Anda di halaman 1dari 1

Officium nobile dapat diartikan sebagai profesi yang luhur.

Maksud pernyataan ini adalah profesi


officium nobile memberikan pelayanan kepada anggota masyarakat, bukan semata-mata untuk mencari
nafkah, tetapi motivasi utamanya untuk melayani-manusia. Untuk menjamin pelayanan terhadap
masyarakat ole profesi tertentu, diperlukan kode etik. Kode etik adalah prinsip-prinsip yang wajib
ditegakkan oleh anggota dari komunitas profesi tertentu. Kode etik disusun ole wakil-wakil yang duduk
dalam asosiasi profesi tertentu. Kunci supaya dapat melaksanakan profesi yang luhur itu secara baik
dituntut moralitas yang tinggi dari pelakunya. Ciri moralitas yang tinggi meliputi tiga hal.

1. Berani berbuat dengan tekad untuk bertindak sesuai dengan tuntutan profesi.
2. Sadar akan kewajibannya.
3. Memiliki idealisme yang tinggi

dengan kondisi di Indonesia, proses pergeseran dari hukum 'klasik' ke hukum 'modern? . Dilihat dari
gejalanya, sedikit banyak telah mulai terjadi di Indonesia. Sementara itu, pihak bersikap apatis, bahkan
pesimis dalam melihat perkembangan hukum di Indonesia. Sementara itu, sebagian lain justru
mendukung perkembangan hukum 'modern' tersebut, dalam hal in menggunakan prinsip ekonomi
dalam melihat masalah hukum yang tentu merupakan sebuah bentuk pragmatism (sang anggota
dewan). Untuk menghadapi kondisi Indonesia, dapat kita jelaskan di bawah in;

pragmatisme (sang anggota dewan). Untuk menghadapi kondisi di Indonesia, dapat kita

Pertama, mesti dipahami dan harus terus dipahami bahwa profesionalisme telah mulai dibentuk dari
lembaga pendidikan hukum. Untuk itu, lembaga-lembaga pendidikan sudah semestinya turut andil pada
proses pembentukan profesionalisme ini.

Semestinya, sejak jenjang S1, sudah ada satu cetak biru yang jelas tentang profil tap-tiap mahasiswa.

Kedua, lembaga pendidikan juga dituntut harus mampu mentransformasikan pengajaran nilai-nilai
keadilan dalam konteks masvarakat terkini.

Ketiga, "ontran-ontran' yang terjadi pada lembaga peradilan di Indonesia setidaknya bisa ditangkap
sebagai sebuah pertanda positif dengan tetap proporsional tentu saja. Paling tidak, telah ada
kesepakatan untuk melakukan perubahan di tubuh lembaga peradilan. Ke arah mana, itu
pertanyaannya.

Ada tiga adagium klasik yang menjadi fondasi hukum. Paling tidak, bisa menjadi dasar-dasar pemikiran
untuk merumuskan kode etik profesi hukum. Ketiga adagia klasik tersebut sebagai berikut.

1. lus est ars boni et aequi (hukum adalah kecakapan (menerapkan) nilai kebaikan dan kepatutan).
2. Male enim nostro iure uti non debemus (janganlah kita salah gunakan hukum kita).
3. Neque malitis indulgendum est (janganlah kita menerah pada keburukan).

Bagaimana seorang profesional hukum pada akhirya aka memaknai adagia tersebut, kita serahkan saja
pada individu itu sendiri.

Anda mungkin juga menyukai