MUSEUM LAMPUNG
Disusun Oleh :
Nama : Alfan Al-Furqon
NISN : 0103759379
Kelas : 8 E
Pada tanggal 7 Juni 1989 tim survey menelusuri informasi tersebut dan hasilnya memang
benar keberadaan temuan tersebut. Melalui Peroyek Pembinaan Permuseuman Lampung
tahun anggaran 1989/1990 benda temuan tersebut dilakukan proses pengadaan dengan
cara ganti rugi. Sejak tahun 1990 bejana tersebut resmi menjadi koleksi Museum Negeri
Provinsi Lampung dengan nomor inventaris: Bejana (2440). Penanganan perawatan dilakukan
secara berkala dan masing-masing sudah dibuatkan reflika untuk keperluan pameran keliling.
Sampai saat ini dua koleksi tersebut dipamerkan di Gedung Pameran Tetap Museum Negeri
Provinsi Lampung.
Source: Tribun Lampung
Tampak depan terlihat jelas bangunan yang sering disebut sebagai Rumah Pesagi atau
Lamban Pesagi. Bangunan ini merupakan arsitektur tradisional Lampung yang letaknya
berada dibagian sisi sebelah kanan dari bangunan Museum Lampung. Namun banyak yang
belum mengetahui sejarah Lamban Pesagi tersebut, yuk kita simak sejarahnya. I Made Giri
Gunadi merupakan Kurator
Museum Lampung mengatakan
bahwa Lamban Pesagi ini telah
berada sejak tahun 2002 di
Museum Lampung.
Adapun pembedanya jika terlihat secara umum hampir sama namun perbedaannya terletak
pada penambahan denah ruang kebelakang dan adanya hiasan Paguk yang dipasang pada
tiang rumah bagian luar sebagai perlambangan kebangsawanan. Lamban Pesagi koleksi
Museum Lampung merupakan rumah tinggal rakyat biasa, Bapak Sahyan merupakan
pemilik lamban dengan membeli dari Bapak Suhaimi pewaris keempat kurang lebih pada
tahun 1930. Tahun pembuatannya tidak diketahui pasti namun dirunut dari kepemilikan
rumah dan pewarisnya dapat diperkirakan berumur kurang lebih 300 tahun.
Pintu Lamban Pesagi hanya ada satu yang terletak disamping bagian belakang, pada masa
dahulu hal ini dimaksudkan bahawa pertahanan keamanan logistik menjadi hal yang paling
utama. Orang yang nantinya keluar masuk dapat diawasi secara maksimal. Lamban Pesagi
berfungsi sebagai arena berinteraksi da bersosialisasi antar individu penghuninya maupun
dengan masyarakat luas khususnya saat diadakan kegiatan adat.
2.2 Filosofi Tangga Berjumlah Ganjil
3. Bola Besi
Bola besi digunakan untuk memperluas lahan transmigrasi. Diperkirakan bola besi ini
digunakan pada tahun 1953 sampai 1956 untuk memperluas wilayah Raman Utara,
Probolinggo, Lampung Timur, Seputih Raman, dan Seputih Banyak. Untuk cara
penggunaanya adalah dengan ditarik
menggunakan 2 buah traktor untuk
merobohkan pohon dan meratakan
tanah. Dari tanah yang sudah
diratakan tadi akan dibangun sebuah
pemukiman baru
Perahu ini ditemukan disebuah desa bernama Terbanggi Besar, Lampung Tengah. Perahu ini
dulunya digunakan sebagai alat transportasi di sungai, rawa dan juga teluk. Umur dari
perahu lesung berkisar sekitar 120 tahun.
5. Meriam
Meriam Bumbung/ Meriam Lela, eriam
bumbung ini memiliki sejarah panjang
dengan kepentingan Belanda di
Keresidenan Lampung. Kala itu baru baru
ada Keresidenan Krui dan Tanjungkarang.
Masyarakat Lampung dulu menggunakan meriam bumbung yang terbuat dari bambu untuk
melengkapi prosesi adat. Namun, sekitar abad ke 17, mulai tersebar di daerah Lampung dan
digunakan sebagai salah satu alat untuk upacara adat. Namun kala itu meriam bumbung
digunakan Belanda untuk menyerang Raden Intan yang menjadi salah satu pimpinan
keratuan darah putih di Kalianda.
Peperangan yang terjadi pada dalam kurun
waktu 1834-1836 ini menyisakan beberapa
meriam yang hingga kini bisa kita jumpai.
Bahan pembuatan meriam bumbung ini
adalah: tembaga dan ada juga yang terbuat
dari besi. Meriam ini langsung didatangkan
dari belanda dengan teknik pembuata
menggunakan sistem cor. Panjang meriam
yang dipakai ahun 1850 sepanjang 1-1,40
cm, beratnya 2 ton.
Serah Sepi Bilah/Busepi (Asah gigi) merupakan upacara adat yang sudah ada sejak masa
Hindu-Budha di Lampung. Upacara ini mengandung makna pengendalian diri dari enam
musuh dalam diri manusia, yaitu hawa nafsu, rakus, amarah, kemabukan, kebingungan, dan
iri hati. Menjadi penanda seseorang menginjak fase dewasa atau saat pertama akil balik,
Busepi menjadi gerbang untuk dapat mengikuti acara pergaulan bujang gadis. Adapun
bagian gigi yang diasah adalah gigi geligi.
Prasasti Dadak yang bentuknya batu memanjang dengan ukiran-ukiran yang begitu jelas dan
cantik. Prasasti yang ditemukan tahun 1994 di Dusun dadak, Desa Tebing ini terdiri dari 14
baris huruf Jawa Kuno, Bahasa Melayu Madya, terdapat rajah manusia, ragam geometris
dan hewan, serta umurnya sejak abad ke 14/15 M. Prasasti ini berisi tentang peminjaman
tanah selama 100 tahun untuk keperluan pendirian bangunan suci. Prasasti ini menyebut
tokoh Batara Guru Tuha dan Panca Resi serta
penguasa air, batu, kayu, dan tanah.