Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Manusia memiliki lima sistem indra yang semuanya penting untuk


menunjang kehidupan, salah satunya indra penciuman. Sebagai bagian dari
sistem panca indra manusia, indra penciuman berperan untuk mendeteksi bau
atau aroma. Kemampuan ini dapat terganggu jika indra penciuman tidak
dijaga dengan baik. Gangguan pada indera penciuman Anda, yaitu hidung,
tentu akan mengganggu kemampuan mendeteksi bau di sekitar Anda,
sehingga Anda tidak bisa mencium bau dengan baik. Biasanya, kondisi ini
terjadi akibat adanya masalah pada saraf olfaktori yang bertugas untuk
mengontrol wewangian yang terhirup oleh hidung Anda. Seperti organ tubuh
yang lain, hidung juga bisa terkena beberapa penyakit atau gangguan. Flu dan
sinusitis adalah dua penyakit hidung yang sering kita dengar. Tapi sebetulnya,
penyakit hidung yang perlu kamu waspadai tak hanya itu. Ada juga anosmia,
dinosmia, polip, dan lainnya.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa pengertian penyakit indra penciuman?
2. Apa klasifikasi penyakit indra penciuman?
3. Bagaimana laporan pendahuluan anosmia?
4. Bagaimana konsep asuhan keperawatan anosmia?

1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian penyakit indra penciuman
2. Untuk mengetahui klasifikasi penyakit indra penciuman
3. Untuk mengetahui laporan pendahuluan anosmia
4. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan anosmia
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Penyakit Indra Penciuman

Indra penciuman merupakan salah satu dari lima indra yang dimiliki
manusia. Sebagai bagian dari sistem panca indra manusia, indra penciuman
berperan untuk mendeteksi bau atau aroma. Kemampuan mencium ini dapat
terganggu jika indra penciuman tidak dijaga dengan baik. Gangguan pada
indera penciuman Anda, yaitu hidung, tentu akan mengganggu kemampuan
mendeteksi bau di sekitar Anda, sehingga Anda tidak bisa mencium bau
dengan baik.

2.2. Klasifikasi Penyakit Indra Penciuman


1. Flu
Penyakit yang diakibatkan oleh virus bernama influenza ini
menyebabkan batuk, pilek, sakit di daerah sekitar leher. Terkadang juga
muncul gejala seperti demam dan sakit di persendian yang disertai rasa
pusing.
2. Selesma/common cold atau pilek
Selesma atau common cold merupakan salah satu jenis infeksi
saluran napas bagian atas (ISPA) yang cukup sering menyerang.
Walaupun dapat mengenai siapa saja, anak-anak merupakan golongan usia
yang lebih berisiko terserang penyakit ini. Penyebabnya adalah karena
daya tahan tubuh anak-anak yang belum sempurna.
3. Rhinitis
Rhinitis adalah penyakit akibat radang hidung karena alergi.
Rhinitis disebabkan oleh masuknya benda asing ke dalam saluran
tenggorokan. Kemudian hidung secara otomatis memberikan penolakan
sehingga terjadilah peradangan pada hidung.
4. Sinusitis
Sinusitis adalah penyakit yang terjadi akibat peradangan pada
bagian sinus. Sinus sendiri terletak pada rongga-rongga tulang yang
berhubungan dengan hidung. Jika menderita penyakit sinus, maka hidung
akan lebih mudah berair karena lendir hidung akibat radang akan
sangat diproduksi secara berlebihan.
5. Polip Hidung
Penyakit hidung lain yang bisa menimpa Anda adalah polip atau
benjolan pada hidung. Polip pada hidung memiliki ciri-ciri tonjolan lunak,
tidak menimbulkan rasa sakit, dan bukan termasuk kategori kanker.
Biasanya, kondisi awal dari kehadiran penyakit hidung ini tidak
menimbulkan gejala apa pun. Namun, seiring perkembangan ukuran polip,
kemungkinan besar benjolan akan menghalangi saluran hidung sehingga
menyebabkan masalah pernapasan, kehilangan fungsi indera penciuman
dan sering menimbulkan infeksi.
6. Anosmia
Anosmia merupakan salah satu kelainan pada hidung yang
berhubungan dengan kemampuan indera penciuman mengenali bau. Saat
mengidap anosmia, seseorang tidak dapat mencium bau sebagian atau
sama sekali. Penyakit ini biasanya disebabkan oleh kecelakaan atau
penyakit lainnya.
7. Dinosmia
Penyakit dinosmia ditandai dengan gejala seseorang merasa selalu
mencium bau yang tidak sedap, padahal tidak ada sumber bau yang
dimaksudkan. Ini terjadi karena terdapat kelainan dalam rongga hidung,
infeksi pada sinus, dan kerusakan sebagian pada saraf penciuman (sistem
saraf olfaktori).
8. Mimisan Atau Hidung Berdarah
Walau sering bikin panik, ternyata mimisan hanya dianggap
sebagai gangguan kesehatan ringan dan biasa terjadi mengingat di dalam
hidung banyak terdapat pembuluh darah. Daerah hidung yang kaya akan
pembuluh darah ada di permukaan bagian depan dan belakang. Pembuluh
darah ini sangat rapuh sehingga mudah mengeluarkan darah. Mimisan bisa
dipicu banyak hal, seperti suhu dingin, benturan, atau penyakit tertentu.
9. Kelainan Dinding Pemisah Hidung
Salah satu penyakit hidung yang butuh penanganan dokter adalah
deviasi septum. Kondisi ini ditandai dengan gangguan atau penyimpangan
dari letak pemisah hidung bagian kiri dan kanan, yaitu septum hidung. Hal
ini dapat menimbulkan ketidakseimbangan aliran udara pada saluran
pernapasan. Gangguan ini dapat terjadi pada sebagian orang tanpa
disadari. Penyebab kelainan septum hidung ini biasanya akibat bawaan
sejak lahir atau cedera pada hidung.
10. Dinosmia
Penyakit dinosmia adalah keadaan dimana seseorang merasa selalu
mencium bau yang tidak sedap. Ini terjadi karena terdapat kelainan dalam
rongga hidung, infeksi pada sinus, dan kerusakan parsial pada saraf
olfaktori.
11. Hyposmia
Hyposmia adalah sebuah gangguan penciuman yang menyebabkan
penurunan kemampuan hidung Anda untuk mendeteksi bau. Hal ini
ternyata bisa diakibatkan oleh beberapa faktor, antara lain: alergi, cedera
di kepala, infeksi saluran pernapasan, sinusitis kronis, dll.
12. Parosmia

Parosmia adalah sebuah keadaan ketika seseorang bisa mendeteksi


bau, tetapi salah mengenalinya. Misalnya, wewangian yang sebenarnya
tidak cukup bau diartikan sebagai bau yang tidak menyenangkan.
Respons penderita parosmia biasanya menggambarkan bahwa sebagian
bau yang mereka hirup tidak enak. Gangguan penciuman ini biasanya
disebabkan oleh beberapa hal, seperti: Kerusakan pada neuron penerima
indera penciuman, cedera di kepala, flu, dll.

13. Phantosmia
Sesuai dengan namanya, phantosmia artinya halusinasi terhadap
bau-bau yang sebenarnya tidak ada. Misalnya, Anda tiba-tiba mencium
bau bawang putih padahal kenyataannya tidak ada wewangian seperti itu.
Penyebab terjadinya gangguan penciuman satu ini hampir sama dengan
parosmia. Mulai dari cedera di kepala, flu, kerusakan pada sistem saraf,
hingga sinus. Meskipun demikian, keduanya sangat berbeda. Parosmia
salah mengenali bau yang ada, sedangkan phantosmia mencium bau yang
tidak ada.
LAPORAN PENDAHULUAN
ANOSMIA

2.3.1. Definisi
Salah satu penyakit pada indera penciuman yang mengakibatkan
gangguan pada pembauan adalah anosmia. Istilah anosmia berasal dari
kosa kata Yunani “an” (tidak) dan “osmia” (membau). Dari kosa kata ini
diperoleh suatu terminologi, anosmia adalah hilang atau terganggunya
kemampuan indra penciuman dalam membaui suatu objek karena
beberapa sebab.
Sehingga dapat disimpulkan juga, bahwa anosmia merupakan suatu
tidak adanya atau hilangnya sensasi penciuman, dalam hal ini berarti
hilangnya kemampuan mencium atau membau dari indera penciuman.
Hilangnya sensasi ini bisa parsial ataupun total.

2.3.2. Anatomi Fisiologi


Beberapa bagian utama hidung yang terlibat dalam fungsi
penghidu adalah neuroepitel olfaktorius, bulbus olfaktorius dan korteks
olfaktorius. Neuroepitel olfaktorius terletak dibagian atap rongga hidung
dan karna itu tidak terkena aliran udara nafas secara langsung (Delank
KW, 1994). Neoroepitel olfaktorius merupakan epitel kolumnar berlapis
semu yang berwarna kecoklatan, warna ini disebabkan pigmen granul pada
sitoplasma kompleks golgi (allanger JJ, 2002).
Sel di neuroepitel olfaktorius ini terdiri dari sel pendukung yang
merupakan reseptor olfaktorius. Terdapat sekitar 20 – 30 miliar sel
reseptor. Pada ujung masing masing dendrit terdapat olfaktor rod dan
ujungnya terdapat silia. Silia akan terproyeksi kedalam mukus hidung dan
melapisi permukaan dalam rongga hidung. Dalam neuroepitel juga
terdapat sel penunjang atau sel sustentakuler yang memiliki fungsi
pembatas antara sel reseptor, mengatur komposisi sel lokal mukus dan
melindungi sel olfaktorius dari kerusakan akibat benda asing (Doty et al,
2006).
Odoran yang terhirup dan sampai di area olfaktorius akan
mengaktifkan respon dari silia, mula mula akan menyebar secara difus ke
dalam mukus, kemudian akan berikatan dengan protein reseptor yang
terdapat disilia. Protein reseptor tersebut kemudian akan saling
berpasangan membentuk protein-G yang merupakan kombinasi dari tiga
sub unit. Ikatan ini menyababkan stimuli guanine nucleotide, yang
mengaktifan enzim adenilat siklase untuk menghasilkan adenosin
monofosfat. Adenosin monofosfat yang banyak ini kemudian menjadi
adenosin monofosfat siklik (cAMp) dan akhirnya mengaktifkan gerbang
kanal ion natrium. Ini menyebabkan mengalirnya ion natrium dan
menghasilkan potensial listrik sehingga merangsang neuron olfaktorius
menjalarkan potensial aksi ke saraf pusat melalui nervus olfaktorius
(Guyton & Hall, 2006).
Bulbus olfaktorius berada didasar fossa anterior dari lobus frontal.
Bulbus olfaktorius adalah bagian yang menonjol dari otak (telensefalon).
Merupakan tempat dari sinaps atau dendrite sel mitral yang rumit, sel
tufted dan sel granular. Jadi, sel olfaktorius bipolar adalah neuron pertama
dalam system penciuman, sel mitral dan sel tufted dari bulbus olfaktorius
mewakili neuron kedua. Akson dari neuron-neuron ini membangun traktus
olfaktorius, yang pada tiap sisi terletak lateral dari girus rekti di atas sulkus
olfaktorius (Ganong, 2001).
Korteks olfaktorius adalah tempat terakhir dari proses penciuman,
terbagi sebagai korteks frontal yang merupakan pusat persepsi dari
penciuman (Ballanger, 2002). Hipotalamus dan amygdala menjadi pusat
emosional dari odoran. Enthorinal merupakan pusat memori dari odoran.
Rangsangan kimiawi sebagian besar yang dapat direspon oleh sel sel
olfaktorius, namun ada beberapa faktor fisik yang dapat mempengaruhi
derajat perangsangan. Pertama, hanya substansi yang dapat menguap
sehingga dapat terhirup dalam nostril nostril. Kedua, substansi odoran
paling tidak dapat larut dalam air, sehingga bay tersebut dapat melewati
mukus untuk mencapai silia olfaktorius. Ketiga, silia ini akan sangat
membantu bagi bau yang paling sedikit larut salam lemak, diduga karena
konstituen lipidpadasilium merupakan penghalang yang lemah terhadap
bau yang tidak larut dalam lemak. Setiap odoran memiliki satu reseptor
tertentu (Guyton & Hall, 2006).

2.3.3. Etiologi
1. Defek konduktif
a. Proses inflamasi / peradangan dapat mengakibatkan gangguan
pembauan.
b. Adanya massa / tumor dapat menyumbat rongga hidung sehinga
menghalangi aliran adorant / ke epitel olfaktorius.
c. Abnormalitas development (misalnya ensefalokel, kista dermoid)
juga dapat menyebabkan obstruksi.
d. Pasien pasca laringektomi atau trakheotomi dapat menderita
hisposmia karena berkurang atau tidak adanya aliran udara yang
melalui hidung.
2. Defek sentral / sensorineural
a. Proses infeksi / inflamasi menyebabkan defek sentral gangguan
pada transmisi sinyal.
b. Penyebab kongenital menyebabkan hilangnya struktur syaraf.
c. Gangguan endokrin (hipotiroidisme, hipoadrenalisme, DM)
berpengaruh pada fungsi pembauan.
d. Trauma kepala, operasi otak atau perdarahan subarachnoid dapat
menyebabkan regangan, kerusakan atau terpotongnya fila
olfaktoria yang halus dan mengakibatkan anosmia.
e. Toksitisitas dari obat – obatan sistemik dan inhalasi
f. Defisiensi gizi (vit A, thiamin, zink) terbukti dapat mempengarui
pembauan.
3. Faktor resiko
a. Proses degenerative patologi (penyakit Parkinson, Alzheimer)
b. Proses degenaratife normal (penuaan)
c. Lingkungan
d. Perokok
e. Pencemaran bahan kimia
f. Virus bakteri pathogen
g. Usia: Dengan bertambahnya usia seseorang jumlah neuron
olfaktorius lambat laun akan berkurang sehingga mengurangi daya
penciuman.
h. Jenis kelamin: Perempuan lebih beresiko menderita anosmia karena
jumlah bulu hidung relative lebih sedikit daripada pria dan imunitas
yang kurang sehingga beresiko terhadap infeksi pada hidung.

2.3.4. Klasifikasi
Anosmia terbagi menjadi dua (2) yaitu:
1. Intranasal : obstruksi hidung (rhinitis vasomotor, rhinitis alergi, tumor
hidung, polip, tumor nasofaring), Rhinitis atrofikan, def.vitamin A,
Zinc.
2. Intrakranial : trauma kepala, infeksi (abses otak lob.frontalis, meningitis
pd lob.frontalis), tumor lob.fr.

2.3.5. Patofisiologi
Indra penciuman dan pengecapan tergolong ke dalam system
penginderaan kimia(chemosensation). Proses yang kompleks dari
mencium dan mengecap di mulai ketika molekul–molekul dilepaskan oleh
substansi di sekitar kita yang menstimulasi sel syaraf khusus dihidung,
mulut atau tenggorokan. Sel–sel ini menyalurkan pesan ke otak, dimana
bau dan rasa khusus di identifikasi. Sel – sel olfaktori (saraf penciuman) di
stimulasi oleh bau busuk di sekitar kita. Contoh aroma dari mawar adonan
pada roti. Sel–sel saraf ini ditemukan di sebuah tambahan kecil dari
jaringan terletak diatas hidung bagian dalam, dan mereka terhubung secara
langsung ke otak penciuman (olfaktori) terjadi karena adanya molekul–
molekul yang menguap dan masuk kesaluran hidung dan mengenal
olfactory membrane.
Manusia memiliki kira–kira 10.000 sel reseptor berbentuk rambut.
Bila molekul udara masuk, maka sel–sel ini mengirimkan impuls saraf
(Loncent, 1988). Pada mekanisme terdapat gangguan atau kerusakan dari
sel–sel olfaktorus menyebabkan reseptor dapat mengirimkan impuls
menuju susunan saraf pusat. Ataupun terdapat kerusakan dari sarafnya
sehingga tidak dapat mendistribusikan impuls reseptor menuju efektor,
ataupun terdapat kerusakan dari saraf pusat di otak sehingga tidak dapat
menterjemahkan informasi impuls yang masuk.

2.3.6. Pathway

2.3.7. Manifestasi Klinis


1. Berkurangnya kemampuan dan bahkan sampai tidak bisa mendeteksi
bau.
2. Gangguan pembau yang timbul bisa bersifat total / tidak bisa
mendeteksi seluruh bau.
3. Dapat bersifat parsial / hanya sejumlah bau yang dapat dideteksi.
4. Dapat juga bersifat spesifik (hanya satu / sejumlah kecil yang dapat
dideteksi)
5. Kehilangan kemampuan merasa / mendeteksi rasa dalam makanan yang
di makan.
6. Berkurangnya nafsu makan.

2.3.8. Pemeriksaan Penunjang


1. Biopsi neuroepitelium olfaktorius
Namun, karena degenerasi neuroepitelium olfaktorius yang luas
dan interkalasi epitel pernapasan pada daerah penciuman orang dewasa
tanpa disfungsi penciuman yang jelas, material biopsi harus
diinterpretasikan dengan hati-hati.
2. CT scan
Kelainan tulang, fraktur fossa kranii anterior yang tak diduga
sebelumnya
3. MRI kepala
Mengevaluasi bulbus olfaktorius, ventrikel, dan jaringan-jaringan
lunak lainnya di otak. CT koronal paling baik untuk memeriksa anatomi
dan penyakit pada lempeng kribiformis, fossa kranii anterior, dan sinus
menyingkirkan neoplasma pada fossa kranii anterior, sinusitis
paranasalis, dan neoplasma pada rongga hidung dan sinus paranasalis.

2.3.9. Penatalaksanaan
1. Pengobatan yang dapat digunakan untuk memperbaiki kehilangan sesuai
penciuman antara lain antihistamin bila diindikasi penderita alergi 2.
Berhenti merokok dapat meningkatkan fungsi penciuman. 3. Koreksi operasi
yang memblok fisik dan mencegah kelebihan dapat digunakan dekongostan
nasal. 4. Suplemen zink kadang direkomendasikan 5. Kerusakan neuro
olfaktorius akibat infeksi virus prognosisnya buruk, karena tidak dapat di
obati. 6. Terapi vitamin A sebagian besar dalam bentuk vitamin A
2.3.10. Komplikasi

Anda mungkin juga menyukai