Anda di halaman 1dari 3

UIN Alauddin; Membingkai, Cita Menatap Asa

(Refleksi Dies Natalis Ke-58 UIN Alauddin)

Barsihannor
(Dosen Pemikiran Islam UIN Alauddin Makassar)

Ini menjadi momen yang sangat berharga bagi civitas academica untuk melakukan
refleksi dalam rangka memetakan arah pengembangan UIN Alauddin pada masa
mendatang.

Hari ini, Senin, 13 November 2023, Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin
memperingati Dies Natalis ke-58 dalam rapat senat terbuka luar biasa. Bertempat di
Gedung Auditorum UIN Alauddin.

Perayaan ini merupakan puncak dari semua rangkaian Dies Natalis yang diisi dengan
berbagai kegiatan, baik yang bersifat akademik, maupun nonakademik. Perayaan Dies
Natalis mengusung tema ”Bersinergi Majukan Kampus, Berenergi Jayakan Bangsa”.

Presiden pertama RI Soekarno pernah mengingatkan bangsa Indonesia untuk tidak


melupakan sejarah yang kemudian dikenal dengan tagline Jasmerah (Jangan Sekali-kali
Melupakan Sejarah). Begitu pula, Kaisar Jepang Meije pada saat restorasi Jepang
berkata; Ask where you are from (tanyakan dari mana kamu berasal). Pesan kedua tokoh
ini mengingatkan kita untuk tidak melupakan sejarah tentang asal-usul.

Tidak bisa dinafikan bahwa UIN Alauddin yang saat ini menjadi sebuah kampus besar
dan ternama merupakan produk sejarah panjang perjalanan sebuah perguruan tinggi yang
bernama Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Alauddin yang kemudian mengalami
konversi menjadi universitas pada 2005. Konversi IAIN ke UIN ini dilandasi oleh
sebuah semangat untuk menjadikan lembaga pendidikan tinggi keagamaan ini sebagai
pusat kepeloporan, pengembangan nilai dan akhlak, serta keunggulan akademik dan
intelektual yang dipadukan dengan pengembangan sains dan teknologi untuk menuju
sebuah masyarakat yang berperadaban.

Perubahan status ini mendorong sivitas akademika UIN Alauddin Makassar melakukan
ikhtiar jihad dan ijtihad untuk menjadikannya sebagai lembaga terdepan di bidang ilmu
agama, sains, dan teknologi. UIN Alauddin berupaya menjadi sebuah lembaga
pendidikan yang tidak lagi sebatas mendalami dan menggali doktrin-doktrin agama yang
normatif, tetapi menarik wilayah dogmatis itu ke dalam ranah praktis-aktual, membumi,
dan dapat dirasakan manfaatnya untuk kepentingan masyarakat.

Pancacita

Untuk memperteguh ikhtiar tersebut, Rektor UIN Alauddin Makassar Prof. Hamdan
Juhannis, MA, Ph.D membuat terobosan yang sangat strategis dengan agenda Pancacita
yang ditawarkannya. Sebuah program pengembangan universitas berbasis pada lima cita
yang harus menjadi referensi bersama. Baik di bidang akademik, maupun nonakademik
untuk menjadikan kampus berkaliber, baik dalam skala nasional maupun internasional.
Karena itu, saat ini UIN Alauddin bukan lagi sekadar kampus yang menjanjikan
pengembangan akademik dan skill, tetapi sudah menjadi referensi dan kiblat pendidikan
khususnya di Kawasan Timur Indonesia (KTI).

Pancacita yang menjadi program unggulan di masa kepemimpinan Prof. Hamdan


Juhannis, MA, Ph.D ini bukan lagi sekadar roadmap agenda pengembangan kampus,
tetapi sudah menjadi spirit dan energi kolektif bagi civitas akademika UIN Alauddin
Makassar. Pancacita menjadi lokomotif gerakan pengembangan dan pembangunan
kampus serta menjadi jawaban strategis atas hadirnya sebuah tantangan global dunia
pendidikan di era digital saat ini.

Kala masyarakat mulai kritis mempertanyakan jaminan bagi output lembaga pendidikan
tinggi, Pancacita hadir untuk memberikan jawaban atas kebutuhan masyarakat yang
makin meningkat. Penguatan kualitas prodi dan lembaga dengan status akreditasi A atau
unggul menjadi prioritas utama, dan ini beririsan dengan kualitas dosen yang mengampu
matakuliah di sebuah program studi.

Upgrade Diri

Karena itu, dengan spirit Pancacita Rektor selalu mendorong para dosen untuk
meningkatkan kualitas akademik agar menjadi manusia berkaliber. Pada setiap momen
dan forum, rektor selalu menegaskan keinginannya untuk mewujudkan lembaga dan
civitas academica yang berkaliber. Spirit dan energi Pancacita ini rupanya tidak sebatas
narasi, tetapi terwujud menjadi nyata. Dalam rentang 4 tahun kepemimpinan Prof.
Hamdan Juhannis, MA, Ph.D terdapat 37 dosen yang berhasil meraih jabatan akademik
guru besar (profesor), sebuah capaian yang sangat luar biasa.

Dies Natalis ini juga menjadi momen reflektif bagi masyarakat kampus, bahwa
perjalanan UIN Alauddin untuk membangun dan menjayakan bangsa ini masih sangat
panjang, dan bukan tanpa tantangan. Saat ini masyarakat tengah memasuki sebuah era
yang disebut dengan era digital, sebuah masa dimana peran-peran manusia perlahan
namun pasti digantikan oleh peran mesin.

Di satu sisi, era ini sangat menjanjikan kemudahan, namun di sisi lain menyebabkan
manusia mengalami keterempasan dalam badai tsunami teknologi. Akibatnya sebagian
masyarakat mengalami kegalauan dan split of alienation. Kondisi ini menjadi tantangan
tersendiri bagi dunia kampus terutama UIN Alauddin yang bercirikan keagamaan. Karena
itu, diperlukan pengembangan kultur dan mindset akademik yang lebih relevan dengan
suasana kekinian sesuai dengan tuntutan zaman.

Pendekatan humanis dan irfani dalam proses pembelajaran sangat diperlukan, karena
kampus sesunguhnya adalah wadah untuk mengembangkan ilmu dan membentuk
karakter (character building). Karenanya, agenda aksi yang perlu dikembangkan adalah
transformasi nilai-nilai Islam yang diperoleh mahasiswa di bangku kuliah (akademik) ke
dalam kehidupan sehari-hari yang lebih relevan dengan kebutuhan masyarakat.
Integritas seperti kejujuran, kearifan, keadilan dan semangat kebangsaan harus menjadi
karakter utama masyarakat kampus. (*)

Anda mungkin juga menyukai