Anda di halaman 1dari 2

Reformasi Birokrasi di Bidang Hukum dan Kaitannya dengan Etika Profesi oleh T.

Yuza Mulia Pahlevi Judul Pengarang : Buku Ajar Etika Profesi (www.undip.ac.id) : R. Rizal Isnanto, ST, MM, MT

Apa yang akan dijawab oleh orang-orang yang ditanya apa itu etika?. Sebagian besar pasti memiliki jawaban yang kira-kira seperti ini : nilai-nilai yang berlaku dalam kehidupan manusia tentang apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Kita tidak bisa membenarkan atau menyalahkan karena itulah hakikatnya. Tiap manusia memiliki kesadaran tentang etika yang bersumber dari hati nurani masing-masing. Salah satu cabang etika terapan adalah etika profesi. Etika profesi berisi pedoman bagi orang-orang yang memiliki profesi / profesional dalam menjalankan profesinya. Hal ini sangat dibutuhkan dan harus dipegang erat oleh setiap profesional, karena di zaman ini, tidak hanya dibutuhkan seorang profesional yang ahli dan cekatan dalam bidangnya saja, akan tetapi memiliki etika dan moral yang bagus, dan selalu menjalankan tugasnya sesuai kode etik yang telah diberlakukan oleh masing-masing wadah untuk tiap profesi. Etika profesi sebagai ilmu praktis berarti melihat etika profesi dari tujuan dan kegunaannya, dimana hal itu dapat dilihat dengan pragmatis, utilitaristis, dan deontologis. Bentuk pelayanan profesi pun dapat dibagi menjadi pro lucro dan pro bono. Yang pertama mementingkan keuntungan pribadi, sementara yang lain mementingkan kepuasan konsumen. 65 tahun sudah Indonesia merdeka. Indonesia telah melewati berbagai tantangan dan hambatan dalam jalannya menuju sebuah negara maju. Berbagai era telah dilalui, dan era reformasi sudah berlangsung sejak 1998, dimana berdirinya tonggak pembaharuan Indonesia, yang ditandai pengalihan tampuk kekuasaan presiden dari Soeharto ke Habibie, dan amandemen konstitusi kita Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang menyebabkan perombakan besar-besaran di tubuh pemerintahan negara, dengan harapan adanya perbaikan birokrasi di pemerintahan, yang waktu itu dianggap sangat buruk.

12 tahun telah berlalu sejak dimulainya era reformasi. Indonesia sudah jauh lebih maju dibandingkan pada saat itu. Indonesia telah menjadi salah satu negara dengan peningkatan daya saing yang pesat di dunia. Walaupun masih menjadi salah satu juara dalam tingkat korupsi, dan maraknya kasus teroris, Indonesia tetap disegani di mata dunia karena perkembangannya yang sangat pesat. Akan tetapi, semua itu masih omong kosong jika kita melihatnya dari dalam. Sebagian besar birokrasi di Indonesia masih bobrok, diakibatkan para pelaku birokrasi yang masih mengesampingkan kedudukannya yang sebenarnya dan melupakan etika profesi yang seharusnya dipegang teguh. Lihat saja penegakan hukum di Indonesia. Masih jauh dari memuaskan. Masalah yang sejak dulu berakar di bumi Indonesia, KKN, sampai sekarang masih belum dapat diselesaikan seutuhnya. Sampai detik ini, Indonesia masih dalam jajaran tertinggi dunia berkenaan dengan masalah tersebut. Apakah yang sebenarnya terjadi? Belum cukupkan badan-badan pemerintahan yang didirikan setelah reformasi 1998 untuk memperbaiki penegakan hukum di Indonesia? Komisi Yudisial, KPK, dan segala macam lainnya, yang sudah menghabiskan uang negara juga, haruskan ditambah lagi? Sesungguhnya perubahan yang terjadi setelah reformasi sangatlah baik, namun masih memiliki kelemahan di sana-sini. Hal itulah yang dimanfaatkan para mafia hukum untuk membobol penegakan hukum di Indonesia. Walaupun sejalan waktu, telah banyak pula perbaikan yang dilakukan, kesulitan masih timbul dikarenakan tidak dipegangteguhnya etika profesi oleh yang berwenang. Seharusnya penegakan hukum di Indonesia dilakukan benar-benar sesuai ciri negara hukum, yaitu supremacy of law, due process of law, dan equality before law. Ketiga hal itu benar-benar harus dilakukan sesuai dengan kode etik penegak hukum sebagaimana diatur etika profesi. Andaikan semua profesional bertindak sesuai itu, niscaya reformasi birokrasi Indonesia benar-benar akan berjalan mulus.

Anda mungkin juga menyukai