berulang kali. Meskipun harga sejumlah bahan
pangan mengalami kenaikan, Pemerintah harus memastikan stok pangan tetap
terjamin (Tabel 4.4).

36
Tabel 4. 4. Data Perkiraan Kebutuhan dan Ketersediaan Stok Bahan Pangan

Sumber: Kementan, Kemenperin, Kemendag dikompilasi Kemenko bidang


Perekonomian (2 Mei 2020)

4.6. Distribusi Pangan Nasional


Dari dalam negeri, proses produksi dan distribusi bahan pangan dari hulu ke
hilir yang ikut terganggu selama pandemi COVID-19 memang menjadi salah satu
faktor utama kenaikan harga sejumlah bahan pangan di semester pertama 2020. Di
sisi hilir, penurunan aktivitas ekonomi yang bersumber dari terbatasnya tenaga kerja
dan kemampuan modal pelaku usaha dalam mempertahankan operasional usahanya
telah menurunkan produksi bahan pangan.
Di sisi distribusi, sektor transportasi dan logistik juga terhambat sehingga
menyebabkan terganggunya rantai pasok pangan serta akses pangan (Bappenas,
2020). Sementara dari luar negeri, kinerja impor beberapa bahan pangan juga
sempat mengalami gangguan selama pandemi karena kebijakan lockdown di negara
asal dan pemberlakukan protokol kesehatan yang ketat dalam proses impor.
Sejumlah kasus gangguan yang berdampak pada kelancaran dan ketersediaan
beberapa bahan pangan dapat teridentifikasi terutama terjadi di awal pandemi
diantaranya:
 Pelaksanaan PSBB pada beberapa daerah berpengaruh terhadap komoditi telur
ayam ras dimana telah menghambat penyaluran telur ayam dari sentra-sentra
produksi sehingga mengakibatkan penumpukan telur ayam yang sudah siap
dikonsumsi.

37
 Terjadi penurunan jumlah armada transportasi (truk) yang beroperasi sehingga
menghambat distribusi bawang merah dari sentra produksi ke wilayah konsumen.
Berkurangnya sarana transportasi dan tenaga kerja angkut juga meningkatkan
biaya operasional sehingga menaikkan harga jual bawang merah;
 Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diberi penugasan importasi daging
kerbau beku dari India (Bulog dan PT.Berdikari) terkendala kebijakan lockdown di
India hingga bulan Mei 2020. Impor sebanyak 5000 Ton daging oleh Bulog dan
PT. Berdikari yang seharusnya masuk pada bulan Maret-Mei belum dapat
direalisasikan, setidaknya hingga awal bulan Mei 2020;
 Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (APTRINDO) melaporkan PSBB telah
membuat jalan raya lebih sepi sehingga meningkatkan kerawanan. Kasus
pembajakan truk pengangkut logistik telah beberapa kali terjadi di wilayah Pulau
Jawa dan Sumatera;
 Beberapa daerah menutup pelabuhan dan melarang kapal sandar akibat pandemi
COVID-19 sehingga mempersulit penyaluran barang pokok dan barang penting,
terutama di daerah Terdepan, Terpencil dan Tertinggal (3T);
 Keberangkatan Kapal Perintis menjadi tidak menentu karena mempertimbangkan
load factor (volume barang) karena hanya diperbolehkan mengangkut barang.

Beberapa permasalahan terkait distribusi pangan tersebut mulai teratasi pada


semester dua tahun 2020. Pelaku usaha baik pemilik barang maupun penyedia jasa
pengangkutan mulai beradaptasi dengan perubahan aturan dan kebiasaan baru
karena pandemi Covid-19. Selain itu, pembatasan wilayah juga sudah mengalami
pelonggaran sehingga faktor yang berpotensi menghambat distribusi berkurang.

4.7. Pemenuhan Kebutuhan melalui Impor Bahan Pangan


Impor bahan pangan merupakan salah satu upaya yang dilakukan Kementerian
Perdagangan dalam rangka menjaga stabilisasi harga dan ketersediaan stok.
Beberapa alasan utama pelaksanaan impor pangan adalah kebutuhan pangan
Indonesia yang hingga saat ini masih belum dapat dipenuhi oleh produksi di dalam
negeri dan tuntutan akan keragaman bahan pangan sesuai kebutuhan masyarakat.
Selain itu, sebagai anggota World Trade Organization (WTO), Indonesia tentu juga
harus membuka akses pasar bagi perdagangan internasional.
Impor bahan pangan Indonesia secara umum didominasi oleh gandum, gula
mentah dan kedelai. Selama periode Januari-April 2020 yang juga merupakan masa

38
pandemi COVID-19, kinerja impor pangan Indonesia mengalami peningkatan
signifikan untuk beberapa komoditas. Beberapa produk yang impornya meningkat
adalah bawang putih (naik 2.267,1% YoY), gula kristal putih (naik 586,7% YoY),
gabah padi (naik 111,7% YoY), dan gula mentah (naik 41,4% YoY). Sementara yang
mengalami penurunan adalah bawang bombay (turun 99,29% YoY), jagung (turun
56,15% YoY) dan buah-buahan (turun 44,01% YoY) (Tabel 4.5).

Tabel 4. 5. Kinerja Impor Pangan Indonesia, 2015-2020*


Nilai Impor (USD Juta) Trend (%) Growth (%) Share (%) Volume Impor (Ribu Ton) Trend (%) Growth (%) Share (%)
No Uraian
2015 2019 Jan-Apr 2020 2015-19 Jan-Apr Jan-Apr 2015 2019 Jan-Apr 2020 2015-19 Jan-Apr Jan-Apr 2020
1 Total Impor Pangan 7.251,0 8.989,7 2.895,3 6,1 1,3 100,0 20.184,1 23.080,6 8.684,9 4,3 8,8 100,0
2 Gandum 2.082,1 2.791,9 1.093,4 8,4 1,8 37,8 7.409,8 10.664,2 4.342,5 9,1 8,7 50,0
3 Gula Mentah 1.226,5 1.317,8 703,9 0,2 51,2 24,3 3.304,1 3.966,2 1.998,8 4,5 48,3 23,0
4 Kedelai 1.034,4 1.064,6 308,1 2,0 (12,7) 10,6 2.256,9 2.670,1 770,6 4,8 (12,9) 8,9
5 Buah-buahan 612,0 1.368,6 298,0 22,6 (29,7) 10,3 406,9 665,6 173,2 13,7 (20,4) 2,0
6 Sapi hidup 545,6 593,6 121,6 1,2 (23,9) 4,2 197,6 223,1 43,5 2,9 (23,6) 0,5
7 Daging Sapi 226,5 690,2 117,6 27,8 (33,9) 4,1 48,2 197,3 32,1 37,2 (38,5) 0,4
8 Jagung 684,2 206,9 51,3 (24,2) (41,9) 1,8 3.259,8 1.010,4 235,8 (24,3) (42,8) 2,7
9 Beras 347,4 183,7 39,0 (5,8) (23,3) 1,3 860,2 444,5 68,8 (7,3) (44,9) 0,8
10 Bawang Putih 342,7 530,0 88,6 10,5 10.059,0 2,7 479,9 465,3 76,9 2,1 5.691,0 0,9
11 Garam 79,8 95,5 31,0 4,2 23,7 1,1 1.864,0 2.595,3 809,8 10,0 6,9 9,3
12 Cabai 33,2 72,3 19,7 21,4 (4,9) 0,7 26,2 44,0 10,3 14,3 (25,5) 0,1
13 Jahe 5,8 17,0 8,6 60,4 110,5 0,3 6,8 21,7 98,9 59,5 13,4 1,1
14 Gula Kristal Putih 1,6 0,4 0,1 (38,9) 583,0 0,0 5,1 0,8 0,2 (45,0) 1.186,6 0,0
15 Bawang Bombai 20,6 56,6 14,1 25,1 9,3 0,5 41,4 111,9 23,5 23,9 (8,3) 0,3
16 Gabah Padi 4,3 0,5 0,3 (44,6) 7.256,4 0,0 1,4 - 0,0 (62,3) 2.104,5 0,0
17 Bawang Merah 4,6 - - - - - 15,8 - - - - -

Ket: *data hingga April 2020


Sumber: BPS (2020), diolah

Tabel 4. 6. Negara Asal Impor Pangan Indonesia, 2015-2020*


USD JUTA Growth (%) Share (%) Ribu TON Growth (%) Share (%)
Trend (%) Trend (%)
No Negara Asal Jan-Apr Jan-Apr Jan-Apr Jan-Apr Jan-Apr Jan-Apr
2015 2019 2015-19 2015 2019 2015-19
2020 2020/19 2020 2020 2020/19 2020
Total Impor PANGAN
7,514.5 9,174.0 2,907.7 5.24 1.72 100.00 20,497.2 23,384.2 8,670.3 3.43 9.81 100.00
& HORTIKULTURA
1 Australia 2,435.4 1,537.7 560.6 -10.16 20.33 19.28 7,061.0 3,659.7 1,640.4 -12.60 53.62 18.92
2 Argentina 377.3 682.9 553.8 7.06 36.04 19.05 1,781.7 2,737.0 2,358.1 3.21 46.41 27.20
3 Amerika Serikat 1,257.8 1,535.8 471.5 4.77 -3.24 16.21 2,717.1 3,900.3 1,239.2 7.89 -1.80 14.29
4 Thailand 778.1 1,317.3 444.0 16.74 -8.32 15.27 1,935.0 3,565.3 1,230.0 19.47 -5.88 14.19
5 RRT 710.8 1,398.2 238.2 19.25 17.74 8.19 809.8 965.0 193.0 7.17 53.27 2.23
6 Kanada 567.0 765.2 225.8 9.11 -13.66 7.77 1,774.9 2,592.3 769.6 9.97 -12.34 8.88
7 Ukraina 144.2 699.8 122.5 39.34 16.25 4.21 664.7 2,994.3 505.4 34.85 25.10 5.83
8 Brasil 469.7 139.6 62.3 -38.03 -31.99 2.14 1,795.4 521.7 199.4 -35.31 -47.26 2.30
9 Myanmar 33.6 101.9 54.0 29.25 83.76 1.86 40.3 217.0 65.3 47.73 18.03 0.75
10 India 127.4 394.8 38.1 34.21 -59.86 1.31 557.8 915.8 189.6 13.49 -33.39 2.19
Lainnya 613.0 600.7 137.0 4.48 -40.17 4.71 1,359.4 1,315.9 280.1 5.28 -46.36 3.23

Ket: *data hingga April 2020


Sumber: BPS (2020), diolah

39
Dua negara utama asal impor pangan Indonesia sejak tahun 2015 adalah
Australia dan Amerika Serikat. Namun, pada periode Januari-Maret 2020 telah terjadi
peningkatan signifikan untuk impor bahan pangan dari Argentina hingga 24,95%.
Sementara untuk impor bahan pangan dari Australia juga masih tumbuh signifikan
sebesar 34,48%. Sebaliknya, impor dari Amerika Serikat menurun 6,97%. Hal ini
diperkirakan karena Amerika Serikat merupakan salah satu negara episentrum
COVID-19 dengan kasus positif terbanyak sehingga turut berdampak pada kinerja
perdagangannya (Tabel 4.6).

40
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

5.1. Kesimpulan
1. Pandemi COVID-19 telah menimbulkan dampak perlambatan ekonomi di seluruh
dunia, termasuk Indonesia. Pembatasan mobilitas masyarakat untuk memutus
rantai penularan, termasuk melalui pembatasan aktivitas perdagangan telah
melemahkan berbagai sektor yang menopang pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Beberapa indikator utama yang dapat dilihat yaitu tingkat pertumbuhan ekonomi
dan daya beli masyarakat yang semakin melemah. Pada akhir tahun 2020
diharapkan konsumsi rumah tangga akan membaik karena pelonggaran
penerapan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di berbagai
daerah. Dengan adanya pelonggaran kebijakan memasuki era Kenormalan Baru
(New Normal), diharapkan daya beli masyarakat perlahan akan mulai pulih.

2. Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami resesi setelah mengalami kontraksi


pada Triwulan II dan III tahun 2020. Pada TW I perekonomian masih menunjukkan
pertumbuhan positif sebesar 2,97% namun pada TW II terjadi kontraksi sebesar
-5,32%. Kontraksi kembali terjadi pada TW III sebesar -3,49% year on year.
Kontraksi tersebut antara lain disebabkan oleh kontraksi pada komponen
pengeluaran, khususnya Konsumi Rumah Tangga. Perekonomian Indonesia
memang masih ditopang oleh Konsumsi Rumah Tangga yang mencakup lebih
dari separuh Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia yaitu sebesar 57,31% di
TW III – 2020. Komponen Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga pada TW I
masih positif sebesar 2,83% (YoY), namun pada TW II dan TW III terjadi kontraksi
yaitu masing-masing sebesar -5,52% dan -4,04%.

3. Pelemahan daya beli ini terlihat pada menurunnya indeks keyakinan konsumen
dan penjualan eceran (IKK). Pada tahun 2020 IKK cenderung menunjukkan
penurunan sejak bulan Februari bahkan berada level yang cukup rendah dimana
berada di area pesimis (<100). Nilai IKK terendah terjadi pada bulan Mei 2020
yaitu dengan indeks sebesar 77,8. Penurunan daya beli juga terlihat dari kontraksi
pada pertumbuhan penjualan eceran yang ditunjukkan oleh kontraksi pada indeks
penjualan riil eceran (IPR) Bank Indonesia. Sejak awal tahun 2020 IPR
menunjukkan peningkatan kontraksi dimana kontraksi terbesar terjadi pada bulan
Mei 2020 sebesar -20,6%. Pada bulan berikutnya hingga September 2020, terjadi

41
perbaikan penjualan eceran dimana pada bulan September 2020 kontraksi IPR
menjadi sebesar -8,7%.

4. Akibat penurunan daya beli yang mengakibatkan penurunan permintaan, harga


secara umum mengalami stagnasi, bahkan ada yang mengalami penurunan. Hal
ini tercermin dari tingkat inflasi yang rendah untuk periode Januari – November
2020 yang secara kumulatif mencapai 1,23% dimana masih berada dibawah
target inflasi tahun 2020 yang sebesar 3%. Deflasi terjadi dalam 3 bulan berurutan
yaitu Juli (-0,10%), Agustus (-0,05%), dan September (-0,05%) dipicu oleh
penurunan harga pangan dan tarif transportasi udara. Sementara pada November
2020 terjadi inflasi sebesar 0,28%.

5. Perkembangan harga sampai November 2020 masih terkendali dimana harga


terutama dipengaruhi oleh kelancaran pasokan, distribusi, dan permintaan yang
cenderung stagnan. Faktor cuaca di 2020 juga berdampak pada ketersediaan
pasokan pangan terutama pada komoditi hortikultura. Fenomena perubahan iklim
La Nina menyebabkan curah hujan yang lebih lebat dimana bisa 40% lebih lebat
dari kondisi normal. Hal ini mempengaruhi produksi komoditi horti seperti cabai
dan bawang merah.

6. Produk peternakan seperti daging ayam dan telur ayam ras cenderung
mengalami kenaikan harga setelah sebelumnya mengalami penurunan karena
pengendalian stok untuk menaikkan harga di tingkat peternak. Harga komoditi
hortikultura seperti cabai dan bawang mengalami peningkatan memasuki musim
hujan akibat panen yang terganggu. Rata-rata disparitas harga antar waktu
hingga November 2020 cenderung rendah dan terkendali seperti beras, minyak
goreng, gula, dan daging sapi yang berada di bawah 2%. Sementara disparitas
harga daging ayam ras mencapai 2,81%. Komoditi hortikultura menunjukkan
disparitas harga yang cukup besar seperti bawang merah sebesar 4,96% dan
cabai merah sebesar 6,44%.

7. Kelancaran pasokan dan ketersediaan pangan terutama tercermin dari


perkembangan harga pangan pokok. Proses produksi dan distribusi bahan
pangan dari hulu ke hilir yang ikut terganggu selama pandemi COVID-19 memang
menjadi salah satu faktor utama kenaikan harga sejumlah bahan pangan. Di sisi
hilir, penurunan aktivitas ekonomi yang bersumber dari terbatasnya tenaga kerja
dan kemampuan modal pelaku usaha dalam mempertahankan operasional
usahanya telah menurunkan produksi bahan pangan. Di sisi distribusi, sektor

42
transportasi dan logistik juga terhambat sehingga menyebabkan terganggunya
rantai pasok pangan serta akses pangan. Beberapa hambatan tersebut mulai
teratasi setelah pelonggaran PSBB.

5.2. Rekomendasi
1. Pelemahan harga pada komoditas pangan merupakan sinyal masih lemahnya
permintaan di masyarakat yang menjadi salah satu penyebab deflasi dimana
konsumsi secara umum mengalami penurunan. Kondisi ini sesuai dengan kinerja
PDB sektor Rumah Tangga yang pada Triwulan III-2020 yang masih terkontraksi
-4,04%. Namun peningkatan kembali harga pangan juga perlu diantisipasi.

2. Langkah yang dapat ditempuh secara umum yaitu dengan stabilisasi harga serta
pasokan dan meningkatkan konsumsi masyarakat, diantaranya melalui upaya-
upaya sebagai berikut:

a) Untuk barang-barang pokok yang sedang terjadi surplus produksi, pelaku


usaha dapat diarahkan untuk memanfaatkan berbagai fasilitas/program yang
dijalankan pemerintah, misalnya Sistem Resi Gudang menunggu hingga
harga kembali stabil. Selain itu, barang mudah rusak (perishable good) perlu
difasilitasi dengan cold storage, blast freezer hingga gudang dengan
pengaturan suhu (CAS) hingga pembangunan cold chain.

b) Untuk barang pokok yang mengalami kenaikan harga, misalnya untuk minyak
goreng, pemerintah perlu menyiapkan langkah stabilisasi harga dan
pasokannya melalui pemantauan pasokan secara lebih intensif ke produsen
dan juga menjamin kecukupan stok di dalam negeri dalam rangka
mengantisipasi fluktuasi harga lebih lanjut.

c) Bagi barang pokok dengan disparitas harga antar wilayah yang cukup tinggi,
Pemerintah dapat aktif memfasilitasi penyediaan informasi pasokan bapok
yang akurat baik kepada pemerintah daerah maupun pelaku usaha sehingga
perdagangan antar wilayah surplus dan defisit dapat ditingkatkan. Dengan
demikian diharapkan disparitas harga akan menurun.

d) Secara berkesinambungan melakukan pengawasan terhadap penyimpanan


dan penyaluran bahan pokok untuk menjamin mutu barang pokok yang
dikonsumsi masyarakat dan juga mencegah terjadinya penimbunan bahan

43
pokok, sehingga harga yang terbentuk di pasar benar-benar mencerminkan
permintaan dan penawaran bahan kebutuhan pokok secara akurat.

e) Mengoptimalkan program kerja terkait distribusi bapok, misalnya Tol Laut dan
Gerai Maritim melalui peningkatan jumlah subsidi, relaksasi jenis barang yang
diangkut, dan penambahan rute pelayaran untuk memastikan ketersediaan
barang dan menjaga daya beli masyarakat khususnya di wilayah Tertinggal,
Terluar, Terpencil, dan Perbatasan (3TP) yang rentan terhadap fluktuasi
harga.

f) Fasilitasi perluasan akses masyarakat terhadap barang-barang bapok. Salah


satu saluran pemasaran dapat melalui kegiatan atau even promosi produk
lokal yang melibatkan UMKM dan produsen komoditas produk lokal baik
secara fisik atau non fisik. Secara fisik misalnya dengan membuka pasar
murah di lokasi-lokasi tertentu dengan tetap memperhatikan protokol
kesehatan. Sementara pasar murah non fisik dapat dilakukan misalnya
melalui pekan promosi pada platform e-commerce.

g) Mengupayakan pengurangan hambatan perdagangan pada e-commerce


misalnya dengan menunda pengenaan pajak pada e-commerce setidaknya
hingga akhir tahun 2020. Dengan demikian diharapkan harga di konsumen
dapat lebih kompetitif sehingga tetap terjangkau oleh masyarakat di berbagai
lapisan ekonomi.

h) Meningkatkan koordinasi lebih lanjut antar K/L khususnya yang memiliki


program kerja yang mampu mendorong peningkatan daya beli masyarakat
untuk mempercepat realisasi penyalurannya misalnya subsidi gaji, Bantuan
Langsung Tunai (BLT), bantuan sosial (bansos), pasar murah bapok
bersubsidi, dan sebagainya.

44
DAFTAR PUSTAKA

Bank Indonesia. 2020. Metadata Indeks Keyakinan Konsumen (Survei Konsumen).


Divisi Statistik Sektor Rill Departemen Statistik Bank Indonesia

Bank Indonesia. 2020. Metadata Indeks Riil Penjualan Eceran (Survei Penjualan
Eceran). Divisi Statistik Sektor Rill Departemen Statistik Bank Indonesia

BPS. 2020. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I-2020. Berita Resmi Statistik.
No. 39/05/Th. XXIII, 5 Mei 2020

BPS. 2020. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan II-2020. Berita Resmi Statistik.
No. 64/08/Th. XXIII, 5 Agustus 2020

BPS. 2020. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan III-2020. Berita Resmi


Statistik. No. 85/11/Th. XXIII, 5 November 2020

Hadiwardoyo, W. 2020. Kerugian Ekonomi Nasional Akibat Pandemi COVID-19.


Journal of Business and Entrepreneurship Volume 2 No. 2 April 2020.

Mona, Nailul. 2020. Konsep Isolasi Dalam Jaringan Sosial Untuk Meminimalisasi Efek
Contagious (Kasus Penyebaran Virus Corona Di Indonesia). Jurnal Sosial
Humaniora Terapan. Volume 2 No.2, Januari-Juni 2020.

Nasution, D. A., et al. 2020. Dampak Pandemi Covid-19 Terhadap Perekonomian


Indonesia. Jurnal Benefita 5(2) Juli 2020 (212-224).

Syafrida, dan Ralang Hartati. 2020. Bersama Melawan Virus Covid 19 di Indonesia.
Jurnal Sosial & Budaya Syar-i FSH UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Vol. 7 No.
6 (2020), pp. 495-508.

UU No 6 tahun 2018. (2018). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun


2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

Yamali, F.R., dan R.N. Putri. 2020. Dampak Covid-19 Terhadap Ekonomi Indonesia.
Journal of Economics and Business, 4(2), September 2020, 384-388.

Vermonte, Philips. dan Teguh Yudo Wicaksono. 2020. Karakteristik dan Persebaran
COVID-19 di Indonesia: Temuan Awal. CSIS Commentaries DMRU-043-ID. 9
April 2020

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R D. Penerbit Alfabeta.


Bandung.

45

Anda mungkin juga menyukai