Anda di halaman 1dari 10

,

ETIKA PROFESI DI PERTAMBANGAN : BATUBARA

ETIKA PROFESI TG 4004

DISUSUN OLEH :

Benyamin Oozotulo T 12116015


M Hendra Gunawan 12116016
Yosevany Tarigan 12116041
Marchdofayana Pane 12116071
Tiar Evimaria Tampubolon 12116092
M Rizky Yudhaprasetyo 12116125

Dosen Pembimbing : Reza Rizki, S.T.,M.T

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOFISIKA


JURUSAN TEKNOLOGI PRODUKSI DAN INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI SUMATERA
2019/2020
I. PENDAHULUAN
a. Pengertian Etika Profesi
Kata etika berasal dari bahasa Yunani “Ethos” yang artinya timbul dari kebiasaan.
Etika mempelajari nilai/ kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian
moral. Etika merupakan nilai-nilai atau norma-norma yang menjadi pegangan
seseorang atau kelompok dalam mengatur tingkah lakunya
Etika menurut KBBI:
◦ Apa yang baik dan apa yang buruk
◦ Nilai yang berkenaan dengan akhlak
◦ Nilai mengenai benar atau salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat
Pengertian etika menurut beberapa ahli
 BERTEN (1993)
Etika adalah nilai, norma, dan ajaran yg dijadikan pegangan orang atau
sekelompok orang 2. Etika adalah kumpulan azas-azas/nilai-nilai dan kode
etik dalam aktivitas/profesi tertentu 3. Etika adalah cabang ilmu tentang
perbedaan tingkah laku yang baik dan buruk dalam kehidupan manusia.
 ALGERMON D BLACK (1993) Etika adalah cara manusia memperlakukan
sesama dan menjalani hidup dan kehidupan dengan baik, sesuai aturan yang
berlaku di masyarakat.

Secara umum, pengertian etika profesi adalah suatu sikap etis yang dimiliki seorang
profesional sebagai bagian integral dari sikap hidup dalam mengembang tugasnya serta
menerapkan norma-norma etis umum pada bidang-bidang khusus (profesi) dalam
kehidupan manusia.

Etika profesi atau kode etik profesi sangat berhubungan dengan bidang pekerjaan
tertentu yang berhubungan langsung dengan masyarakat atau konsumen. Konsep etika
tersebut harus disepakati bersama oleh pihak-pihak yang berada di lingkup kerja
tertentu, misalnya; dokter, jurnalistik dan pers, guru, engineering (rekayasa), ilmuwan,
dan profesi lainnya.
II. Prinsip Dasar Etika Profesi

Terdapat beberapa prinsip dasar yang menjadi landasan dalam pelaksanaan kode etik
profesi. Adapaun prinsip-prinsip etika profesi adalah sebagai berikut:

1. Prinsip Tanggung Jawab

Setiap profesional harus bertanggungjawab terhadap pelaksanaan suatu pekerjaan dan


juga terhadap hasilnya. Selain itu, profesional juga memiliki tanggungjawab terhadap
dampak yang mungkin terjadi dari profesinya bagi kehidupan orang lain atau
masyarakat umum.

2. Prinsip Keadilan

Pada prinsip ini, setiap profesional dituntut untuk mengedepankan keadilan dalam
menjalankan pekerjaannya. Dalam hal ini, keadilan harus diberikan kepada siapa saja
yang berhak.

3. Prinsip Otonomi

Setiap profesional memiliki wewenang dan kebebasan dalam menjalankan pekerjaan


sesuai dengan profesinya. Artinya, seorang profesional memiliki hak untuk melakukan
atau tidak melakukan sesuatu dengan mempertimbangkan kode etik profesi.

4. Prinsip Integritas Moral

Integritas moral adalah kualitas kejujuran dan prinsip moral dalam diri seseorang yang
dilakukan secara konsisten dalam menjalankan profesinya. Artinya, seorang
profesional harus memiliki komitmen pribadi untuk menjaga kepentingan profesinya,
dirinya, dan masyarakat.

III. Kode Etik Profesi


Menurut Undang-Undang RI No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian,
kode etik profesi adalah pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam
melaksanakan tugas dan dalam kehidupan sehari-hari. Kode etik profesi ini berperan
sebagai sistem norma, nilai, dan aturan profesional secara tertulis yang dengan tegas
menyatakan apa yang benar/ baik, dan apa yang tidak benar/ tidak baik bagi seorang
profesional. Dengan kata lain, kode etik profesi dibuat agar seorang profesional
bertindak sesuai dengan aturan dan menghindari tindakan yang tidak sesuai dengan
kode etik profesi. Mengacu pada hal tersebut, maka fungsi dan tujuan etika profesi
adalah sebagai berikut:

a. Definisi Kode Etik


Kode etik profesi adalah nilai, norma, dan aturan tertulis yang secara tegas menyatakan
apa yang baik dan benar, dan apa yang tidak baik dan tidak benar bagi professional
profesi. Tujuan kode etik adalah agar professional memberikan pelayanan sebaik
baiknya kepada kostumer. Dengan adanya kode etik akan melindungi perbuatan yang
tidak professional.

b. Fungsi Kode Etik


 Sebagai pedoman bagi semua anggota suatu profesi tentang prinsip
profesionalitas yang ditetapkan.
 Sebagai alat kontrol sosial bagi masyarakat umum terhadap suatu profesi
tertentu.
 Sebagai sarana untuk mencegah campur tangan dari pihak lain di luar
organisasi, terkait hubungan etika dalam keanggotaan suatu profesi.

c. Standart Etika Profesi


Standart etika profesi terdiri dari 3 bagian :
a. Standart kompetensi, sebagai bagian dari persyaratan profesi
b. Standart perilaku yang sebagiannnya diatur dalam kode etik
c. Standart pelayanan, yang dalam UU kesehatan disebut sebagai standar profesi,
diartikan sebagai pedoman yang harus dipergunakan dalam menjalankan profesi
yang baik.

Dari banyak kelebihan Sumber Daya Alam (SDA) Indonesia yang ada,
pertambanganlah yang banyak menjadi sorotan akhir-akhir ini. Adanya pertambangan
di Indonesia tidak semerta-merta terbentuk tanpa aturan. Dimana sebuah perusahaan
berperan dalam menghasilakn sebuat output guna memenuhi harkat hidup masyarakat.
Kini sebuah aktivitas perusahaan dituntut untuk memberikan aktivitas sosial. Tersirat
dengan Istilah lain sering disebut sebagai tanggung jawab sosial perusahaan terhadap
masyarakat disekitar perusahaan.

Kode etik penambangan tertuang dalam Indonesian Mining Services Association


(ASPINDO) yakni organisasi independen non politik dan non profit yang bernaung
dibawah KADIN Indonesia (Indonesian Chamber of Commerce & Industry).
Sebagaimana diketahui sektor usaha jasa pertambangan dinyatakan resmi dalam UU
No.4/2009 tentang pertambangan minereal dan batubara khususnya dalam bab XVI
pasal 124 s/d 127.

Kode etik ASPINDO diuraikan sebagai berikut:

1. Menjunjung tinggi dan melaksanakan kegiatannya sesuai dengan kaidah


perlindungan keselamatan & keamanan kerja, perlindungan lingkkungan,
pembangunan berkelanjutan, penggunaan SDA secara bijak dan melindungi
kepentingan umum dan atau pihak yang berhubungan dengannya.
2. Dalam pelayanan jasa pertambangan harus mengedepankan kejujuran, keadilan
dan integritas serta melaksanakan praktek pertambangan yang baik – good mining
practice dan pengelolaan perusahaan yang baik – good corporate governance.
3. Selalu dan senantiasa melakukan persaingan yang seahat. Dalam mendapatkan
pekerjaan atau kontrak kerja harus dihindarkan yang menyebabkan persaingan
tidak wajar atau melakukan tender yang tidak adil serta praktek bisnis yang tidak
terpuji.
4. Hanya melakukan pekerjaan sesuai dengan kompetensi teknik, pengalaman dan
juga adnya tenaga ahli yang sesuai dengan kompetensi teknis yang telah disepakati
dalam perjanjian kerja atau kontrak
5. Membangun dan mengembangkan standar praktis yang baik termasuk juga harus
menyediakan pelayanan dan material yang sesuai dengan standar yang diterima
dalam industri pertambangan, aturan dan hukum yang berlaku serta dilakukan
secara kompeten, kesungguhan, perhatian yang seharusnya dan biaya yang wajar.
6. Selalu menghindari adanya konflik kepentingan Antara perusahaan dan individu.
Selalu menjunjung transparasi dan menjelaskan kepada pihak yang berkepentingan
apabila dalam pelaksanaan pekerjaan memiliki kemungkinan akan terjadinya
konflik kepentingan baik yang melibatkan perusahaan maupaun karyawan secara
langsung ataupun tidak langsung.
7. Menjaga citra perusahaan jasa pertambangan dan mempromosiakan kepada
masyarakat dengan menjunjung tinggi standar praktek yang baik dengan cara
terhormat serta bermartabat.
8. Mematuhi, melaksanakn kewajiban dan memenuhi standar aturan dan hukum serta
selalu menghormati nilai – nilai dan kepemilikan masyarakat ditempat bekerja atau
melakukan kegiatan.
9. Membantu dan memberikan informasi dalam penegakan hukum sesuai dengan
kemampuan dan kompetensinya termasuk membantu perusahaann anggota
sepenuhnya sesuai dengan peraturan dan norma yang berlaku. Perusahaan anggota
juga diharapkan membantu perusahaan anggota lainnya sesuai kapasitas yang
dimiliki dan sesuai peraturan dan norma yang berlaku.
10. Setiap perusahaan anggota memiliki kewajiban mengingatkan perusahaan aggota
lainnya dalam kepatuhan terhadap nilai – nilai, norma – norma dan kode yang
ditetapkan asosiasi. Bila terjadi penyimpangan yang dilakukan perusahaan anggota
yaitu tidak melakukan kepatuhan atau melakukan pelanggaran terhadap kode
asosiasi, maka wajib melaporkan kepada asosiasi.

d. Profesionalisme
Profesionalisme adalah suatu paham yang mencita-citakan untuk dapat
merealisasikan kegiatan-kegiatan yang dibutuhkan oleh masyarakat.
Profesionalisme membutuhkan suatu keahlian tertentu yang dapat digunakan untuk
melayani kebutuhan masyarakat tersebut.

e. K3L
Adapun beberapa undang – undang tersebut dan instansi terkait yang dapat
mengawasi / bertanggung jawab terhadap program keselamatan kerja, yaitu :
1. Dasar Hukum Keselamatan Kerja
Dalam negara indonesia terdapat banyak hukum parsial mengenai keselamatan kerja,
dalam pembahasan mengenai program pelaksanaan keselamatan kerja pada
perencanaan penambangan marmer ini kita tidak membahas telalu rinci mengenai
hukum – hukum yang mengaturnya. Namun sebagai bukti hukum, salah satu
hukum yang bertanggung jawab terhadap keselamatan kerja adalah UU
Keselamatan Kerja No.1 Tahun 1970, pasal 12 dan pasal 14, serta PP No.19 Tahun
1973, pasal 2.
Adapun hukum – hukum lain yang mengatur tentang program keselamatan kerja,
seperti :
 Kepmen 555.K/26/M.PE/1995 mengenai K3 Pertambangan Umum
 PUIL ( Peraturan Umum, Instansi Listrik ) 1977
 Surat keputusan bersama Manaker dan PU No.Kep 174/Men/86
No.104/KPTS/1986.tentang K3 kegiatan konstruksi.
 UU No.14 Tahun 1992 tentang lalu lintas dan jalan raya
 Keputusan Dirjen Pertambangan Umum No.1245 dan 1247 mengenai peraturan
pelaksanaan K3 pada kegiatan pertambangan umum.
2. Instansi Pemerintah Terkait
Ada beberapa instansi pemerintah terkait yang bertanggung jawab terhadap
program keselamatan kerja, yaitu :
a. Departemen Tenaga Kerja ( Depnaker )
Depnaker merupakan salah satu departemen pemerintah yang membawahi bidang
ketenagakerjaan, termasuk permasalahan keselamatan dan kesehatan kerja seluruh
tenaga kerja Indonesia. Salah satu produk perundang – perundang dari lembaga ini
adalah UU No.1 Tahun 1970, tentang keselamatan dan kesehatan kerja.
b. Departemen Pertambangan dan Energi
Dunia pertambangan diindonesia diawasi dan dibina langsung oleh depertamen ini.
Produk perundang – undang mengenai keselamatan dan kesehatan kerja yang
dihasilkan dari depertamen ini adalah 555.K/M.PE/26/1995.
c. Departemen Pekerjaan Umum
Departemen ini bertanggung jawab terhadap pengawasan pekerjaan – pekerjaan
yang bersifat umum, termasuk sektor konstruksi. Beberapa peraturan mengenai
keselamatan dan kesehatan kerja telah dikeluarkan oleh lembaga ini, yaitu surat
keputusan bersama manaker dan PU No. Kep 174/Men/86 No.104/KPTS/1986
tentang K3 kegiatan konstruksi.
Kegiatan pertambangan, selain menimbulkan dampak lingkungan, ternyata
menimbulkan dampak sosial yang komplek. Oleh sebab itu, AMDAL suatu kegiatan
pertambangan harus dapat menjawab dua tujuan pokok (World Bank, 1998) :
1. Memastikan bahwa biaya lingkungan, sosial dan kesehatan dipertimbangkan dalam
menentukan kelayakan ekonomi dan penentuan alternatif kegiatan yang akan dipilih.
2. Memastikan bahwa pengendalian, pengelolaan, pemantauan serta langkah-langkah
perlindungan telah terintegrasi di dalam desain dan implementasi proyek serta
rencana penutupan tambang.

Dalam aspek lingkungan, perusahaan pertambangan sejak awal seharusnya


memperhatikan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang telah dibuatnya,
sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No: 17 Tahun 2001 tentang
Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi AMDAL. Kegiatan usaha
pertambangan umum dengan luas perizinan (KP) di atas 200 hektar atau luas daerah
terbuka untuk pertambangan di atas 50 hektar kumulatif per tahun wajib dilengkapi dengan
AMDAL. Hal ini sangat diperlukan untuk menghindari bukaan lahan yang terlalu luas.

IV. Permasalahan Batubara


Studi Kasus ;
Tidak seluruh industri bekerja pada skala pertambangan yang sama, ada yang
besar dan ada yang sangat kecil. Sebagian usaha pertambangan beroperasi secara
singkat, kurang memperhatikan masyarakat setempat dan meninggalkan lubang bekas
galian saat mereka berhenti beroperasi.
Hipotesa :
1. Sebagian besar batubara Indonesia diproduksi oleh segelintir perusahaan besar
yang memiliki kontrak langsung dengan pemerintah pusat.
2. Pemerintah menggunakan argument batubara merupakan contributor kunci untuk
pertumbuhan ekonomi Indonesia.
3. Pemerintah terlalu berpihak kepada perusahaan besar dan mengabaikan
perusahaan kecil.
4. Adanya beberapa perusahaan tambang batubara yang terindikasi masuk wilayah
konservasi hutan lindung yang tidak memiliki perijinan yang jelas dari
pemerintah.
5. Terdapat beberapa daerah bekas eksploitasi batubara mengalami banjir akibat
lubang galian yang tidak direklamasi oleh perusahaan.
6. Adanya perubahan iklim yang drastis pada daerah penambangan sebagai akibat
dari masuknya penambangan ke area hutan dan tidak adanya tindak rehabilitasi
dari perusahaan tersebut.
7. Rusaknya insfratruktur jalan akibat dilalui oleh truk berat muatan batubara.
8. Harus dibentuk peraturan yang mengatur perusahaan kecil dengan skala
eksploitasi secara singkat.
9. Dibuatnya tim Inspeksi pertambangan khusus batubara dalam lingkungan
kerjanya.
10. Kurangnya sanksi kepada perusahaan yang tidak memiliki nomor pajak

V. Teknik Penyelesaian
a. Diagram Garis

6 4 3 P 2 8

Paradigma Paradigma
Negatif 5 7 10 1 9 Positif

b. Diagram Alir
Sumber: Dr. Ir. Komang Anggayana, M.S
Tambang Eksplorasi -ITB

VI. Analisis
Dari studi kasus yang dibahas diatas dapat dilakukan analisis bahwa dalam melakukan
suatu kegiatan pertambangan batubara harus adanya kejelasan hokum untuk perijinan baik
pertambangan dalam skala besar maupun kecil, pertambangan dilingkungan konservasi
maupun dilahan pertanian warga, pemerintah harus tegas dalam membuat peraturan serta
dalam proses pendampingan dan pengawasan kegiatan dari eksplorasi, eksploitasi bahkan
reklamasi perintah tidak bias hanya memperhatikan perusahaan yang besar dan lalai pada
perusahaan kecil. Dalam studi kasus ini menekankan pada peran pemerintah dalam
mengambil sikap tegas dalam setiap pelanggaran yang dilakukan dipertambangan batubara.

Anda mungkin juga menyukai