Anda di halaman 1dari 12

KURIKULUM 1984

Badarudin Fathoni
Fachri Zulfikar
 Kurikulum 1984 banyak dipengaruhi oleh aliran Humanistik,
yang memandang anak didik sebagai individu yang dapat dan
mau aktif mencari sendiri, menjelajah, dan meneliti
lingkungannya. Pada kurikulum ini posisi siswa ditempatkan
sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu,
mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model
ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student
Active Learning
Pendekatan CBSA menitik beratkan pada keaktifan siswa yang
merupakan inti dari kegiatan belajar yang diwujudkan dalam
berbagai bentuk kegiatan seperti mendengarkan, berdiskusi dan
sebagainya. Pengemasan bahan ajar berdasarkan kedalaman dan
keluasan materi pelajaran sesuai dengan tingkat dan jenjang
pendidikan. Menanamkan pengertian terlebih dahulu sebelum
diberikan latihan. Materi disajikan berdasarkan tingkat kesiapan
atau kematangan siswa. melalui pendekatan konkret,
semikonkret, semiabstrak, dan abstrak dengan menggunakan
pendekatan induktif. Kurikulum 1984 menggunakan pendekatan
proses, disamping tetap menggunakan orientasi pada tujuan.
Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Metode
pembelajaran menggunakan konsep CBSA atau dengan kata lain
siswa menjadi subjek dalam pembelajaran karena siswa
diberikan kesempatan untuk aktif secara fisik, mental, intelektual
dan emosional
HAKIKAT CBSA
 mengemukakakn tujuh dimensi di dalam proses belajar mengajar,yang
didalamnya dapat terjadi variasi kadar ke CBSA-san. Adapun dimensi-
dimensi yang dimaksud adalah :
1. Partisipasi siswa di dalam menteapkan tujuan kegiatan belajar mengajar
2. Tekanan pada aspek afektif dalam pengajaran.
3. Partispasi siswa dalam kegiatan belajar mengajar.
4. Penerimaan (acceptance) guru terhadap perbuatan atau kontribusi siswa
yang kurang relevan atau bahkan sama sekali salah.
5. Kekohesifan kelas sebagai kelompok.
6. Kebebasan atau lebih tepat kesempatan yang diberikan kepada siswa untuk
mengambil keputusan -keputusan penting dalam kehidupan sekolah.
7. Jumlah waktu yang dipergunakan untuk menanggulangi masalah pribadi
siswa baik aatau tidak maupun yang berhubungan dengan pelajaran
CIRI UMUM KURIKULUM 1984
1. Berorientasi pada tujuan instruksional
2. Pendekatan pembelajaran adalah berpusat pada anak didik;
Pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA)
3. Pelaksanaan Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB)
4. Materi pelajaran menggunakan pendekatan spiral, semakin
tinggi tingkat kelas semakin banyak materi pelajaran yang di
bebankan pada peserta didik
5. Menanamkan pengertian terlebih dahulu sebelum diberikan
latihan. Konsep-konsep yang dipelajari siswa harus
didasarkan kepada pengertian, baru kemudian diberikan
latihan setelah mengerti. Untuk menunjang pengertian alat
peraga sebagai media digunakan untuk membantu siswa
memahami konsep yang dipelajarinya.
IMPLIKASI KURIKULUM 1984
 Pokok-pokok pikiran yang dikemukakan dalam bagian-bagian terdahulu
menyarankan implikasi perubahan perencanaan dan pelaksanaan penyajian
kegiatan belajar mengajar yang cukup mendasar. Pengalaman belajar yang
diberikan kepada calon guru atau instruktor hendaknya jangan memisahkan
komponen akademik dengan komponen profesional, jangan diceraikan teori dan
praktek.Disamping itu faktor guru sendiri (filosofinya, ketrampilannya, serta
faktor-faktor kepribadian lainnya) serta faktor-faktor eksternal seperti
tersedianya fasilitas dan besarnya kelas, ikut pula menentukan pilihan cara
penyampaian. Salah satu kemungkinan strategi pengkajian ke CBSA-an suatu
kegiatan belajar mengajar sudah barang tentu sekaligus implisit termasuk
pengkajian keserasian dengan tujuan yang mau dicapai melalui kegiatan yang
dimaksud, dilukiskan dalam diagram. Akhirnya filosofi guru agaknya patut
memperoleh sorotan khusus, CBSA bertolak darri anggapan bahwa siswa
memiliki ptensi tersebut hanya dapat diwujudkan apabila mereka diberi babnyak
kesempatan untuk berpikir sendiri. Oleh karena itu maka cara memandang dan
menyikapi tugas guru harus berorientasikan bukan lagi sebagai sang mahatahu
yang siap untuk memebri kebijaksanaan
EVALUASI KURIKULUM 1984
 Evaluasi yang serempak dilaksanakan per semester,
dimana masih lebih menekankan pada evaluasi terhadap
tingkat penguasaan pengetahuan, prinsip dan konsep-
konsep. Penilaian terhadap penguasaan keterampilan
masih bersifat sebagai unsur penunjang. Penilaian
terhadap praktek biasanya dilakukan pada semester ke 5
atau semester 1 di tingkat 3.
KELEBIHAN KURIKULUM 1984
1. Kurikulum ini memuat materi dan metode yang disebut
secara rinci, sehingga guru dan siswa mudah untuk
melaksanakannya.
2. Prakarsa siswa dapat lebih dalam kegiatan belajar yang
ditunjukkan melalui keberanian memberikan pendapat
3. Keterlibatan siswa di dalam kegiatan-kegiatan belajar yang
telah berlangsung yang ditunjukkan dengan peningkatan
diri dalam melaksanakan tugas.
4. Anakdapatbelajardaripengalamanlangsunglangsung.
5. Kualitas interaksi antara siswa sangat tinggi, baik
intelektual maupun sosial.
6. Memasyarakatkan keterampilan berdiskusi yang
diperlukan dengan berpartisipasi secara aktif
KEKURANGAN KURIKULUM 1984
1. Banyak sekolah kurang mampu menafsirkan CBSA. Yang terlihat adalah
suasana gaduh di ruang kelas lantaran siswa berdiskusi, di sana-sini ada
tempelan gambar, dan yang menyolok.
2. Adanya ketergantungan pada guru dan siswa pada materi dalam suatu buku teks
dan metode yang disebut secara rinci, sehingga membentuk guru dan siswa
tidak kreatif untuk menentukan metode yang tepat dan memiliki sumber belajar
sangat terbatas.
3. Dapat didominasi oleh seorang atau sejumlah siswa sehingga dia menolak
pendapat peserta lain.
4. Siswa yang pandai akan bertambah pandai sedangkan yang bodoh akan
ketinggalan.
5. Peranan guru yang lebih banyak sebagai fasilitator, sehingga prakarsa serta
tanggung jawab siswa atau mahasiswa dalam kegiatan belajar sangat kurang.
6. Diperlukan waktu yang banyak dalam pembelajaran menyebabkan materi
pelajaran tidak dapat tuntas dikuasai siswa.
7. Guru kurang berperan aktif
PEMBELAJARAN SEJARAH PADA
KURIKULUM 1984
 Khusus untuk menentukan posisi mata pelajaran sejarah pada
kurikulum 1984 ini, kendali Mendikbud Nugroho Notosusanto
kelihatan cukup besar, mulai dari penentuan status mata
pelajaran dalam kurikulum, jumlah jam per minggu maupun
materi yang harus dikembangkan. Bahkan boleh dikatakan
menjelang Sidang Umum MPR terutama dalam membahas
akan ditetapkannya Garis-garis Besar Haluan Negara Tahun
1983, Nugroho punya andil besar dalam penyusunan
rancangan pendidikan dengan berhasilnya PSPB menjadi
keputusan formal. Nugroho juga mengusulkan agar Sejarah
diberikan dalam jumlah jam yang banyak. Akan tetapi setelah
melalui diskusi panjang dan tawar menawar, akhirnya sejarah
hanya diberikan selama 4 jam per minggu dalam satu
semester atau 2 jam per minggu dalam satu tahun.
 Perbedaan pandangan antara Mendikbud Nugroho dengan Kabalitbang,
Prof. Dr. Harsja W. Bachtiar mengenai penentuan posisi mata pelajaran
sejarah dan pengajaran sejarah yang afektif, masuknya PSPB menjadi mata
pelajaran yang berdiri sendiri dalam kurikulum persekolahan, serta polemik
berkepanjangan dalam menentukan materi PSPB secara tidak langsung
berakibat pada tidak tuntasnya penyusunan GBPP Sejarah SMA sampai
dengan kurikulum baru itu, kurikulum 1984, disosialisasikan. Garis-garis
Besar Program Pengajaran (GBPP) Sejarah untuk SMA tidak ada,

 Memang sungguh ironis, kurikulum yang diberlakukan mulai tahun ajaran


1984/1985 tanpa GBPP, yang akan menjadi salah satu acuan guru-guru
sejarah dalam melaksanakan tugasnya. Sebenarnya pada tanggal 1 Februari
1984, Kabalitbang, Prof. Dr. Harsja W. Bachtiar berhasil merampungkan
petunjuk pelaksanaan materi pengajaran mata pelajaran sejarah kelas I
semester 1 dengan jumlah jam 4 per minggu, karena awalnya mata
pelajaran sejarah hanya akan diberikan pada kelas I saja dan sifatnya
sementara sambil menunggu GBPP
THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai