Anda di halaman 1dari 14

Volume 4 Issue 2, August 2022: pp. 342-355.

Copyright © 2022 Halu Oleo Legal Research. Faculty of Law, Halu Oleo University,
Kendari, Southeast Sulawesi, Indonesia.
Open Access at: https://journal.uho.ac.id/index.php/holresch/

Halu Oleo Legal Research is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License, which permits unrestricted
use, distribution, and reproduction in any medium, provided the original work is properly cited.

Analisis Hukum Eksistensi Kompilasi Hukum Islam (KHI)


tentang Waris dalam Pembagian Harta Warisan di Indonesia

Analysis of the Existence Law of the Compilation of Islamic Law on Inheritance in


the Distribution of Inheritance in Indonesia

Muhammad Sjaiful
Pascasarjana Universitas Halu Oleo
Email: m.sjaiful_fh@uho.ac.id

Idaman Alwi
Pascasarjana Universitas Halu Oleo
Email: Idam_idea@uho.ac.id

Sukring
Pascasarjana Universitas Halu Oleo
Email: sukring69kd@gmail.com

Oheo Kaimuddin Haris


Pascasarjana Universitas Halu Oleo
Email: oheokh@gmail.com

Jabalnur
Pascasarjana Universitas Halu Oleo
Email: jabalnur821@gmail.com

Amrah Susila Rahman


Kanwil Kementerian Agama Sulawesi Tenggara
Email: AmsarhYouts@gmail.com
Abstract: The purpose of this paper is to understand and analyze the existence or position
of the Compilation of Islamic Law which is one of the many great works of Indonesian
Muslims in the context of their religious life as a sign of the revival of Indonesian Muslims
and can fill the legal vacuum for Indonesian citizens who are religious Islam. The results
show that the existence of the Compilation of Islamic Law is still weak and not binding,
because the existence of the Compilation of Islamic Law in the Hierarchy of National
Legislation is still in the form of Presidential Instruction Number 1 of 1991.
Keyword: Existence; Compilation of Islamic Law; Legislation
Abstrak: Tujuan penulisan ini adalah untuk memahami dan menganalisis eksistensi atau
kedudukan Kompilasi Hukum Islam yang merupakan salah satu di antara sekian banyak
karya besar umat Islam Indonesia dalam rangka kehidupan beragamanya sebagai tanda

342
kebangkitan umat Islam Indonesia dan dapat mengisi kekosongan hukum bagi warga
negara Indonesia yang beragama Islam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa eksistensi
Kompilasi Hukum Islam masih lemah dan tidak mengikat, karena keberadaan Kompilasi
Hukum Islam dalam Hierarki Peraturan Perundang-undangan Nasional sampai saat ini
masih dalam bentuk Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991.
Kata kunci: Eksistensi; Kompilasi Hukum Islam; Peraturan Perundang-undangan

PENDAHULUAN
Negara Indonesia sebagai negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam adalah
merupakan realitas sosial, karena itu sangat relevan apabila hukum Islam dijadikan sumber
rujukan dalam pembentukan hukum-hukum nasional, maka peranan ulama dan ilmuan
terhadap Islam sangat diperlukan.
Indonesia dewasa ini sedang melaksanakan pembangunan di segala bidang.
Pembangunan yang dilakukan tidak hanya di bidang sosial, politik dan ekonomi semata,
melainkan juga pembangunan di bidang hukum. Pembangunan hukum merupakan kebutuhan
yang tidak dapat dielakkan terutama di negara-negara yang sedang berkembang, seperti
Indonesia. Sebab kemerdekaan dan pembangunan telah mendorong negara untuk mengadakan
penataan kembali terhadap kehidupan masyarakat, baik di bidang politik, ekonomi maupun di
bidang sosial. Proses untuk mengubah tata kehidupan masyarakat ke arah yang lebih baik harus
terlebih dahulu mampu melaksanakan pembangunan di bidang hukum.1
Membahas eksistensi, kedudukan dan peranan Kompilasi Hukum Islam tidak bisa lepas
dari sejarah penyusunannya, kondisi hukum Islam, dan keadaan Lembaga Peradilan Agama di
Indonesia. Hukum Islam masuk di Indonesia bersamaan dengan masuknya kerajaan-kerajaan
Islam seperti, Kerajaan Samudera Pasai, Demak, dan Mataram yang pernah melaksanakan
hukum Islam di wilayahnya masing-masing.2
Maka oleh sebab itu, tidak dapat di sangkal untuk menjadikan ajaran Islam sebagai salah
satu sumber pembentukan dan penerapan Hukum Nasional. Berlakunya Hukum Islam di
Indonesia untuk sebagian besar adalah tergantung pada umat Islam yang menjadi pendukung
utamanya. Umat dalam artian sebuah komunitas penganut suatu agama yang dituntut
melaksanakan kewajiban ajaran agamanya. Umat Islam merupakan bagian dari perjalanan
sejarah bangsa Indonesia yang tidak bisa dipisahkan dengan negara, pemerintah dan
hukumnya, ia terjalin secara religius yang diperselisihkan dan diaktualisasikan dalam

1 Mura P. Hutagalung, Hukum Islam dalam Era Pembangunan, Jakarta: Penerbit Ind Hill, 1985, hlm. 9.
2 Barmawi Mukri, “Kedudukan dan Peranan Kompilasi Hukum Islam dalam Sistem Hukum Nasional”, Jurnal
Hukum, Vol. 8, No. 17, Juni 2001, hlm. 22.

343
kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu negara sudah semestinya memberikan peluang
konstitusional berlakunya hukum Islam dalam tata hukum nasional Indonesia. Sebab Islam
datang ke Indonesia jauh sebelum masa penjajahan dan hukum Islam telah diikuti dan
dilaksanakan para pemeluk agama Islam dalam kehidupan sehari-hari.3
Dalam Islam terdapat tiga substansi hukum yang dapat dipedomani yaitu, pertama
hukum-hukum yang ketentuannya secara detail diatur oleh Alquran dan Sunah. Kedua, hukum-
hukum yang ada dalam Alquran dan Sunah tetapi ketentuan detailnya diserahkan kepada
negara. Ketiga, hukum-hukum yang tidak tersurat dalam Alquran dan Sunah tetapi tersirat
dalam sunatullah dan inilah yang merupakan kewajiban negara untuk mengaturnya.
Tujuan hukum Islam pada dasarnya adalah kemaslahatan manusia, sehingga hukum
Islam mencoba menegakkan maslahat dan mencegah mafsadat, untuk mendapatkan kehidupan
yang lebih baik di dunia dan di akhirat. Karena itu, memahami hukum Islam tidak hanya
didasarkan pada makna literalnya saja tapi pengkajian dan pengembangan hukum secara
normatif sebagai cara mewujudkan keadilan hukum yang dapat diterapkan di tengah-tengah
masyarakat merupakan hal yang sangat penting sebagai wahana pembinaan dan
pengembangan hukum nasional di Indonesia.4
Membicarakan tentang masalah Kompilasi Hukum Islam, pada dasarnya adalah
membicarakan salah satu aspek dari hukum Islam di Indonesia. Perbincangan tersebut
merupakan perbincangan yang kompleks sekalipun hukum Islam menempati posisi yang
sangat penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara pada masa sekarang. Kompilasi
Hukum Islam dianggap sebagai satu di antara sekian banyak karya besar umat Islam Indonesia
dalam rangka memberi arti yang lebih positif bagi kehidupan dan kebangkitan umat Islam
Indonesia. Akan tetapi, Kompilasi Hukum Islam tidak bersifat mutlak sebagaimana halnya
wahyu Tuhan dan bukan sebuah karya yang telah mencapai hasil yang final. Kompilasi Hukum
Islam bersifat lebih terbuka dalam menerima usaha-usaha penyempurnaan untuk meraih
keberhasilan yang lebih baik di masa mendatang.
Kebutuhan akan adanya Kompilasi Hukum Islam bagi Peradilan Agama sudah lama
menjadi catatan sejarah Departemen Agama. Keluarnya surat edaran Biro Peradilan Agama
Nomor B/1/735 tanggal 18 Februari 1958 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor
45 Tahun 1957 yang mengatur tentang Pembentukan Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah

3 Abd. Muin, “Eksistensi Kompilasi Hukum Islam dalam Sistem Hukum Positif”, Jurnal Risalah, Vol. 1, No. 1,
Desember 2016, hlm. 63.
4 Ahmad Husaini, Sistem Pembinaan Masyarakat Islam, Bandung: Pustaka, 1983, hlm. 78.

344
di luar Jawa dan Madura menunjukkan salah satu bukti tentang hal tersebut. Upaya pemenuhan
kebutuhan akan adanya Kompilasi Hukum Islam bagi Peradilan Agama merupakan rangkaian
sebuah cita-cita bangsa Indonesia yang menyatu dalam sejarah pertumbuhan Peradilan Agama
itu sendiri. Melalui perjalanan yang panjang akhirnya umat Islam di Indonesia telah mempunyai
hukum keluarga dan kewarisan serta perwakafan sendiri sejak tahun 1991, yaitu sejak
berlakunya Kompilasi Hukum Islam.5
KHI disusun dan dirumuskan untuk mengisi kekosongan hukum substansial (mencakup
hukum perkawinan, kewarisan dan perkawinan) yang diberlakukan dalam peradilan di
lingkungan peradilan, ia menjadi salah satu dasar untuk pengambilan keputusan hukum
terhadap perkara-perkara yang diajukan ke pengadilan dalam lingkungan peradilan agama.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan suatu
penelitian yang berjudul “Analisis hukum Eksistensi Kompilasi Hukum Islam (KHI) tentang
waris Dalam Pembagian Harta Warisan di Indonesia”. Sebagaimana diuraikan di atas, maka
secara konkret rumusan masalah penelitian ini dapat dirumuskan mengenai latar belakang
penyusunan Kompilasi Hukum Islam, proses penyusunannya, dan kedudukannya dalam tata
hukum nasional, serta bagaimana pembaruan hukum Islam dalam KHI, Isi Kompilasi hukum
Islam, hubungan KHI dan Perundang-undangan.

METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif (normative law research). Penelitian
normatif adalah penelitian yang menggambarkan secara sistematis aturan yang mengatur suatu
klasifikasi hukum tertentu dan menganalisis hubungan antara peraturan serta menjelaskan
permasalahan. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan perundang-
undangan (statute approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach) dengan
sumber dan bahan hukum primer, sekunder dan bahan hukum tersier, serta menggunakan
analisis bahan hukum dengan Teknik kualitatif dengan berpikir induktif. Berpikir induktif, yaitu
metode yang berangkat dari fakta-fakta khusus, peristiwa yang konkret, kemudian ditarik
kesimpulan yang bersifat umum.

5 Jumni Nelli, “Kritik Terhadap Kompilasi Hukum Islam (KHI) Tentang Pasal Sahnya Perkawinan dan Pencatatan
Perkawinan”, Jurnal Hukum dan HAM, Cet. ke-1. Pekanbaru: UIN Suska Riau, 2012, hlm. 20-21.

345
SEKILAS TENTANG PENYUSUNAN KOMPILASI HUKUM ISLAM, PROSES
PENYUSUNANNYA, DAN KEDUDUKANNYA DALAM TATA HUKUM NASIONAL
Kompilasi Hukum Islam
Term kompilasi diambil dari bahasa Latin compilare yang mempunyai arti mengumpulkan
bersama-sama, seperti mengumpulkan peraturan yang tersebar berserakan di mana-mana.
Kemudian berkembang menjadi compilation dalam bahasa Inggris dan compilatie dalam bahasa
Belanda. Selanjutnya istilah ini dipergunakan dalam bahasa Indonesia menjadi “Kompilasi”.6
Dalam kamus lengkap Inggris Indonesia-Indonesia Inggris yang disusun oleh S.
Wojowasito dan WJS Poerwadarminta disebutkan kata “compilation” dengan terjemahan
“karangan tersusun dikutip dari buku-buku lain”. Dengan kata lain dalam pengertian Hukum,
kompilasi adalah tidak lain dari sebuah buku hukum atau buku kumpulan yang memuat uraian
atau bahan-bahan hukum tertentu, pendapat hukum atau juga aturan hukum.7
Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut, maka dapat diketahui bahwa ditinjau dari
segi bahasa (etimologi), kompilasi adalah kegiatan pengumpulan dari berbagai bahan tertulis
yang diambil dari berbagai buku/tulisan mengenai sesuatu persoalan tertentu. Sedangkan
pengertian kompilasi dari segi hukum adalah sebuah buku hukum atau buku kumpulan yang
memuat uraian atau bahan-bahan hukum tertentu, pendapat hukum, atau juga aturan hukum.
Kemudian jika Kompilasi Hukum dikaitkan dengan kata Islam sehingga menjadi Kompilasi
Hukum Islam dapat diartikan sebagai rangkuman dari pendapat para ulama yang ditulis dari
berbagai kitab fikih yang dijadikan acuan atau rujukan para Hakim Pengadilan Agama dalam
memutuskan perkara, kemudian rangkuman itu disusun secara sistematis dalam suatu bentuk
buku tertentu.
Berdasarkan kutipan tersebut di atas, Abdurrahman menyimpulkan bahwa kompilasi
itu adalah kegiatan pengumpulan dari berbagai bahan tertulis yang diambil dari berbagai
buku/tulisan mengenai suatu persoalan tertentu. Pengumpulan bahan dari berbagai sumber
yang dibuat oleh beberapa penulis yang berbeda untuk ditulis dalam suatu buku tertentu,
sehingga dengan kegiatan ini semua bahan yang diperlukan dapat ditemukan dengan mudah.8

6 Yandianto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Bandung: Penerbit M2S Bandung, 2001, hlm. 99.
7 Jhon M. Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia: An English Indonesian Dictionary, Jakarta: PT.
Gramedia, 1995. hlm. 224.
8 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: Akademika Pressindo, 1995, hlm. 12.

346
Penyusunan Kompilasi Hukum Islam
Kompilasi Hukum Islam ini merupakan keberhasilan besar umat Islam Indonesia pada
pemerintahan orde baru. Umat Islam di Indonesia akan mempunyai pedoman fikih yang
seragam dan telah menjadi hukum positif yang wajib dipatuhi oleh seluruh bangsa Indonesia
yang beragama Islam. Dengan ini diharapkan tidak akan terjadi kesimpangsiuran keputusan
dalam lembaga-lembaga peradilan Agama dan sebab-sebab khilaf yang disebabkan oleh
masalah fikih dapat diakhiri.
Hukum Islam, baik di Indonesia maupun di dunia Islam pada umumnya hingga saat ini
adalah hukum fikih hasil penafsiran pada abad kedua hijriah dan beberapa abad sesudahnya.
Kitab-kitab klasik di bidang fikih masih tetap berfungsi dalam memberikan informasi hukum.
Kajian pada umumnya banyak dipusatkan pada masalah-masalah ibadat dan ahwal al-
syakhsiyyah. Kajian tidak banyak diarahkan pada fikih muamalah. Hal ini membuat hukum Islam
terlihat begitu kaku berhadapan dengan masalah-masalah sekarang ini. Masalah yang dihadapi
bukan saja berupa perbuatan struktur sosial, tetapi juga perubahan kebutuhan dalam berbagai
bentuknya. Berbagai sikap dalam menghadapi tantangan tersebut telah dilontarkan. Satu pihak
hendak berpegang pada tradisi dari penafsiran-penafsiran ulama mujtahid terdahulu, sedang
pihak lain menawarkan bahwa berpegang saja kepada penafsiran-penafsiran lama tidak cukup
menghadapi perubahan sosial di abad kemajuan ini.9
Penafsiran-penafsiran tersebut hendaklah diperbarui sesuai dengan situasi dan kondisi
masa kini, untuk itu ijtihad perlu digalakkan sehingga seragam dalam mengambil keputusan
yang dilakukan oleh para hakim di Pengadilan Agama.
Penyusunan Kompilasi Hukum Islam didasarkan pada konsiderans Keputusan Bersama
Ketua Mahkamah Agung dan Menteri Agama tanggal 21 Maret 1985 No. 07/KMA/1985 dan No.
25 Tahun 1985 tentang Penunjukan Pelaksanaan Proyek Pembangunan Hukum Islam melalui
yurisprudensi atau yang lebih dikenal sebagai proyek Kompilasi Hukum Islam, dikemukakan
ada dua pertimbangan mengapa proyek ini diadakan, yaitu:
a. Bahwa sesuai dengan fungsi pengaturan Mahkamah Agung Republik Indonesia terhadap
jalannya peradilan di semua lingkungan peradilan di Indonesia, khususnya di lingkungan
peradilan Agama, perlu mengadakan Kompilasi Hukum Islam yang selama ini menjadikan
hukum positif di Pengadilan Agama;

9 M. Daud Ali, Asas-asas Hukum Islam, Jakarta: Rajawali Press, 1986, hlm. 189.

347
b. Bahwa guna mencapai maksud tersebut, demi meningkatkan kelancaran pelaksanaan
tugas, sinkronisasi dan tertib administrasi dalam proyek pembangunan hukum Islam
melalui yurisprudensi, di pandang perlu membentuk suatu tim proyek yang
penyusunannya terdiri dari para pejabat Mahkamah Agung dan Departemen Agama
Republik Indonesia.10
Tugas pokok proyek ini adalah melaksanakan usaha pembangunan hukum Islam
melalui Yurisprudensi dengan jalan Kompilasi Hukum. Sasarannya dengan mengkaji kitab-kitab
fikih yang dipergunakan para hakim agama sebagai landasan putusan-putusannya agar sesuai
dengan perkembangan hukum masyarakat Indonesia menuju hukum nasional.11
Proses pembentukan Kompilasi Hukum Islam ini mempunyai kaitan yang erat dengan
kondisi hukum Islam di Indonesia selama ini. Menurut M. Daud Ali, dalam membicarakan
hukum Islam di Indonesia, pusat perhatian akan ditujukan pada kedudukan hukum Islam dalam
sistem hukum Indonesia. Hukum Islam sebagai tatanan hukum yang dipegangi/ditaati oleh
mayoritas penduduk dan rakyat Indonesia adalah hukum yang telah hidup dalam masyarakat,
merupakan sebagian dari ajaran dan keyakinan Islam dan ada dalam kehidupan hukum
nasional dan merupakan bahan dalam pembinaan dan pengembangannya.12
Proses perumusan Kompilasi Hukum Islam (KHI) tidak terlepas dari pertumbuhan,
perkembangan hukum Islam dan lembaga peradilan Agama sebelum dan sesudah masyarakat
Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945. Ide kompilasi
Hukum Islam lahir beberapa tahun kemudian terutama sejak tahun 1976 ketika Mahkamah
Agung membina teknis yustisia Peradilan Agama. Tugas pembinaan ini didasarkan pada
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman Pasal 11
ayat(1) yang menyatakan bahwa, “Organisasi, Administrasi, dan keuangan Pengadilan
dilakukan oleh Departemen masing-masing, sedangkan teknik yustisia dilakukan oleh
Mahkamah Agung”. Selama pembinaan teknik yustisia peradilan agama oleh Mahkamah Agung,
terasa adanya beberapa kelemahan antara lain soal hukum Islam yang diterapkan di lingkungan
Peradilan Agama, yang cenderung simpang siur. Simpang siur dimaksud disebabkan oleh
perbedaan pendapat ulama dalam hampir setiap persoalan. Untuk mengatasi perbedaan itu
perlu menetapkan satu buku hukum yang menghimpun semua hukum terapan yang berlaku

10 Abdurrahman, Op. cit., hlm. 15.


11 Hahir Azhari, “Kompilasi Hukum Islam sebagai Alternatif”, Mimbar Hukum, No. 4, 1991, hlm. 48.
12 M. Daud Ali, Op. cit., hlm. 35.

348
bagi lingkungan peradilan Agama yang dapat dijadikan pedoman oleh para hakim dalam
melaksanakan tugasnya, sehingga terjamin adanya kesatuan dan kepastian hukum.13
M. Yahya, Harahap mengatakan bahwa adanya penonjolan kecenderungan
mengutamakan fatwa atau penafsiran ulama dalam menetapkan dan menerapkan hukum
menjadi salah satu alasan penyusunan Kompilasi Hukum Islam. Dikatakan bahwa para hakim
di Peradilan Agama, pada umumnya menjadikan kitab-kitab fikih sebagai landasan hukum.
Semula kitab-kitab tersebut merupakan literatur pengkajian ilmu hukum Islam, para hakim
Peradilan Agama telah menjadikannya ‚kitab hukum‛ (perundang-undangan). Jadi, belum
adanya hukum-hukum yang dirumuskan secara sistematis sebagai landasan rujukan mutlak
atau hukum Islam yang ada di Indonesia, pada umumnya juga menjadi latar belakang
penyusunan Kompilasi Hukum Islam.14
Dorongan kepada pemerintah untuk segera mengesahkan Kompilasi Hukum Islam
muncul dari berbagai pihak. Akan tetapi terjadi perbedaan pendapat tentang produk hukum
yang akan mewadahi kompilasi tersebut. Idealnya harus dituangkan dalam satu undang-
undang, namun untuk merancang satu undang-undang prosesnya akan berlarut-larut dan
membutuhkan waktu yang lama. Ada pula keinginan untuk menuangkannya dalam bentuk
peraturan pemerintah atau keputusan presiden.

Kedudukan Kompilasi Hukum Islam


Kompilasi hukum Islam disusun atas prakarsa penguasa negara, dalam hal ini ketua Mahkamah
Agung dan Menteri Agama melalui Surat Keputusan Bersama) dan mendapat pengakuan ulama
dan unsur. Secara resmi KHI merupakan hasil konsensus (ijma) ulama dari berbagai golongan
melalui media loka karya yang dilaksanakan secara nasional yang kemudian mendapat
legalisasi dari kekuasaan Negara.
Dalam perumusan KHI, secara substansial dilakukan dengan mengacu pada sember
hukum Islam yakni Al-Quran dan Sunah Rasul, dan secara hierarki mengacu pada peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Di samping itu para perumus KHI memperhatikan
perkembangan yang berlaku secara global serta memperhatikan tatanan hukum Barat tertulis
dan tatanan hukum Adat, yang memiliki titik temu dengan tatanan hukum Islam. Berkenaan hal
itu, dalam beberapa hal maka terjadi modifikasi ke dalam tatanan hukum lainnya itu ke dalam

13 Zainuddin Ali, Hukum Islam Pengantar Ilmu Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika. 2006, hlm. 98.
14 M. Yahya Harahap, Kompilasi Hukum Islam, Jakarta: Pustaka Kartini. 1990, hlm. 100.

349
KHI. Dengan demikian KHI merupakan suatu perwujudan hukum Islam yang khas di Indonesia.
Atau dengan perkataan lain KHI merupakan wujud hukum Islam yang bercorak keindonesiaan.
Keberadaan Kompilasi Hukum Islam didasarkan pada Inpres No. 1 Tahun 1991.
Kedudukannya dalam Sistem Hukum Nasional diarahkan kepada kedudukan Inpres itu sendiri
dalam tata urutan perundang-undangan di Indonesia. Artinya Kompilasi Hukum Islam itu
kedudukannya di bawah atau lebih rendah dari UU dan Peraturan Pemerintah. Hanya saja
materi Kompilasi Hukum Islam yang termuat dalam Buku I tentang Hukum Perkawinan, Buku
II tentang Kewarisan, dan Buku III tentang Perwakafan adalah merupakan hukum Islam yang
sudah lama hidup dan diamalkan oleh masyarakat Indonesia yang beragama Islam.
Selain Inpres yang menjadi landasan atau dasar pemberlakuan KHI dalam sistem
perundang-undangan didukung juga dengan keputusan Menteri Agama Republik Indonesia
tanggal 22 Juli 1991 No.154 Tahun 1991 tentang Pelaksanaan Instruksi Presiden RI No.1 Tahun
1991, Surat Edaran Direktur Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam atas nama Direktur
Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam tanggal 22 Juli 1991
No.3694/EV/HK.003/AZ/91 yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan Tinggi Agama dan Ketua
Pengadilan Agama di seluruh Indonesia tentang penyebarluasan Instruksi Presiden RI No.1
Tahun 1991 tanggal 10 Juni 1991.
Berdasarkan uraian tersebut di atas maka penulis dapat berkesimpulan bahwa
kedudukan KHI dalam sistem adalah merupakan hukum positif Islam untuk melaksanakan
peraturan perundang-undangan yang kedudukannya lebih tinggi dan dijadikan rujukan. Dalam
hubungan dengan unsur peradilan, KHI dijadikan pedoman dalam penyelesaian perkara yang
diajukan ke pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama. Hal ini dilatarbelakangi
penyusunan KHI dilakukan untuk mengisi kekosongan hukum substansial yang dijadikan
rujukan dalam penyelesaian perkara yang diajukan.
Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas mengenai kedudukan Kompilasi Hukum
Islam dalam sistem hukum nasional, dapat dilihat pada tujuan dari kompilasi tersebut, yaitu: a.
untuk merumuskan secara sistematis hukum Islam di Indonesia secara kongkret; b. guna
digunakan sebagai landasan penerapan hukum Islam di lingkungan Peradilan Agama; c. dan
sifat kompilasi, berwawasan nasional yang akan diperlakukan bagi seluruh masyarakat Islam
Indonesia; d. serta sekaligus akan dapat terbina penegakan kepastian hukum yang lebih
seragam dalam pergaulan masyarakat Islam.15

15 Hamid S. Attamimi, Kedudukan Kompilasi Hukum Islam dalam Sistem Hukum Nasional, Jakarta: Gema Insani
Press, 1996, hlm. 152.

350
PEMBARUAN HUKUM ISLAM DALAM KHI, ISI KOMPILASI HUKUM ISLAM, HUBUNGAN
KHI DAN PERUNDANG-UNDANGAN
Pembaruan Hukum Islam
Pembaruan hukum Islam dapat diartikan sebagai upaya dan perbuatan melalui proses tertentu
dengan penuh kesungguhan yang dilakukan oleh mereka yang mempunyai kompetensi dan
otoritas dalam pengembangan hukum Islam Mujtahid dengan cara-cara yang telah ditentukan
berdasarkan kaidah-kaidah istinbat hukum yang dibenarkan sehingga menjadi hukum Islam
dapat tampil lebih segar dan modern tidak ketinggalan zaman, inilah dalam ushul fikh dikenal
dengan ijtihad.16
Sejarah Islam mencatat usaha-usaha pembaharuan hukum keluarga, termasuk di
dalamnya hukum perkawinan, mulai merebak sejak awal abad ke-20 dimulai dari Turki. Hukum
keluarga Turki itu mulai diperkenalkan di Lebanon pada tahun 1919 dan selanjutnya dipakai di
Yordania sebelum tahun 1951 dan di Suriah sebelum tahun 1953. Setelah Turki, Mesir juga
melakukan pembaruan hukum keluarga tahun 1920 dan 1929.
Berikutnya sejumlah Negara Islam lain, seperti Tunisia, Suriah, Yordania dan Irak juga
tidak ketinggalan melakukan pembaruan-pembaruan dalam hukum keluarga mereka. Menarik
dicatat bahwa sampai tahun 1956 hanya ada lima Negara Islam Timur Tengah yang belum
memperbarui hukum keluarganya, yakni Emirat, Arab Saudi, Katar, Bahrain dan Oman17

Isi Kompilasi Hukum Islam


Kompilasi Hukum Islam terdiri atas tiga buku, masing-masing buku I tentang Perkawinan, buku
II tentang Kewarisan dan buku III tentang Perwakafan. Dalam kerangka sistematikanya masing-
masing buku terbagi dalam beberapa bab tertentu dan terbagi pula atas beberapa bagian yang
selanjutnya dirinci dalam pasal-pasal.18
Secara keseluruhan Kompilasi Hukum Islam terdiri atas 229 pasal dengan distribusi
yang berbeda-beda untuk masing-masing buku. Porsi yang terbesar adalah pada buku Hukum
perkawinan, yakni mulai Pasal 1 sampai 170. Kemudian hukum Kewarisan yang dimulai dari
Pasal 171 sampang dengan Pasal 193. Kemudian tentang Hukum Pewakafan yang dimulai dari

16 Isyraqunnajah, “Hukum Keluarga Islam di Republik Turki”, dalam Atha Muzhar dan Khaeruddin Nasution (ed.),
Hukum Keluarga di Dunia Muslim Modern, Jakarta: Ciputat Press, 2003, hlm. 108.
17 J. N. D. Anderson, Hukum Islam di Dunia Modern, terjemahan oleh Machmun Husein, Surabaya: Amar Press,
1990, hlm. 235.
18 Wasit Aulawi, “Kompilasi Hukum Islam dalam Sistem Hukum Nasional”, Pidato Pengukuhan Guru Besar,
Jakarta: IAIN Syarif Hidayatullah, 1989, hlm. 12.

351
pasal 215 sampai dengan pasal 227 ditambah pasal ketentuan peralihan dan ketentuan penutup
yang masing-masing satu pasal.
Sebagaimana yang telah diatur mengenai hukum perkawinan dalam buku I mengenai
ketentuan umum, maka pada buku hukum Kewarisan juga diuraikan mengenai pengertian-
pengertian umum. Seperti apa itu hukum kewarisan, siapa yang dimaksud dengan ahli waris,
pewaris, harta warisan, harta peninggalan, wasiat, dan hibah.
Mengenai siapa yang ahli waris Pasal 174 menyebutkan secara singkat yaitu ahli waris
karena hubungan darah dan ahli waris karena hubungan perkawinan. Kemudian disebutkan
keutamaan dari masing-masing ahli waris bilamana semua ahli waris ada. Sayangnya di sini
tidak disebutkan bagaimana pewarisan dari seorang pewaris yang meninggal dunia tanpa
meninggalkan ahli waris sama sekali. Hal ini memang diatur dalam Pasal 191 tetapi mengenai
pembagian warisannya. Begitu juga mengenai keutamaan yang sifatnya lebih kasuistik dimana
satu ahli waris dapat mendinding (hijab) ahli waris lainnya seharusnya juga dimuat secara lebih
rinci.

KHI dan Perundang-undangan


UU No. 1 Tahun 1974 dan PP No. 9 Tahun 1975 merupakan peraturan perundang-undangan.
Hal ini berbeda dengan posisi KHI yang merupakan aturan yang berada di bawah produk
tersebut. Kompilasi Hukum Islam (KHI) disusun dengan maksud untuk melengkapi UU
Perkawinan dan diusahakan secara praktis mendudukkannya sebagai hukum perundang-
undangan, meskipun kedudukannya tidak sama dengan itu. KHI dengan demikian berinduk
kepada UU Perkawinan. Dalam kedudukannya sebagai pelaksanaan praktis dari UU
Perkawinan, maka materinya tidak boleh bertentangan dengan UU Perkawinan.19
Oleh karena itu seluruh materi UU Perkawinan disalin ke dalam KHI, meskipun dengan
rumusan yang sedikit berbeda. Di samping itu dalam KHI ditambahkan materi lain yang
prinsipnya tidak bertentangan dengan UU Perkawinan. Hal ini terlihat dari jumlah pasal yang
ada di antara keduanya .
Pada pasal 2 KHI dipertegas landasan filosofis perkawinan sesuai dengan ajaran Islam
tanpa mengurangi landasan filosofis perkawinan berdasar Pancasila yang diatur dalam Pasal 1
UU No.1 tahun 1974. Sebagaimana yang dijelaskan Pasal 1 UU No.1 tahun 1974, landasan
filosofis perkawinan nasional adalah Pancasila dengan mengaitkan perkawinan berdasar sila

19 Huzaimah Tahido Yanggo, Kontroversi Revisi Kompilasi Hukum Islam, Jakarta: Adelina, 2005, hlm. 58.

352
pertama yaitu berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa. Landasan filosofis itu dipertegas dan
diperluas dalam pasal 2 KHI yang berisi: 1. Perkawinan semata-mata menaati perintah Allah, 2.
Melaksanakan perkawinan adalah ibadah, 3. Ikatan perkawinan bersifat mitsaqan ghalidzan.
Selain itu di dalamnya terdapat penegasan dan pemasyarakatan simbol Islam berupa
pernyataan ikatan perkawinan bersifat mitsaqan ghalidzan. Simbol landasan filosofis ini sengaja
ditampilkan untuk mengantisipasi pendapat dan praktik yang memilukan selama ini, seolah-
olah ikatan perkawinan Islam rapuh dan boleh dipecah setiap waktu. Dengan penegasan yang
menyatakan bahwa perkawinan sebagai ikatan yang kokoh diharapkan akan memberi
kesadaran dan pengertian kepada masyarakat bahwa perkawinan menaati perintah Allah dan
sekaligus merupakan ibadah serta harus dipertahankan keberadaan, keberlangsungan dan
kelestariannya.20
Landasan ideal dan konstitusional KHI adalah Pancasila dan UUD 1945. Hal itu dimuat
dalam konsiderans Instruksi Presiden dan dalam penjelasan umum KHI. Ia disusun sebagai
bagian dari sistem hukum nasional yang menjamin kelangsungan hidup beragama berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa yang sekaligus merupakan perwujudan kesadaran hukum
masyarakat dan bangsa Indonesia. Hal ini sesuai dengan pasal 29 ayat 1 UUD 1945.21

Kesimpulan
Dari pembahasan di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Kompilasi Hukum Islam
merupakan salah satu di antara sekian banyak karya besar umat Islam Indonesia dalam rangka
kehidupan beragamanya dan kebangkitan umat Islam Indonesia. Dengan membaca karya
tersebut, maka dapat dinilai tingkat kemampuan umat Islam dalam proses pembentukan
hukum. Kompilasi Hukum Islam harus dilihat bukan sebagai sebuah akhir dan tidak bersifat
mutlak tapi bersifat lebih terbuka dalam menerima usaha-usaha penyempurnaan untuk meraih
keberhasilan. Selain itu, perlu dikemukakan bahwa penyusunan Kompilasi Hukum Islam
dilakukan atas asas kemaslahatan, manfaat dan keadilan serta mengatasi berbagai masalah
khilafiah sehingga menjamin adanya kepastian hukum dan dimaksudkan agar dapat dijadikan
pegangan para hakim agama dalam menangani perkara yang diajukan kepadanya dan
diharapkan dapat dijadikan pedoman oleh masyarakat serta dapat menjadi sarana penyuluhan

20 Amir Syarifudin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: antara Fikih Munakahat dan UU Perkawinan, Jakarta:
Prenada Media, 2006, hlm. 69.
21 Abdullah Abdul Gani, Pengatar Kompilasi Hukum Islam dalam Tata Hukum Indonesia, Jakarta: Gema Insani
Pres, 2010, hlm. 63.

353
kepada masyarakat yang dampaknya akan berperan dalam meningkatkan ketahanan' nasional
dan pembangunan hukum nasional.

Daftar Pustaka
Buku
Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: Akademika Pressindo, 1995.
Ali, M. Daud, Asas-asas Hukum Islam, Jakarta: Rajawali Press, 1986.
Ali, Zainuddin, Hukum Islam Pengantar Ilmu Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika.
2006.
Anderson, J. N. D., Hukum Islam di Dunia Modern, terjemahan oleh Machmun Husein, Surabaya:
Amar Press, 1990.
Attamimi, Hamid S., Kedudukan Kompilasi Hukum Islam dalam Sistem Hukum Nasional, Jakarta:
Gema Insani Press, 1996.
Echols, Jhon M. dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia: An English Indonesian Dictionary,
Jakarta: PT. Gramedia, 1995.
Gani, Abdullah Abdul, Pengatar Kompilasi Hukum Islam dalam Tata Hukum Indonesia, Jakarta:
Gema Insani Pres, 2010.
Harahap, M. Yahya, Kompilasi Hukum Islam, Jakarta: Pustaka Kartini. 1990.
Husaini, Ahmad, Sistem Pembinaan Masyarakat Islam, Bandung: Pustaka, 1983.
Hutagalung, Mura P., Hukum Islam dalam Era Pembangunan, Jakarta: Penerbit Ind Hill, 1985.
Muzhar, Atha dan Khaeruddin Nasution (ed.), Hukum Keluarga di Dunia Muslim Modern, Jakarta:
Ciputat Press, 2003.
Syarifudin, Amir, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: antara Fikih Munakahat dan UU
Perkawinan, Jakarta: Prenada Media, 2006.
Yandianto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Bandung: Penerbit M2S Bandung, 2001.
Yanggo, Huzaimah Tahido, Kontroversi Revisi Kompilasi Hukum Islam, Jakarta: Adelina, 2005.

Jurnal
Aulawi, Wasit, “Kompilasi Hukum Islam dalam Sistem Hukum Nasional”, Pidato Pengukuhan
Guru Besar, Jakarta: IAIN Syarif Hidayatullah, 1989.
Azhari, Hahir, “Kompilasi Hukum Islam sebagai Alternatif”, Mimbar Hukum, No. 4, 1991.
Muin, Abd., “Eksistensi Kompilasi Hukum Islam dalam Sistem Hukum Positif”, Jurnal Risalah, Vol.
1, No. 1, Desember 2016.

354
Mukri, Barmawi, “Kedudukan dan Peranan Kompilasi Hukum Islam dalam Sistem Hukum
Nasional”, Jurnal Hukum, Vol. 8, No. 17, Juni 2001.
Nelli, Jumni, “Kritik Terhadap Kompilasi Hukum Islam (KHI) Tentang Pasal Sahnya Perkawinan
dan Pencatatan Perkawinan”, Jurnal Hukum dan HAM, Cet. ke-1. Pekanbaru: UIN Suska
Riau, 2012.

355

Anda mungkin juga menyukai