Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH

ANALISIS SWOT TERHADAP RENCANA STRATEGIS LEMBAGA PENDIDIKAN


ISLAM YANG DIPANDANG BAIK OLEH MASYARAKAT

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah: Analisis Kajian Pendidikan Islam di Indonesia

Dosen Pengampu: Dr. Hj. Zainap Hartati, M. Ag

Oleh

CINDY DWI ROHMAH

NIM. 2310160249

PASCASARJANAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI


PALANGKA RAYA
PRODI MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

TAHUN 2023 M/1444 H


KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan limpahan rahmat,

taufik, hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Shalawat

serta salam tak lupa kita curahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan jalan

kebaikan dan kebenaran di dunia dan di akhirat kepada umat manusia.

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Analisa Kajian Pendidikan

Islam di Indonesia, dengan judul ―Analisis SWOT Terhadap Rencana Strategis Lembaga

Pendidikan Islam yang dipandang Baik oleh Masyarakat‖. Makalah ini disusun dengan segala

kemampuan dan semaksimal mungkin. Namun, penulis menyadari bahwa dalam penyusunan

makalah ini tentu tidaklah sempurna dan masih banyak kesalahan serta kekurangan. Maka dari

itu kritik dan saran sangat diperlukan terutama dari dosen pengampu mata kuliah yang

penulis harapkan sebagai bahan koreksi.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Palangka Raya, 27 September 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar .............................................................................................................. i

Daftar Isi ........................................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ................................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .............................................................................................. 2

C. Tujuan ................................................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Lembaga Pendidikan Islam ............................................................................... 6

B. Lembaga dan Manajemen Pendidikan Islam ................................................... 11

C. SWOT Terhadap Rencana Strategis Lembaga Pendidikan Islam ................... 13

D. Strategi Lembaga Pendidikan Islam Dalam Membentuk Branding Image Yang

Dipandang Baik Oleh Masyarakat .................................................................. 15

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ...................................................................................................... 21

B. Saran ................................................................................................................. 21

DAFTAR PUSTAKA

ii
iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dan tidak bisa lepas dari kehidupan.

Dengan pendidikan, bisa memajukan kebudayaan dan mengangkat derajat bangsa di mata

dunia internasional1. Sebagimana yang pernah diungkapkan Daoed Joesoef sebagaimana

diungkap oleh Soesilo bahwa pendidikan merupakan alat yang menentukan sekali untuk

mencapai kemajuan dalam segala bidang penghidupan, dalam memilih dan membina hidup

yang baik, yang sesuai dengan martabat manusia2. Pendidikan terasa gersang apabila tidak

berhasil mencetak sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas (baik dari segi spiritual,

intelegensi, dan skill). Untuk itu, perlu diusahakan peningkatan mutu pendidikan, agar

supaya bangsa tidak tergantung pada status bangsa yang sedang berkembang tetapi bisa

menyandang predikat bangsa maju dan tidak kalah bersaing dengan bangsa-bangsa lainnya.

Sebagai salah satu negara yang mempunyai laju perkembangan yang cukup cukup

cepat dibandingkan negara-negara lainnya. Perubahan yang terjadi, baik dalam bentuk

perubahan social budaya, ekonomi, atau pola pikir keagamaan terjadi seiring dengan

perubahan dan pengembangan dunia ke depan. perubahan tersebut merupakan suatu

keharusan yang tidak bisa dihindari oleh Negara berkembang seperti Indonesia. Perubahan

tersebut juga terjadi dalam sistem pendidikan di Indonesia sebagai respon atas

perkembangan dan tuntutan perubahan yang terjadi. Demikian halnya dengan perubahan-

perubahan pada lembaga-lembaga pendidikan Islam yang merupakan respon positif para

1
Hawi, A., ―Tantangan Lembaga Pendidikan Islam.,‖ Tadrib 3 (1) (2017): 143–61.
2
Prasojo, L. D. P., Buku Manajemen Strategi (Lantip, 2018).

1
modernis Muslim terhadap ketertinggalan umat Islam dari kemajuan Barat modern.

Modernisasi sendiri merupakan sebuah gerakan Islam yang mencakup gerakan- gerakan

pembaruan Islam3.

Nurcholish Madjid menyatakan bahwa inti modernisasi adalah ilmu pengetahuan,

dan rasionalisasi adalah keharusan mutlak sebagai perintah Tuhan. Maka dari itu modernitas

membawa pada pendekatan (taqarrub) kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sedangkan identitas

peradaban Barat dapat dilihat dari dua periode penting yaitu modernisme dan

postmodernisme. Modernisme adalah aliran pemikiran Barat modern yang timbul dari

pengalaman Sejarah mereka sejak empat abad terakhir. Ringkasnya modernisme adalah

paham yang muncul menjelang kebangkitan masyarakat Barat dari abad kegelapan kepada

abad pencerahan, abad industri dan abad ilmu pengetahuan.

Pendidikan Islam merupakan suatu usaha yang menanamkan nilai-nilai dan tradisi

keislaman terhadap generasi Islam guna menjawab tantangan kehidupan yang multi

kompleks. Namun hingga kini pendidikan Islam senantiasa dihadapkan pada berbagai situasi

dan kondisi global yang kian kompetitif pada berbagai sistem secara global yaitu baik pada

level formal, informal maupun non formal. Era globalisasi sekarang ini yang turut

berpengaruh pada semua bidang kehidupan manusia termasuk pendidikan dan mutunya serta

implikasi manajemen pendidikan pada umumnya dan lembaga pendidikan Islam khususnya

sebagai basis transformasi nilai science and knowledge,4 didalamnya terdapat komponen

3
Supriani, Y., Tanjung, R., Mayasari, A., & Arifudin, O., ―Peran Manajemen Kepemimpinan dalam Pengelolaan
Lembaga Pendidikan Islam,‖ JIIP-Jurnal Ilmiah Ilmu Pendidikan 5 (1) (2022): 332–38.
4
Trihastuti, A. E., & SI, K., Manajemen Pemasaran Plus++ (Deepublish, 2020).

2
yang tidak perlu vakum dalam satu situasi (ruang dan waktu) tetapi memerlukan

pembaharuan seiring dengan tuntutan globalisasi.5

Pengembangan dan pengorganisasian pendidikan Islam dalam era dewasa ini

bukanlah sesuatu yang sederhana. Mulyasa memandang bahwa permasalahan pendidikan

yang tengah terjadi dewasa ini cenderung menimbulkan permasalahan dan tantangan baru

yang berdampak luas terhadap tugas-tugas pengelolaan pendidikan. Kegagalan pendidikan

Islam dalam manajemen akan berdampak sistemik pada berbagai rangkaian pendidikan yang

ada di dalamnya baik proses internalisasi hingga berdampak pada mutu hal tersebut tentu

akan menghambat kualitas seseorang dan sumber dayanya. 6 Potensi Lembaga pendidikan

Islam dalam pembangunan masyarakat Indonesia sangatlah besar dan selalu diperhitungkan

oleh masyarakat modern, oleh karena itu Upaya optimalisasi organisasi lembaga pendidikan

Islam sangat urgen seiring dengan tuntutan yang kian mengemuka.

Dalam implementasi pendidikan, manajemen seharusnya benar-benar mampu

berfungsi dan beroperasional guna mempermudah pencapaian tujuan pendidikan dengan

demikian konsep yang baik dan matang sangat menentukan berhasilnya suatu proses

pendidikan. Keterbatasan pengetahuan dan manajemen akan menghambat dan menjadi salah

satu faktor yang melatarbelakangi implementasi pendidikan Islam yang kurang memadai.

Dari kenyataan tersebut sangat urgen mendapat perhatian guna mengoptimalisasikan fungsi

dan tujuan utama lembaga pendidikan Islam yaitu melalui manajemen strategik Analisis

Swot.

5
Adelia, I., & Mitra, O., ―Permasalahan pendidikan islam di lembaga pendidikan madrasah,‖ Islamika: Jurnal Ilmu-
Ilmu Keislaman, 21 (1) (2021): 32–45.
6
Nengsih, S., Gusfira, R., & Pratama, R., ―Kepemimpinan Transformatif di Lembaga Pendidikan Islam,‖ PRODU:
Prokurasi Edukasi Jurnal Manajemen Pendidikan Islam, 2 (1) (2020).

3
SWOT merupakan singkatan dari Strength (kekuatan), Weakness (kelemahan),

Opportunity (peluang) dan Threats (ancaman). Metode strategis yang digunakan dalam

mengukur bentuk-bentuk kemungkinan yang dapat dimanfaatkan serta dimaksimalkan

kesempatan maupun kekuatan dan serta mengatasi bentuk-bentuk ancaman dan kelemahan.

Dengan analisis SWOT memungkinkan dapat diidentifikasi faktor- faktor positif maupun

negatif yang mempengaruhi implementasi suatu organisasi baik secara internal maupun

eksternal. Analisis SWOT sudah menjadi alat yang umum digunakan dalam perencanaan

strategis pendidikan, namun ia tetap merupakan alat yang efektif dalam menempatkan

potensi institusi.7

B. Rumusan Masalah

Bersumber pada penjabaran diatas maka penulis menyipulkan bahwa rumusan

masalah pada penulisan ini yakni:

1. Apa yang dimaksud lembaga pendidikan islam?

2. Bagaimana lembaga dan manajemen pendidikan islam?

3. Bagaimana SWOT terhadap rencana strategis lembaga pendidikan islam?

4. Bagaimana strategi lembaga pendidikan islam dalam membentuk branding image yang

dipandang baik oleh masyarakat?

C. Tujuan

Bersumber pada penjabaran diatas maka penulis menyipulkan bahwa tujuan

penulisan pada penulisan ini yakni :

7
Tarantein, E. F., Sulasmono, B. S., & Iriani, A., ―Perencanaan strategi marketing mix dalam meningkatkan
kuantitas peserta didik.,‖ JMSP (Jurnal Manajemen dan Supervisi Pendidikan), 3 (3) (2019): 156–69.

4
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud lembaga pendidikan islam.

2. Untuk mengetahui bagaimana lembaga dan manajemen pendidikan islam.

3. Untuk mengetahui bagaimana SWOT terhadap rencana strategis lembaga pendidikan

islam.

4. Untuk mengetahui bagaimana strategi lembaga pendidikan islam dalam membentuk

branding image yang dipandang baik oleh masyarakat.

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Lembaga Pendidikan Islam

Secara bahasa, lembaga adalah badan atau organisasi. Dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia disebutkan bahwa, lembaga adalah badan atau organisasi yang tujuannya

melakukan suatu penyelidikan keilmuan atau melakukan suatu usaha.8 Badan atau lembaga

pendidikan adalah organisasi atau kelompok manusia yang karena satu dan lain hal memikul

tanggung jawab pendidikan kepada peserta didik sesuai dengan misi badan tersebut.9

Sebagian lagi mengartikan Lembaga pendidikan sebagai lembaga atau tempat

berlangsungnya proses pendidikan yangdilakukan dengan tujuan untuk mengubah tingkah

laku individu ke arah yang lebih baik melalui interaksi dengan lingkungan sekitar.10

Berdasarkan pengertian di atas dapat dipahami bahwa lembaga pendidikan Islam

adalah tempat atau organisasi yang menyelenggarakan pendidikan Islam, yang mempunyai

struktur yang jelas dan bertanggung jawab atas terlaksananya pendidikan Islam. Oleh karena

itu, lembaga pendidikan Islam tersebut harus dapat menciptakan suasana yang

memungkinkan terlaksananya pendidikan dengan baik, menurut tugas yang diberikan

kepadanya, seperti sekolah (madrasah) yang melaksanakan proses pendidikan Islam.11

Secara garis besar, ada tiga macam lembaga pendidikan, yaitu sebagai berikut:

1. Lembaga Pendidikan Formal

8
Riyuzen, S. P., Buku Manajemen Peningkatan Mutu Sekolah, 2018.
9
Fatimah, F. N. A. D., Teknik analisis SWOT. (Anak Hebat Indonesia., 2016).
10
Rahman, K., ―Perkembangan lembaga pendidikan islam di indonesia.,‖ Jurnal Tarbiyatuna: Kajian Pendidikan
Islam, 2 (1) (2018): 1–14.
11
Suharto, T., ―Indonesianisasi islam: Penguatan islam moderat dalam lembaga pendidikan islam di indonesia.,‖ Al-
Tahrir: Jurnal Pemikiran Islam, 17 (1) (2017): 155–78.

6
Dalam undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas disebutkan bahwa

lembaga pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang

terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.12 Lembaga

pendidikan jalur normal terdiri dari Lembaga pendidikan prasekolah, Lembaga

pendidikan dasar (SD/SMP), Lembaga pendidikan menengah (SMA/SMK), dan lembaga

pendidikan tinggi. Dalam sistem pendidikan nasional juga dinyatakan bahwa setiap warga

negara diwajibkan mengikuti pendidikan formal minimal sampai selesai tingkat SMP.

Lembaga pendidikan formal berorientasi pada pengembangan manusia Indonesia

seutuhnya.13 Adapun ciri-ciri pendidikan formal adalah :

a. Pendidikan berlangsung dalam ruang kelas yang sengaja dibuat oleh lembaga

pendidikan formal.

b. Guru adalah orang yang ditetapkan secara resmi oleh lembaga.

c. Memiliki administrasi dan manajemen yang jelas.

d. Adanya batasan usia sesuai dengan jenjang pendidikan.

e. Memiliki kurikulum formal.

f. Adanya perencanaan, metode, media, serta evaluasi pembelajaran.

g. Adanya batasan lama studi.

h. Kepada peserta yang lulus diberikan ijazah.

i. Dapat meneruskan pada jenjang yang lebih tinggi.

Sedangkan lembaga-lembaga penyelenggara pendidikan formal antara lain14:

a. Taman Kanak-kanak (TK)

b. Raudatul Athfal (RA)


12
Fatimah, F. N. A. D., Teknik analisis SWOT.
13
Rahman, K., ―Perkembangan lembaga pendidikan islam di indonesia.‖
14
Qomar, M., Manajemen pendidikan islam., 2016.

7
c. Sekolah Dasar (SD)

d. Madrasah Ibtidaiyah (MI)

e. Sekolah Menengah Pertama (SMP)

f. Madrasah Tsanawiyah (MTs)

g. Sekolah Menengah Atas (SMA)

h. Madrasah Aliyah (MA)

i. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)

j. Perguruan Tinggi, meliputi; Akademi, Politeknik, Sekolah Tinggi, Institut, dan

Universitas.

2. Lembaga Pendidikan Non Formal

Dalam undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas disebutkan bahwa

lembaga pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang

dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Lembaga pendidikan non formal adalah

lembaga pendidikan yang disediakan bagi warga negara yang tidak sempat mengikuti

atau menyelesaikan pendidikan pada jenjang tertentu dalam pendidikan formal. Kini,

pendidikan non formal semakin berkembang karena semakin dibutuhkannya

keterampilan pada setiap orang untuk mendapatkan pekerjaan yang diinginkan.15

Faktor pendorong perkembangan pendidikan nonformal cukup banyak,

diantaranya ialah:

a. Semakin banyaknya jumlah Angkatan muda yang tidak dapat melanjutkan sekolah.

b. Lapangan kerja, khususnya sektor swasta mengalami perkembangan cukup pesat dan

lebih dibandingkan perkembangan sektor pemerintah.

15
Na’im, Z., Yulistiyono, A., Arifudin, O., Irwanto, I., Latifah, E., Indra, I., ... & Gafur, A., Manajemen Pendidikan
Islam., 2021.

8
Adapun program-program pendidikan nonformal yang disetarakan dengan

pendidikan formal, contohnya kejar paket A, kejar paket B, kejar paket C. Pendidikan

nonformal ada pula yang diselenggarakan oleh organisasi Masyarakat seperti organisasi

keagamaan, sosial, kesenian, olah raga, dan pramuka. Pendidikan nonformal

diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang

berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam

rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.16 Dengan kata lain, pendidikan

nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik melalui pendidikan

kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kemudaan, pendidikan

pembedayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan

pelatihan kerja, serta pendidikan lainnya. Adapun ciri-ciri pendidikan nonformal tersebut

adalah sebagai berikut17:

a. Pendidikan berlangsung dalam lingkungan masyarakat.

b. Guru adalah fasilitator yang diperlukan.

c. Tidak adanya pembatasan usia.

d. Materi pelajaran praktis disesuaikan dengan kebutuhan pragmatis.

e. Waktu pendidikan singkat dan padat materi.

f. Memiliki manajemen yang terpadu dan terarah.

g. Pembelajaran bertujuan membekali peserta dengan keterampilan khusus untuk

persiapan diri dalam dunia kerja.

Sedangkan lembaga penyelenggara pendidikan nonformal antara lain;

16
Syaban, M., ―Konsep Dasar Manajemen Pendidikan Islam.,‖ Al-Wardah: Jurnal Kajian Perempuan, Gender Dan
Agama, 12 (2) (2019): 131–41.
17
Umam, M. K., ―Lembaga Pendidikan Islam Dalam Telaah Lingkungan Strategik.,‖ Jurnal Tinta: Jurnal Ilmu
Keguruan Dan Pendidikan 1 (2) (2019): 16–29.

9
a. Kelompok bermain (KB)

b. Taman penitipan anak (TPA)

c. Lembaga khusus

d. Sanggar

e. Lembaga pelatihan

f. Kelompok belajar

g. Pusat kegiatan belajar Masyarakat

h. Majelis taklim

i. Lembaga ketrampilan dan pelatihan

3. Lembaga Pendidikan Informal

Dalam undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas disebutkan bahwa

pendidikan Informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan. Lembaga

pendidikan informal adalah pendidikan yang ruang lingkupnya lebih terarah pada

keluarga dan masyarakat. Pendidikan keluarga adalah pendidikan pertama dan utama.

Dikatakan pertama, karena bayi atau anak itu pertama kali berkenalan dengan

lingkungan dan mendapatkan pembinaan dari sebuah anggota keluarga. Pendidikan

pertama ini dapat dipandang sebagai peletak pondasi pengembangan-pengembangan

berikutnya. Adanya istilah pendidikan utama juga dikarenakan adanya pengembangan

tersebut.18

Namun pendidikan informal, khususnya pendidikan keluarga memang

belum ditangani seperti pada pendidikan formal, sehingga masuk akal jika Sebagian besar

18
Kaimuddin, K., ―Pembentukan Karakter Anak Melalui Lembaga Pendidikan Informal.,‖ Al-MAIYYAH: Media
Transformasi Gender Dalam Paradigma Sosial Keagamaan, 11 (1) (2018): 132–52.

10
keluarga belum memahami dengan baik tentang cara mendidik anak-anak dengan benar.

Ciri-ciri pendidikan informal adalah19;

a. Pendidikan berlangsung terus-menerus tanpa mengenal tempat dan waktu.

b. Yang berperan sebagai guru adalah orangtua.

c. Tidak adanya manajemen yang baku.

B. Lembaga dan Manajemen Pendidikan Islam

Zarkowi Soejoeti dan Ahmad Tafsir dalam Muhaimin mengelompokkan aspek

program dan praktek pendidikan Islam terbagi kedalam lima jenis yaitu: Pertama,

pendidikan pondok pesantren. Kedua, Pendidikan madrasah, dan pendidikan lanjutan seperti

IAIN/STAIN atau perguruan tinggi Islam yang bernaung dibawah Departemen Agama.

Ketiga, Pendidikan umum yang bernafaskan Islam yang diselenggarakan oleh dan atau

berada dibawah naungan yayasan dan organisasi Islam. Keempat, Pelajaran agama Islam

yang diselenggarakan di lembaga-lembaga pendidikan umum sebagai suatu mata pelajaran

saja. Kelima, Pendidikan Islam dalam keluarga atau tempat-tempat ibadah, dan atau forum-

forum kajian keislaman, majelis ta’lim dan sebagainya20.

Dari beberapa kelompok kategori lembaga-lembaga pendidikan Islam di Indonesia

selain pondok pesantren dan madrasah yang banyak dikenal ialah pendidikan umum yang

bernafaskan Islam yang diselenggarakan oleh dan atau berada dibawah naungan suatu

yayasan dan organisasi Islam, serta forum- forum kajian pendidikan Islam21. lembaga-

lembaga tersebut hingga kini masih dihadapkan pada berbagai persoalan manajemen.

Berbeda dengan pondok pesantren maupun madrasah yang telah memiliki tingkat

19
Tafsir, A., Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008).
20
Arsyam, M., Manajemen pendidikan islam., 2020.
21
Arsyam, M.

11
manajemen yang memadai. Namun sebagian besar pun masih terkendala seperti madrasah

yang masih berstatus swasta22.

Pendidikan Islam di Indonesia telah mengalami perkembangan sejak pra

kemerdekaan, orde lama, orde baru, masa reformasi hingga sekarang. Seiring dengan

perkembangan global lembaga pendidikan Islam terus mengalami pembenahan sistem untuk

dapat bersaing dengan lembaga-lembaga pendidikan yang ada pada umumnnya. Selain itu

guna menjawab kebutuhan masyarakat akan pentingnya pembenahan manajemen pendidikan

Islam yang tidak hanya terfokus pada pendidikan keislaman semata, maka Lembaga

pendidikan seperti pesantren secara perlahan dikonversi baik metode maupun sistemnya

menjadi pendidikan madrasah (boarding school). Steenbrink mengemukakan lembaga

agama itu memang berkembang ke arah yang memang mirip dengan sistem sekolah. Namun

ia berbeda karena lebih menekankan pengajaran agama. Selain itu beberapa lembaga-

lembaga forum kajian Islam dan majelis taklim memiliki sistem tersendiri dalam

manajemennya23.

Lembaga-lembaga kajian Islam yang hingga kini banyak bermunculan di tengah-

tengah masyarakat cukup menandakan perkembangan positif secara kuantitas baik yang

masih memiliki sistem pengajaran klasikal maupun kombinatif modern. Namun

permasalahan kompleks membelit lembaga- lembaga tersebut seperti permasalahan

konseptual-teoritis, hingga persoalan operasional-praktis. Orientasi pendidikan Islam yang

tumpang tindih melahirkan masalah-masalah besar dalam dunia pendidikan, dari persoalan

filosofis, hingga persoalan metodologis. disamping itu perubahan Masyarakat yang cepat

22
Ghaybiyyah, F., Psi, M., Octarina, R., Psi, S., Suwarno, S. A., & Tahrim, T., Manajemen Pendidikan Islam., 2021.
23
Muhaimin, M. A., Manajemen Pendidikan (Aplikasinya dalam Penyusunan Rencana Pengembangan
Sekolah/Madrasah). (Prenada Media., 2015).

12
dan terus menerus serta perkembangan ilmu pengetahuan dan kelembagaan modern yang

bahkan menuntut untuk berkompetisi24.

Dalam suatu lembaga pendidikan Islam, sering kita jumpai adanya sistem dan pola

manajemen yang digunakan dalam kegiatan sehari-hari. Kegiatan- kegiatan yang ada dalam

lembaga pendidikan Islam tanpa kita sadari merupakan bentuk dari manifestasi manajemen.

Mencermati kenyataan tersebut manajemen penting mengambil peran menanggapi persoalan

dalam memaksimalkan fungsi kelembagaan pendidikan Islam. Manajemen merupakan salah

satu komponen yang penting dalam organisasi atau lembaga pendidikan Islam. Dengan

adanya manajemen tersebut, maka semua aktifitas akan terarah, efektif dan efisien, dan

diharapkan akan tercapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.25

C. SWOT Terhadap Rencana Strategis Lembaga Pendidikan Islam

Pada prinsipnya manajemen strategik merupakan rangkaian dari konsep analisis

SWOT.26 Analisis SWOT pada dasarnya uji kekuatan dan kelemahan dan merupakan audit

internal tentang seberapa efektif performa institusi pada konteks eksternal atau lingkungan

setempat sebuah institusi beroperasi. Analisis SWOT bertujuan untuk menemukan aspek-

aspek penting dari hal-hal tersebut, kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman. Tujuan

pengujian ini adalah untuk memaksimalkan kekuatan, meminimalisirkan kelemahan,

mereduksi ancaman dan membangun peluang.27 Analisis SWOT dalam Lembaga pendidikan

24
Sabri, A., & Monia, F. A., Manajemen Pendidikan Islam. (Global Eksekutif Teknologi., 2023).
25
Hidayat, Y., Alfiyatun, A., Toyibah, E. H., Nurwahidah, I., & Ilyas, D., ―Manajemen pendidikan Islam. Syi’ar:
6(2), 52-57.,‖ Jurnal Ilmu Komunikasi, Penyuluhan dan Bimbingan Masyarakat Islam 6 (2) (2023): 52–57.
26
David, F. R., Manajemen strategis. (Salemba Empat, 2006).
27
Pearce, J. A., & Robinson, R. B., Manajemen strategis: formulasi, implementasi, dan pengendalian. (Jakarta:
Salemba Empat., 2008).

13
Islam dapat dikembangkan strateginya sebagaimana yang dikemukakan oleh Hidayat dan

Machali28 yaitu:

a. Strengths (kekuatan) merupakan kondisi internal positif yang memberikan keuntungan.

Kekuatan dalam lembaga sekolah/madrasah dapat berupa kemampuan-kemampuan

khusus/spesifik, SDM yang memadai, image organisasi, kepemimpinan yang cakap dan

lain-lain.

b. Weakness (kelemahan) merupakan kondisi internal negative yang dapat merendahkan

penilaian terhadap sekolah/madrasah kelemahan dapat berupa rendahnya SDM yang

dimiliki, produk yang tidak berkualitas, image yang tidak kuat, kepemimpinan yang

buruk dan lain-lain.

c. Opportunity (peluang) adalah kondisi sekarang atau masa depan yang menguntungkan

sekolah/madrasah. Opportunity merupakan kondisi eksternal yang dapat memberikan

peluang-peluang untuk kemajuan lembaga seperti adanya perubahan hukum, menurunnya

pesaing meningkatnya jumlah siswa baru.

d. Threats (tantangan) adalah kondisi eksternal sekolah/madrasah, sekarang dan yang akan

datang yang tidak menguntungkan. Tantangan ini dapat berupa munculnya pesaing-

pesaing baru, penurunan jumlah siswa dan lain-lain.

Dengan analisis SWOT diharapkan pendidikan Islam dapat melakukan langkah-

langkah strategis. Berikut beberapa contoh analisis SWOT di Lembaga pendidikan Islam29:

a. Kekuatan: Knowledge atau kepakaran yang dimiliki, lulusan dihasilkan atau pelayanan

yang unik, lokasi tempat lembaga pendidikan berada, kualitas lulusan atau proses.

28
Kotler, P., & Susanto, A. B., Manajemen pemasaran di Indonesia. (Jakarta: Salemba Empat, 2001).
29
Rochman, I., ―Analisis SWOT dalam Lembaga Pendidikan (Studi Kasus di SMP Islam Yogyakarta). 3(1), 36-
52.,‖ Al Iman: Jurnal Keislaman Dan Kemasyarakatan, 3 (1) (2019): 36–52.

14
b. Kelemahan: Kurangnya pengetahuan sosialisasi lembaga pendidikan, lulusan yang tidak

dapat dibedakan dengan lulusan Lembaga pendidikan/lembaga pendidikan lain, lokasi

lembaga pendidikan yang terpencil, kualitas lulusan yang jelek, reputasi yang buruk.

c. Peluang: Lembaga yang terus berkembang dan pendidikan merupakan kebutuhan bagi

masyarakat, adanya pendidikan berbasis internasional, peluang karena lembaga

pendidikan yang tidak sanggup memenuhi permintaan masyarakat.

d. Ancaman: Adanya lembaga pendidikan Islam baru di area yang sama, persaingan harga

dengan lembaga pendidikan lain, lembaga pendidikan lain mengeluarkan lulusan baru

yang inovatif, lembaga pendidikan lain memegang pangsa pasar terbesar.

D. Strategi Lembaga Pendidikan Islam Dalam Membentuk Branding Image Yang

Dipandang Baik Oleh Masyarakat

1. Membangun Brand Awareness

Brand Awareness merupakan kesanggupan seorang calon pembeli untuk

mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori

produk tertentu.30 Sedangkan konstruk brand awareness merupakan refleksi dari

ketidaksadaran terhadap merek (unaware of brand), pengenalan merek (brand

recognition), ingat terhadap merek (brand recall) dan merek menjadi pilihan utama (top

of mind).31 Dengan demikian, brand awareness merupakan salah satu cara yang dapat

digunakan oleh siapapun termasuk lembaga pendidikan Islam dalam meningkatkan daya

jual lembaganya.32 Lembaga pendidikan yang ingin memiliki brand di masyarakat

30
Cholil, A. M., 150 Brand Awareness Ideas. (Anak Hebat Indonesia., 2021).
31
Yunus, U., Digital Branding. (Bandung: Teori dan Praktik, Simbiosa Rekatama Media, 2019).
32
Sitorus, S. A., Romli, N. A., Tingga, C. P., Sukanteri, N. P., Putri, S. E., Gheta, A. P. K., ... & Ulfah, M., BOOK of
BRAND MARKETING: THE ART OF BRANDING., 2022.

15
melakukan berbagai macam upaya untuk mengelola harapan masyarakat terhadap

kemajuan peserta didik dan memberikan hasil nyata kegiatan belajar mengajarnya

sehingga masyarakat memiliki kepercayaan.33

Hal tersebut dilakukan sampai masyarakat mempunyai kemampuan dalam

mengenali dan mengingat (brand awareness) bahwa lembaga pendidikan Islam juga

kemampuan dan layak dipertimbangkan untuk dipilih menjadi sekolah anak mereka dan

tidak menjadi pilihan nomor dua (second choice) setelah sekolah negeri.34 Berdasarkan

fakta yang ada, banyak pengguna dan masyarakat yang tidak mengetahui keunggulan dari

lembaga pendidikan Islam sehingga tidak mengherankan jika lembaga pendidikan Islam

menjadi pilihan nomor dua setelah sekolah lainnya. Dalam tahap ini, lembaga

pendidikan Islam harus mengupgrade mutu output dan outcome sehingga pada akhirnya

dapat memberikan kepuasan pada masyarakat. Dengan kata lain, mutu lulusan dengan

sendirinya dapat menjawab tahapan ketidaksadaran dan ketidaktahuan masyarakat akan

keunggulan lembaga pendidikan Islam.35

Tahapan unware of brand yang berupa tahap ketidaksadaran atau ketidaktahuan

masyarakat akan keunggulan yang dimiliki oleh lembaga pendidikan Islam harus diikuti

oleh tahap brand recognition dengan cara memberikan edukasi dan sosialisasi yang

dilakukan dengan membuat event-event lomba kreatifitas calon siswa, seminar, bhakti

sosial, pameran pendidikan, melibatkan sekolah dalam event-event lokal dan nasional,

dan publikasi prestasi sekolah di media cetak baik lokal dan nasional. Setelah tahapan

33
Bafadhol, I., ―Lembaga pendidikan islam di indonesia.,‖ Edukasi Islami: Jurnal Pendidikan Islam, 6 (11) (2017):
14.
34
Mundiri, A., ―Strategi Lembaga Pendidikan Islam Dalam Membangun Branding Image.,‖ Pedagogik: Jurnal
Pendidikan 3 (2) (2016).
35
Suriono, Z., ―Analisis SWOT dalam identifikasi mutu pendidikan. 94-103.,‖ ALACRITY: Journal of Education,
2022, 94–103.

16
brand recognition dilakukan maka lembaga pendidikan Islam dapat membangun ingatan

yang kuat terhadap lembaganya (brand association) dengan cara lembaga pendidikan

Islam mau tidak mau harus memiliki karakter yang kuat yang membedakannya dengan

lembaga pendidikan lainnya.36

Dengan kata lain, lembaga pendidikan Islam perlu memiliki karakter kuat dan

unik sehingga dapat diingat, dan memberikan kesan postif sekaligus membuat masyarakat

menentukannya sebagai pilihan utama dan pertama dalam menyekolahkan anaknya.

Dalam hal ini, brand association merupakan segala sesuatu yang muncul dan terkait

dengan ingatan konsumen mengenai suatu merek. Asosiasi merek (brand association)

mencerminkan pencitraan suatu merek terhadap suatu kesan tertentu dalam kaitannya

dengan kebiasaan, gaya hidup, manfaat, atribut, produk, geografis, harga, pesaing,

selebriti, dan lain-lain. Brand associaton pada lembaga pendidikan utamanya lembaga

pendidikan Islam tentunya berbeda dengan dunia industri yang mempersepsikan karakter

yang kuat dalam bentuk produk. Dalam lembaga pendidikan, karakter yang kuat mengacu

pada mutu secara keseluruhan (total quality management) yang jika diterapkan secara

tepat dapat membantu para pengelola atau penyelenggara pendidikan di lembaga

pendidikan termasuk madrasah dalam mewujudkan penyelenggaraan pendidikan dan

lulusan yang dapat memenuhi atau melebihi keinginan atau harapan para stakeholdernya.

Manajemen Mutu Terpadu yang dalam hal ini biasa disebut dengan TQM (Total Quality

Management)37 diartikan sebagai sebuah pendekatan dalam menjalankan usaha yang

36
Bafadhol, I., ―Lembaga pendidikan islam di indonesia.‖
37
Mundiri, A., ―Strategi Lembaga Pendidikan Islam Dalam Membangun Branding Image.‖

17
berusaha memaksimalkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus menerus atas

produk, jasa, tenaga kerja, proses dan lingkungannya.38

Berdasarkan pengertian tersebut, maka penyelenggaraan pendidikan dengan

manajemen mutu terpadu adalah menyelenggarakan pendidikan dengan mengadakan

perbaikan berkelanjutan, baik produk lulusannya, penyelenggaraan atau layanannya,

sumber daya manusia (SDM) yang memberikan layanan, yaitu kepala madrasah, para

guru dan staf, proses layanan pembelajarannya dan lingkungannya. Pendidikan yang ber-

mutu menghasilkan SDM yang bermutu sehingga meniscayakan adanya perbaikan mutu

perbaikan agar menghasilkan SDM yang bermutu.

2. Membangun Perceived Quality Kelembagaan

Perceived Quality merupakan persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas

atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkaitan dengan apa yang diharapkan

oleh pelanggan. Sedangkan menurut Schiffman dan Kanuk menyebutkan bahwa

Perceived Quality adalah “Consumer often judge the quality of a product or

service on basis of variety of informational cues that they associate with the product”.

Dengan demikian, perceived quality menurut Schiffman dan Kanuk merupakan kesan

kualitas adalah penilaian konsumen terhadap kualitas barang atau jasa yang berdasarkan

informasi yang diterima berdasarkan asosiasi terhadap produk tersebut.39

Persepsi dalam hal ini berkaitan dengan cara mendapatkan pengetahuan khu-

sus tentang kejadian pada saat tertentu, maka persepsi terjadi kapan saja dan dimana

saja ketika stimulus menggerakan indera. Dalam hal ini persepsi diartikan sebagai

38
Paramansyah, A., & Wicaksono, Z., ―Analisis SWOT Lembaga Pendidikan.‖ 3 (1) (2023): 31–42.
39
Umar, H., Desain penelitian manajemen strategik. Jakarta [ID]. (Jakarta: Rajawali Press, 2010).

18
proses mengetahui atau mengenali objek dan kejadian objektif dengan bantuan Indera/

Perceived quality selanjutnya dapat dibagi menjadi dua jenis sebagai berikut:

a) Perceived Quality of Product

Perceived quality of product merupakan persepsi kualitas yang didasarkan

pada tanda atau karakteristik fisik dari suatu produk, seperti rasa, aroma, ukuran

warna, dan lain sebagainya. Dengan demikian, persepsi kualitas produk dalam hal ini

berupa penggunaan karakteristik fisik untuk menilai kualitas suatu produk.

Konsumen biasanya percaya pada evaluasi kualitas suatu produk berdasarkan

persepsi mereka sendiri. Uraian tersebut secara tidak langsung menegaskan bahwa

penilaian kualitas dari pelanggan terkadang didasarkan dari karakteristik ekstrinsik

yang melekat erat dan bahkan sulit dipisahkan atau memang sudah menjadi

trademark dari suatu produk. Sebagai contohnya, meskipun banyak konsumen

mengklaim mereka membeli merek karena merasakan produk tersebut superior,

mereka justru sering tidak mampu membedakan merek yang mereka pilih tersebut

saat diuji dalam blind testing.40

b) Perceived Quality of Services

Perceived quality of service merupakan bangunan persepsi kualitas yang

didasarkan pada karakteristik jasa yang ditawarkan atau diberikan oleh suatu

lembaga baik lembaga profit ataupun lembaga non profit. Dalam perceived quality

jenis ini, konsumen selaku aktor utama yang mempunyai pikiran akan persepsi

kualitas lebih sulit untuk mengevaluasi kualitas layanan dibandingkan dengan

kualitas produk. Dengan kata lain, kualitas produk dalam lembaga profit sangat kasat

mata sedangkan kualitas layanan tidak kasat mata karena karakteristik tertentu dari
40
Mundiri, A., ―Strategi Lembaga Pendidikan Islam Dalam Membangun Branding Image.‖

19
suatu layanan memiliki nilai khas. Dengan demikian, kualitas layanan tidak berwujud

(intangible), yang tidak tahan lama (perishable), dan kondisi ketika diproduksi dan

dikonsumsi terjadi di waktu yang hampir bersamaan.

Kesan kualitas bagi lembaga pendidikan Islam tentunya berbeda dengan

lembaga profit. Dalam hal ini, perceived quality dalam lembaga profit dapat diukur

berdasarkan lima kriteria, yaitu keamanan (safety), fungsional (functional), citra

(image), nutrisi (nutrition), dan indrawi (sensory).41 Bagi

lembaga pendidikan, membangun persepsi baik persepsi produk maupun persepsi

layanan merupakan dua hal yang sama-sama penting. Dalam hal ini, sebagai suatu

cara pandang, persepsi timbul karena adanya respon terhadap stimulus. Stimulus yang

diterima seseorang sangat komplek, stimulus masuk ke otak, kemudian diarti- kan,

ditafsirkan serta diberi makna melalui prose yang rumit, baru dihasilkan persepsi.

Dalam hal ini, persepsi mencakup penerimaan stimuslus (inputs), mengorganisasikan

stimulus dan penerjemahan atau penafsiran stimulus yang telah diorganisasi dengan

cara yang dapat mempengaruhi prilaku dan membentuk sikap, sehingga orang dapat

cenderung menafsirkan prilaku orang lain sesuai dengan keadaannya sendiri

Upaya membangun persepsi pada lembaga pendidikan Islam, diawali dengan

proses pembentukan persepsi yang dalam hal ini berupa pemaknaan hasil

pengamatan yang diawali dengan adanya stimuli. Setelah mendapat stimuli, pada

tahap selanjutnya terjadi seleksi yang berinteraksi dengan ―interpretation‖, begitu

juga berinteraksi dengan―closure‖. Proses seleksi terjadi pada saat seseorang

memperoleh informasi. Maka akan berlangsung proses penyeleksian pesan yang

dianggap penting dan tidak penting. Proses closure terjadi ketika hasil seleksi
41
Amirullah, S. B., Manajemen Strategi. (Graha Ilmu., 2000).

20
tersebut menjadi satu kesatuan yang berurutan dan bermakna, sedangkan

interpretation berlangsung ketika yang bersangkutan memberi tafsiran atau makna

terhadap informasi secara menyeluruh.42 Dengan demikian, upaya membangun

persepsi baik layanan maupun produk pada lembaga pendidikan Islam dilakukan

dengan mengetahui faktor pembentuk persepsi, yang bermula dari kognisi

(pengetahuan), yang mencakup penafsiran objek, tanda dan orang dari sudut

pengalaman yang bersangkutan. Dengan bahasa lain, bahwa persepsi baik layanan

maupun produk ditentukan oleh bangunan stimuli yang yang berangkat dari dua

faktor utama yakni pengalaman masa lalu dan faktor pribadi.

Memahami perilaku konsumen adalah problem mendasar ketika akan

menentukan strategi pemasaran. Dengan mengenal konsumen akan dipahami

karakteristik maupun bagaimana seorang pembeli membuat keputusannya serta

berbagai faktor yang mempengaruhi perilaku mereka dalam mengambil keputusan

atas pembelian suatu produk atau jasa.43 Demikian pula dengan proses pemilihan

produk kaitannya dengan lembaga pendidikan, ketika konsumen akan memilih jasa

pendidikan mereka juga dipengaruhi banyak faktor. Pandangan yang berbeda dari

konsumen atas apa yang dihasilkan lembaga-lembaga tersebut menyebabkan adanya

ketidakmerataan jumlah peminat.

Berdasarkan uraian tersebut, upaya membangun stimuli dengan berbasis pada

pengalaman masa lalu dilakukan dengan membangun distingi keilmuan, sehingga

tidak mengherankan jika pada lembaga pendidikan pesantren terdapat banyak pilihan

lembaga pendidikan formal dan kualitas produknya sesuai dengan jenisnya masing-

42
David, F. R., Manajemen strategis: konsep-konsep. (Jakarta, 2004).
43
Nata, H. A., Manajemen pendidikan: Mengatasi kelemahan pendidikan Islam di Indonesia., 2012.

21
masing mulai dari lembaga bahasa baik Arab maupun Inggris, sekolah kejuruan,

keagamaan, dan lain sebagainya.

Sedangkan upaya untuk membangun persepsi akan kualitas layanan

dilakukan dengan penggunaan SMS gateway serta media-media lainnya yang

dipandang efektif dan efisien untuk menginformasikan berbagai hal dalam rangka

memberikan layanan maksimal bagi konsumen. Lembaga pendidikan utamanya

lembaga pendidikan Islam tentunya berbeda dengan perusahaan, yang sebagai sebuah

lembaga bisnis yang tentunya mengejar keuntungan atas kegiatan yang dijalankannya

dengan tetap memperhatikan pelayanan yang diberikan agar kepuasan pelanggan

dapat tercapai. Sedangkan lembaga pendidikan tidak mengejar keuntungan dan di

salah satu sisi juga dituntut untuk memberikan pelayanan yang baik. Dengan

demikian, landasan Lembaga pendidikan Islam dalam kaitannya dengan membangun

persepsi pelayanan berbeda dengan perusahaan yang berlandaskan dari landasan

material melalui sistem, prosedur dan metode tertentu dalam rangka memenuhi

kebutuhan orang lain sesuai dengan haknya.44

44
Romlah, M. P. I., Manajemen pendidikan islam. (Harakindo Publishing, 2016).

22
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Lembaga pendidikan Islam adalah lembaga atau tempat berlangsungnya proses

pendidikan yang dilakukan dengan tujuan untuk mengubah tingkah laku individu kearah

yang lebih baik melalui interaksi dengan lingkungan sekitarnya. Dan perubahan yang

dimaksud tentu dilandasi dengan nilai-nilai Islami. Pendidikan Islam sebagai lembaga

adalah tumbuh, dan berkembangnya lembaga-lembaga pendidikan Islam seperti pesantren,

sekolah, madrasah dan perguruan tinggi. Pendidikan Islam, yaitu: lembaga pendidikan

informal, lembaga pendidikan non formal dan lembaga pendidikan formal. Analisa SWOT

menunjukkan kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman, untuk mengetahui bagaimana

strategi hasil analisis SWOT dapat digunakan sebagai pertimbangan menetapkan strategi

tahun berikutnya, dari fokus masalah yang telah dikemukakan. Dalam mengoptimalkan

lembaga pendidikan Islam prinsip analisis SWOT sebagai metode pengembangan organisasi

yang di dalamnya tercakup analisa kekuatan (strengths), analisa kelemahan (weaknes),

analisa peluang (opportunity) dan analisa ancaman/tantangan (threats). Dari sebuah

organisasi sehingga prinsip tersebut hal mutlak dikembangkan dalam organisasi (lembaga

pendidikan Islam)

B. Saran

Sebagai penyusun, penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan, baik dari

penyusunan maupun tata bahasa penyampaian dalam makalah ini. Oleh karena itu, penulis

dengan rendah hati menerima saran dan kritik dari pembaca agar penulis dapat memperbaiki

23
makalah ini. Penulis berharap semoga makalah yang disusun ini memberikan manfaat dan

juga inspirasi untuk pembaca.

24
DAFTAR PUSTAKA

Adelia, I., & Mitra, O. ―Permasalahan pendidikan islam di lembaga pendidikan madrasah.‖
Islamika: Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman, 21 (1) (2021): 32–45.

Amirullah, S. B. Manajemen Strategi. Graha Ilmu., 2000.

Arsyam, M. Manajemen pendidikan islam., 2020.

Bafadhol, I. ―Lembaga pendidikan islam di indonesia.‖ Edukasi Islami: Jurnal Pendidikan


Islam, 6 (11) (2017): 14.

Cholil, A. M. 150 Brand Awareness Ideas. Anak Hebat Indonesia., 2021.

David, F. R. Manajemen strategis. Salemba Empat, 2006.


———. Manajemen strategis: konsep-konsep. Jakarta, 2004.

Fatimah, F. N. A. D. Teknik analisis SWOT. Anak Hebat Indonesia., 2016.

Ghaybiyyah, F., Psi, M., Octarina, R., Psi, S., Suwarno, S. A., & Tahrim, T. Manajemen
Pendidikan Islam., 2021.

Hawi, A. ―Tantangan Lembaga Pendidikan Islam.‖ Tadrib 3 (1) (2017): 143–61.

Hidayat, Y., Alfiyatun, A., Toyibah, E. H., Nurwahidah, I., & Ilyas, D. ―Manajemen pendidikan
Islam. Syi’ar: 6(2), 52-57.‖ Jurnal Ilmu Komunikasi, Penyuluhan dan Bimbingan
Masyarakat Islam 6 (2) (2023): 52–57.

Kaimuddin, K. ―Pembentukan Karakter Anak Melalui Lembaga Pendidikan Informal.‖ Al-


MAIYYAH: Media Transformasi Gender Dalam Paradigma Sosial Keagamaan, 11 (1)
(2018): 132–52.

Kotler, P., & Susanto, A. B. Manajemen pemasaran di Indonesia. Jakarta: Salemba Empat, 2001.

Muhaimin, M. A. Manajemen Pendidikan (Aplikasinya dalam Penyusunan Rencana


Pengembangan Sekolah/Madrasah). Prenada Media., 2015.

Mundiri, A. ―Strategi Lembaga Pendidikan Islam Dalam Membangun Branding Image.‖


Pedagogik: Jurnal Pendidikan 3 (2) (2016).

Na’im, Z., Yulistiyono, A., Arifudin, O., Irwanto, I., Latifah, E., Indra, I., ... & Gafur, A.
Manajemen Pendidikan Islam., 2021.

25
Nata, H. A. Manajemen pendidikan: Mengatasi kelemahan pendidikan Islam di Indonesia.,
2012.

Nengsih, S., Gusfira, R., & Pratama, R. ―Kepemimpinan Transformatif di Lembaga Pendidikan
Islam.‖ PRODU: Prokurasi Edukasi Jurnal Manajemen Pendidikan Islam, 2 (1) (2020).

Paramansyah, A., & Wicaksono, Z. ―Analisis SWOT Lembaga Pendidikan.‖ 3 (1) (2023): 31–
42.

Pearce, J. A., & Robinson, R. B. Manajemen strategis: formulasi, implementasi, dan


pengendalian. Jakarta: Salemba Empat., 2008.

Prasojo, L. D. P. Buku Manajemen Strategi. Lantip, 2018.

Qomar, M. Manajemen pendidikan islam., 2016.

Rahman, K. ―Perkembangan lembaga pendidikan islam di indonesia.‖ Jurnal Tarbiyatuna:


Kajian Pendidikan Islam, 2 (1) (2018): 1–14.

Riyuzen, S. P. Buku Manajemen Peningkatan Mutu Sekolah, 2018.

Rochman, I. ―Analisis SWOT dalam Lembaga Pendidikan (Studi Kasus di SMP Islam
Yogyakarta). 3(1), 36-52.‖ Al Iman: Jurnal Keislaman Dan Kemasyarakatan, 3 (1)
(2019): 36–52.

Romlah, M. P. I. Manajemen pendidikan islam. Harakindo Publishing, 2016.

Sabri, A., & Monia, F. A. Manajemen Pendidikan Islam. Global Eksekutif Teknologi., 2023.

Sitorus, S. A., Romli, N. A., Tingga, C. P., Sukanteri, N. P., Putri, S. E., Gheta, A. P. K., ... &
Ulfah, M. BOOK of BRAND MARKETING: THE ART OF BRANDING., 2022.

Suharto, T. ―Indonesianisasi islam: Penguatan islam moderat dalam lembaga pendidikan islam di
indonesia.‖ Al-Tahrir: Jurnal Pemikiran Islam, 17 (1) (2017): 155–78.

Supriani, Y., Tanjung, R., Mayasari, A., & Arifudin, O. ―Peran Manajemen Kepemimpinan
dalam Pengelolaan Lembaga Pendidikan Islam.‖ JIIP-Jurnal Ilmiah Ilmu Pendidikan 5
(1) (2022): 332–38.

Suriono, Z. ―Analisis SWOT dalam identifikasi mutu pendidikan. 94-103.‖ ALACRITY: Journal
of Education, 2022, 94–103.

Syaban, M. ―Konsep Dasar Manajemen Pendidikan Islam.‖ Al-Wardah: Jurnal Kajian


Perempuan, Gender Dan Agama, 12 (2) (2019): 131–41.

Tafsir, A. Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008.

26
Tarantein, E. F., Sulasmono, B. S., & Iriani, A. ―Perencanaan strategi marketing mix dalam
meningkatkan kuantitas peserta didik.‖ JMSP (Jurnal Manajemen dan Supervisi
Pendidikan), 3 (3) (2019): 156–69.

Trihastuti, A. E., & SI, K. Manajemen Pemasaran Plus++. Deepublish, 2020.

Umam, M. K. ―Lembaga Pendidikan Islam Dalam Telaah Lingkungan Strategik.‖ Jurnal Tinta:
Jurnal Ilmu Keguruan Dan Pendidikan 1 (2) (2019): 16–29.

Umar, H. Desain penelitian manajemen strategik. Jakarta [ID]. Jakarta: Rajawali Press, 2010.

Yunus, U. Digital Branding. Bandung: Teori dan Praktik, Simbiosa Rekatama Media, 2019.

27

Anda mungkin juga menyukai