Anda di halaman 1dari 5

Nama : Muhammad Irfan Muttaqin

jurusan : Hukum Ekonomi Syariah


Mata Kuliah :Etika Profesi Hukum Perbankan
Dosen: Nasrudin Haitami, SH.,HM.

1. Setiap subjek hukum wajib tunduk pada hukum. Apabila yang bersangkutan
dinyatakan telah melanggar hukum, maka seluruh proses hukum harus dilakukan di
bawah yurisdiksi sistem hukum yang berlaku. Dengan demikian, konsekuensi etis dari
ketiadaan pilihan bagi para pesakitan hukum tersebut adalah suatu tuntutan ketaatan
etika profesi yang sangat tinggi bagi para penyandang profesi hukum. Intensitas
ketaatan ini bahkan lebih tinggi daripada profesi manapun di dunia ini, termasuk
jika dibandingkan dengan profesi dokter yang sama tua usianya dengan profesi hukum.
Penyandang profesi hukum yang berani melanggar etika profesinya tidak saja melukai
rasa keadilan individu dan masyarakat, melainkan juga mencederai sistem hukum
negaranya secara keseluruhan.
Berangkat dari latar belakang tersebut, etika profesi hukum menjadi sangat
penting untuk dipelajari, terlepas bahwa di luar etika profesi pun sudah tersedia
ajaran-ajaran moral (contoh ajaran agama) yang juga mengajarkan kebaikan. Kehadiran
etika, termasuk etika profesi tetap diperlukan karena beberapa alasan
berikut:
- Kita hidup dalam masyarakat yang semakin pluralistik, juga dalam bidang moral,
sehingga kita bingung harus mengukuti moralitas yang mana.
- Modernisasi membawa perubahan besar dalam struktur kebutuhan
dan nilai masyarakat yang akibatnya menantang pandanganpandangan moral tradisional.
- Adanya berbagai ideologi yang menawarkan diri sebagai penuntun hidup, yang
masing-masing dengan ajarannya sendiri mengajarkan bagaimana mmanusia harus hidup.
- Etika juga diperlukan oleh kaum agama yang di satu pihak diperlukan
untuk menemukan dasar kemantapan dalam iman kepercayaan mereka, di lain pihak mau
berpartisipasi tanpa takut-takut dan dengan tidak menutup diri dalam semua dimensi
kehidupan masyarakat yang sedang berubah itu.
Catatan nomor terakhir yang disampaikan oleh Magnis-Suseno dari uraian
tersebut memberi penekanan bahwa kendati ajaran moral dalam agama sudah
eksis, namun etika dan etika profesi tetap memegang paranan yang tidak kalah
pentingnya. Hal ini terjadi karena agama sendiri memerlukan ketrampilan beretika
agar dapat memberikan orientasi dan bukan sekedar indoktrinasi.
Sedangkan tujuan dari mempelajari etika tersebut adalah untuk mendapatkan konsep
mengenai penilaian baik buruk manusia sesuai dengan norma-norma yang berlaku.
Pengertian baik yaitu segala perbuatan yang baik, sedangkan pengertian buruk yaitu
segala perbuatan yang tercela. Tolak ukur yang menjadikan norma-norma yang berlaku
sebagai pedoman tidak terlepas dari hakikat dari keberadaan norma-norma itu
sendiri, yakni untuk mencipatakan suatu ketertiban dan keteraturan dalam berpolah
tindak laku seseorang dalam bermasyarakat.
2. seperti apa Teoritis Etika profesi hukum?
Penegakan hukum (law enforcement) yang dapat dilakukan dengan baik dan efektif
merupakan salah satu tolak ukur keberhasilan suatu negara dalam mengangkat harkat
dan martabat bangsanya di bidang hukum terutama dalam memberikan perlindungan hukum
terhadap warganya.Hal ini berarti pula adanya jaminan kepastian hukum bagi rakyat,
sehingga rakyat merasa aman dan terlindungi hak-haknya dalam menjalani
kehidupan.Sebaliknya penegakan hukum
yang tidak berjalan sebagaimana mestinya merupakan indicator bahwa suatu negara
yang bersangkutan belum sepenuhnya mampu memberikan perlindungan hukum kepada
warganya.
Terdapat berbagai macam jenis profesi yang ada di dunia, seperti yang biasa
ditemui adalah profesi dokter, profesi akuntan, profesi hukum dan lain sebagainya.
Dapat diketahui bahwa hukum merupakan salah satu jenis dari profesi-profesi yang
tersedia. Namun hal yang membedakannya terletak secara jelas adalah terkait dengan
bidang yang ditekuni, yakni tentu saja dalam bidang hukum. Oleh karena itu profesi
hukum sangat erat kaitannya dengan penegakan hukum. Pihak yang dilayani oleh
pengemban profesi hukum sering disebut sebagai klien
Profesi hukum memiliki peran untuk mendampingi hubungan-hubungan antar masyarakat
maupun antara masyarakat dengan Negara. Agar kepentingan maupun hak yang satu
dengan yang lainnya tetap berjalan sesuai dengan porsinya masing-masing. Yang
kemudian untuk menjalankan suatu profesi hukum demi tercapainya cita-cita,
semangat, dan tujuan murni keberadaan suatu profesi hukum maka seseorang diwajibkan
melakukan profesinya secara professional.
Keberadaan profesi hukum sendiri memiliki tujuan yakni membantu terciptanya
tujuan hukum (keadilan, kepastian dan kemanfaatan) untuk masyarakat. Meskipun pada
praktiknya sering kali salah satu dari tujuan hukum tersebut dirasa kurang bisa
didapatkan. Yang sering terjadi adalah keterkaitan antara keadilan hukum dan
kepastian hukum yang cenderung saling bertolak belakang satu sama lain. Namun
setidaknya sebagai seorang professional dalam profesi hukum pasti akan berusaha
semaksimal mungkin untuk mencapai ketiga tujuan hukum tersebut. Oleh karenanya
seseorang dengan profesi hukum berperan
sebagai pion yang harus menggiring agar tujuan hukum tersebut dapat tercapai
sebagaimana mestinya. Mengingat sangat banyak penyimpangan-penyimpangan yang
terjadi dewasa ini.

3. apa itu moralitas?


Sebab pada binatang tidak ada kesadaran tentang baik dan buruk, yang boleh dan
tidak boleh, yang pantas dan tidak pantas, dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
Sementara pada manusia ada keharusan moral, di mana keharusan moral adalah hukum
yang mewajibkan manusia melakukan atau tidak melakukan sesuatu.
Sementara, kata ’bermoral’ mengacu pada bagaimana suatu masyarakat yang berbudaya
berperilaku. Kata moralitas juga merupakan kata sifat latin moralis, mempunyai arti
sama dengan moral hanya ada nada lebih abstrak.
Secara sederhana, dapat diartikan bahwa moralitas adalah nilai yang berhubungan
dengan suatu hal yang baik dan buruk. Moralitas adalah suatu fenomena manusiawi
yang universal, dan menjadi ciri yang membedakan manusia dengan binatang.
Sebab pada binatang tidak ada kesadaran tentang baik dan buruk, yang boleh dan
tidak boleh, yang pantas dan tidak pantas, dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
Sementara pada manusia ada keharusan moral, di mana keharusan moral adalah hukum
yang mewajibkan manusia melakukan atau tidak melakukan sesuatu.
Moralitas memiliki definisi-definisi yang disampaikan oleh banyak ahli. Umpamanya,
W.Poespoprodjo mendefinisikan moralitas adalah ”kualitas dalam perbuatan manusia
yang menunjukkan bahwa perbuatan itu benar atau salah, baik atau buruk. Moralitas
mencakup tentang baik buruknya perbuatan manusia.
Sedangkan Imanuel Kant berpendapat bahwa moralitas adalah kesesuaian sikap dan
perbuatan dengan norma hukum batiniah, yakni apa yang dipandang sebagai kewajiban.
Moralitas akan tercapai apabila manusia menaati hukum lahiriah bukan lantaran hal
itu membawa akibat yang menguntungkan atau takut pada kuasa sang pemberi hukum,
melainkan diri sendiri menyadari bahwa hukum itu merupakan kewajiban.
Burhanuddin Salam dalam bukunya yang berjudul Etika Sosial Asas Moral Dalam
Kehidupan Manusia membagi definisi moralitas menjadi dua. Pertama, moralitas adalah
sistem nilai tentang bagaimana kita harus hidup secara baik sebagaimana manusia.
Sistem nilai ini terkandung dalam ajaran berbentuk petuah-petuah, nasihat,
wejangan, peraturan, perintah dsb, yang diwariskan secara turun temurun melalui
agama atau kebudayaan tertentu tentang bagaimana manusia harus hidup secara baik
agar ia benar-benar menjadi manusia yang baik.

4. ukuran baik dan buruk


Dalam hal ini timbul suatu pertanyaan; Dengan apakah suatu perbuatan itu dapat
dinilai baik atau buruk? Untuk menjawab pertanyaan ini dapat dikemukakan dari
berbagai sudut pandang, antara lain :
- Menurut Ajaran Islam
Standar baik dan buruk menurut ajaran Islam berbeda dengan ukuran-ukuran lainnya,
untuk melihat apakah sesuatu perbuatan itu apakah baik atau buruk dapat dipegangi
sebuah Penggunaan kriteria “cara melakukan perbuatan” itu dapat dirujuk kepada
ketentuan Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 263 yang artinya:
“Perkataan yangbaik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan
sesuatu (baik berupa perkataan maupun perilaku) yang menyakitkan perasaan hati si
penerima”. Dari atas dapatlah disimpulkan, bahwa untuk mengukur apakah sesuatu itu
dikategorikan kepada perbuatan baik atau perbuatan buruk adalah didasarkan kepada:
- Niat, yaitu sesuatu yang melatar belakangi (mendorong) lahirnyasesuatu perbuatan
yang sering juga diistilahkan dengan kehendak.
- Dalam hal merealisasi kehendak tersebut harus dilaksanakan dengan cara yang baik.
Sebagai alat ukur untuk menilai apakah niat dan cara melaksanakan niat tersebut
baik atau tidak, digunakanlah ketentuan-ketentuan yang ada dalam Al-Qur’an dan
Hadis Nabi Muhammad SAW, hal ini sesuai dengan Hadis Nabi Muhammad SAW yang artinya
berbunyi sebagai berikut: Aku (Muhammad SAW) tinggalkan untuk kamu sebagai pusaka
ada dua perkara, tidaklah kamu akan tersesat selamanya, andainya kamu tetap
bertegang teguh kepada keduanya, yaitu Kitabullah (Al-Quran) dan Sunnah Rasulullah
SAW).
adapun ukuran baik dan buruk lainnya bisa dilihat dalam
-Adat Kebiasaan
-Kebahagiaan (Hedonisme)
-Kebahagiaan Rasional (Rasionalistik Hedonism).
-Kebahagiaan Universal (Universalistic Hedonism).
-Bisikan Hati (anstuisi)
-Evolusi dan juga lainnya

5. kode etika profesi hukum


Salah satu aspek yang disoroti etika dan moral berkenaan dengan perilaku perbuatan
seseorang adalah pada bidang kerja keahlian yang disebut profesi. Dikarenakan
profesi sebagai suatu pekerjaan tentang keahlian teori dan teknis, yang bersandar
pada suatu kejujuran, sehingga ketergantungan dan harapan orang yang membutuhkan
bantuannya sangat besar guna menerapkan sistem penegakan hukum yang baik, sehingga
dari itu para pengemban suatu profesi dituntut syaratsyarat tertentu dalam
mengemban dan melaksanakan tugas dan fungsi profesinya, agar benar – benar bekerja
secara profesional di bidangnya.
Kode etik profesi adalah pedoman sikap, tingkah laku dan berbuatan dalam
melaksanakan tugas dalam kehidupan sehari-hari. Kode etik profesi dapat menjadi
penyeimbang segi-segi negatif dari suatu profesi sehingga kode etik profesi ibarat
kompas yang menunjukkan arah moral bagi suatu profesi.8 Serta menjamin mutu moral
profesi itu di masyarakat. Agar kode etik dapat berfungsi dengan semestinya, syarat
mutlaknya adalah kode etik itu dibuat oleh kaum profesi itu sendiri. Kode etik
tidak akan efektif kalau didrop begitu saja dari atas, yaitu instansi pemerintah
atau instansi-instansi lain, karena tidak dijiwai oleh cita-cita dan nilai-nilai
yang hidup dalam kalangan profesi itu sendiri. Instansi dari luar hanya bisa
menganjurkan membuat kode etik dan dapat juga membantu dalam merumuskanya.
Agar berfungsi dengan baik, kode etik profesi harus menjadi self
regulasion(pengaturan diri), dari profesi. Dengan membuat kode etik profesi, suatu
profesi akan menetapkan hitam diatas putih untuk mewujudkan nilai-nilai moral yang
dianggapnya hakiki. Hanya kode etik yang berisikan nilai-nilai dan cita-cita yang
diterima oleh profesi itu sendiri yang bisa mendarah daging dan menjadi tumpuan
harapan untuk dilaksanakan dengan tekun dan konsekuen. Syarat lain yang harus
dipenuhi agar kode etik dapat berhasil dengan baik adalah pelaksanaanya diawasi
terus-menerus.
Terhadap kemungkinan terjadinya hal buruk yaitu demoralisasi profesi, tepat sekali
kalau profesi itu diikuti dengan landasan moral atau kaidah-kaidah normatif yang
dapat diangkat sebagai kode etiknya.

6. Lembaga pengawasb internal dan eksternal


Kata pengawasan berasal dari kata awas berarti ― penjagaan. Istilah pengawasan
dikenal dalam ilmu manajemen dengan ilmu administrasi yaitu sebagai salah satu
unsur dalam kegiatan pengelolaan. Dalam pelaksanaan tugas pengawasan tahapan-
tahapan pada fungsi manajemen memiliki keterkaitan satu sama lain. Keterpaduan
fungsi-fungsi tersebut, memerlukan adanya koordinasi dari fungsi-fungsi tersebut
dan tuntutan profesi atas kualitas hasil pengawasan menghendaki juga adanya sistem
dan program pengendalian mutu dari proses pelaksanaan tugas pengawasan.
Pengawasan internal adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat dalam organisasi
itu sendiri.Sementara pengawasan eksternal adalah pengawasan yang dilakukan oleh
aparat dari luar organisasi itu. Menurut Sudanto (1987) pengawasan adalah segala
kegiatan untuk mengetahui dan menilai kenyataan yang sebenarnya tentang pelaksanaan
tugas dan kegiatan, apakah sesuai dengan yang semestinya atau tidak.
Produk dari pengawasan menurut Sujanto :
Produk langsung dari pengawasan hanyalah berupa data dan informasi maka hasil akhir
atau manfaat dari pengawasan itu hanya akan dapat terlihat atau dirasakan apabila
data dan informasi itu telah dimanfaatkan oleh manajer sehingga melahirkan
tindakan-tindakan yang nyata.Tindakan-tindakan tersebut umumnya dikenal dengan
tindakan korektif atau corrective action.
Kesalahan dan penyimpangan dalam pengawasan merupakan kegiatan dari kenyataan yang
sebenarnya, selain hal tersebut dalam kegiatan pengawasan juga harus ditemukan
sebab-sebab terjadinya penyimpangan, sifat penyimpangan, akibat hukum dari
penyimpangan dan kerugian
keuangan yang ditimbulkan dari perbuatan penyimpangan serta tindak lanjut hasil
pemeriksaan.
Pengawasan merupakan suatu usaha sistematis menetapkan standarstandar dengan
tujuan perencanaan, merancang bangun sistem, umpan balik informasi, membandingkan
kinerja sebenarnya dengan standar-standar yang telah ditentukan terlebih dahulu
tersebut, menentukan apakah ada
penyimpangan dan mengukur kemudaratannya, serta mengambil tindakan yang diperlukan
yang menjamin pemanfaatan penuh sumber daya yang digunakan secara efisien dan
efektif dalam rangka pencapaian tujuan organisasi.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah
pengawasan adalah sbb:
1. Penciptaan standar dan metode pengukuran kinerja.
2. Pengukuran kinerja yang senyatanya
3. Perbandingan kinerja dengan standar serta menafsirkan
penyimpangan-penyimpangan.
4. Mengadakan tindakan korektif.

7. etika profesi perbankan


bagaimana beretika dalam profesi hukum perbankan
Secara umum dapat dikatakan bahwa etika merupakan dasar moral termasuk ilmu
mengenai kebaikan dan sifat-sifat tentang hak.Dengan kata lain, etika berisi
tuntunan tentang perilaku, sikap dan tindakan yang diakui sehubungan dengan suatu
jenis kegiatan manusia. Etika menjadi penting apabila terjadi perbedaan tata nilai
tentang baik-buruk, boleh-tidak boleh dan patut-tidak patut.
Tujuan pokok mengenal etika adalah mempengaruhi dan mendorong kehendak kita supaya
mengarah kepada yang bermanfaat dan berguna bagi manusia.
Dengan etika, orang akan mampu untuk bersikap kritis dan rasional dalam membentuk
pendapatnya sendiri dan bertindak sesuai dengan apa yang dapat
dipertanggungjawabkan sendiri.
Dalam hal ini, etika menjadi ketentuan yang mengatur tindak dan gerak karyawan
bank dalam melayani nasabah dengan tujuan untuk menciptakan keakraban,
keramahtamahan, untuk dapat menyenangkan dan memuaskan nasabah, menjaga sopan
santun pelayanan pada saat berbicara dengan nasabah , untuk membina dan menjaga
hubungan baik dengan nasabah, tidak menyinggung perasaan nasabah serta dapat
menjadi daya tarik termasuk mempertahankan nasabah lama dan menarik nasabah baru.
adapun Etika profesi hukum Perbankan terdapat 11 point yaitu
1. Kepatuhan Peraturan
2. Kerahasiaan
3. Kebenaran Pencatatan
4. Kesehatan Persaingan
5. Kejujuran wewenang
6. Keselarasan kepentingna
7. Keterbstasan keterangan
8. Kehormatan profesi
9. Tanggungjawab
10.Persamaan perlakuan
11.Kebersihan Pribadi

8. Lembaga pernjamin simpanan (LPS)


Sejak tanggal 22 Maret 2007 dan seterusnya, nilai simpanan yang dijamin LPS
maksimum sebesar Rp100 juta per nasabah per bank, yang mencakup pokok dan
bunga/bagi hasil yang telah menjadi hak nasabah. Bila nasabah bank memiliki
simpanan lebih dari Rp 100 juta maka sisa simpanannya akan dibayarkan dari hasil
likuidasi bank tersebut.
Tujuan kebijakan publik penjaminan LPS tersebut adalah untuk melindungi simpanan
nasabah kecil karena berdasarkan data distribusi simpanan per 31 Desember 2006,
rekening bersaldo sama atau kurang dari Rp100 juta mencakup lebih dari 98% rekening
simpanan.
Sejak terjadi krisis global pada tahun 2008, Pemerintah kemudian mengeluarkan
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 66 Tahun 2008 tentang Besaran Nilai Simpanan yang
Dijamin Lembaga Penjamin Simpanan, yang mengubah nilai simpanan yang dijamin oleh
LPS, semula diatur dalam Pasal 11 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004
menjadi paling banyak Rp2.000.000.000 (dua miliar rupiah).
Jenis simpanan yang dijamin oleh LPS adalah bentuk-bentuk simpanan nasabah yang
meliputi giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan, dan bentuk-bentuk lain yang
dipersamakan. Nilai saldo yang dijamin oleh LPS adalah saldo pada saat izin bank
tersebut dicabut, dan merupakan penjumlahan dari saldo dari seluruh rekening yang
dimiliki oleh nasabah yang dimaksud.
Secara sederhana, LPS memberikan imbauan mengenai jenis simpanan nasabah yang
dijamin adalah apabila memenuhi syarat-syarat '3T':
-Tercatat dalam pembukuan bank,
-Tingkat bunganya tidak melebihi tingkat suku bunga yang ditetapkan oleh LPS, dan
-Tidak melakukan tindakan yang merugikan bank, seperti kredit macet.

Anda mungkin juga menyukai