Sambutan
Menteri Kebudayaan dan Pariwisata
Jero Wacik
Menteri Kebudayaan dan Pariwisata
Drs. H. Muhammad Salim
Tiga dari Galigo
Buku Tiga dari Galigo hadir pada saat yang luar biasa. Sebelum
pementasan Teater I La Galigo di Benteng Rotterdam, Makassar, pada
23-24 April 2011, dan setelah berpulangnya Drs. H. Muhammad
Salim pada 27 Maret 2011 yang lalu. Kita benar-benar kehilangan
beliau, seorang maestro kesusastraan Bugis yang sumbangsihnya
kepada kesusastraan dunia tak perlu diragukan lagi.
Pak Salim adalah perpustakaan berjalan untuk Sureq Galigo.
Kerja keras, pengabdian, dan kecintaannya sepanjang hidup kepada
naskah-naskah kuno Sulawesi Selatan layak diteladani dan menjadi
inspirasi.
Sekalipun semasa hidupnya Pak Salim tak sempat melihat
seluruh karyanya diterbitkan, semoga Tiga dari Galigo ini mengawali
bangkitnya minat masyarakat yang lebih luas kepada Sureq Galigo
dan kekayaan budaya nasional lainnya. Selamat jalan Mahaguru,
kami akan merawat dan mengembangkan warisanmu.
31 Maret 2011
Daftar Isi
1
Sawérigading dalam
12 Drs. H. Muhammad Salim
Tiga dari Galigo 13
Pendahuluan
Sureq Galigo
Daerah Bugis di Sulawesi Selatan dikenal memiliki aneka ragam
nilai budaya dan adat istiadat. Meskipun kekayaan itu telah digali
oleh beberapa ahli, masih banyak yang belum terungkapkan. Di
sinilah dirasakan perlunya peneliti-peneliti yang mampu menggali
lebih jauh. Dengan demikian akan dapat lebih dikenal wajah dan
watak orang Bugis, khususnya yang ada di Sulawesi Selatan.
Salah satu di antara nilai budaya spesifik orang Bugis yang
dapat dipergunakan melacak khasanah budaya zaman lampau ialah
naskah tua, yaitu Sureq Galigo (Sureq Salleyang) dan Lontarak. Yang
akan kita percakapkan dalam buku ini ialah Galigo karena naskah
inilah yang paling banyak menyebut nama Sawérigading.
14 Drs. H. Muhammad Salim
Tiga dari Galigo 15
Sureq Galigo
Contoh:
Patotoé
Lapatigana asena Datu Patoto pattellarena Sangku
Ruwira Tuppue Batu Riwiring Langi pappasawena. (Lapatigana
namanya Datu Patoto, Sangkuru Wira Tuppue Batu gelarnya,
Riwiring Langi panggilannya). Biasanya disingkat Lapatigana
Datu Patoto Sangkuruwira Tuppue Batu Riwiring Langi biasa
juga disebut Topalanroe, Batara Unru, Paddampu Rampue,
atau Datu Dewata.
Sawérigading
Dinamai juga Toapanyompa, Lamaddukelleng,
Tiga dari Galigo 19
Aji Mangkau.
Akhirnya, diputuskan Latoge Langi Batara Guru yang
diturunkan. Menyusul akan diturunkan pula pendamping
perempuan yang bernama Welele Ellung, Wesaung Riwu, dan
Aoung Talaga yang kelak menjadi selir-selirnya. Diturunkan
pula inang pengasuh yang bernama Talaga Unru dan Welom
Pabare. Bissu Puang Rilaelae ditempatkan di lereng Gunung
Latimojong, sementara I Wéasalareng dan Weampalangi
di Letenriwu. Diberikan pula kepada Batara Guru tujuh oro
(orang berkulit hitam legam) beserta kapaknya, istana yang
lengkap dengan peralatannya, serta para pelayan.
Batara Guru tinggal tentram di dalam istananya. Para
selirnya sudah melahirkan beberapa anak. Kelak anak-anak dan
turunannya inilah yang menjadi tulang punggung Sawérigading
dalam kehidupannya. Batara Guru kemudian mempunyai
permaisuri bernama Wé Nyilik Timo yang melahirkan anak
laki-laki bernama Batara Lettu, atau lengkapnya Batara Lettu
Ri Yale Luwu I Latiwuleng Ri Watampare.
Setelah Batara Guru turun dari Boting Langi, turun pula
Laurumpessi (anak Lamakkarodda/Wemallagenni) dan Wé
Padauleng (anak Sangka Malewa/ Wemaragellung). Keduanya
hidup sebagai suami istri dan menjadi manurungnge di Tompo
Tikka. Pasangan ini kemudian mempunyai kembar perak yang
bernama Wé Datu Sengngeng dan Wé Adi Luwu. Kembar
perak ini sempat menjadi kembar tiga di dalam rahim Wé
Padauleng. Hal ini terjadi karena Laurumpessi memungut
dan memasukkan janin Wé Tenriabang ke rahim istrinya saat
Wé Tenriabang dan plasentanya sedang meninggalkan balubu
ibunya menuju pemmassareng (alam arwah). Tapi, akhirnya
tidak jadi lahir kembar tiga karena sebelum lahir janin Wé
Tenriabang kemudian diberikan kepada saudaranya bernama
Sekkajo Tikka karena sudah lama tidak mempunyai anak.
Meskipun demikian, Wé Tenriabang tetap dianggap sebagai
anak kandung oleh Wé Padauleng.
Tiga dari Galigo 21
Penutup
Apa yang telah diuraikan hanyalah sebagian kecil dari isi naskah
Galigo yang berbeda-beda versinya di Sulawesi Selatan. Berikut tiga
kesimpulan:
Daftar Pustaka
2
Nilai-nilai Pengembaraan
Sawérigading yang Termaktub
dalam Sureq Galigo
38 Drs. H. Muhammad Salim
Tiga dari Galigo 39
Pengantar
Ule (ular) kembar yang turun dari langit setelah nodorupa manusia,
ternyata sepasang suami istri yang bernama La Jini dan Togelele. Pada
suatu ketika Togolele hamil dan melahirkan dua anak kembar yang
bernama Keleketi dan Yabecina. Sejak lahirnya Keleketi dan Yabecina
dipelihara di suatu rumah di Kerajaan Toposo di dalam dua kamar
yang terpisah….Ketika Koleketi dewasa dia mendapat gelar Savirigadi.
(Sawérigading, h. 489)
Artinya:
Artinya:
Pengembaraan Sawérigading
Artinya:
Artinya:
Artinya:
Artinya:
toak nyilik moneng ngi winru pangala tana ri Sunra paralukkaluk lipu
ri Majée.” (N. B 188. V. 67)
Artinya:
Artinya:
Artinya:
Sureq Galigo
Sebelum agama dianut merata oleh penduduk Sulawesi Selatan,
sebagian masyarakat Bugis menggunakan Sureq Galigo sebagai
tuntunan. Dengan menghayati isi naskah, orang akan mendapatkan
panduan menjalani kehidupan di tengah-tengah masyarakat.
Kandungan isi Sureq Galigo dapat diketahui dari adanya penuturan
leluhur atau melalui warisan budaya seperti peninggalan sejarah,
sastra budaya, dan lain-lain.
Petunjuk dan warisan budaya itu diperoleh secara turun
temurun sehingga tidak ada jawaban pasti kapan mulainya. Tapi,
gejala perilaku adat istiadat dan ilmunya bersifat abadi dan dapat
disaksikan berkembang hingga sekarang ini. Misalnya, sikap
kehidupan masyarakat Sulawesi Selatan dipilih berdasarkan petunjuk
naskah tua yang disebut lontarak dan sureq-sureq.
Nilai-nilai
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dijelaskan
bahwa nilai adalah sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau berguna
bagi kemanusiaan. Nilai budaya adalah konsep abstrak mengenai
masalah dasar yang sangat penting dan bernilai dalam kehidupan
manusia. Nilai keagamaan adalah konsep penghargaan tinggi
yang diberikan oleh masyarakat kepada beberapa masalah pokok
kehidupan keagamaan yang bersifat suci sehingga nilai ini menjadi
pedoman perilaku keagamaan masyarakat yang bersangkutan.
Berikut nilai-nilai luhur yang terdapat di dalam Sureq Galigo.
1. Nilai kasih
Rasa kasih sayang sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-
hari, utamanya dalam lingkungan keluarga.
Artinya:
Ini adalah suatu contoh yang wajib ditiru oleh orang yang
mempunyai istri lebih dari satu orang.
Artinya:
“Teng kué lorang mua na sia ripalaloang gelli maserro datu inaku
I Wé Cimpau, naérékkua teng mapaddenngi banapatikku. “Natallo
bacciku I La Galigo, Natijjang ronnang nawarekkenngi pabbessorenna
ncajianngenngi Tenriawaru. Napasibolong miccu makkeda To Botoé,
“Tarakka nao kino ponratu talémpo sia ri lolangetta. Téa wak tudang
ri langkanana datu masomméng teng missennge mpukka timunna. (N.
B 188. IX. 350)
Naérékkua lé to Cinaé mupotéa i teng kuturuna palalo gelli
datu puammu, ola wak mai tapulli-puli ri tennga padang. Muaseng
paé sitennga-tennga ininnawakku tinrosiang ngi sinrangeng lakko
ripolalenna datu inaku I Wé Cimpau lété ri Majé madditennga ri
Pammasareng.” (N. B 188. XI. 351)
Artinya:
2. Nilai moral
Menurut KBBI, moral adalah ajaran baik-buruk yang diterima
Tiga dari Galigo 55
Artinya:
Artinya:
Artinya:
keturunan dewa juga. Suatu contoh bahwa orang arif itu walaupun
sudah punya kemampuan, kesempatan, dan waktu yang baik untuk
melaksanakan kemauannya, masih tetap memikirkan akibat yang
boleh jadi akan menurunkan harkat dan martabat keluarganya.
Artinya:
3. Nilai seni
Tiga dari Galigo 61
a. La Pananrang:
Artinya:
b. Jammuricina:
Artinya:
c. Toappemanuk:
Artinya:
“Dengarkanlah syairku
Wahai anak yang berpayung emas
Demikianlah bunyi syairku
Mengapakah, wahai Tuhan, aku terus saja dinaungi langit
Orang yang saling mendamba dalam hatiku
Orang yang saling mengenang dalam hatiku
Tetapi tak segera saja aku saling memandang.”
Artinya:
Artinya:
4. Nilai keagamaan
Religi adalah segala sistem tingkah laku manusia untuk
mencapai sesuatu maksud dengan cara menyandarkan diri kepada
Tiga dari Galigo 65
4.1. Takdir
Takdir berarti ketetapan Tuhan. Dalam agama Islam, takdir
merupakan cabang iman. Dalam Sureq Galigo kita dapat membaca
perjalanan kehidupan Sawérigading yang telah ditentukan oleh
Patotoé bahkan sebelum Sawérigading berada dalam kandungan.
Di antara nasib yang telah ditetapkan itu disampaikan oleh Patotoé
kepada Batara Guru. Cerita-ceritanya sebagai berikut.
Pada suatu hari Batara Guru dan La Sattumpungi bersamaan
naik ke istana Patotoé di Boting Langi. Batara Guru memohon
diberikan cucu karena Batara Lattuk belum mempunyai anak, sedang
La Sattumpungi meminta seorang anak perempuan yang cantik.
Permohonan keduanya diterima. Patotoé menjanjikan bahwa kelak
Batara Guru mendapat cucu yang bernama Sawérigading dan La
Sattumpungi mendapat anak perempuan yang bernama I Wé Cudai.
Pada saat itu Patotoé memasukkan lembaga kedua anak itu ke dalam
guci kemilau lalu menyempurnakan perjodohan dan perkawinannya.
Sesudah itu Patotoé berbisik kepada Batara Guru:
Artinya:
4.2. Permohonan/doa
Permohonan kepada Tuhan/dewa berarti harapan, permintaan,
dan pujian kepadanya. Ucapan permohonan biasa dilakukan juga
kalau sesuatu maksud dalam keadaan biasa sudah dianggap sukar
dijangkau dan didapatkan. Sewaktu Wé Datu Senngeng hamil
dan mengidam rusa berkepala dua di Boting Langi, nangka harum
di Gima, pauh bajenggi di ujung samudra, langsat Makassar di
Sunra timur, dan padi cendana di Labu Tikka, kelompok burung
ladunrungsereng dengan mudah mendapatkan untuknya. Namun,
setelah ia mengidamkan lagi cumi lalume di Uriliu yang bersirip
gergaji, berekorkan kipas gemerlap, bersisik emas, bergigi keris,
bermata bintang, berlendirkan minyak harum, memuntahkan dupa
harum, bertaikan emas bubuk, berkemihkan minyak Sang Hyang, dan
sekali saja ekornya bergerak tujuh kali petir terdengar di dunia dan
lain-lainnya, burung ladunrungsereng tidak dapat menjumpainya.
Maka, bermohonlah Wé Datu Tompo:
Artinya:
4.3. Dermawan
Dalam Sureq Galigo disebutkan bahwa sewaktu kembali dari
lawatannya ke alam arwah di akhirat, Sawérigading menceritakan
bahwa semua perbuatan manusia di Alelino, baik yang benar maupun
yang salah, akan dibalas di akhirat. Ketika orang tuanya menanyakan
amal apakah yang paling baik di dunia, Sawérigading menjawab,
“Wahai Tuanku Raja, yang paling baik adalah mengumpulkan di
istana kita orang miskin sekeliling Luwuk, sekitar Watamparek,
sampai negeri yang diperintah, kemudian kita berikan harta benda,
sebab alangkah baik rupa orang yang merahmati orang yang ditimpa
kesusahan di akhirat.”
Artinya:
5. Nilai kepemimpinan
Di dalam Sureq Galigo terbaca bahwa kekuasaan berada di tangan
seorang penguasa atau pemimpin biasa bergelar Opu atau Datu.
Sawérigading bergelar Opunna Warek yang berarti Yang Dipertuan di
Warek. Dalam kepemimpinannya, Sawérigading sebagai putra mahkota
dan pemimpin tertinggi dalam pelayaran banyak menampilkan hal yang
layak sekali diteladani seorang pemimpin, antara lain:
Artinya:
Artinya:
Artinya:
Daftar Pustaka
3
Karena I Wé Cudai
Magaligali Parukkuseng
Maka Namaku I La Galigo
76 Drs. H. Muhammad Salim
Tiga dari Galigo 77
Pengantar
itu, wahai Opunna Warek, ucapan mulut angkuhku. Itulah yang tak
mengizinkanmu tinggal di tempatku. Memang dapat mematikan rasa
malu itu. Tak mengizinkan bergaul kata-kata angkuh itu. (X.205)
….Kasihanilah aku Tuanku, engkau turun saja dengan segera pergi
ke tempat I Wé Cimpau. Jangan engkau tinggal sampai siang dalam
bilikku ini. Kalau engkau tak mau mendengarkan ucapanku ini,
akan sama halnya lagi seperti dahulu pada waktu kau tak muncul di
tempatku ini.” (X.206)
“Apakah aku kena kutuk atau menjadi hina, tetap saja aku tak
mau melihat keturunan orang Luwu, putra orang Selayar, yang hanya
makan ular di kampungnya. … … … Mengapa engkau, wahai
Teppéréna, tidak mau berdiri mengangkat anak itu. Buatlah lubang
besar, lalu jatuhkanlah. Engkau panggilkan anjing orang Sabbang,
supaya datang anjing pemburu orang Cina memakannya. … Untuk
apa dijadikan putra mahkota keturunan orang Luwu, Selayar.
100 Drs. H. Muhammad Salim
Artinya
Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat kita tarik dalam cerita mitos ini antara
lain adalah: