Namun, kesalahan sama seperti yang dilakukan dengan model CBSA dan kurikulum
1975 diulangi kembali. Keterampilan proses tidak dikembangkan dalam desain kurikulum
sehingga konten kurikulum hanya mencantumkan hal-hal yang bersifat substantif, seperti
konsep, teori, dan peristiwa. Keterampilan yang terdapat dalam Keterampilan Proses dan
CSBA tidak pernah dijadikan konten kurikulum dan dirajut bersama dengan materi substantif
dalam suatu desain. Akibatnya, keterampilan proses hanya menjadi slogan dan tidak pernah
menjadi keterampilan nyata sebagai hasil belajar yang dimiliki peserta didik.
1
Osmiati, Pendidikan di Indonesia: Sejarah Kurikulum dan Kurikulum Sejarah Masa Orde Baru dan Reformasi,
(Universitas Andalas: Jurnal, 2014) hlm.7171
2
Prof. Dr. S. Hamid Hasan, Indonesia Dalam Arus Sejarah Jilid VIII (Orde Baru dan Reformasi), (PT. Ichtiar Baru
van Hoeve dan Kemendikbud RI) hlm.320
3
https://www.ukessays.com/essays/education/keterampilan-proses.php, diakses pada 7 Mei 2017
4
https://agussusilo121.wordpress.com/2015/06/30/kurikulum-1984/, diakses pada 7 Mei 2017.
Sedangkan untuk jenjang SMA, kurikulum 1984 dan kurikulum 1975 memiliki perbedaan.
Mata pelajaran sejarah, geografi, ekonomi, politik, sosiologi, kimia, fisika, biologi
dicantumkan dalam kurikulum sebagaimana adanya. Pengajaran untuk setiap disiplin ilmu ini
pun diberikan secara terpisah. Pendekatan seperti ini dianggap sebagai pendekatan terbaik
bagi peserta didik SMA karena mereka dipersiapkan untuk melanjutkan studi di perguruan
tinggi.5
5
Prof. Dr. S. Hamid Hasan, loc.,cit.
6
https://agussusilo121.wordpress.com/2015/06/30/kurikulum-1984/, diakses pada 7 Mei 2017.
1. Kurikulum ini memuat materi dan metode yang disebut secara rinci, sehingga
guru dan siswa mudah untuk melaksanakannya.
2. Siswa lebih berinisiatif dan berani dalam memberikan pendapat.
3. Siswa dapat belajar dari pengalaman langsung.
4. Kualitas interaksi antara siswa menjadi lebih tinggi, baik intelektual maupun
sosial.
b. Kekurangan kurikulum 1984
1. Banyak sekolah kurang mampu menafsirkan CBSA. Yang terlihat adalah suasana
gaduh di ruang kelas lantaran siswa berdiskusi, di sana-sini ada tempelan gambar
dan yang menyolok.
2. Adanya ketergantungan pada guru dan siswa pada materi dalam suatu buku teks
dan metode yang secara rinci, sehingga membentuk guru dan siswa tidak kreatif
untuk menentukan metode yang tepat dan memiliki sumber belajar sangat
terbatas.
3. Dapat didominasi oleh seorang atau sejumlah siswa sehingga dia menolak
pendapat peserta lain.
4. Siswa yang pandai akan bertambah pandai sedangkan yang bodoh akan
ketinggalan.
5. Diperlukan waktu yang banyak dalam pembelajaran menyebabkan materi
pelajaran tidak dapat tuntas dikuasai siswa.7
7
Iskandar dkk, Kurikulum Tahun 1984, (Universitas Tanjungpura, 2014).