Anda di halaman 1dari 2

Chart of the Week

MATA UANG BRICS DAN DOMINASI DOLLAR AS


Oleh:

Muhammad Syarkawi Rauf


Dosen FEB Unhas/ Komisaris Utama PTPN IX

Perkembangan perekonomian global dalam satu dekade terakhir ditandai oleh berkurangnya
dominasi Amerika Serikat (AS). Hal ini tercermin pada kontribusi Gross Domestic Product
(GDP) AS terhadap GDP global yang menurun menjadi 25,11 persen tahun 2020. Sementara
kontribusi GDP China terhadap GDP global meningkat menjadi 17,51 persen tahun 2020.

Kontribusi GDP gabungan empat negara terhadap GDP global, yaitu Brazil, Rusia, India,
China dan South Africa (BRICS) relatif sama dengan kontribusi GDP AS sekitar 24 persen.
Keempat negara tersebut termasuk dalam kelompok negara Emerging Market Economies
(EMEs) dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi dalam dua dekade terakhir.

Selanjutnya, kontribusi BRICS terhadap perdagangan dunia juga mengalami peningkatan


dibandingkan beberapa dekade sebelumnya menjadi 18,07 persen tahun 2020. Angka ini jauh
lebih tinggi dibandingkan dengan kontribusi perdagangan AS terhadap perdagangan global
yang hanya sekitar 9,84 persen.

Kecenderungan di atas memperkuat fenomena dedollarisasi dalam transaksi dan cadangan


internasional. Dedollarisasi adalah fenomena peralihan penggunaan Dollar AS ke mata uang
lainnya dalam transaksi dan cadangan internasional. Dedollarisasi secara besar-besaran
terjadi sejak awal tahun 1999, pada saat mata uang tunggal Euro diberlakukan.

Fenomena Dedollarisasi

Dedollarisasi dalam satu dekade terakhir ditandai oleh kesepakatan pembayaran transaksi
bilateral antar negara menggunakan mata uang masing-masing negara. Kesepakatan ini
dikenal sebagai Local Currency Settlement (LCS), salah satunya mencakup kesepakatan
pembayaran ekspor dan impor menggunakan mata uang masing-masing negara.

Sebagai contoh, kesepakatan LCS negara-negara BRICS berarti bahwa masing-masing


negara BRICS bersedia menerima pembayaran dalam mata uang lokal pada saat melakukan
transaksi dengan negara BRICS lainnya. Pembayaran ekspor komoditas peternakan Brazil ke
China menggunakan mata uang Renminbi yang selama ini menggunakan Dollar AS.

Secara umum, kesepakatan LCS adalah penyelesaian transaksi bilateral yang dilakukan oleh
dua negara berbeda dengan menggunakan mata uang lokal yang berlaku di masing-masing
negara. LCS diharapkan dapat mengurangi ketergantungan penggunaan mata uang Dollar AS
dalam penyelesaian transaksi perdagangan bilateral.

Kesepakatan LCS antara negara BRICS mengubah proses penyelesaian pembayaran transaksi
antara negara BRICS yang selama ini sangat tergantung terhadap Dollar AS. Dimana setiap
pembayaran impor oleh salah satu negara membutuhkan Dollar AS sebesar nilai barang yang
dibeli. Mekanismenya, Renminbi China ditukar ke Dollar AS baru ditukar lagi ke Real Brazil
untuk membayar komoditas pertanian Brazil.

Proses penyelesaian pembayaran ekspor dan impor antar negara dengan mekanisme di atas
berdampak langsung terhadap fluktuasi nilai tukar negara bersangkutan terhadap Dollar AS.
Pada saat permintaan Renminbi China terhadap Dollar AS naik maka Renminbi China
terdepresiasi. Sebaliknya, Brazil sebagai negara pengekspor, Real Brazil terapresiasi terhadap
Dollar AS.

Tantangan Dedollarisasi

Sejalan dengan studi yang dilakukan oleh ekonom senior AS, Paul Krugman (1984), suatu
perekonomian yang melakukan perdagangan dalam satu mata uang maka perekonomian
tersebut akan meminjam dalam mata uang yang bersangkutan. Lebih jauh, perekonomian
tersebut akan memegang cadangan valas dalam mata uang yang digunakan dalam
perdagangan internasionalnya.

Lalu pertanyaannya, apakah BRICS yang menyepakati mekanisme LCS dalam perdagangan
internasionalnya akan mengkonversi cadangan devisa Bank Sentral-nya ke dalam mata uang
lokal? Jawabnya, masih sulit menggantikan peran Dollar AS sebagai mata uang global dan
cadangan devisa Bank Sentral berbagai negara di dunia.

Dalam jangka pendek dan menengah, fenomena dedollarisasi melalui kesepakatan LCS antar
negara BRICS hanya akan membantu menstabilkan nilai tukar mata uang masing-masing
negara terhadap Dollar AS, tetapi masih sulit menggeser dominasi Dollar AS sebagai mata
uang global. Hal ini terkait dengan kebijakan bank sentral berbagai negara yang pada tahap
pertama memenuhi minimum reserve masih dalam mata uang Dollar AS yang nilainya setara
dengan nilai tiga bulan impor.

Setelahnya, pada tahap kedua, asset Bank Sentral menggunakan mata uang non Dollar AS,
paling tidak “big four” ditambah Won Korea, Dollar Australia, Dollar Kanada, Dollar
Singapura, dan Renminbi China. Pilihan terhadap “big four plus” berkaitan dengan
kestabilan, likuiditas dan kemudahannya dalam transaksi.

Tantangan terbesar BRICS menggeser Dollar AS sebagai mata uang global adalah posisi
perekonomian AS yang merupakan perekonomian terbesar di dunia. Tidak hanya itu,
eksistensi Dollar AS sebagai mata uang global didukung oleh sistem politik yang stabil,
menjamin property rights dan pelaksanaan perjanjian kontrak.

Dollar AS juga didukung oleh sistem keuangan yang sophisticated dengan jaringan
perbankan sangat luas, perusahaan investasi global, dan lembaga keuangan lainnya yang
dapat melayani semua transaksi keuangan internasional yang rumit dan kompleks. Selain itu,
perekonomian AS memiliki sejarah panjang dalam perdagangan dan investasi internasional.

Akhirnya, eksistensi Dollar AS sebagai mata uang global tidak terlepas dari peranan
pemerintah AS dan bank sentral AS, The Fed yang memiliki track record yang baik dalam
menjaga stabilitas nilai tukar Dollar AS. Hal ini meningkatkan kepercayaan investor terhadap
Dollar AS yang semakin memperkuat posisinya sebagai mata uang global.

Anda mungkin juga menyukai