Pendahuluan
1.5 Metodologi
Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode deskriptif kualitatif dengan teknik
pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dan
studi pustaka. Subjek penelitian adalah masyarakat
sekitar makam Sunan Pandanaran, pengelola makam,
dan pemerintah setempat. Data yang diperoleh akan
dianalisis secara deskriptif untuk menghasilkan
gambaran yang jelas tentang potensi cagar budaya di
sekitar makam Sunan Pandanaran serta
pengelolaannya.
BAB 2.Pembahasan
Gapura dudha II
Gapura ke II ini diberi nama gapura
dudha,berjarak sekitar 75 meter ke dalam setelah
gapura segara pemuncar pertama.
Gapuro IV penemut
Gapura penemut IV berada tidak jauh dari pintu
makam yang menuju ke komplek makam,berjarak
sekitar 75 meter dari gapuro pangraton.terdapat
ukiran seperti makara pada bangunan gapura di
antara pipi tangga candi.bedanya kalau makara yang
ini bergambar flora seakan akan dari bentuk
menyerupai antefiks seperti penghias selaras tepi
bangunan candi fungsinya hanya sebagai penghias
saja.
Gapura pemuncar ke V
Bangunan pemuncar V terlihat dari depan,masih
anggun dengan bangunan pagar bumi yang
mengelilingi maka.bangunan gapura Pemuncar V
sudah menggunakan banon(batu bata merah kuno).
Tugu mustoko
Mungkin tugu ini adalah salah satu penanda
atau semacam monumen untuk mengenang atau
menghormati tokoh-tokoh penting kala itu,di ujung
paling atas pada bagian tugu terdapat seperti
mahkotanamun sebenarnya iyu adlah perangkat dari
mustoko sebiah bangunan masjid.dan diujung bawah
masih terdapat ukiran kata.yaitu relief pada
bangunan sebuah candi,yang berada di atas ambang
pintu msuk ke ruangan candi,apliksi bangunan
moslem itu mataram.
Gapura bale kuncur ke VI
bangunan gapura bale kuncur,sudah
menggunakan arsitek seperti bangunan mataram
islam,seperti benteng taman sari djogja.
Ukiran kala
Ukiran kala ini terdapay pada gapura masuk
komplek makam,berada disisi kanan dan kiri pintu.
Kala merupakan ukiran gambar kepala buto,kalau
dalam mitologi kepercayaan hindu kuno,barang siapa
tidak dapat melawan takdirnya apa bila sudah
ditentukan,barang siapa yang akan memaksakan
kehendaknya,maka dewa kala akan
membinasakannya.kala juga merupakan anak dari
dewa siwa,yang wujudnya bukan seperti sosok dewa
pada umumnya.dengan perahupan mata lebar dan
bertaring,wajah menyeramkan.kala berasak dari
bahasa sansekerta yang berarti wakt.kala juga
disebut sebagai dewa waktu,dalam bangunan
cand,kala berfungsi sebagai penyerap hawa jahat
atau hawa hitam yang berada didalam jiwa
manusia,saat akan melakukan pemujaan didakam
ruangan candi.
2. Sejarah
Sejarah Pandanaran Atau Sunan Bayat Sunan Bayat
yang mempunyai nama lain: Susuhuna Tembayat,
Pangeran Mangkubumi, Wahyu Widayat atau Sunan
Pandanaran
Merupakan tokoh penyebar agama Islam di Jawa yang
disebut di sejumlah babad dan cerita lisan. Sunan
Bayat memiliki kaitan dengan sejarah atau asal usul
Kota Semarang dan penyebaran agama Islam di Jawa,
walaupun tidak termasuk dalam Wali Songo.
makamnya berlokasi di perbukitan "Gunung Jabalkat"
di Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa
Tengah, dan sampai sekarang masih ramai diziarahi
atau dikunjungi. Sunan Bayat dianggap hidup di
masa Kesultanan Demak pada abad ke-16.
Terdapat sekitar empat versi tentang asal-usul, tetapi
semua sepakat bahwa Sunan Bayat adalah putra dari
Ki Ageng Pandan Arang yaitu bupati pertama
Semarang. Sepeninggal Ki Ageng Pandan Arang,
putranya yaitu Pangeran Mangkubumi, menggantikan
ayahnya sebagai bupati Semarang yang kedua.
Alkisah, Pangeran Mangkubumi menjalankan
amanah dengan memerintah dengan baik dan selalu
patuh pada ajaran ajaran Islam seperti ayahnya.
Namun waktu berganti waktu terjadilah perubahan.
Pangeran Mangkubumi yang dahulunya sangat baik
lama-kelamaan menjadi semakin pudar. Amanah
pemerintahan sering dilalaikan, begitu juga amanah
merawat pondok-pondok pesantren dan tempat-
tempat ibadah.
sultan Demak Bintara yang telah mengetahui hal itu
kemudian mengutus Sunan Kalijaga dari Kadilangu,
Demak, untuk segera menyadarkannya. Terdapat
beberapa variasi cerita tentang Sunan Kalijaga yang
menyadarkan sang bupati. Namun, akhirnya, sang
bupati telah menyadari kelalaiannya.
lalu memutuskan untuk mengundurkan diri dan
menyerahkan kekuasaan dan pemerintahan
Semarang kepada adiknya. Pangeran Mangkubumi
kemudian pindah ke selatan, didampingi oleh
isterinya, melalui kawasan yang sekarang diberi
nama Mojosongo, Boyolali, Salatiga, Sela Gringging
dan Wedi, menurut salah satu babad.
Konon cerita Pangeran Mangkubumi yang
menamakan tempat-tempat tersebut.
Pangeran Mangkubumi lalu tinggal di Tembayat, yang
saat ini bernama Bayat, Klaten, dan menyiarkan
agama Islam di sana kepada para pertapa dan
pendeta di sekitarnya. Pangeran Mangkubumi mampu
meyakinkan mereka agar memeluk agama Islam. Oleh
sebab itu Pangeran Mangkubumi disebut sebagai
Sunan Tembayat atau Sunan Bayat. (Gambar
Hanyalah Ilustrasi & Bukan Milik Saya)
BAB 3. Kesimpulan