PENDAHULUAN
1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian penyakit indra penciuman
2. Untuk mengetahui klasifikasi penyakit indra penciuman
3. Untuk mengetahui laporan pendahuluan anosmia
4. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan anosmia
BAB II
PEMBAHASAN
Indra penciuman merupakan salah satu dari lima indra yang dimiliki
manusia. Sebagai bagian dari sistem panca indra manusia, indra penciuman
berperan untuk mendeteksi bau atau aroma. Kemampuan mencium ini dapat
terganggu jika indra penciuman tidak dijaga dengan baik. Gangguan pada
indera penciuman Anda, yaitu hidung, tentu akan mengganggu kemampuan
mendeteksi bau di sekitar Anda, sehingga Anda tidak bisa mencium bau
dengan baik.
13. Phantosmia
Sesuai dengan namanya, phantosmia artinya halusinasi terhadap
bau-bau yang sebenarnya tidak ada. Misalnya, Anda tiba-tiba mencium
bau bawang putih padahal kenyataannya tidak ada wewangian seperti itu.
Penyebab terjadinya gangguan penciuman satu ini hampir sama dengan
parosmia. Mulai dari cedera di kepala, flu, kerusakan pada sistem saraf,
hingga sinus. Meskipun demikian, keduanya sangat berbeda. Parosmia
salah mengenali bau yang ada, sedangkan phantosmia mencium bau yang
tidak ada.
LAPORAN PENDAHULUAN
ANOSMIA
2.3.1. Definisi
Salah satu penyakit pada indera penciuman yang mengakibatkan
gangguan pada pembauan adalah anosmia. Istilah anosmia berasal dari
kosa kata Yunani “an” (tidak) dan “osmia” (membau). Dari kosa kata ini
diperoleh suatu terminologi, anosmia adalah hilang atau terganggunya
kemampuan indra penciuman dalam membaui suatu objek karena
beberapa sebab.
Sehingga dapat disimpulkan juga, bahwa anosmia merupakan suatu
tidak adanya atau hilangnya sensasi penciuman, dalam hal ini berarti
hilangnya kemampuan mencium atau membau dari indera penciuman.
Hilangnya sensasi ini bisa parsial ataupun total.
2.3.3. Etiologi
1. Defek konduktif
a. Proses inflamasi / peradangan dapat mengakibatkan gangguan
pembauan.
b. Adanya massa / tumor dapat menyumbat rongga hidung sehinga
menghalangi aliran adorant / ke epitel olfaktorius.
c. Abnormalitas development (misalnya ensefalokel, kista dermoid)
juga dapat menyebabkan obstruksi.
d. Pasien pasca laringektomi atau trakheotomi dapat menderita
hisposmia karena berkurang atau tidak adanya aliran udara yang
melalui hidung.
2. Defek sentral / sensorineural
a. Proses infeksi / inflamasi menyebabkan defek sentral gangguan
pada transmisi sinyal.
b. Penyebab kongenital menyebabkan hilangnya struktur syaraf.
c. Gangguan endokrin (hipotiroidisme, hipoadrenalisme, DM)
berpengaruh pada fungsi pembauan.
d. Trauma kepala, operasi otak atau perdarahan subarachnoid dapat
menyebabkan regangan, kerusakan atau terpotongnya fila
olfaktoria yang halus dan mengakibatkan anosmia.
e. Toksitisitas dari obat – obatan sistemik dan inhalasi
f. Defisiensi gizi (vit A, thiamin, zink) terbukti dapat mempengarui
pembauan.
3. Faktor resiko
a. Proses degenerative patologi (penyakit Parkinson, Alzheimer)
b. Proses degenaratife normal (penuaan)
c. Lingkungan
d. Perokok
e. Pencemaran bahan kimia
f. Virus bakteri pathogen
g. Usia: Dengan bertambahnya usia seseorang jumlah neuron
olfaktorius lambat laun akan berkurang sehingga mengurangi daya
penciuman.
h. Jenis kelamin: Perempuan lebih beresiko menderita anosmia karena
jumlah bulu hidung relative lebih sedikit daripada pria dan imunitas
yang kurang sehingga beresiko terhadap infeksi pada hidung.
2.3.4. Klasifikasi
Anosmia terbagi menjadi dua (2) yaitu:
1. Intranasal : obstruksi hidung (rhinitis vasomotor, rhinitis alergi, tumor
hidung, polip, tumor nasofaring), Rhinitis atrofikan, def.vitamin A,
Zinc.
2. Intrakranial : trauma kepala, infeksi (abses otak lob.frontalis, meningitis
pd lob.frontalis), tumor lob.fr.
2.3.5. Patofisiologi
Indra penciuman dan pengecapan tergolong ke dalam system
penginderaan kimia(chemosensation). Proses yang kompleks dari
mencium dan mengecap di mulai ketika molekul–molekul dilepaskan oleh
substansi di sekitar kita yang menstimulasi sel syaraf khusus dihidung,
mulut atau tenggorokan. Sel–sel ini menyalurkan pesan ke otak, dimana
bau dan rasa khusus di identifikasi. Sel – sel olfaktori (saraf penciuman) di
stimulasi oleh bau busuk di sekitar kita. Contoh aroma dari mawar adonan
pada roti. Sel–sel saraf ini ditemukan di sebuah tambahan kecil dari
jaringan terletak diatas hidung bagian dalam, dan mereka terhubung secara
langsung ke otak penciuman (olfaktori) terjadi karena adanya molekul–
molekul yang menguap dan masuk kesaluran hidung dan mengenal
olfactory membrane.
Manusia memiliki kira–kira 10.000 sel reseptor berbentuk rambut.
Bila molekul udara masuk, maka sel–sel ini mengirimkan impuls saraf
(Loncent, 1988). Pada mekanisme terdapat gangguan atau kerusakan dari
sel–sel olfaktorus menyebabkan reseptor dapat mengirimkan impuls
menuju susunan saraf pusat. Ataupun terdapat kerusakan dari sarafnya
sehingga tidak dapat mendistribusikan impuls reseptor menuju efektor,
ataupun terdapat kerusakan dari saraf pusat di otak sehingga tidak dapat
menterjemahkan informasi impuls yang masuk.
2.3.6. Pathway
2.3.9. Penatalaksanaan
1. Pengobatan yang dapat digunakan untuk memperbaiki kehilangan sesuai
penciuman antara lain antihistamin bila diindikasi penderita alergi 2.
Berhenti merokok dapat meningkatkan fungsi penciuman. 3. Koreksi operasi
yang memblok fisik dan mencegah kelebihan dapat digunakan dekongostan
nasal. 4. Suplemen zink kadang direkomendasikan 5. Kerusakan neuro
olfaktorius akibat infeksi virus prognosisnya buruk, karena tidak dapat di
obati. 6. Terapi vitamin A sebagian besar dalam bentuk vitamin A
2.3.10. Komplikasi