Anda di halaman 1dari 49

KLIPING TENTANG KUNJUNGAN EDUKATIF

DI MUSEUM BALAPUTRA DEWA


TENTANG MENYIMPAN BERBAGAI KOLEKSI DARI
ZAMAN PRA-SEJARAH

DISUSUN OLEH :
NAMA : DANIAH DWI HERYAN (08)
KELAS: X IPA 3
GURU PEMBIMBING : DEWI MAPRAM S.Pd

DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN SUMATERA


SELATAN
SMA NEGERI 1 INDRALAYA
TAHUN AJARAN 2018/2019
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
MUSEUM BALAPUTRADEWA

Museum Balaputra Deva atau secara resmi disebut Museum Negeri Provinsi
Sumatra Selatan "Balaputra Dewa", adalah sebuah museum etnografi yang terletak
di Palembang, Indonesia. Museum ini adalah museum negeri Provinsi Sumatra Selatan.
Nama Balaputra Dewa adalah berasal dari Balaputra, raja Sriwijaya abad ke-9 dan mantan
kepala dinasti Sailendra yang berpusat di sekitar Palembang. Balaputra Dewa menampilkan
sejarah dan tradisi dari provinsi Sumatra Selatan.
Museum Balaputra Dewa adalah salah satu dari apa yang disebut Museum Negeri
Indonesia, yang mewakili masing-masing provinsi di Indonesia. Pembangunan museum
dimulai pada tahun 1978 dan bangunannya diresmikan pada tanggal 5 November 1984.
Keputusan untuk nama "Balaputra Dewa" didasarkan pada India abad ke-9
berdaulat Balaputrayang tercatat dalam prasasti yang ditemukan di Nalanda, India. Prasasti
Nalanda menyebutkan hubungannya dengan membangun sebuah biara Buddha di bawah
sponsornya. Kedua namanya disebutkan ditemukan di prasasti di Jawa pada abad ke-9 masehi
yang berkaitan kekalahannya di Jawa atas Rakai Pikatan, seorang penguasa dari dinasti
Sanjaya, yang diminta Balaputra untuk meninggalkan Jawa untuk menetap di tempat yang
sekarang kota Palembang, Sumatra Selatan.
Gambar 1. Pintu masuk utama Museum Balaputradewa.
Gambar 2. Keadaan di dalam ruang masuk Museum Balaputradewa.

Gambar 3. Relife kehidupan masyarakat Palembang dan Sumatera Selatan.

RUANG DEPAN/PERTAMA MUSEUM


Terdapat ukiran besar di dinding berupa penari Tari Gending Sriwijaya, Kerajinan
bambu dan tanah liat/granit, Rumah Limas, Jembatan Ampera, Kain tenu Songket, dll.

Memasuki pintu depan museum Balaputradewa kita akan langsung disuguhi dengan
gambar atau relief kehidupan masyarakat Palembang yang dipanjang persis di depan dinding
ruang masuk museum. Relief kehidupan masyarakat Palembang tersebut menceritakan ada
putri Palembang sedang menari Gending Sriwijaya yaitu tarian khas Palembang yang sering
ditampilkan untuk menyambut tamu, tari Gending Sriwijaya sendiri pertama kali
diperkenalkan pada 12 Agustus 1945. Kemudian pada relief ada pula rumah Bari yaitu
rumah lama khas Palembang. Ada pula gambar rumah Limas yaitu rumah adat Palembang
dimana di atasnya ada ornament tanduk kambing. Digambarkan pula pada relief tersebut
orang yang sedang bertenun songket. Lalu ada juga sungai musi yaitu sarana transportasi
utama di Palembang.

Di gambarkan juga Jembatan Ampera yang dibangun oelh bantuan Jepang tahun 1963
selesai 1965, jembatan Ampera sendiri memiliki panjang 1717 meter. Dari gambar relief
tersebut diceritakan pula bahwa dahulu di Palembang terdapat banyak sekali sungai,
diperkirakan di Palembang dahulu terdapat 117 Sungai tapi sekarang hanya tinggal 17 sungai
yang masih mengalir, oleh karena itulah Belanda member julukan pada Palembang sebagai
Venesia dari Timur Jauh. Ternyata dari gambar relief juga menceritakan bahwa dahulu
Palembang adalah tempat menambang emas. Lalu dari gambar relief membahas karena
Palembang banyak terdapat rawa sehingga membuat rakyatnya membuat rumah panggung
agar bisa tinggal di atas rawa. Dan relief gambar juga membahas dahulu wanita Palembang
tidak memakai selendang melainkan memakai Tudung Saji.

RUANG KEDUA ATAU BAGIAN TAMAN TENGAH


Museum Balaputera Dewa menyimpan koleksi mulai dari zaman pra-sejarah, zaman
Kerajaan Sriwijaya, zaman Kesultanan Palembang, hingga ke zaman kolonialisme Belanda.
Koleksi di museum ini terbagi dalam tiga ruang pamer utama. Sebelum ruang pamer utama,
saat melewati selasa museum, pengunjung bisa melihat koleksi arca dari zaman Megalith
yang ditemukan di Sumatera Selatan.

Peninggalan kebudayaan Megalith atau kebudayaan batu besar banyak ditemukan di


kawasan Pagaralam, Sumatera Selatan. Setidaknya terdapat 22 lokasi pemukiman budaya
megalith menjadi tempat penemuan benda-benda pra-sejarah yang kini berada di Museum
Balaputera Dewa. Seperti arca megalith ibu menggendong anak, arca manusia dililit ular
hingga arca orang menunggang kerbau.
Arca Megalit ini di dapat dari Desa Pulau Panggang, Pagaralam kabupaten Lahat dan terbuat
dari bahan Breksi vulkanik.

Arca ini merupakan salah satu hasil dari tradisi megalitikum. Bentuk secara keseluruhan
memperhatikan sikap seseorang yang sedang duduk di atas seekor binatang.
Kepala Arca Megalit Pakai Tutup Kepala ini didapat dari Desa Pematang, Pagaralam
Kabupaten Lahat dan terbuat dari Diorit.

Perwujudan kepala arca ini menampilkan keperkasaan yang diperlihatkan oleh ekspresi wajah
yang kuat, gambaran seorang prajurit.

Kepala Arca Megalit Tanpa Tutup Kepala ini terbuat dari bahan Diorit.

Perwujudan arca ini memperlihatkan tipe masyarakat dari ras negrid. Secara keseluruhan
gaya pahatannya bersifat statis dan oleh para ahli dimasukkan ke dalam kelompok
pengarcaan tipe primitif.

Arca Megalit Orang Menunggang Kerbau ini didapat dari Desa Gunung Megang, Kabupaten
Lahat dan terbuat dari bahan Breksi Vulkanik.

Perwujudan Arca ini memperlihatkan seorang laki-laki sedang menaklukan atau menunggang
seekor binatang menyerupai kerbau.

Arca Megalit Wanita Mendukung Anak ini di dapat dari Desa Tanjung Ara, Pasemah,
Kabupaten Lahat.

Arca ini menggambarkan seorang wanita dalam posisi berjongkok sedang mendukung anak
di punggung. Perwujudan pengarcaan pada bagian-bagian tubuh tertentu cukup menarik,
yakni serba besar seperti pemahatan bentuk payudara yang menonjol erat kaitannya dengan
upacara untuk kesuburan.

RUANG GALERI MALAKA MUSEUM


Sebelum memasuki ruang pamer museum, pengunjung akan melewati Galeri Melaka,
sejak sepuluh tahun terakhir Provinsi Sumatera Selatan dan Pemerintah Melaka Malaysia
melakukan pertukaran budaya. Disini kita bisa melihat berbagai koleksi dari budaya Melaka.

Tambahan, di Museum Balaputradewa sekarang terdapat ruang khusus pertukaran


budaya antara Kesultanan Malaka (Malaysia) dan Palembang (Indonesia). Ruang pamer
(Galeri) kebudayaan Malaka ini baru dibuka sekitar tahun 2011 saat Sultan Malaka
berkunjung ke Palembang. Ruang pamer kebudayaan Malaka didedikasikan kepada
masyarakat Palembang karena adanya keterikatan batin dan budaya antara masyarakat
Malaka dan Palembang.

Sultan Iskandar Syah yang lebih dikenal dengan nama Parameswara di Palembang
merupakan sultan pertama dan pendiri kerajaan Malaka, Sultan Iskandar Syah atau
Parameswara adalah orang Palembang asli yang merupakan raja terakhir dari Kerajaan
Sriwijaya, saat Sriwijaya hancur pada abad ke 14 Masehi dan akan diduduki oleh kerajaan
Majahpahit beliau (Parameswara) melarikan diri ke Semenanjung Malaka (Malaya),
kemudian di Malaka Parameswara menikah dengan penduduk setempat lalu masuk Islam dan
berganti nama menjadi Iskandar Syah, Iskandar Syah lalu mendirikan sebuah kerajaan di
tanah barunya tersebut dengan nama Kesutanan Malaka. Itulah sedikit kisah dari berdirinya
Kerajaan Malaka di Semenanjung Malaya, oleh alasan itulah mengapa Sultan Malaka
berkunjung ke Palembang lalu kemudian membuka Galeri Kebudayaan Malaka di Museum
Balaputradewa agar para generasi muda di Palembang dan di Malaka sadar dan mengetahui
bahwa antar kedua tempat tersebut memiliki ikatan batin dan budaya yang sangat erat dari
diri leluhur mereka yaitu sang raja terakhir Sriwijaya dan raja pertama di Malaka “Sang
Mulia Baginda Sultan Iskandar Syah atau Sri Baginda Parameswara”
Gasing

Cetak Kuih

Periuk Tembikar
Porselin Cina

RUANG PAMERAN I Peninggalan Masa Prasejarah Fosil

Di sebelah ruangan Galeri Melaka, pengunjung menuju ruang pamer museum. Disini
pengunjung mendapatkakn informasi sejarah berdirinya Kerajaan Sriwijaya. Di
ruang pamer ini pengunjung bisa melihat koleksi benda peninggalan dari zaman pra-kerajaan
Sriwijaya berupa kerajinan tembikar, manik-manik, dan pengecoran logam.

Kapang Lonjong merupakan benda yang terbuat dari jenis batu kali. Bagian tajam-
tajamnya diasah dari dua arah, sehingga bentuk tajaman yang dihasilkan simetris atau
setangkup. Kapak semacam ini tangkai kayu bercabang. Fungsi kapal ini untuk menem=bang
atau menguliti pohon, membuat perahu, membuat patung kayu dan sebagai perlengkapan
upacara.
Kerangka Manusia merupakan benda sisa-sisa tulang manusia yang diduga hidup pada
masa berburu dan mengumpulkan tingkat lanjut. Pada masa ini mereka memilih gua-gua
sebagai tempat tinggal. Fragmen tulang manusia ini ditemukan di Desa Padang Bindu,Gua
Pondok Salabe, Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan.
Relief di Dinding Gua Harimau
Lesung Batu merupakan salah satu peninggalan Megalitik, ditemukan di Pagaralam,
Sumatera Selatan. Benda seperti banyak ditemukan di situs-situs Pagaralam dan Lahat.
Fungsi lesung batu ini untuk menumbuk biji-bijian, seperti padi dan jagung.

Tempayan Kubur

Arca Megalith
Arca Megalith ini menampilkan seorang laki-laki perkasa. Arca ini berasal dari abad pertama
masehi.
RUANG PAMERAN Ii beberapa koleksi di zaman kerajaan
sriwijaya berupa arca hindu-budha, prasasti dll.
Di ruang pamer selanjutnya, pengunjung bisa melihat berbagai replika prasasti yang
menunjukkan awal mula berdirinya Kerajaan Sriwijaya. Mulai dari prasasti Kedukan Bukit, Relaga
Batu, Kota Kapur, Talang Tuo, Boom Baru, Kambang Unglen I, Kambang Unglen II, dan Prasasti
Siddhayatra. Di ruangan ini juga terdapat koleksi lain dari zaman Kerajaan Sriwijaya berupa arca
Buddha, arca Hindu, dan Fragmen.
PENINGGALAN PRASASTI-PRASASTI

Prasasti Kedukan Bukit

Prasasti Kedukan Bukit ditemukan oleh Batenberg padatanggal 29 Oktober 1920


ditepi Sungai Tatang, di kaki Bukit Siguntang Palembang. Prasasti ini dipahat pada sebuah
batu kali berentuk bulat, dengan garis tengah 80 cm, menggunakan huruf Pallawa dan bahasa
Melayu Kuno serta berangka tahun 604 Saka atau 682 Masehi. Secara garis besar tentang
perjalanan Dapunta Hyang yang berangkat dari MinangaTamwan naik perahu bersama
balatentaranya, kemudian tia di Mukha Upang dan akhirnya mendirikan kota Sriwijaya
setelah berhasil menaklukan beberapa daerah sekitarnya.
PENINGGALAN ARCA-ARCA
Arca Batu Gajah
Arca ini ditemukan di Kotaraya, Lembak, Pagaralam. Di kedua sisi arca ini terdapat seorang
tokoh (laki-laki) yang digambarkan kaku dan dinamis.
Arca Narawahana
Arca Narawahana ini menggambarkan susunan tiga makhluk. Figur yang paling atas adalah
singa, di tengah adalah Ghana dan yang paling bawah adalah seekor gajah.

Arca Brahma, Wisnu dan Siwa


Ketiga arca ini adalah dewa-dewa agama Hindu
Arca Nandi
Arca Nandi merupakan seekor lembu. Tokoh ini merupakan kendaraan dewa Siwa

Arca Perwujudan II Arca Perwujudan I


Arca ini digambarkan dalam posisi duduk.
Arca Bodhisatwa Awalokiteswara
Arca Budha ini digambarkan dalam sikap berdiri, tangan kirinya yang memegang sekuntum
bunga diangkat ke depa dada.
Arca Awalokiteswara
Arca Awalokiteswara. Arca ini aslinya terbuat dari batuan andesit, ditemukan di
daerah Musi Ulu Palembang. Arca digambarkan dalam posisi berdiri di atas asana tetapi
sudah hilang dan jari-jari kaki lurus ke depan. Mempunyai empat buah tangan, tiga di
antaranya telah patah, yang tersisa hanya tangan kiri belakang membawa sesuatu yang tidak
jelas. Menggunakan jubah, rambut ikal keriting, mata setengah tertutup, hidung mancung,
mulut seolah tersenyum dan lubang telinga pangan.

Perhiasan berupa upawita lebar yang berbentuk pita di atas bahunya. Ikat perut
berbentuk gasper juga berbentuk pita. Mahkota yang dikenakan diikat di kepala bagian
belakang dan pada mahkota tersebut terdapat arca Amithaba dalam posisi duduk di atas
padmasana. Pada bagian punggung arca ini terdapat prasasti pendek dengan bahasa
Sansekerta dan huruf jawa kuno, berbunyi: “accarya,, dan seterusnya”. Arca ini diperkirakan
berasal dari abad 9 Masehi.

Benda-benda yang diperdagangkan


Pakaian Lantung
Pakaian dari masa prasejarah ini terbuat dari kulit kayu terap, ibuh dan pohon karet hutan
yang kulitnya dipukul-pukul hingga tipis lalu direbus dan dijemur
Guci, Gading Gajah dan Piring Selodin

RUANG PAMERAN Iii benda-benda peninggalan sisa zaman


kolonialisme belanda
Di ruang pamer selanjutnya, pengunjung bisa melihat zaman Kesultanan Palembang
Darussalam. Benda-benda peninggalan mulai dari tenun songket, berbagai kerajinan seni ukir
Palembang hingga naskah Islam. Masuk lebih dalam, pengunjung bisa melihat sisa zaman
kolonialisme Belanda.
Senjata Kolonial Belanda

Standar Gading dan Parang

Standar Tombak Untuk menaruh tombak-tombak.


Kukuran Kelapa Untuk memarut kelapa pada jaman dahulu.

Meja Cuki Berfungsi sebagai papan permainan pada jaman dahulu

Peralatan Menaruh dan Menulis


Tempat menyimpan barang dan cap pengering tinta.
Gramofon
Alat memutar musik dengan vinyl atau piringan hitam.

Pakaian Pejuang Kemerdekaan


Senjata Kemerdekaan

Kain Songket
Kain khas palembang dan sering dipakai di acara-acara penting.

Alat Tenun
Alat tenun tradisional yang sering dipakai jaman dahulu.
Peralatan untuk menangkap ikan, dll.
Ilustrasi

Uang Peninggalan Kolonial Belanda


Ruang pamer 3 menampilkan kumpulan koleksi-koleksi peninggalan pada masa perang
mempertahankan kemerdekaan. Di ruang pamer masa kemerdekaan banyak terdapat benda-
benda dari masa kolonial Belanda saat menjajah di wilayah Palembang dan Sumatera
Selatan. Di anatarnya ada uang atau koin mata uang dari jaman Belanda, Jepang hingga awal
kemerdekaan Indonesia. Kemudian ada benda-benda kuno seperti radio, piringan hitam,
pedang, pistol, pakaian, topi, meriam dan masih banyak lagi.
Tidak jauh dari situ, ada juga bangunan yang dinamai Rumah Bergajah, Rumah Anti
Gempa atau juga dikenal dengan nama Rumah Ulu sebagai rumah tradisional masyarakat
Ogan Komering Ulu. Keunikan rumah panggung ini adalah pondasi kaki kayunya yang dapat
menahan seberapa berat beban rumah tersebut. Tiang kayunya tidak ditanam namun cukup
menggunakan batu sebagai penyangga dan lantai terbuat dari bambu. Rumah Ulu tidak dapat
dimasuki oleh para pengunjung museum.
Kemudian di bagian paling belakang dari Museum Balaputradewa kita dapat singgah ke
Rumah Limas. Rumah Limas di Museum Balaputradewa adalah rumah yang dahulu dimiliki
oleh orang arab bernama Sarip Abdurahman Al Habsi (Arif) yang diangkat oleh Belanda
menjadi seorang Kapitan. Rumah Limas tersebut dibangun pada tahun 1836 Masehi lalu
kemudian dijual kepada Pangeran Betung. Rumah Limas tersebut masih sangat lengkap
dengan berbagai macam perabotan yang khas Palembang seperti kursi, lemari, lampu-lampu
gantung, dan lainnya. Rumah Limas tersebut terdiri dari 4 buah lantai atau biasa disebut
berkilat. Rumah Limas tersebut sudah 3 kali berpindah. Langit-langit Rumah Limas dihiasi
dengan lampu-lampu stolop dengan menggunakan lilin dan air sehingga terlihat efek pelangi.
Terdapat tanduk rusa sebagai gantungan pakaian, lemari gerobok leket, pintu yang tidak
menggunakan engsel dan umumnya Rumah Limas menghadap kea rah Sungai.

Selain Rumah Limas terdapat pula Rumah Bergajah yaitu tempat orang-orang
terhormat. Lalu terdapat Rumah Hulu/Rumah Anti Gempa yaitu rumah yang tiangnya tidak
ditanam namun hanya menggunakan batu yang dijadikan sebagai penyanggah dan lantainya
menggunakan bambu. Rumah ini memiliki bobot yang ringan, dinding yang bisa dibuka dan
tidak memiliki jendela. Rumah ini sendiri ditemukan di daerah Asam Kelat.

Terdapat pula Gedung 3 Manusia dan Lingkungannya. Pada gedung tersebut terdapat
berbagai jenis alat transportasi seperti Liu-liu, gerobak, rakit dan perahu serta ada Jali yaitu
kelombu yang berbentu burung-burungan dimana biasanya joli-joli ini diberikan untuk
pengantin wanita sebagai lamaran juga ditambah dengan sena/nampa dan songket. Di sini
juga terlihat keranda berwarna hijau, ada juga patung seorang ibu tua yang sedang
menganyam songket dan songket tersebut hanya boleh dipakai oelh seorang wanita yang
sudah mempunyai suami. Hasil dari tenunan patung ibu tua itu terpajang disebelah patung
tersebut diantaranya adalah songket bunga pacar, songket naga, songket beraung dan
berbagai aksesoris pengantin khas Sumsel seperti kalung dan gelang dari Tanjung Batu, Batik
Pale, Batik Supri dan lainnya. Kemudian yang terakhir di dalam Rumah Limas juga terdapat
7 keranda orang meninggal (tudung) berwarna hitam.

Anda mungkin juga menyukai